Kata Kunci — Budaya; perbedaan; masyarakat
I. PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk yang unik dan beragam (suku, ras, agama dan budaya) atau
manusia adalah makhluk yang pluralistik. Manusia sebagai makhluk Tuhan tidak bisa
dipisahkan dari keragaman dan pluralitas. Keanekaragaman itu sendiri juga tidak dapat
dipisahkan dari manusia dan ini sudah menjadi ketentuan Tuhan. Keanekaragaman ini dan
pluralitas adalah keindahan kemanusiaan itu sendiri. Pelangi itu indah karena memiliki
banyak warna. Perbedaan warna tersebut membentuk suatu struktur yang memiliki nilai
artistik yang tinggi nilai. Hal ini juga terjadi pada manusia, jika keragaman dan perbedaan
dalam masyarakat dapat dikelola dengan baik; maka itu merupakan modal untuk membangun
persatuan nasional. Namun, sebaliknya, jika keragaman dan perbedaan tidak dikelola
dengan baik, hal itu bisa memicu retaknya persatuan dan kesatuan.
Dalam melihat keragaman dan perbedaan manusia, Al-Qur'an hadir untuk
menjelaskan kepada umat manusia untuk menyadari sifat diri mereka yang dibawa dalam
keragaman dan keragaman. Al-Qur'an dalam dimensinya tidak terikat oleh waktu, letak
geografis, budaya, ras, suku, dan agama; atau di lain kata, Al-Qur'an bersifat universal (sesuai
dengan citra manusia). Oleh karena itu, al-Qur'an bersifat universal sehingga segala hal yang
berkaitan dengan kehidupan dunia-akhirat telah disampaikan dalam Al-Qur'an baik secara
mujmal maupun in rinci ( Mutasyaabih dan muhkam ). Manusia adalah objek utama yang
menjadi bahasan dan pokok bahasan sekaligus (diberi amanat untuk mempelajari dan
mempraktikkannya).
II. METODE
Penulis menggunakan metodologi interpretasi Maudhui (thematic tafsir) dengan teori
AbdHayyi Al-Farmawi yang termuat dalam bukunya; Bidayatul fi Tafsiri al-
Maudhui[7]. Menurut Al-farmawi, dalam menafsirkan sebuah ayat dengan metode
interpretasi, ada tujuh langkah yang harus dilakukan oleh seorang penafsir, yaitu sebagai
berikut:
• Memilih atau menentukan masalah Al-Qur'an yang akan dipelajari menggunakan
Maudhu'i (tematik).
• Melacak dan mengumpulkan ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah
ditetapkan, ayat Makiyyah dan Madaniyyah .
• Susunlah ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologisnya tentang masa turunnya,
disertai dengan pengetahuan tentang latar belakang turunnya ayat atau asbab al-nuzul.
• Mengetahui korelasi ( munasabah ) dari ayat-ayat tersebut dalam setiap suratnya.
• Mengembangkan tema diskusi dalam kerangka yang sesuai, sistematis, sempurna dan
lengkap (garis besar).
•Lengkapi pembahasan dan uraian dengan hadits, jika dianggap diperlukan, agar pembahasan
menjadi lebih lengkap dan jelas.
• Mempelajari ayat-ayat ini secara tematis dan komprehensif dengan mengumpulkan
ayat-ayat yang mengandung arti yang sama, kompromi antara makna ' am dan khash ,
antara muthlaq dan muqayyad, menyelaraskan ayat-ayat yang tampak kontradiktif,
menjelaskan ayat-ayat nasikh dan mansukh . Jadi, semua ayat bertemu di muara tanpa
perbedaan dan kontradiksi atau tindakan pemaksaan beberapa ayat ke arti yang salah.
III. HASIL
Terjemahannya: “Jika Tuhanmu menghendaki, pasti Dia menjadikan manusia satu umat,
tetapi mereka selalu berselisih”, (QS. Hud (11): 118)
Terjemahannya: “Dan jika Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat
(saja), tetapi Allah menipu siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa
yang Dia kehendaki dan Sesungguhnya Anda akan bertanya apa yang telah Anda
lakukan. (Qs. Al-Nahl (16)
• QS. Al Maidah (5): 48; (Madaniyah)
Imam Suyuthi dalam tafsirnya Al-Durr Al-Mantsur fi TafsirBil- Ma'tsur menyebutkan dua
kisah turunnya al-Hujurat ayat 13:
Kisah pertama: ketika Nabi memasuki kota Mekkah pada masa Fathu Kejadian Makkah,
Bilal bin Rabah naik Ka'bah dan menyerukan seruan kepada doa. Jadi sebagian besar
penduduk Mekkah (siapa yang tidak tahu bahwa di Madinah Bilal bin Rabah biasa
mengemban tugas mengumandangkan adzan) adalah terkejut. Ada yang mengatakan:
"Apakah budak hitam ini orang yang mengumandangkan shalat di atas? Ka'bah?" Yang lain
berkata, "Jika Allah membencinya, dia pasti akan menggantinya." Kemudian ayat 13 surat
al-Hujurat turun.
Cerita kedua: Abu Hind adalah mantan budak yang kemudian bekerja sebagai bekam
pekerja. Nabi meminta Bani Bayadhah untuk menikahi salah satu putri mereka dengan Abu
Hindun. Tetapi mereka menolak dengan alasan: “Rasul, bagaimana kami ingin menikah?
putri kami kepada mantan budak kami?” Kemudian turunlah ayat 13 surat al-Hujurat
Terjemahannya: “Jika Tuhanmu menghendaki, pasti Dia menjadikan manusia satu umat,
tetapi mereka selalu berselisih” (QS. Hud (11): 118)
Terjemahannya: “Dan jika Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat
(saja), tetapi Allah menipu siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa
yang Dia kehendaki. Dan Sesungguhnya Anda akan bertanya apa yang telah Anda
lakukan. (Qs. Al-Nahl (16)
Ketiga ayat di atas memberikan gambaran kepada kita sebagai manusia bahwa Allah
adalah yang menginginkan penciptaan manusia dari berbagai jenis (laki-laki dan perempuan),
suku, ras, budaya, agama, dan bangsa. Dalam ketiga ayat tersebut,
ulama menamakan harfimtina 'limtina' yang berarti "kemustahilan". Inti nya adalah tidak
mungkin manusia terikat dalam satu suku, ras, agama, dan
budaya. Keberagaman ini merupakan sunnatullah yang harus dipahami dan diwujudkan.
Pemahaman dan kesadaran akan keberagaman akan membuat kita menerima,
menghormati dan mencontoh toleransi antar sesama manusia sebagai makhluk Tuhan.
D. Kesimpulan
Budaya pluralis adalah keragaman budaya dalam suatu masyarakat yang memiliki perbedaan
dan masing-masing karakter. Hubungan masyarakat (bangsa) dengan budaya adalah adanya
hubungan timbal balik antara budaya dan masyarakat (bangsa), karena adanya hubungan
antara budaya, peradaban dan sejarah. Masyarakat menghasilkan kebudayaan, sedangkan
kebudayaan menentukan pola masyarakat. Jadi antara manusia dan budaya merupakan satu
kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat erat. Tidak mungkin untuk keduanya untuk
dipisahkan. Dalam pandangan Al-Qur'an tentang pluralisme/budaya keragaman bahwa
Tuhanlah yang menginginkan adanya keragaman tersebut. Atau di lain kata, sudah
menjadi sunnatullah suatu masyarakat (bangsa) memiliki keragaman dan perbedaan
budaya. Ini, kita bisa melihat secara praktis, misalnya, orang-orang (bangsa) Indonesia setiap
suku, daerah atau daerah memiliki kebudayaannya masing-masing. Di Al-Qur'an bisa kita
lihat di QS. Al-Hujurat (49): 11, 12, 13, Al-Maidah (5): 48, dan QS. Hud (11): 118, Qs. Al-
Nahl (16): 93. Jika telah dipahami bahwa kita memiliki keragaman dan perbedaan budaya di
antara orang-orang, itu akan menumbuhkan kesadaran dan saling menerima, saling
menghormati dan toleransi antar sesama anak-anak. Pada akhirnya, menumbuhkan rasa
persatuan dan kesatuan. Penciptaan masyarakat yang damai dan tentram. Atau orang-orang dari
Baldatunthoyyibahwarabbunghofur.