Oleh :
Nanda Nurlina (220103020140)
Muhammad Hafi Zaki (220103020192)
Jimi Irawan (220103020078)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Mengacu kepada latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka kami
membuat rumusan masalah dalam makalah ini menurut beberapa sumber adalah
sebagai berikut:
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian dari Pluralisme agama.
2. Mengetahui pandangan Islam terhadap proses pemahaman Pluralisme
keagamaan. Mengetahui pandangan Islam terhadap proses pemahaman Pluralisme
keagamaan.
3. Mengetahui tanggapan dari para tokoh gerakan Islam fundamentalis, revivalis,
modernis, dan tradisionalis tentang pluralisme agama.
BAB II
PEMBAHASAN
Pluralisme berasal dari kata pluralis yang berarti jamak, atau pluralizzing sama
dengan jumlah yang menunjukkan lebih dari satu, atau lebih dari dua, sedangkan
pluralisme sama dengan keadaan atau paham dalam masyarakat yang majemuk
bersangkutan dengan system social politiknya sebagai budaya yang different dalam satu
masyarakat.1 Dalam kamus filsafat, pluralisme memiliki beberapa ciri, Pertama, realitas
fundamental bersifat jamak, berbeda dengan dualisme yang mengatakan bahwa realitas
fundamental ada dua dan monisme menyatakan bahwa realitas fundamental hanya satu.
Kedua, banyak tingkatan peristiwa/ kejadian dalam alam semesta yang terpisah tidak bisa
diredusir dan pada dirinya independen. Ketiga, alam semesta pada dasarnya tidak
ditentukan dalam bentuk dan tidak mempunyai unity atau kontinuitas harmonis yang
mendasar, tidak ada tatanan kohern dan rasional fundamental. Pluralisme agama
merupakan sebuah konsep yang memiliki arti yang luas, berhubungan dengan
penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda dan dimanfaatkan dalam cara yang
berlainan pula.2
1
Fuad Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke II (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), 777.
2
Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 2006), 853.
B. Pluralisme Agama menurut para Tokoh
2. Menurut KH. Abdurrahman Wahid atau beliau bisa disebut Gus Dur dengan
konsep pluralismenya dimaknai dengan pengakuan terhadap adanya pluralitas dan
kemajemukan beragama, bernegara dan bermasyarakat menjadi representasi dari
perpaduan keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan dari seorang pemimpin yang
berkarisma dengan kedalaman keilmuan dan pemahaman terhadap hakikat
kehidupan. Pluralisme Gus Dur memberikan makna baru yang mengarah kepada
pluralitas, yaitu sebagai paham yang mengajarkan untuk menyadari bahwa di luar
keimanan terhadap agama, ada keimanan individu lainnya terhadap agamanaya.
Bagi Gus Dur, Pluralisme mengajarakan kesadaran kepada setiap manusia yang
beragama terutama muslim, bahwa ada kemajemukan beragama dalam hidup
bermasyarakat dan bernegara.
3. Menurut Alwi Shihab, pluralisme agama berarti tiap pemeluk agama dituntut
bukan saja mengakui hak agama lain dan keberadaan agama lain, tetapi juga terlibat
dalam usaha memahami persamaan dan perbedaan guna tercapainya kerukunan
dalam kebhinekaan3.
Istilah pluralisme agama pada dasarnya sangat debatable artinya sampai sekarang
istilah ini masih didiskusikan atau diperdebatkan dan menjadi pembahasan panjang
dikalangan para ilmuan dalam studi agama-agama (religius studies). Akibatnya,
pemahaman setiap orang tentang pluralisme tidak seragam. Sehingga tak jarang juga
bisa menimbulkan mis-persepsi dan salah pengertian.
Pluralisme agama masih merupakan hal baru dan tidak mempunyai akar idiologis
atau bahkan teologis yang kuat dan ada juga yang mengatakan bahwa Pluralisme ini
sudah lama, tetapi dijadikan hal baru di zaman sekarang. Gagasan pluralisme agama
menembus dan menyusup pada wacana pemikiran Islam melalui karya-karya pemikir
Barat Muslim seperti Rene Guenon (Abdul Wahid Yahya) dan Isa Nuruddin Ahmad.
Karya-karya mereka ini sangat penuh dengan pemikiran-pemikiran dan gagasan yang
menjadi inspirasi dasar bagi tumbuh kembangnya wacana pluralisme agama di
kalangan Islam. Barangkali Sayyed Hussein Nasr, seorang tokoh Muslim Syi’ah
moderat merupakan tokoh yang bisa dianggap paling bertanggung jawab dalam
mempopulerkan gagasan pluralisme agama di kalangan Islam tradisional suatu prestasi
yang kemudian mengantarkannya pada sebuah posisi ilmiah kaliber dunia. Dalam
dunia Islam sendiri paham pluralisme ini menimbulkan polemik, ada kelompok yang
menolak dan yang menerima paham pluralisme agama ini, bahkan membelanya.
Kelompok yang menolak paham ini memiliki argumen tersendiri yang disandarkan
kepada Alqur’an. Begitu juga dengan yang menerima memiliki argumentasi yang
jelas-jelas didasarkan pada Al-qur’an yaitu: “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia
menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka Senantiasa berselisih pendapat”
(QS Hud:118), terdapat juga dalam surah Al-Maidah yang artinya: ”Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah dalam
kebaikan”. (QS Al-Maidah: 48).
Menurut Anis Malik Thoha, pluralisme agama di dunia Islam merupakan wacana
baru yang tidak memiliki akar ideologis dan teologis yang kuat. Ide pluralisme agama
di dunia Islam adalah akibat dari pengaruh penetrasi Barat modren yang muncul pada
perang dunia kedua, yaitu ketika para generasi Islam mengenyam pendidikanya.
Isu Pluralisme keagamaan yang berkembang dapat kita ambil dua poin. Poin
yang pertama: pentingnya dalam kehidupan kita harus mengembangkan sikap saling
menghormati dan menghargai terhadap perbedaan dalam beragama, poin yang pertama
ini bisa kita pelajari dalam Surah Al-Kafirun dan Surah Al-Baqarah: 256 yang mana
didalam surah tersebut terdapat ajaran untuk bersikap toleransi dan menghargai
pemeluk agama non islam untuk menjalankan agama yang dianutnya dan kedua,
perlunya pengakuan seseorang kebenaran terhadap agama lain, diluar agama yang
dianutnya. Poin kedua: menurut sebagian orang tidak ada agama yang benar secara
absolut melainkan agama yang relatif5. Agama relatif itu maksudnya menurut penilaian
orang kepada agama itu baik atau buruk sesuai dengan keyakinannya sendiri. Tetapi
sedikit atau banyak, orang-orang barat masih menilai bahwa agama islam itu sesat dan
membahayakan karena dapat memunculkan orang-orang jahat seperti teroris.
Padahalkan tidak semua umat muslim itu melakukan, jadi kita sebagai umat islam yang
baik hendaknya mengubah pola pikir orang barat untuk tidak menilai bahwa islam itu
jahat dan sebagainya.
5
Sukirnan, “Arah Pengembangan Pendidikan Agama Islam Pada Era Pluralisme Agama”, Jurnal
Agama Islam, vol. 1, No. 2.
Sudah dikatakan bahwa islam itu adalah agama universal dan sangat menghargai
nilai kemanusiaan, karena buktinya islam mengajarkan untuk menjunjung tinggi hak-
hak asasi manusia yang telah diberikan sejak lahir oleh sang pencipta dan tidak
memandang rendah latar belakang dari seseorang yang beragama non islam6. Jadi sikap
toleransi dan saling menghargai antara satu dengan yang lainnya harus dijaga dan
tercermin dalam kehidupan sehari-hari, karena jika kita bisa menjaga sikap tersebut
maka kita akan dapat bergaul dengan sesama muslim atau non muslim. Dengan
demikian seharusnya keberadaan agama-agama, semestinya diakui dan dihargai
eksistensinya. Jika tidak diakui eksistensi agama-agama tersebut dapat membuat
sesuatu yang tidak terduga-duga seperti gerakan-gerakan radikal yang menentang
kenyataan.
6
Edi Susanto, “Pemahaman Pluralisme Agama Pada Mahasiswa STAIN Pamekasan”, Nuansa, vol.10 ,
No. 1.
7
Ahmad Khaerurrozikin, “Problem Sosiologis Pluralisme Agama di Indonesia”, Kalimah, vol. 13, No.
1.
E. Pandangan dari gerakan Islam Fundamentalis, revivalis, modernis, dan
tradisionalis tentang Pluralisme Agama
1. Fundamentalis
2. Revivalis
Gerakan revivalisme Islam ini mewajibkan untuk melaksanakan Islam secara
kaffah. Selain itu, mereka juga harus melakukan dakwah untuk mengajak orang lain
agar menerapkan ajaran-ajaran dan prisisp-prisip Islam. Disinilah setiap Muslim
dipandang memiliki kewajiban untuk menjalankan seluruh aspek lini kehidupan
berdasarkan ajaran Islam. Cara pandang yang holistik dalam setiap pemikiran dan
gerakan revivalis, menurut Imdadun Rahmat melahirkan konsep bahwa Islam dan
Negara tidak bisa dipisahkan. Islam adalah ad-din wa dawlah. Wilayah Islam juga
meliputi politik atau negara, maka dalam paradigma ini negara merupakan lembaga
politik dan keagamaan sekaligus. fenomena Islam revivalis ini juga tidak dalam model
yang tunggal, dengan kata lain terdapat banyak variasi dari gerakan tersebut. Dalam
kontek masyarakat Indonesia gerakan keagamaan yang dapat dikategorikan kepada
pola ini adalah seperti Muhammadiyah, Kelompok-kelompok Tarbiyah (biasa juga
disebut Holaqah) seperti KAMMI dan PKS, serta FPI yang mana pandangan ini
dijelaskan hanya didalam Islam saja.
3. Modernis
Dawam Rahardjo merupakan tokoh intelektual yang memiliki perhatian besar
terhadap wacana pluralisme dengan konsep civil society (masyarakat madani) yang
juga marak di Indonesia. Masyarakat madani menurut pemikiran Rahardjo memiliki
dua esensi penting yaitu nilai-nilai kebajikan umum dan integrasi sosial.
4. Tradisional
Menurut Nasr, istilah “tradisi” sebagaimana digunakan kaum tradisionalis
sendiri mengacu kepada wahyu Allah dan pengungkapan wahyu tersebut dalam
kehidupan historis manusia di lingkungan tertentu. Karena itu tradisi mencakup tiga
aspek penting. Pertama, al-din dalam pengertian seluas-luasnya, yang mencakup
seluruh aspek agama dan ramifikasinya. Kedua, al-sunnah, yang terbentuk dan
berkembang berdasarkan model-model sakral, sehingga menjadi tradisi. Dan
ketiga, silsilah, yakni mata rantai yang menghubungkan setiap periode, episode, atau
tahap kehidupan dan pemikiran dalam dunia tradisional kepada Yang Maha Awal.
Singkatnya, “tradisional” dalam menanggapi pluralisme agama mengandung makna
segala kebenaran sakral, abadi, kebijaksanaan perenial (universal), dan penerapannya
yang terus menerus dari prinsip-prinsipnya yang abadi kepada berbagai kondisi ruang
dan waktu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam adalah agama Rahmatan lil alamiin. Islam selalu membawa kedamaian
dan ketenangan bagi semua manusia. Karena itu, Islam sangat tidak membolehkan
adanya kekerasan dalam pelaksanaan ajaran agama, maupun dalam kehidupan sosial
dengan orang lain. Islam juga mengajarkan toleransi dan penghormatan kepada orang
yang berbeda agama. Munculnya aliran-aliran seperti fundamentalis, revivalis,
modernis, tradisionalis dan aliran lainnya harus disikapi dengan bijak bahwa mereka
bagian dari harmonisasi kehidupan beragama. Keanekaragaman aliran dalam Islam
merupakan rahmat. Akan tetapi, gerakan ini perlu untuk dikritisi dalam hal
ideologinya yang menomorsatukan jihad ketika berhadapan dengan orang yang
berbeda pandangan, atau orang yang ideologinya tidak sejalan dengan Islam.
Mungkin setiap agama dapat berbeda dalam hal kebenaran/ keyakinan, tetapi kita
tetap bisa bersama dalam hal kebaikan.
DAFTAR PUSTAKA