Anda di halaman 1dari 13

PLURALISME DALAM BERGAMA

Disusun oleh:

Famri Hamzah - 02311740000016

Dicky Pramudya - 02311740000068

Brian Purnama Putra - 03311740000080

Nabilah Nurhijah - 05211740000041

Siti Aminatus Z. - 05211740000060

Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Kelas 31

November, 2017

1
DAFTAR ISI

BAB I.......................................................................................................................3
Latar Belakang…………………………………………………………….3
Rumusan Masalah……………………………………………..…………..3
Tujuan……………………………………………………………………..3
BAB II......................................................................................................................4
Definisi Pluralisme Agama………………………………………………..4
Sejarah Munculnya Pluralisme Agama…………………………………....4
Pandangan Mengenai Pluralisme Agama……………………………….....5
BAB III..................................................................................................................12
Kesimpulan………………………………………………………………12
Kritik dan Saran…..…………..………………………………………….12

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai macam suku bangsa,
budaya, ras, dan agama. Dengan banyaknya perbedaan yang ada, konflik internal
atau perselisihan dalam negeri adalah sebuah hal yang sudah biasa. Untuk
menghindari hal tersebut, bangsa Indonesia haruslah memiliki rasa toleransi yang
besar, atau disebut dengan pluralisme. Menurut Webster (1976), pluralisme
sendiri merupakan suatu keadaan sosial yang terdiri dari keberagaman etnis,
budaya, agama, dan ras, dimana setiap etnis tersebut mempertahankan tradisinya,
namun tetap berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat. Pluralisme sendiri
secara umum terbagi menjadi 3, yaitu pluralisme sosial, pluralisme ilmu
pengetahuan, dan pluralisme agama. Dalam makalah ini akan dibahas tentang
pluralisme agama dan bagaimana dampaknya terhadap kehidupan bermasyarakat
1.2 RUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang menjadi bahasan utama dalam usulan ini adalah :
a. Apakah definisi pluralisme agama?
b. Bagaimanakah sejarah munculnya pluralisme agama?
c. Bagaimanakah pandangan-pandangan mengenai pluralisme agama?
d. Bagaimanakah dampak pluralisme agama dalam kehidupan
bermasyarakat?
1.3 TUJUAN
Tujuan yang akan dicapai dari topik permasalahan ini adalah :
a. Mengetahui definisi pluralisme agama
b. Mengetahui sejarah munculnya pluralisme agama
c. Mengetahui keberagaman pandangan mengenai pluralisme agama
d. Mengetahui dampak pluralisme agama dalam kehidupan bermasyarakat

3
BAB II

2.1. DEFINISI PLURALISME AGAMA


Pluralisme agama adalah sebuah konsep yang mempunyai makna yang luas,
berkaitan dengan penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda. Majelis
Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa melarang paham pluralisme dalam
agama islam. Dalam fatwa tersebut, pluralisme didefinisikan sebagai, “Suatu
paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya
kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak
boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang
lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan
masuk dan hidup berdampingan di surga”.
Mukti Ali dan Alwi Shihab
Pluralisme agama tidak sekedar memberikan pengakuan terhadap eksistensi
agama-agama lain, namun sebagai dasar membangun sikap menghargai dan
membangun keharmonisan antarumat beragama. Dalam konteks ini, mereka
berada pada wilayah agree in disagreement(setuju dalam perbedaan). Dengan
demikian mereka meyakini kebenaran agamanya sendiri namun mempersilahkan
orang lain juga meyakini agama yang dianutnya.
M. Rasjidi
Pluralisme agama sebatas sebagai realitas sosiologis bahwa pada
kenyataannya masyarakat memang plural. Namun demikian, pengakuan terhadap
realitas kemajemukan ini tidak berarti memberikan pengakuan terhadap kebenaran
teologis agama-agama lain.
2.2 SEJARAH MUNCULNYA PLURALISME AGAMA
Sejarah mengenai awal pertama kali munculnya pluralisme agama ada
beberapa versi. Versi pertama pluralisme agama berawal dari agama kristen yang
dimulai setelah Konsili Vatikan II pada permulaan tahun 60-an yanng
mendeklarasikan “keselamatan umum” bahkan untuk agama-agama diluar kristen.
Gagasan pluralisme agama ini sebenarnya merupakan upaya-upaya peletakan
landasan teologis kristen untuk berinteraksi dan bertoleransi dengan agama-agama
lain. Versi kedua menyebutkan bahwa pluralisme agama berasal dari India.

4
Misalnya Rammohan Ray (1773-1833) pencetus gerakan Brahma Samaj, ia
mencetuskan pemikiran Tuhan satu dan persamaan antar agama (ajaran ini
penggabungan antara Hindu-Islam). Serta masih banyak lagi pencetus pluralisme
dari India, pada intinya teori pluralisme di India didasari pada penggabungan
ajaran agama-agama yang berbeda.
Sedangkan dalam dunia Islam sendiri pemikiran pluralisme agama muncul
setelah perang dunia kedua. Diantara pencetus pemikiran pluralisme agama dalam
Islam yaitu Rene Guenon (Abdul Wahid Yahya) dan Frithjof Schuon (Isa
Nuruddin Ahmad). Karya-karya mereka ini sarat dengan pemikiran dan gagasan
yang menjadi inspirasi dasar bagi tumbuh kembangnya wacana pluralisme
agama.selain kedua orang tersebut juga ada Seyyed Hossein Nasr, seorang tokoh
muslim Syi’ah moderat, merupakan tokoh yang bisa dianggap paling bertanggung
jawab dalam mempopulerkan pluralisme agama di kalangan Islam tradisional.
Pemikiran-pemikiran Nasr tentang plurlaisme agama tertuang pada tesisnya yang
membahas tentang sophia perennis atau perennial wisdom (al-hikmat al-kholidah
atau kebenaran abadi) yaitu sebuah wacana menghidupkan kembali kesatuan
metefisika yang tersembunyi dalam tiap ajaran-ajaran agama semenjak Nabi
Adam as. hingga sekarang.
2.3 PANDANGAN MENGENAI PLURALISME AGAMA
A. Pluralisme Menurut Pandangan Kristen
Pluralisme Agama menurut John Hick
John Hick adalah tokoh pluralis dalam Agama Kristen, dalam pandangan
John Hick, pluralisme adalah sebagai berikut:

1. Semua agama adalah respon terhadap keberadaan tertinggi yg bersifat


transenden (Allah-yang disebut The Real).
2. “The Real” itu melampaui konsep manusia sehingga semua agama tidak
sempurna dalam relasinya terhadap “The Real” tersebut.
3. Oleh karena itu, tentang agama-agama John Hick berkata, “agama-
agama tidak mungkin semuanya benar secara penuh; mungkin tidak ada
yang benar secara penuh; mungkin semua adalah benar secara
sebagian”

5
4. John Hick membedakan “The Real” sebagai realitas ultimat dan “The
Real” yang ditangkap dan dipersepsikan oleh agama-agama sebagai
Personae (berpribadi): Allah, Yahweh, Krisna, Syiwa atau Impersonae
(tidak berpribadi): Tao, Nirguna Brahman, Nirwana, Dharmakaya
5. Dalam konsep Hick, Personae dan Impersonae adalah penafsiran
terhadap The Real. The Real itu tidak dapat disebut personal atau
impersonal, memiliki tujuan atau tidak memiliki tujuan, baik atau jahat,
substansi atau proses, bahkan satu atau banyak. The Real itu melampaui
semua kategori manusiawi seperti itu.
6. Keselamatan adalah proses perubahan manusia dari berpusat pada diri
sendiri (self-centered) menjadi berpusat pada Realitas tertinggi (Real-
centered)
7. Kriteria untuk mengetahui apakah seseorang sudah diselamatkan atau
tidak adalah kehidupan moral dan spiritualnya yang mencerminkan
kekudusan. Diantara kualitas-kualitas itu adalah: belas kasihan, kasih
kepada semua manusia, kemurnian, kemurahan hati, kedamaian batin dan
ketenangan, sukacita yang memancar.
Tetapi pada kenyataannya, pemikiran-pemikiran Hick sendiri banyak
ditentang oleh beberapa orang karena menurut mereka pluralisme miliki
beberapa. Antara lain:
1. Pluralisme merupakan pendangkalan iman
Menurut kristen, teologi pluralisme tidak berdasarkan pada kitab suci Al
Kitab. Jika benar-benar mendalami kitab suci agama, maka akan
menemukan klaim-klaim eksklusif yang memang tidak bersifat saling
melengkapi tetapi saling bertentangan.
2. Pluralisme agama memiliki dasar yang lemah
Dalam Kristen, pragmatisme yang mendasari pluralisme agama adalah
sebuah cara berpikir yang tidak tepat. Demi keharmonisan maka
mengganggap semua agama benar adalah mentalitas orang yang dangkal
dan penakut. Selanjutnya, relativisme kebenaran adalah sebuah pandangan
yang salah. Penganut relativisme agama tampaknya sering tidak bisa
membedakan antara relativisme dalam hal selera (enak/tidak enak,

6
cantik/tidak cantik), opini (UK Petra akan semakin maju/mundur) dan
sudut pandang (ekonomi, sosiologi) dengan kemutlakan kebenaran.
Kebenaran itu mutlak, sedangkan selera, opini dan sudut pandang memang
relatif.
3. Penganut pluralisme Agama seringkali tidak konsisten
Kristen menganggap pluralisme sering menuduh bahwa penganut yang
mengannggap sebagai agamanya lah yang paling benar adalah seseorang
yang fanatik, fundamental, dan memutlakkan agamanya. Padahal dengan
menuduh demikian, kaum pluralis telah menyangkali pandangannya
sendiri bahwa tiap orang boleh meyakini agamanya masing-masing secara
bebas. Jika seorang pluralis anti terhadap kaum eksklusivis maka ia
bukanlah pluralis yang konsisten. Dalam realita, mereka menemukan
banyak pluralis yang seperti itu dan memutlakkan pandangan bahwa
”semua agama benar”. Kaum pluralis seringkali terjebak dalam
eksklusivisme baru yang mereka buat yaitu hanya mau menghargai kaum
pluralis lainnya dan kurang menghargai kaum eksklusivis.
4. Pluralisme adalah toleransi yang semu
Jika membangun toleransi atas dasar kepercayaan bahwa semua agama
sama-sama benar, hal itu adalah toleransi yang semu. Menurutnya,
toleransi yang sejati justru muncul sebagaimana dikatakan Frans Magnis
Suseno, ”meskipun saya tidak meyakini iman-kepercayaan Anda,
meskipun iman Anda bukan kebenaran bagi saya, saya sepenuhnya
menerima keberadaan Anda. Saya gembira bahwa Anda ada, saya
bersedia belajar dari Anda, saya bersedia bekerja sama dengan Anda.”
Pluralisme agama dalam pengetian teologi-filosofi memiliki banyak
kelemahan dalam logika dan konsistensi teologi. Selain itu berdasarkan
epistemologi Alkitab, kita harus menolak pandangan ”semua agama menuju
pada Allah dan semua agama menyelamatkan”. Orang Kristen perlu berani
mengakui perkataan Yesus "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak
ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” Sikap
demikian bukanlah fanatik tetapi konsisten. Fanatik adalah mempercayai
sesuatu atau seseorang tanpa bersikap kritis terhadapnya. Seseorang yang

7
belum pernah belajar semua agama tetapi terburu-buru mengatakan semua
agama pada dasarnya sama justru adalah orang yang fanatik terhadap
pluralisme agama. Akhirnya, tentu saja setiap pemeluk kristen perlu
menerima pluralisme agama secara sosial, tetapi pluralisme agama dalam
kategori teologi-filosofi harus ditolak dengan tegas.

B. Pluralisme Agama Menurut Hindu

Hindu adalah sebuah agama yang sangat menghargai pluralisme


berkembang melalui pluralisme itu, Hindu tidak seperti kepercayaan lain
yang nampak cemas dengan munculnya berbagai paradigma plularis, Hindu
tidak pernah mempatenkan suatu kebudayaan, bahasa atau ritual sebagai
lambang atau tanda resmi dari agama tersebut. 

Pluralisme sesungguhnya merupakan identitas, ciri khas, atau karakter


Hinduisme. Hindu tidak pernah tampil sebagai sosok yang arogan. Doktrin
Hinduisme yang pluralisms itu sangat menghargai berbagai theisme atau
paham keketuhanan. Doktrin Hinduisme yang pluralis itu tidak pernah
mengklaim suatu kebenaran sebagai kebenaran yang hanya menjadi milikinya
sendiri. Doktrin Hinduisme yang pluralisms itu sangat menghargai betapapun
kecilnya dan sederhananya suatu kebenaran. Hinduisme tidak pernah
mengadili atau menghina kebenaran lain. Hinduisme tidak pernah melihat
orang yang berada di luarnya sebagai orang yang dipandang sebelah mata
oleh Tuhan. Hinduisme berpandangan bahwa setiap orang dan kelompok
orang bergerak maju dari kebenaran yang sederhana menuju kebenaran yang
lebih tinggi hingga kebenaran tertinggi. Untuk sampai pada anak tangga yang
teratas seseorang mesti menginjakkan kakinya terlebih dahulu pada anak
tangga pertama. Mustahil bagi seseorang untuk sampai pada tangga teratas
tanpa melalui anak tangga pertama. Setiap orang akan memperoleh
kesempatan yang sama dalam waktu yang berbeda-beda sesuai dengan karma
wesana yang nantinya akan menentukan tingkat kemampuan mereka dalam
mencari kebenaran. Demikian juga setiap orang akan memiliki kesempatan
yang sama dalam waktu yang berbeda-beda untuk sampai pada anak tangga
teratas dari sebuah kebenaran. Oleh sebab itu antara kebenaran-kebenaran itu

8
tidak harus saling intervensi, sebab kebenaran itu selalu bergerak maju dari
yang sederhana (rendah) ke yang lebih tinggi. Oleh sebab itu pula Hinduisme
tak pernah, cemas, gelisah, atau berburuk sangka terhadap berbagai wacana
ataupun penampilan dari berbagai macam keyakinan. Hinduisme sebagai
kepercayaan spiritual yang paling tua di dunia dan sangat dewasa dalam
melihat pluralisme kebenaran. Lain halnya dengan yang lain sangat cemas
dan ragu menerima hembusan angin pluralisme, sebab mereka amat takut jika
kepercayaannya tidak lagi dianggap sebagai suatu kebenaran utama. Namun
harus diingat pluralisme dalam Hindu bukan berarti menyamakan ratakan
Hindu dengan yang lain, tapi dalam artian bahwa Hindu tidak pernah
menyatakan konsep kepercayaan yang lain sebagai suatu yang salah atau
sesat. Hindu tidak pernah menolak kebenaran lain.

C. Pluralisme Menurut Katolik


Menurut Katolik, Allah dipahami secara berbeda-beda, tidak hanya
menurut perbedaan agama. Dalam agama yang sama, misalnya dalam agama
Kristen, terdapat pandangan yang berbeda-beda. Terdapat banyak sekali cara
mendekati dan memahami misteri Allah. Menurut Katolik, perjumpaan yang
mendalam dengan saudara-saudari beriman lain, entah dari aliran
kepercayaan atau pun saudara-saudari beragama lain akan memperkaya
kehidupan beriman dan beragama kita. Dari saudara-saudari muslim, bisa
belajar perhatian muslim terhadap doa dan penyerahan total kepada Allah
yang rahman dan rahim. Dari saudara-saudari Hindu, meneguhkan agar
mengusahakan kehidupan religius yang mendalam dan juga mengingatkan
akan perjuangan tanpa kekerasan sebagai pesan Injil, Dari saudara-saudari
Budha mengajari sikap lepas bebas tanpa pamrih seraya menghormati segala
macam bentuk kehidupan yang ada di dunia ini. Praktik kepercayaan
mendorong untuk selalu mencari apa yang terpenting dalam kehidupan, yakni
kesatuan dengan Allah. 
D. Pluralisme Menurut Budha
Dengan mencontoh pandangan Sang Buddha tentang toleransi
beragama, Raja Asoka membuat dekret di batu cadas gunung ( hingga kini
masih dapat di baca ) yang berbunyi : “… janganlah kita menghormat

9
agama kita sendiri dengan mencela agama orang lain. Sebaliknya agama
orang lain hendaknya dihormat atas dasar tertentu. Dengan berbuat begini
kita membantu agama kita sendiri untuk berkembang disamping
menguntungkan pula agama lain. Dengan berbuat sebaliknya kita akan
merugikan agama kita sendiri di samping merugikan agama orang lain. Oleh
karena itu, barang siapa menghormat agamanya sendiri dengan mencela
agama lain – semata – mata karena dorongan rasa bakti kepada agamanya
dengan berpikir ‘ bagaimana aku dapat memuliakan agamaku sendiri ‘ maka
dengan berbuat demikian ia malah amat merugikan agamanya sendiri. Oleh
karena itu toleransi dan kerukunan beragamalah yang dianjurkan dengan
pengertian, bahwa semua orang selain mendengarkan ajaran agamanya
sendiri juga bersedia untuk mendengarkan ajaran agama yang dianut orang
lain… “
E. Pluralisme Menurut Islam
Q.S. Al-baqarah:2/256
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (islam) sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa
yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang
tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Q.S. Al-kafirun :109/6
“Untukmu agamamu dan untukku agamaku”
2.4 DAMPAK PLURALISME AGAMA DALAM KEHDUPAN SEHARI-
HARI
Jika dilihat dari sudut pandang MUI mengenai definisi pluralisme agama,
yaitu “Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan
karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap
pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang
benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa
semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga”.
Maka seseorang yang menerima adanya pluralisme agama akan berpikir
bahwa agama-agama yang ada di dunia ini seperti kristen, kong hu chu,

10
buddha, hindu, dan islam adalah sama. Padahal semua agama memiliki
kepercayaan, pedoman, dan aturannya masing-masing. Sebagai pemeluk
agama islam, kita harus mempercayai bahwa hanya agama islam-lah agama
yang paling benar dan agama yang lain adalah salah berdasarkan ayat al-
quran Q.S. Ali Imran : 3/19 yang artinya “Sesungguhnya agama di sisi Allah
ialah islam…”.
Q.S. Ali Imran : 3/85 yang artinya“Dan barang siapa mencari agama selain
agama islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang-
orang yang rugi”.
Maka dari itu jelaslah bahwa konsep pluralisme agama menurut definisi MUI
tidak boleh ditoleransi oleh masyarakat Indonesia. Jika ditoleransi maka :
1. Masyarakat meyakini bahwa semua agama menyembah tuhan yang sama.
2. Masyarakat meyakini bahwa semua agama adalah benar.
3. Setiap orang(muslim) dapat berpindah agama dengan bebas.
4. Setiap orang yan beragama (apapun agamanya) akan masuk surga.
Namun jika konsep pluralisme agama ditinjau dari definisi M. Rasjidi dan
Mukti Ali bahwa, “Pluralisme agama sebatas sebagai realitas sosiologis
bahwa pada kenyataannya masyarakat memang plural. Namun demikian,
pengakuan terhadap realitas kemajemukan ini tidak berarti memberikan
pengakuan terhadap kebenaran teologis agama-agama lain” dan
“Pluralisme agama tidak sekedar memberikan pengakuan terhadap eksistensi
agama-agama lain, namun sebagai dasar membangun sikap menghargai dan
membangun keharmonisan antarumat beragama. Dalam konteks ini, mereka
berada pada wilayah agree in disagreement(setuju dalam perbedaan).
Dengan demikian mereka meyakini kebenaran agamanya sendiri namun
mempersilahkan orang lain juga meyakini agama yang dianutnya”. Maka
seseorang yang menerima adanya pluralisme agama hanyalah sebatas
toleransi umat beragama semata dimana kita saling menghargai,
menghormati, dan mengakui adanya agama-agama yang di dunia ini serta
membiarkan orang lain menganut agama mana saja.
Dampak yang ditimbulkan jika masyarakat meyakini kebenaran definisi M.
Rasjidi dan Mukti Ali, yaitu:

11
1. Kerukunan dapat dirasakan antarumat beragama.
2. Keharmonisan dalam beribadah.

BAB III
3.1 KESIMPULAN
Pluralisme agama menjadi dasar sejarah bagi terciptanya semangat dan
dinamika dalam agama-agama untuk mampu menjawab isu-isu kontemporer.
Pluralitas mengacu kepada adanya kebersamaan dan keutuhan. Dengan
demikian, kita tidak lagi dapat membatasi diri pada pembicaraan tentang
pluralitas itu sendiri. Banyak sekali perubahan penting yang terjadi didepan
kita, yang melampaui batas-batas nasional dan regional. Perubahan ini juga
terkait dengan globalisasi yang dialami oleh para penganut agama-agama.
Walaupun ada faktor perbedaan di antar agama-agama, terdapat sejumlah
kesamaan yang cukup berarti diantara mereka. Pengertian saling
ketergantungan telah mengukuhkan suatu paradigma tentang kesatuan dalam
bentuk baru. Lantas agama membawa dampak yang luas terhadap seseorang,
baik dalam hal pemenuhan kebutuhan fisik,ekonomi,politik dan agama.
Dengan memahami arti pluralisme agama dengan positif maka akan
terciptanya kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat.
3.2 KRITIK dan SARAN
Dengan berakhirnya makalah yang kami buat ini, kami menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan dan kekurangan, untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Besar harapan kami, semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca pada umumnya
dan khususnya bagi para pemakalah.

12
DAFTAR PUSTAKA
fitriayumachlika.blogspot.co.id/2016/04/makalah-pluralisme-agama.html?m=1
kumpulanmakalah100.blogspot.co.id/2017/02/makalah-pluralisme-dan-
multicultural.html?m=1
kikirezkiananda.blogspot.co.id/2015/05/makalah-pluralisme.html?m=1
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pluralisme_agama

13

Anda mungkin juga menyukai