Anda di halaman 1dari 12

ISU PLURALISME DI MALAYSIA

Brandon Dharma Lau - 00000041052

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut (Muammar, 2013) fenomena beragama merupakan hal yang
wajar di dalam kehidupan manusia. Berbagai aliran dan agama telah ada sejak
manusia beragama. Salah satunya adalah pluralisme agama. Aliran ini lahir di
barat pada abad ke-20 yang berlandaskan andaian bahwa pertumpahan darah
yang banyak terjadi di dunia adalah akibat dari sikap eksklusif dalam
mengemukakan kebenaran. Bertolak dari andaian inilah, banyak pemikir dan
teolog Barat melihat bahwa paham pluralisme agama adalah satusatunya jalan
keluar bagi menangani sikap saling bermusuhan dan sikap intoleran
masyarakat beragama yang mencetuskan peperangan yang panjang, baik
sesama penganut Kristen, Katholik, dan Mormon, maupun antaragama,
seperti antara penganut agama Kristen dengan penganut Yahudi, dan
penganut atau ideologi lain. Ia juga dilihat dapat mengurangi ketegangan
antara dunia Barat dengan dunia Islam. Karena itulah, pluralisme semakin
mendapat tempat dan ramai dibicarakan di dunia Islam pasca insiden 11
September sebagai jalan penyelesaian dalam menangani ekstrimisme dan
terorisme yang dilakukan oleh segelintir umat Islam.
Dalam Islam, pluralisme merupakan isu penting karena berkaitan
dengan status orang yang non-muslim. Justru menurut (Jamaludin, et al.,
2013) Pluralisme sering kali dianggap “suatu bentuk toleransi yang paling
berkesan” dalam menangani perbedaan agama di dunia ini. Bahkan toleransi
dianggap sebagai salah satu prinsip penting dalam Pluralisme. Ini ditambah
lagi dengan pernyataan setiap agama bahwa mereka adalah benar. Dengan
demikian, pluralisme sebenarnya lebih merupakan satu paham baru, sama
seperti humanisme, atheisme, dan lain-lain lagi. Mereka lebih mementingkan
rasional pemikiran daripada berpandukan kepada dalil-dalil naqli. Pluralisme
agama ini telah menimbulkan keresahan dalam kalangan masyarakat Islam di
negara kita. Ia dapat melunturkan keyakinan sebagian umat Islam yang tipis
akidahnya.
(Wibisono, 2016) berpendapat bahwa Pluralisme pada dasarnya
kelanjutan dari sikap toleransi moral dan koeksistensi. Jika sikap toleransi itu
adalah kebiasaan menghargai perbedaan sekedarnya dipermukaan, sementara
koeksistensi adalah menerima eksistensi pihak lain, tetapi tidak mengekang
munculnya konflik. Sementara pluralisme ialah, semangat untuk saling
melindungi, mengabsahkan kesetaraan dan mengembangkan rasa
persaudaraan di antara sesama manusia baik itu sebagai pribadi maupun
kelompok. Di samping itu pula, semangat pluralisme mengedepankan kerja
sama demi membentuk nilai-nilai kemanusiaan universal, dan memberikan
kesempatan yang sama terhadap pihak lain terutama hak-hak sipilnya atas
nama warga bangsa, maupun warga dunia.
Pluralisme secara gampang dapat disebut banyak, yang mengandung
nilai-nilai yang berbeda. Bagi suatu bangsa yang mumpuni dalam cara
berfikir dan berinteraksi, bangsa tersebut akan aman. Namun, jika hal ini
duhubungkan dengan agama, hal tersebut berarti bahwa dalam dunia ini
terdapat banyak agama dan kepercayaan, yang mana setiap penganut agama
atau kepercayaan tersebut memiliki persepsi dan keyakinan yang berbeda-
beda akan kebenaran. Dalam bidang ini gerakan pluralisme agama adalah
sebuah cara pandang yang mendoktrin bahwa keberagaman tersebut adalah
suatu hal nyata yang harus diterima dalam sebuah kehidupan bermasyarakat.
Berdasarkan latar belakang di atas, makalah ini bertujuan untuk menganalisis
isu pluralisme di Malaysia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dari makalah
ini adalah:
1. Apa pengertian pluralisme dan pluralisme agama?
2. Apa penyebab munculnya pluralisme agama?
3. Bagaimana isu pluralisme di Malaysia?
4. Bagaimana mengatasi isu pluralisme di Malaysia?
PEMBAHASAN

A. Kajian Teori
1. Pengertian Pluralisme
Berdasarkan pengertian dari (Naim & Sauqi, 2008), Secara
bahasa, pluralisme berasal dari dari kata pluralism berarti jama’ atau
lebih dari satu. Sedangkan secara istilah, pluralisme bukan sekedar
keadaan atau fakta yang bersifat plural, jamak, atau banyak. Lebih
dari itu, pluralisme secara substansional termanifestasi dalam sikap
untuk saling mengakui sekaligus menghargai, menghormati,
memelihara, dan bahkan mengembangkan atau memperkaya keadaan
yang bersifat plural, jamak, atau banyak.
Menurut (Shihab, 1999), pengertian pluralisme dapat
disimpulkan menjadi 4 yaitu: pertama, pluralisme tidak semata
menunjuk pada kenyataan tentang adanya kemajemukan. Namun,
yang dimaksud pluralisme adalah keterlibatan aktif terhadap
kenyataan kemajemukan tersebut. Kedua, pluralisme harus dibedakan
dengan kosmopolitanisme. Dalam hal ini Kosmopolitanisme menunjuk
suatu realitas di mana aneka ragam ras dan bangsa hidup
berdampingan di suatu lokasi. Maksudnya walaupun suatu ras dan
bangsa tersebut hidup berdampingan tetapi tidak ada interksi sosial.
Ketiga, konsep pluralisme tidak dapat disamakan dengan relativisme.
Paham relativisme menganggap “semua agama adalah sama”.
Keempat, pluralisme agama bukanlah sinkretisme, yakni menciptakan
suatu agama baru dengan memadukan unsur tertentu atau sebagian
komponen ajaran dari beberapa agama untuk dijadikan bagian integral
dari agama tersebut .
Sementara itu (Ma'arif, 2005) mendefinisikan pluralisme adalah
suatu sikap saling mengerti, memahami, dan menghormati adanya
perbedaan-perbedaan demi tercapainya kerukunan antarumat
beragama. Dan dalam berinteraksi dengan aneka ragam agama
tersebut, umat beragama diharapkan masih memiliki komitmen yang
kokoh terhadap agama masingmasing.
Berdasarkan beberapa definisi pluralisme di atas, dapat
disimpulkan bahwa pluralisme adalah suatu paham tentang
keberagaman yang terdapat beraneka ragam agama dan ras yang hidup
berdampingan dalam suatu wilayah.
2. Pengertian Pluralisme Agama
Menurut (Madjid, 1998) pluralisme agama dapat diambil
melalui tiga sikap agama:
a. Sikap eksklusif dalam melihat agama lain Sikap ini
memandang agama-agama lain adalah jalan yang salah, yang
menyesatkan umat.
b. Sikap inklusif8 Sikap ini memandang agama-agama lain
adalah bentuk implisit agama kita.
c. Sikap pluralis Sikap ini bisa terekspresikan dalam macam-
macam rumusan, misalnya “agama-agama lain adalah jalan
yang sama-sama sah untuk mencapai kebenaran yang sama”,
“agama-agama lain berbicara secara berbeda, tetapi
merupakan kebenaran yang sama sah”, atau “setiap agama
mengekspresikan bagian penting bagi sebuah kebenaran”.
Adapun, menurut (Shihab, 1999) pluralisme yaitu tiap pemeluk
agama dituntut bukan saja mengakui keberadaan dan hak agama lain,
tapi terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan guna
tercapainya kerukunan, dalam klebhinekaan.
Lain halnya dengan pendapat (Rachman, 2001) yang
mengatakan bahwa pluralisme agama tidak dapat dipahami hanya
dengan mengatakan bahwa masyarakat kita majemuk, beraneka
ragam, berdiri dari berbagai suku dan agama yang justru hanya
menggambarkan kesan fragmentasi bukan pluralisme. Pluralisme
agama harus dipahami sebagai pertalian sejati kebhinekaan dalam
ikatan-ikatan keadaban (genuine engagement of diversities within the
bond of civility).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pluralisme agama adalah
sunatullah yang tidak bisa diingkari maupun dirubah. Oleh karena itu
pluralisme harus disikapi dengan saling mengerti, memahami serta
menghormati di antara umat beragama agar tercapai sebuah kerukunan
antar umat beragama dan terjalin pertalian kesatuan.
3. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Pluralisme
Pada dasarnya pluralisme muncul karena disebabkan oleh dua
faktor utama yaitu faktor internal dan faktor eksternal yang mana
keduanya saling berhubungan begitulah pendapat yang dikatakan
(Thoha, 2006)
a. Faktor internal
Faktor internal di sini yaitu mengenai masalah teologi.
Keyakinan seseorang yang serba mutlak dan absolut dalam
apa yang di yakini dan di imaninnya merupakan hal yang
wajar. Sikap absolutisme agama tak ada yang
mempertentangkannya hingga muncul teori tentang
relativisme agama. Pemikiran relativisme ini merupakan
sebuah sikap pluralisme terhadap agama.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal disini terdapat dua macam yaitu faktor
sosio politis dan faktor ilmiah.
1) Faktor sosio politis
Faktor yang mendorong munculnya teori
pluralisme agama adalah berkembangnya wacana-
wacana sosio politis, demokratis dan nasionalisme
yang telah melahirkan sistem negara-bangsa dan
kemudian mengarah pada apa yang dewasa ini di
kenal dengan globalisasi, yang merupakan hasil
praktis dari sebuah proses sosial dan politis yang
berlangsung selama kurang lebih tiga abad.
2) Faktor ilmiah
Pada dasarnya terdapat banyak faktor keilmuan
yang berkaitan dengan pembahasan ini. Namun yang
memiliki kaitan langsung dengan timbulnya teori-
teori pluralisme agama adalah maraknya studi-studi
ilmiah modern terhadap agama-agama dunia, atau
yang sering juga di kenal dengan studi perbandingan
agama.

B. Isu Pluralisme di Malaysia


Menurut (Hilmi, et al., n.d.) isu-isu pluralisme agama yang muncul di
Malaysia adalah sebagai berikut:
1. Perancangan penuduhan Suruhanjaya Antara Agama (Inter Faith
Commission-IFC)
Perancangan penuduhan Suruhanjaya Antara Agama (IFC)
berawal apabila Malaysian Consultative Council on Budhism,
Christianity, Hinduism and Sikhism (MCCBCHS) atau Majlis
Perundingan Malaysia Agama Buddha, Kristian, Hindu dan Sikh
melalui memorandum mereka kepada Majlis Peguam pada 21 Agustus
2001. Penuduhan IRC ini mendapat tentangan masyarakat Islam
sehingga tertuduhnya Allied Coordinating Committee of Islamic
NGOs (ACCIN). ACCIN melancarkan bantahan besar-besaran
terhadap IFC. Menurut Mohd Roslan (2010), tuntutan IFC ini telah
mendapat tentangan habis-habisan oleh NGO Islam dan ditolak
cadangan penuduhannya oleh kerajaan.
2. Isu kebebasan beragama (Religious Freedom)
Merujuk kepada isu kebebasan beragama di Malaysia, terdapat
beberapa perkara mengenainya yaitu mengenai penuduhan kumpulan
Artikel 11, murtad, isu tuntutan COMANGO, pertikaian atas perkara
121 (1A), kerajaan langit Ayah Pin dan kes pengikut kerajaan langit
Ayah Pin yaitu Kamariah Ali. Semua isu tersebut terkait dengan rapat
mengenai tuntutan hak kebebasan beragama.
3. Kalimah Allah
Isu ini berkaitan dengan tuntutan penggunaan kalimah Allah
oleh masyarakat bukan Islam. Isu ini awalnya menjadi kontroversi
apabila berita minguan Herald menuntut Kementerian Dalam Negeri
(KDN) membenarkan penggunaan kalimah Allah dalam penerbitan
beritanya. Isu tuntutan ini menjadi kebimbangan kepada umat Islam
kerana dikhawatirkan akan mengelirukan masyarakat Islam.
4. Pembagian perayaan dan acara keagamaan
Isu berbagi perayaan dan keagamaan muncul apabila muzakarah
Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan kali ke-68 pada 12 April 2005 telah
mengeluarkan garis panduan orang Islam turut merayakan hari
kebangsaan agama orang bukan Islam. Garis panduan tersebut
dikeluarkan untuk digunakan oleh masyarakat Islam terutamanya
pemimpin-pemimpin Islam apabila menghadiri majlis perayaan dan
keagamaan agar dapat membedakan upacara-upacara yang
bertentangan dengan akidah Islam.
5. Isu pengharaman yoga.
Isu pengharaman yoga menjadi polemik apabila fatwa
dikeluarkan oleh Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan bagi
Hal Ehwal Ugama Islam Malaysia kali ke 83 yang bersidang pada 22-
24 Oktober 2008. Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan melarang
masyarakat Islam melakukan yoga yang mempunyai unsur-unsur
agama Hindu seperti amalan fizikal, unsur-unsur keagamaan, mantera
dan pemujaan bagi tujuan tertentu seperti mendapatkan ketenangan,
penyatuan diri dengan Tuhan atau tujuan-tujuan lain. Amalan ini tidak
sesuai dan dapat merusak akidah seorang muslim. Oleh karena itu,
masyarakat muslim dilarang untuk mengamalkannya.

C. Analisis
Menurut (Hilmi, et al., n.d.) pluralisme agama di Malaysia muncul dari
gerakan liberalisme Indonesia. Namun, gerakan liberalisme di Malaysia tidak
memakai kata liberal seperti di Indonesia. Menurut (Wahab, 2017) unsur
liberalisme meresap dalam masyarakat di Malaysia ketika slogan 'dialog antar
agama' dipelopori oleh Malaysian Consultative Council of Budhism,
Christianity, Hinduism and Sikhs (MCCBCHS) yang didirikan pada tahun
1983 dan Christian Federation of Malaysia (CFM) didirikan pada tahun 1985.
Menurutnya, Institut Kajian Dasar (IKD) juga didirikan pada tahun 1985
dengan tujuan menghasilkan kebangkitan budaya, pembentukan masyarakat
sipil dan promosi interaksi antara negara-negara Asia Tenggara dan
sekitarnya. Sementara Sister in Islam (SIS) didirikan pada 1988 (terdaftar
tahun 1993) untuk memperjuangkan isu-isu perempuan Muslim.
Organisasi-organisasi tersebut berkontribusi pada perkembangan
pluralisme agama di Malaysia. Misalnya, Malaysian Consultative Council of
Budhism, Christianity, Hinduism and Sikhs (MCCBCHS) telah mensponsori
pendirian InterFaith Commission (IFC) dan juga merupakan anggota dari
Article Group 11. Sementara SIS dapat dilihat dalam dukungannya terhadap
rencana pendirian IFC, Artikel 11, Comango dan juga masalah Pengadilan
Syariah. Sementara Institut Kajian Dasar mendukung gerakan Islam liberal
dengan menyelenggarakan program-program pendukung gerakan liberal dan
pluralisme agama.
Jika ditinjau lebih lanjut penyebab isu pluralisme menyebar adalah
sebagai berikut (Majid, et al., 2012):
1. Penyebaran melalui buku-buku
Terdapat beberapa buah buku yang diterbitkan dan diharamkan
untuk dijual dan disebarkan
2. Penyebaran melalui majalah
Penyebaran juga berlaku melalui majalah. Sebagai contoh Ulil
Absar Abdallah dalam Majalah Gatra 21 Disember 2002 menyatakan
bahawa: “Semua agama adalah sama. Semuanya menuju jalan
kebenaran. Jadi, Islam bukan agama yang paling benar”.
3. Penyebaran melalui laman internet.
Penyebaran melalui laman internet ini dapat dilihat melalui
laman web Http://islamlib.com dan email Islib@yahoo.com. Melalui
email dan laman web ini, mereka menyediakan ruangan artikel, soal-
jawab, perbincangan dan sebagainya.
4. Penyebaran melalui kursus kepimpinan dan pengurusan Emotional
Spiritual Quotion4 (ESQ).
ESQ adalah sebuah kursus kepimpinan dan pengurusan yang
didirikan oleh Ary Ginanjar Agustian di bawah syarikat ESQ
Leadership Centre berpusat di Jakarta. Kursus ESQ ini telah tersebar
di Malaysia melalui pembentukan beberapa pusat.
5. Penyebaran melalui medium film
Penyebaran melalui medium film dapat dilihat dalam dua buah
filem arahan Yasmin Ahmad yaitu Sepet dan Gubra. Dalam film
Sepet, unsur pluralisme agama yang timbul ialah wujudnya babak
percintaan dwi-agama.
6. Penyebaran melalui Badan-badan Bukan Kerajaan (NGO)
Penyebaran melalui Badan-badan Bukan Kerajaan (NGO) bisa
dilihat melalui Malaysian Interfaith Network (MIN). MIN mempunyai
20 badan gabungan termasuk Konrad Adenauer Foundation (KAF),
Institut Kajian Dasar (IKD), Sister in Islam (SIS), Malaysian
Consultative Council of Budhism, Christianity, Hinduism and Sikhs
(MCCBCHS)5, Council of Curches of Malaysia, Rotary Club dan
lain-lain.
Dalam hal pluralisme di Malaysia, menurut (Andi & Fadilla, 2016)
yang terpenting adalah bagaimana cara menyikapi pluralisme bukan cara
menjauhi atau mencegahnya. Dalam menyikapi pluralisme adapun dapat
dilakukan dengan upaya seperti berikut ini:
Pertama, tidak mendiskriminasi umat lain untuk memeluk agama Islam.
Karena dalam Al-Qur’an pun tidak ada paksaan untuk hal beragama bagi
sesama manusia. Hal ini menunjukkan bahwa kita sebagai umat beragama
tidak dapat memaksakan kehendak beragama terhadap orang lain. Karena
keyakinan setiap orang tentunya berbeda-beda.
Kedua, menanamkan sikap toleransi dan koeksistensi keanekaragaman
sebagai sebuah keniscayaan. Disini kesadaran akan keanekaragaman sangat
butuh ditanamkan pada individu agar tidak timbul sifat anti pluralisme yang
bisa saja berujung pada kekerasan, konflik berkepanjangan dan akhirnya
menelan korban.
Ketiga, mencari titik temu. Dalam menghadapi permasalahan dengan
umat lain maka ada baiknya untuk mencari titik temu atau solusi. Namun, jika
tidak menemukan titik temu maka sebaiknya tidak menyelesaikan masalah
dengan konflik. Melainkan dengan menerima perbedaan dan menghargai
keputusan kelompok lain.
Keempat, hidup berdampingan dengan rukun. Dalam hidup
berdampingan dengan agama lain ada baiknya kita sebagai umat beragama
harus hidup berdampingan dengan rukun yang akan menciptakan keadaan
yang aman dan tenteram.
Kelima, tidak mencaci dan menghina agama lain. Dalam hidup
beragama kita tidak boleh untuk menghina ataupun mencaci agama lain
karena setiap agama memiliki kepercayaan sendiri-sendiri.
Keenam, mengadakan dialog pro-aktif dengan damai. Jika terjadi
perselisihan diadakan dialog atau percakapan permasalahan secara damai.
Ketujuh, memeberikan hak pada umat lain untuk melakukan ibadah
sesuai dengan kepercayaan mereka. Untuk mengakui pluralisme kita sebagai
umat beragama harus tetap memberikan hak kepada agama lain untuk
menyembah Tuhan mereka sesuai kepercayaan masing-masing.
Seperti itulah upaya untuk menyikapi isu-isu pluralisme yang terjadi di
Malaysia. Pluralisme bukan dicegah namun harus disikapi dengan cara yang
sesuai dengan keadaan.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pluralisme adalah suatu paham tentang keberagaman yang terdapat
beraneka ragam agama dan ras yang hidup berdampingan dalam suatu
wilayah. Pluralisme agama adalah sunatullah yang tidak bisa diingkari
maupun dirubah. Oleh karena itu pluralisme harus disikapi dengan saling
mengerti, memahami serta menghormati di antara umat beragama agar
tercapai sebuah kerukunan antar umat beragama dan terjalin pertalian
kesatuan. Pluralisme muncul karena disebabkan oleh dua faktor utama yaitu
faktor internal dan faktor eksternal yang mana keduanya saling berhubungan.
Isu-isu pluralisme di Malaysia ada berbagai macam seperti perancangan
penuduhan Suruhanjaya Antara Agama (Inter Faith Commission-IFC), Isu
kebebasan beragama (Religious Freedom), kalimah Allah, pembagian
perayaan dan acara keagamaan, isu pengharaman yoga. Pluralisme pun
disebarkan melalui berbagai media, seperti melalui buku, media internet, film
ataupun yang lainnya.
Pluralisme bukan dicegah melainkan harus disikapi dengan bijak.
Seperti dengan tidak mendiskriminasi umat lain untuk memeluk agama Islam,
menanamkan sikap toleransi dan koeksistensi keanekaragaman, mencari titik
temu, hidup berdampingan dengan rukun, tidak mencaci dan menghina agama
lain, mengadakan dialog pro-aktif dengan damai, dan memeberikan hak pada
umat lain untuk melakukan ibadah sesuai dengan kepercayaan mereka

B. Saran
Kita sebagai umat beragama dalam menyikapi isu-isu pluralisme
haruslah menghadapinya dengan bijak. Agar tidak menimbulkan konflik yang
berkepanjangan bagi umat beragama. Dalam hidup beragama kita harus
menghargai perbedaan kepercayaan diantara umat beragama dan tidak
mendiskrimanis umat lain.
DAFTAR PUSTAKA

Andi, A. & Fadilla, E., 2016. Menyikapi Pluralisme Agama Perspektif Al-Qur'an.
Jurnal Esensia, 17(1).

Hilmi, E. E., Salleh, K. & Rahman, N. F. A., n.d. Perkembangan Awal Pluralisme
Agama di Malaysia. Prosiding Seminar: 3rd International Seminar on
Islamic Thought.

Jamaludin, M. S., Ab Rahim, N. M. Z., Ghazali, M. A. I. & Shukor, A. S. A.,


2013. Respon Ulama Kontemporer Menanggapi Beberapa Isu dalam
Pluralisme Agama di Malaysia. Jurnal Toleransi, Desember, 5(2), pp. 100-
106.

Ma'arif, S., 2005. Pendidikan Pluralisme di Indonesia. Yogyakarta: Logung


Pustaka.

Madjid, N., 1998. Mencari Akar-Akar Islam Bagi Pluralisme Modern:


Pengalaman Indonesia dalam Jalan Baru. Bandung: Mizan.

Majid, L. A. et al., 2012. Ancaman inklusifisme agama terhadap akidah


Islamiyyah. Jurnal Islam Liberal: Isu dan Reaksi, pp. 17-34.

Muammar, K., 2013. Islam dan Pluralisme Agama. Kuala Lumpur: CASIS UTM.

Naim, N. & Sauqi, A., 2008. Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Rachman, B. M., 2001. Islam Pluralis. Jakarta: Paramadina.

Shihab, A., 1999. Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka. Bandung: Mizan.

Thoha, A. M., 2006. Tren Pluralisme Agama Tinjauan Kritis. Jakarta: Perspektif.

Wahab, M. R., 2017. Pemikiran Liberalisme dalam Wacana Agama dan


Ancamannya di Malaysia. Kertas Kerja Wacana Pemikiran dan Peradaban
Ummah ke-9.

Wibisono, M. y., 2016. Pluralisme Agama dan Perubahan Sosial dalam Perspektif
Islam. Jurnal Agama dan Lintas Budaya, September, 1(1), pp. 12-24.

Anda mungkin juga menyukai