Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk atau "plural society",
(Nasikun, 1989: 31) bahkan ada yang menyebut "dual society". Kemajemukan
masyarakat Indonesia disebabkan oleh keadaan intern tanah air dan bangsa
Indonesia sendiri. Faktor-faktor penyebab pluralitas masyarakat Indonesia
adalah : (1) keadaan geografis, yang merupakan faktor utama terciptanya
pluralitas suku bangsa. Wilayah Indonesia terdiri dari kurang lebih 3000 mil dari
Timur ke Barat dan lebih dari 1000 mil dari Utara ke Selatan. (2) Indonesia terletak
antara samudera Indonesia dan samudera Pasifik, sangat mempengaruhi
terciptanya pluralitas agama di dalam masyarakat Indonesia. Pengaruh pertama
kali yang menyentuh masyarakat Indonesia berupa pengaruh kebudayaan Hindu
dan Budha dari India sejak 400 tahun sesudah Masehi. Pengaruh agama Hindu,
Budha, Islam dan Kristen mempengaruhi kebudayaan Indonesia yang pluralistic
(Ichtiyanto, 2005: 47-48).
Pluralisme merupakan salah satu ;iri dari multikulturalisme. Dua ciri lainnya
ialah adanya cita-cita mengembangkan rasa kebangsaan yang sama dan
kebanggaan untuk terus mempertahankan kebhinekaan itu. Secara konstitusional,
Indonesia bercita-cita mewujudkan masyarakat multikultural. Faktanya, masih
banyak tantangan yang harus dihadapi, baik berkait dengan soal-soal kebangsaan
maupun keagamaan. Memerlukan tiga pilar utama untuk menuju masyarakat
multikultural tersebut. Pertama, ialah adanya para pengambil kebijakan publik
yang adil yang mampu mengantisipasi dampak negatif yang akan ditimbulkan oleh
kebijakan publik yang akan diambilnya. Kedua, ialah adanya para pemimpin
agama yang berwawasan kebangsaan yang luas dan lebih mengedepankan
agama sebagai nilai dari pada agama institusional. Ketiga, ialah adanya
masyarakat yang berpendidikan dan rasional dalam menyikapi keragaman
keagamaan (religious market) dan perubahan sosial (Arif, 2013).
2

2. Rumusan Masalah.

a. Apakah yang dimaksud dengan keragaman dan keberagamaan ?


b. Bagaimana konsep Islam tentang Pluralitas, toleransi dan
Multikulturalisme ?
c. Bagaimana batasan toleransi dalam perspektif Islam ?
d, Bagaimana Implementasi keragaman dan keberagamaan dalam
kehidupan sehari-hari ?

3. Tujuan.

a. Mengidentifikasi keragaman dan keberagamaan.


b. Mengidentifikasi konsep Islam tentang Pluralitas, toleransi dan
Multikulturalisme.
c. Mengidentifikasi Implementasi keragaman dan keberagamaan
dalam kehidupan sehari-hari

4. Manfaat.
Manfaat dari penulisan makalah ini diharapkan dapat memperkaya
khasanah bidang ilmu sosial terkait keragaman dan keberagamaan, khususnya
mengenai cara untuk menjaga memelihara kerukunan umat beragama, serta
memberikan gambaran sejauh mana konsep dalam islam tentang Pluralitas,
Toleransi dan Multikulturalisme.

5. Batasan Masalah.
Makalah ini dibatasi pada pembahasan mengenai keragaman dan
keberagamaan, konsep Islam tentang Pluralitas, toleransi dan Multikulturalisme
serta keragaman dan keberagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
3

BAB II
PEMBAHASAN

6. Keragaman dan Keberagaman.

a. Keragaman.
Keberagaman atau diversity semula dipergunakan dalam pengertian
secara umum sebagai pernyataan bervariasi (Chris Speechley dan Ruth
Weatley, 2001: 4). Namun, keberagaman kemudain berkembang dan
dipergunakan untuk menjelaskan terdapatnya variasi di tempat pekerjaan,
karena dalam suatu organisasi terdapat orang dengan berbagai latar
belakang dan budaya.
Frederick A. Miller dan Judith H. Katz (2002:198) berpendapat
bahwa keberagaman merupakan tentang identitas sosial kelompok yang
meliputi suatu organisasi. Mereka menyatakan pula bahwa terminologi
keberagaman atau diversity sering salah dipergunakan, dengan saling
mempertukarkan dengan pengertian affirmative action1, equal employment
opportunity2, dan inclusion3, karena masing-masing mempunyai makna
sendiri yang unik.\
James L. Gibson, Jhon M. Ivancevich dan James H. Donnelly, Jr.
(2000: 43) berpandangan bahwa keberagaman adalah peredaan fisik dan
budaya yang sangat luas yang menunjukkan aneka macam perbedaan
manusia. Sama halnya dengan Miller dan Katz, Gibson, Jhon M. Ivancevich
dan James H. Donnelly, Jr menilai bahwa banyak pendapat orang tentang
keberagaman yang sangat membingungkan. Keberagaman bukanlah
sinonim untuk equal employment opprtunity atau bukan pula sebagai
affirmative action. Pendapat-pendapat tersebut sejalan dengan analisis
Roosevelt Thomas bahwa istilah keberagaman sering dipergunakan untuk
kepentingan politik yaitu untuk menjelaskan tentang humans right dan
affirmative action.
Lebih lanjut, Roosevelt Thomas, Jr. (2006” 203) menyatakan bahwa
keberagaman tenaga kerja dapat terjadi dalam berbagai cara, tidak hanya
1
Tindakan afirmatif (bersifat menguatkan atau mengesahkan); KBBI
2
Kesempatan kerja yang setara
3
Pernyertaan
4

berupa ras dan gender, tetapi juga umur, orientasi seksual, latar belakang
pendidikan dan asal geografis. Selanjutnya ditekankan bahwa sejuah
organisasi dapat mengalami kekurangan dalam keberagaman demografis
tenaga kerja dan sekarang bahkan terdapat keberagaman lain, dalam
bentuk keberagaman fungsional, produk, pelanggan, dan akuisisi atau
merger. Dengan demikian, keberagaman juga dilihat dari aspek
organisasional.
Roosevelt Thomas, Jr. (2006” 93) sendiri mengakui bahwa
pandangannya sendiri tentang definisi keberagaman mengalami evolusi.
Pada 1970-an, dia memandang keberagaman sebagai perbedaan
fungsional. Pada 1984 – 1985 keberagaman diartikan sebagai semua
perpedaan tenaga kerja, ditambah dengan isyarat tentang perbedaan diluar
tenaga kerja. Sementara itu, antara 1996 - 2000, keberagaman
menunjukkan setiap bauran semua hal yang ditandai oleh perbedaan dan
kesamaan. Akhirnya pada 2001 – 2005 dia sampai suatu pandangan
bahwa keberagaman menunjukkan bauran dari perbedaan, kesamaan, dan
tegangan yang dapat terjadi di antara elemen bauran yang bersifat
pluralistik. Dari uraian tersebut di atas, tampak bahwa cara para ahli
mengungkapkan pengertian keberagaman sangat bervariasi, namun
menunjukkan adanya persamaan. Keberagaman menyangkut aspek yang
sangat luas, dapat dilihat dari tingkatannya dan faktor yang
mempengaruhinya. Keberagamn dapat terjadi pada tingkat individu,
kelompok, organisasi, komunitas, dan masyarakat. Keberagaman juga
sangat dipengaruhi oleh latar belakang demografis dan budaya sumber
daya manusia, kondisi lingkungan internal tempat kerja dan kondisi
eksternal masyarakat yang dihadapi.
Dengan demikian, dapat dirumuskan pengertian keberagaman
sebagai variasi dari berbagai macam kombinasi elemen demokrafis sumber
daya manusia, organisasional, komunitas, masyarakat, dan budaya.

b. Keberagamaan.
Keberagamaan berasal dari kata Agama. Agama menurut kamus
besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan
5

(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata
kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta
lingkungannya.
Kata “agama” berasal dari bahasa sanskerta, agama yang berarti
“tradisi”. Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi
yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare
yang berarti “mengikat kembali”. Maksudnya dengan rereligi, seseorang
mengikat dirinya kepada Tuhan. Dengan demikian diperoleh keterangan,
bahwa agama itu penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam
pengertian agama terdapat 3 unsur, ialah manusia, penghambaan dan
Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur
pokok pengertian tersebut dapat disebut agama.

7. Menggali Konsep Islam tentang Pluralitas, Toleransi dan


Multikulturalisme.

a. Pluralisme.
Secara historis, istilah pluralisme4 diidentifikasikan sebagai sebuah
aliran filsafat yang menentang konsep negara absolut dan berdaulat
sehingga definisi pluralisme sangat berkaitan dengan aspek politik.
Pluralisme politik didefinisikan sebagai sebuah teori yang menentang
kekuasaan monolitik negara bahkan menganjurkan untuk meningkatkan
pelimpahan dan otonomi organisasi-organisasi utama yang mewakili
keterlibatan seseorang dalam masyarakat. Pluralisme politik juga berarti
kepercayaan bahwa kekuasaan harus dibagi di antara partai-partai politik
yang ada. (Abdilah,1996)
Di samping berkaitan dengan aspek politik, pluralisme juga berkaitan
dengan aspek sosial sehingga ada pluralisme sosial. Pluralisme sosial
dianggap sebagai pluralisme yang asli karena merujuk pada permasalahan
4
Pluralisme berasal dari kata plural yang bermakna banyak, lebih dari satu, pluralis (bersifat jamak);
pluralisme adalah hal yang menyatakan jamak atau tidak satu, seperti ungkapan pluralisme kebudayaan
yang berarti kebudayaan yang berbeda-beda dalam suatu masyarakat (Purwadarminta, 1983)
Pluralisme adalah ajaran yang menganut pemahaman bahwa secara realitas asas masing-masing kelompok
tidak berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Walaupun demikian, berbagai unsur dasar yang
masing-masing berlainan secara fisik jika dikaji lebih dalam tidak jauh berbeda secara hakikat dan esensi
antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. (Shadily,1984)
6

masyarakat plural yang penduduknya terbagi-bagi dalam kesukuan, etnis,


ras dan agama. Pluralisme sosial didefinisikan sebagai keberadaan
toleransi keagamaan kelompok-kelompok etnis dan budaya dalam suatu
masyarakat atau negara, keragaman kepercayaan atau sikap yang ada
pada sebuah badan atau institusi dan sebagainya. (Abdillah, 1996)
Jadi pluralisme adalah paham atau sikap terhadap keadaan
majemuk, baik dalam konteks sosial, budaya, politik, maupun agama.
Dengan demikian yang dimaksud pluralisme agama adalah terdapat lebih
dari satu agama yang mempunyai eksistensi hidup berdampingan, saling
bekerja sama dan saling berinteraksi antara penganut satu agama dengan
penganut agama lainnya. Atau dalam pengertian yang lain, setiap penganut
agama dituntut bukan saja mengakui keberadan dan menghormati hak
agama lain, tetapi juga terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan
persamaan, guna tercapainya kerukunan dalam keragaman. Dalam
perspektif sosiologi agama, secara terminologi, pluralisme agama dipahami
sebagai suatu sikap mengakui dan menerima kenyataan kemajemukan
sebagai yang bernilai positif dan merupakan ketentuan dan rahmat Tuhan
kepada manusia.
Untuk mendukung konsep pluralisme tersebut, diperlukan adanya
toleransi antar sesama umat beragama. Meskipun hampir semua
masyarakat yang berbudaya kini sudah mengakui adanya kemajemukan
sosial, dalam kenyataannya permasalahan toleransi masih sering mun;ul
dalam suatu masyarakat. Ada dua macam penafsiran tentang konsep
toleransi, yakni penafsiran negatif dan penafsiran positif. yang pertama
menyatakan bahwa toleransi itu hanya mensyaratkan cukup dengan
membiarkan dan tidak menyakiti orang/kelompok lain. Kedua menyatakan
bahwa toleransi itu membutuhkan lebih dari sekadar itu. Toleransi
membutuhkan adanya bantuan dan dukungan terhadap keberadaan
orang/kelompok lain. Artinya, toleransi itu tidak cukup hanya dalam
pemahaman saja, tetapi harus diaplikasikan dengan tindakan dan
perbuatan dalam kehidupan nyata. (Abdillah, 1996)
Manusia hidup dalam pluralisme agama, suka tidak suka relitas
pluralistik memang menjadi wahana dan wacana bagi kehidupan
7

beragama. Di dalam agama Islam konsep dasar pluralisme sudah ada


sejak dari awal agama itu disyari’atkan oleh Allah SWT di permukaan bumi
yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad Saw. Oleh karena itu, jika umat
Islam ingin memahami makna pluralisme sesuai dengan konsep Islam,
jawabannya yang paling tepat adalah kembali kepada Al-Qur’an (Studies,
2013)

c. Toleransi.
Islam mengajak kepada umatnya untuk selalu menjalin kehidupan
yang harmonis antara sesama umat manusia. Agama Islam merupakan
agama yang penuhdengan toleransi. Toleransi dalam Islam bukan hanya
terdapat dalam ajarannya saja secara tekstual, tetapi juga telah menjadi
karakter dan tabiat hampir seluruh umat Islam dari zaman Muhammad Saw
sampai sekarang ini.
Agama Islam tidak melarang umatnya untuk melakukan hubungan
dengan orang-orang non Islam, tetapi hubungannya harus sebatas
hubungan duniawi saja. Islam tidak melarang hal ini, sebab menjalin
hubungan dengan orang-orang non Muslim ini merupakan suatu perbuatan
yang positif asalkan dalam menjalin hubungan dengan orang-orang non
Islam ini, harus selalu waspada dan menjaga agar tidak terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan. Sebab umat-umat non Islam itu selalu ingin menjatuhkan
agama Islam dan dengan adanya toleransi yang dilakukan oleh umat Islam
ini, mereka masihmenginginkan yang lain, mereka itu tidak henti-hentinya
ingin merongrong agama Islam dengan jalan apa pun. Dengan adanya
toleransi antar umat beragama ini mereka mengharap umat Islam harus
diam jika kaum Penginjil mengkristenkan kaum awam yang baragama
Islam (Rasjidi; 1980: 49). Kalau sudah pada hal yang demikian, maka tidak
ada toleransi dalam lslam. Toleransi menurut Islam memang positif, tetapi
dalam melaksanakan toleransi itu bukan berarti harus diam terhadap apa
yang terjadi pada agama yang dianut. Seperti yang sudah dijelaskan di
atas bahwa toleransi itu hanya sebatas pada masalah sosial saja bukan
masalah akidah. Setiap agama memang mengajarkan untuk selalu
menjalin kehidupan yang rukun dan harmonis dengan orang yang ada di
8

sekelilingnya, tidak terkecuali Islam. Islam selalu memerintahkan


kepadaumatnya untuk selalu menjalin hubungan yang baik dengan
sesamanya.
Dengan demikian, maka jelaslah sudah bahwa toleransi menurut
padangan Islam itu positif dan harus selalu dibina, dan dalam usaha
membina toleransi ini maka diperlukan kesadaran dari setiap umat
beragama, tanpa adanya itu maka semuanya tidak ada gunanya. Bahwa
persamaan-persamaan antara ajaran agama-agama itu banyak dan dapat
dijadikan kohesi atau perekat kerjasama sosial, sementara adanya
perbedaan itu hendaknya diangkat menjadi sesuatu yang wajib dihormati
oleh sesama umat beragama (Pengembangan, Islam, J Pendahuluan,
n.d).

d. Multikulturalisme.
Multikulturalisme adalah kesejajaran budaya. Masing-masing
budaya manusia atau kelompok etnis harus diposisikan sejajar dan setara.
Tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih dominan. Melihat
istilah ini, multikulturalisme berarti ingin menumbuhkan sikap ragu-ragu
atau skeptis sehingga yang ada hanya relatif. kemudian juga Prof. Dr.
Syafiq A. Mughni, M.A dalam pengantar buku Pendidikan Multikultural
mengatakan setiap peradaban dan kebudayaan yang ada berada pada
posisi yang sejajar dan sama. Tidak ada kebudayaan yang lebih tinggi atau
dianggap tinggi (superior) dari kebudayaan lain. Ungkapan seperti inilah
yang harus disikapi dengan arif dan bijak. Ungkapan di atas bisa diartikan
bahwa semua kebudayaan adalah sama tak ada yang lebih tinggi. Jika hal
ini yang dimaksud berarti istilah baik dan buruk adalah memiliki makna
yang sama, sebab semua dipukul rata. Tidak ada yang lebih unggul. Pada
hal dalam ajaran Islam suatu kebaikan adalah lebih tinggi derajatnya dari
sesuatu yang lebih buruk. Sesuatu yang benar lebih mendapatkan tempat
dari pada kesalahan. Islam juga sangat jelas membendakan hal dan bathil,
muslim dan musyrik.
Dari konsep tentang pluralisme, toleransi dan multikulturalisme di
atas dapat difahami bahwa ketiganya berorientasi pada tidak membeda-
9

bedakan antara masing-masing komunitas untuk kontinuitas keharmunisan,


tetapi ketiganya juga mempunyai titik tekan yang berbeda, pluralisme lebih
pada nilai-nilai agama, Toleransi pada nilai kehidupan sehari-hari,
sedangkan multikulturalisme pada nilai-nilai budaya. (Rakhmat,2006)

8. Implementasi Keragaman dan Keberagamaan.


Pendidikan multikulturalisme sangat bermanfaat untuk membangun
kohesifitas, soliditas dan intimitas di antara keragamannya etnik, ras, agama,
budaya dan kebutuhan di antara kita. Paparan di atas juga memberi dorongan dan
spirit bagi lembaga pendidikan nasional untuk mau menanamkan sikap kepada
peserta didik untuk menghargai orang, budaya, agama, dan keyakinan lain.
Harapannya, dengan implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural,
akan membantu siswa mengerti, menerima dan menghargai orang lain yang
berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian. Lewat penanaman semangat
multikulturalisme di lembaga-lembaga pendidikan, akan menjadi medium
pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima perbedaan
budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau hidup
bersama secara damai. Agar proses ini berjalan sesuai harapan, maka
seyogyanya kita mau menerima jika pendidikan multikultural disosialisasikan dan
di diseminasikan melalui lembaga pendidikan, serta, jika mungkin, ditetapkan
sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di berbagai jenjang baik di lembaga
pendidikan negeri maupun swasta. Apalagi, paradigma multikultural secara
implisit juga menjadi salah satu concern dari Pasal 4 UU NO. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal tersebut dijelaskan, bahwa
pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
Pada konteks ini dapat dikatakan, tujuan utama dari pendidikan
multikultural adalah untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan
empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi,
penganut agama dan budaya yang berbeda dapat belajar untuk melawan atau
setidaknya tidak setuju dengan ketidak toleranan seperti inkuisisi (pengadilan
negara atas sah tidaknya teologi atau ideologi), perang agama, diskriminasi, dan
hegemoni budaya di tengah kultur monolitik dan uniformitas global.
10

Dalam sejarahnya, pendidikan multikultural sebagai sebuah konsep atau


pemikiran tidak muncul dalam ruangan kosong, namun ada interes politik,
sosial,ekonomi dan intelektual yang mendorong kemunculannya. Wacana
pendidikan multikultural pada awalnya sangat bias di Amerika karena memiliki
akar sejarah dengan gerakan hak asasi manusia (HAM) dari berbagai kelompok
yang tertindas di negeri tersebut. Banyak lacakan sejarah atau asal-usul
pendidikan multikultural yang merujuk pada gerakan sosial Orang Amerika
keturunan Afrika dan kelompok kulit berwarna lain yang mengalami praktik
diskrinunasi di lembaga-lembaga publik pada masa perjuangan hak asasi pada
tahun 1960-an.
Di antara lembaga yang secara khusus disorot karena permusuhan dengan
ide persamaan ras pada saat itu adalah lembaga pendidikan. Pada akhir 1960-an
dan awal 1970-an, suara-suara yang menuntut lembaga-lembaga pendidikan agar
konsisten dalam menerima dan menghargai perbedaan semakin kencang, yang
dikumandangkan oleh para aktivis, para tokoh dan orang tua. Mereka menuntut
adanya persamaan kesempatan di bidang pekerjaan dan pendidikan. Momentum
inilah yang dianggap sebagai awal muladari konseptualisasi pendidikan
multikultural.
Tahun 1990-an agaknya yang dianggap sebagai kemunculan lembaga
sekolah yang berlandaskan pendidikan multikultural yang didirikan oleh para
peneliti dan aktivis pendidikan progresif. James Bank adalah salah seorang pioner
dari pendidikan multikultural. Dia yang membumikan konsep pendidikan
multikultural menjadi ide persamaan pendidikan. Pada pertengahan dan akhir
1980-an, muncul kelompok sarjana, di antaranya Carl Grant, Christine Sleeter,
Geneva Bay dan Sonia Nieto yang memberikan wawasan lebih luas soal
pendidikan multikultural, memperdalam kerangkakerja yang membumikan ide
persamaan pendidikan dan menghubungkannya dengan transformasi dan
perusahan sosial.
Didorong oleh tuntutan warga Amerika keturunan Afrika, Latin/Hispanc,
warga pribumi dan kelompok marjinal lain terhadap persamaan kesempatan
pendidikan serta didorong oleh usaha komunitas pendidikan profesional untuk
memberikan solusi terhadap masalah pertentangan ras dan rendahnya prestasi
kaum minoritas di sekolah menjadikan pendidikan multikultural sebagai slogan
11

yang sangat populer pada tahun 1990-an. Selama dua dekade konsep pendidikan
multikultural menjadi slogan yang sangat populer di lembaga-lembaga pendidikan.
AS. secara umum konsep ini diterima sebagai strategi penting dalam
mengembangkan toleransi dan sensitifitas terhadap sejarah dan budaya dari
kelompok etnis yang beraneka macam di negara ini.
Ide pendidikan multikulturalisme akhirnya menjadi komitmen global
sebagaimana direkomendasi UNECO pada bulan Oktober 1994 di Jenewa.
Rekomendasi itu di antaranya memuat empat pesan. Pertama, pendidikan
hendaknya mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-
nilai yang ada dalam kebhinnekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan budaya
serta mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi dan bekerja
sama dengan yang lain. Kedua, pendidikan hendaknya meneguhkan jati diri dan
mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-penyelesaian yang
memperkokoh perdamaian, persaudaraan dan solidaritas antara pribadi dan
masyarakat. Ketiga, pendidikan hendaknya meningkatkan kemampuan
menyelesaikan konflik secara damai dan tanpa kekerasan. Karena itu, pendidikan
hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian dalam diri diri pikiran
peserta didik sehingga dengan demikian mereka mampu membangun secara
lebih kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan untuk berbagi dan
memelihara. Konsep pendidikan multikultural dalam perjalanannya menyebar luas
ke kawasan di luar AS, khususnya dinegara-negara yang memiliki keragaman
etnis, ras, agama dan budaya seperti Indonesia. Sekarang ini, pendidikan
multikultural secara umum mencakup ide pluralisme budaya. Tema umum yang
dibahas meliputi pemahaman budaya, penghargaan budaya dari kelompok yang
beragam dan persiapan untuk hidup dalam masyarakat pluralistik. Pada konteks
Indonesia, persingangan tentang konsep pendidikan multikultural semakin
memperoleh momentum pasca runtuhnya rezim otoriter-militeristik Orde Baru
karena hempasan badai reformasi. Era reformasi ternyata tidak hanya membawa
berkah bagi bangsa kita namun juga memberi peluang meningkatnya
kecenderungan primordialisme. Untuk itu, dirasakan kita perlu menerapkan
paradigma pendidikan multikultur untuk menangkal semangat primordialisme
tersebut. Secara generik, pendidikan multikultural memang sebuah konsep yang
dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi
12

semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya.
Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural adalah untuk
membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan
yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada
masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi,
dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah
tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama. Dalam
implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut untuk berpegang
pada prinsip-prinsip berikut ini :

a. Pendidikan multikultural harus menawarkan beragam kurikulum


yang merepresentasikan pandangan dan perspektif banyak orang.
b. Pendidikan multikultural harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak
ada penafsiran tunggal terhadap kebenaran sejarah.
c. Kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan analisis komparatif
dengan sudut pandang kebudayaan yang berbeda-beda.
d. Pendidikan multikultural harus mendukung prinsip-prinisip pokok
dalam memberantas pandangan klise tentang ras, budaya dan agama.
e. Pendidikan multikultural mencerminkan keseimbangan antara
pemahaman persamaan dan perbedaan budaya mendorong individu untuk
mempertahankan dan memperluas wawasan budaya dan kebudayaan
mereka sendiri.

Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan pendidikan


multikultural dalam struktur lembaga pendidikan adalah tidak adanya kebijakan
yang menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan terhadap ras,
etnis dan jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan kepekaan terhadap
perbedaan budaya, di antaranya mencakup pakaian, musik dan makanan
kesukaan. Selain itu, juga memberikan kebebasan bagi anak dalam merasakan
hari=hari besar umat beragama serta memperkokoh sikap anak agar merasa
butuh terlibat dalam pengambilan keputusan secara demokratis. Pendidikan
multikultural sebagai wahana baru di Indonesia dapat diimplementasikan tidak
hanya melalui pendidikan formal namun juga dapat dimplementasikan dalam
kehidupan masyarakat maupun dalam keluarga. Dalam pendidikan formal
13

pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan dalam sistem pendidikan melalui


kurikulum mulai Pendidikan Usia Dini, SD, SLTP, SLTA maupun Perguruan
Tinggi. Sebagai wacana baru, Pendidikan Multikultural ini tidak harus dirancang
khusus sebagai muatan substansi tersendiri, namun dapat diintegrasikan dalam
kurikulum yang sudah ada tentu saja melalui bahan ajar atau model pembelajaran
yang paling memungkinkan diterapkannya pendidikan multikultural ini. Di
Perguruan Tinggi misalnya, dari segi substansi, pendidikan multikultural ini dapat
diintegrasikan dalam kurikulum yang berperspektif multikultural, misalnya melalui
mata kuliah umum seperti kewarganegaraan, ISBD, Agama dan bahasa.
Demikian juga pada tingkat sekolah Usia Dini dapat diintegrasikan dalam
kurikulum pendidikan misalnya dalam Out Bond Program, dan pada tingkat SD,
SLTP maupun Sekolah menengah pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan
dalam bahan ajar seperti PPKn, Agama, Sosiologi dan Antropologi, dan dapat
melalui model pembelajaran yang lain seperti melalui kelompok diskusi, kegiatan
ekstrakurikuler dan sebagainya. Dalam Pendidikan non formal wa;ana ini dapat
disosialisasikan melalui pelatihan-pelatihan dengan model pembelajaran yang
responsive multikultural dengan mengedepankan penghormatan terhadap
perbedaan baik ras suku, maupun agama antar anggota masyarakat.
Tak kalah penting wacana pendidikan multikultural ini dapat
diimplementasikan dalam lingkup keluarga. Di mana keluarga sebagai institusi
sosial terkecil dalam masyarakat, merupakan media pembelajaran yang paling
efektif dalam proses internalisasi dan transformasi nilai, serta sosialisasi terhadap
anggota keluarga. Peran orang tua dalam menanamkan nilai-nilai yang lebih
responsive multikultural dengan mengedepankan penghormatan dan pengakuan
terhadap perbedaan yang ada di sekitar lingkungannya (agama, ras, dan
golongan) terhadap anak atau anggota keluarga yang lain merupakan cara yang
paling efektif dan elegan untuk mendukung terciptanya sistem sosial yang lebih
berkeadilan
14

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

8. Kesimpulan.
Keberagaman merupakan variasi dari berbagai mamam kombinasi elemen
demokrafis sum>er daya manusia, organisasional, komunitas, masyarakat, dan
budaya. Sedangkan keberagamaan yaitu berasal dari kata agama. Dalam
pengertian agama terdapat 3 unsur, ialah manusia, penghambaan dan Tuhan.
Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian
tersebut dapat disebut agama. Agama Islam menanamkan konsep bahwa
Pluralitas, toleransi dan Multikulturalisme merupakan keadaan yang harus
dihormati dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan
masyarakat majemuk, salah satu contohnyata di sekitar kita adalah perbedaan
agama. Sebagai umat muslim yang baik dan taat,dalam bermasyarakat kita harus
saling tolong menolong dalam kebaikan. Namun, tentunya kita harus mampu
menyikapi arah tindakan kita dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan
sesama non muslim tanpa melewati batasan-batasan hukum dalam Islam.

9. Saran.
Dihadapkan pada keragaman budaya atau “cultural diversity” merupakan
keniscayaan yang ada di Indonesia yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya.
Oleh karena itu, dengan keanekaragaman tersebut bangsa Indonesia dituntut
memiliki memiliki keunggulan dibandingkan dengan negara lain, dimana
dalam hal ini bangsa Indonesia harus mampu menghasilkan potret
kebudayaan yang lengkap dan bervariasi sehingga dapat menjadi contoh bagi
masyrakat secara global.
15

DAFTAR PUSTAKA

Anshari, Saifuddin Endang. 2004.WawasanIslam: Pokok-pokok Pikiran


TentangParadigma dan Sistem Islam, : GemaInsani, 2004. ISBN.

Azyumardi Azra, 1999, Konteks Berteologidi Indonesia: Pengalaman Islam,


Paramadina: Jakarta

Badri Yatim, 2006,Sejarah PeradabanIslam,Raja Grafindo Persada: Jakarta

Dadang Kahmad, 2004.Sosiologi Agama,Suatu Pengantar,Gramedia


Press,Jakarta

Arif, D.B (2013). Membingkai Keberagaman Indonesia: Perspektif Pendidikan


Kewarganegaraan Program Kurikuler. Penguatan Kompetensi Calon
Praktikan PPL Program Studi PPKn, 1 – 23

Pengembangan, D. Islam, M., J Pendahuluan, A. (n.d). Kajian tentang Toleransi


Beragama dalam Surat Al-Kafirun, X (1), 19-31

Rakhmat, J. (2006). Islam dan Pluralisme, 2 (1), 227 - 228

Elizabet K. Nottingham, 1985.Agama danMasyarakat: Suatu pengantar Sosiologi


agama,Jakarta, CV.Rajawali Press

Hendropuspito, 1988, Sosiologi Agama, Kanisius, Yogyakarta

Joeyz, Iwan. Hubungan Agama dan Budaya.


Http://ukpkstain.multiply.com/journal/item/49. Diakses tanggal 03
Desember 2019.

Anda mungkin juga menyukai