Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fenomena keragaman agama di kalangan umat manusia adalah hal yang tidak
dapat dipungkiri dari zaman dulu hingga sekarang yang melahirkan keberagaman
budaya namun, selalu diiringi dengan berbagai perbedaan pandangan yang
melahirkan banyak kesalahpahaman.
Kemajemukan dari segi agama, memendam potensi konflik, yang sewaktu-
waktu dapat meledak jika kemajemukan itu tidak dikelola dengan arif. Walaupun bagi
bangsa kita kemajemukan itu bukanlah sesuatu yang mengejutkan, sebagaimana yang
dialami bangsa-bangsa lain, tapi realitas kemajemukan itu sendiri seringkali
merapakan persoalan besar yang pada gilirannya dapat ikut memperlemah persatuan
dan kesatuan bangsa.
Dari uraian latar belakang di atas maka kami mengambil judul tentang Pluralisme
Agama dan Integrasi Bangsa.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa makna pluralisme agama?
2. Bagaimana pluralisme agama dapat dijadikan sebagai keniscayaan?
3. Apa makna integrasi bangsa?
4. Apa sajakah yang menjadi sebab-sebab terjadinya disintegrasi bangsa?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui makna pluralisme agama.
2. Mengetahui bagaimana pluralisme agama dapat dijadikan sebagai keniscayaan.
3. Mengetahui makna integrasi bangsa.
4. Mengetahui sebab-sebab terjadinya disintegrasi bangsa.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pluralisme Agama

1
Pluralisme (bahasa Inggris: pluralism), terdiri dari dua kata plural (=beragam) dan
isme (=paham) yang berarti beragam pemahaman, atau bermacam-macam paham.
Pluralisme adalah suatu paham atau pandangan hidup yang mengakui dan menerima
adanya kemajemukan atau keanekaragaman dalam suatu kelompok masyarakat.
Kemajemukan yang dimaksud dapat dilihat dari segi agama, suku, ras, adat-istiadat,
dll. Keberagaman telah ada sejak berabad-abad. Dimana keberagaman ini dibawa
oleh manusia sejak kelahirannya.
Penerimaan kemajemukan dalam paham pluralisme adalah sesuatu yang mutlak, tidak
dapat ditawar-tawar. Menerima kemajemukan berarti menerima adanya perbedaan.
Menerima perbedaan bukan berarti menyamaratakan, tetapi justru mengakui bahwa
ada hal atau ada hal-hal yang tidak sama. Hal ini merupakan konsekwensi dari
kemanusiaan. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang mempunyai harkat
dan martabat yang sama, mempunyai unsur-unsur essensial (inti sari) serta tujuan
atau cita-cita hidup terdalam yang sama, yakni damai sejahtera lahir dan batin.
Namun dari lain sisi, manusia berbeda satu sama lain, baik secara individual atau
perorangan maupun komunal atau kelompok, dari segi eksistensi atau
perwujudan/pengungkapan diri, tata hidup dan tujuan hidup.
Menurut pierre L. Van den berghe masyarakat majemuk memiliki karakteristik
(nasikun, 1993:33) :
a. Terjadinya segementasi kedalam bentuk kelompok-kelompok yang
seringkali memiliki sub-kebudayaan yang berbeda satu sama lain
b. Memiliki struktur sosial yang terbagi ke dalam lembaga-lembaga yang
bersifat non-komplementer,
c. Kurang mengembangkan konsensus diantara para anggotanya terhadap
nilai-nilai yang bersifat dasar,
d. Secara relatif seringkali mengalami konflik diantara kelompom yang satu
dengan yang lainnya,
e. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling
ketergantungan dalam bidang ekonomi,
f. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok
yang lain.
Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan
pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari
kehidupan.
Pluralisme agama dapat dikatakan sebagai paham yang membahas cara pandang
terhadap kemajemukan agama yang ada.

2
2.2 Pluralisme Agama Dijadikan sebagai Keniscayaan.
Dalam sebuah masyarakat yang belum dewasa secara psikoemosional,
perbedaan terlalu sering dianggap sebagai permusuhan, padahal kekuatan yang
pernah melahirkan peradaban-peradapan besar justru didorong oleh perbedaan
pandangan dalam melihat sesuatu. Gesekan pendapat jika didialogka secara dewasa
akan merumuskan pandangan yang lebih kuat dan komprehensif. 1(Syarif Maarif,
Ahmad, 2009:178)
Pluralisme agama dapat juga dipandang sebagai suatu berkah, karena
kemajemukan itu sendiri selain dapat menjadi sumber konflik dan perpecahan,
sebenarnya juga dapat berpotensi sebagai sumber kekuatan manakala potensi itu
dapat dikelola dan dikembangkan ke arah pencapaian kesejahteraan dan persatuan
bangsa.
Pada dasarnya paham pluralisme kemajemukan tidak hanya cukup dengan
sikap mengkui dan menerima kenyataan bahwa masyarakat itu bersifat majemuk
namun, yang lebih penting adalah dengan disertai sikap tulus menerima kenyataan
kemajemukan itu sebagai hal positif, karena memperkaya pertumbuhan budaya
melalui interaksi dan pertukaran budaya yang beragam karena, pluralisme juga
merupakan perangkat yang dapat mendorong pengayaan budaya.
Pluralisme agama berarti bahwa hakikat adanya keselamatan bukanlah
monopoli satu agama tertentu. Semua agama menyimpan hakikat yang mutlak dan
sangat agung. Menjalankan program masing-masing agama bisa menjadi sumber
keselamatan. Dengan demikian, hilanglah pergumulan antar agama, dan pada
gilirannya, permusuhan, konflik dan perdebatan menyangkut agama akan digantikan
dengan keharmonisan dan solidaritas. Untuk mendukung konsep pluralisme tersebut,
diperlukan adanya toleransi antar sesama umat beragama. Meskipun hampir semua
masyarakat yang berbudaya kini sudah mengakui adanya kemajemukan sosial, namun
dalam kenyataannya, permasalahan toleransi masih sering muncul dalam kehidupan
masyarakat
Dalam percakapan sehari-hari, kata toleransi dan kerukunan seolah tidak ada
perbedaan. Pada dasarnya dua kata ini berbeda, namun saling berkaitan. Kerukunan
berarti mempertemukan unsur-unsur yang berbeda, sedangkan toleransi merupakan
sikap atau refleksi dari kerukunan. Tanpa toleransi ke-rukunan tidak pernah ada,
sedangkan toleransi tidak pernah tercermin bila ke-rukunan belum terwujud. Istilah
toleransi ini berasal dari bahasa Inggris yaitu tolerance yang artinya membiarkan,
mengakui dan menghormati keyakinan orang lain tanpa memerlukan persetujuan.

3
Dalam bahasa Arab disebut tasamuh berarti saling mengizinkan, saling
memudahkan.
Bagaimana kita menyikapi ateisme? Orang ateis berhak hidup bebas di muka bumi,
tetapi bukan bebas dalam arti liar. Sebuah masyarakat tidal mungkin tegak dengan
baik, jika keliaran harus diberi tempat. Seorang ateis harus menghormati kaum teis,
begitu pula sebaliknya. Karena bumi yang dapat ditinggali manusia hanya satu ini.
Sepanjang yang kita tahu, maka harus ada aturan yang mengikat kehidupan bersama
agar berlangsung harmonis, damai dan aman. Seorang yang teis atau beriman tidak
dapat menklaim bahwa hanya dialah yang berhak hidup di muka bumi, sementara
orang ateis harus dimusuhi dan diperangi. Dengan prinsip serupa orang ateis tidak
boleh memonopoli atas planet bumi dengan mengatakan bahwa orang yang beriman
atau teis adalah orang dungu dan harus dihalau ke luar bumi.
Agar planet bumi dapat didiami bersama dengan penuh toleransi dengn menenggang
perbedaan, maka kaum teis dan ateis harus mau hidup bersama untuk mengatur bumi
ini. Masing-masing pihak tidak punya hak untuk menghabisi yang lain.
Cobalah ikuti makna ayat ini: Dan diantara ayat-ayat-Nya ialah penciptaan langit
dan bumi, perbedaan lisan(bahasa)-mu dan warna kulitmu. Sungguh pada yang
demikian itu benar-benar terdapat ayat-ayat bagi orang-orang yang berilmu. Dengan
demikian, kemajemukan memang sengaja diciptakan oleh Allah agar peradapan umat
manusia penuh warna dn saling memperkaya.2(Syarif Maarif, Ahmad. 2009:172).
2.3 Integrasi Bangsa
Integrasi adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat.
Bangsa adalah suatu kelompok manusia yang dianggap memiliki identitas bersama,
dan mempunyai kesamaan bahasa, agama, ideologi, budaya, dan sejarah. Mereka
umumnya dianggap memiliki asal usul keturunan yang sama.
Integrasi Bangsa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti dua macam,
yaitu:
1. Secara politis, integrasi bangsa adalah proses penyatuan berbagai kelompok
budaya dan sosial ke dalam kesatuan wilayah nasional yang membentuk
suatu identitas nasional.
2. Secara antropologis, integrasi bangsa adalah proses penyesuaian di antara
unsur-unsur kebudayaan yang berbeda, sehingga mencapai suatu keserasian
fungsi dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Integrasi bangsa adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan perbedaan yang
ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara
nasional.

4
Integrasi bangsa merupakan penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari suatu
keseluruhan yang lebih utuh atau memaduka masyarakat-masyarakat kecilyang
banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa.(Ubaidillah et.al, 2000:24)
Upaya untuk mewujudkan integrasi bangsa menurut Ubaidillah(2000:24), adalah
setali tiga uang dengan upaya membangun kesatuan dan prsatuan bangsa. Diperlukan
langkah-langkah strategis yang dpat mendorong berbagai macam bentuk perbedaan
bangsauntuk saling berdialog dan berdampingan hidup secara harmonis. Salah
satunya adalah dengan mulai menghentikan penggunaan klasifikasi seperti mayoritas-
mayoritas, penduduk asli-pendatang, pribuni non-pribumi, lebih-lebih yang dimaksud
untuk tujuan dan kepentingan politis. Semua istilah ini hanya memupuk subur sikap
dan perilaku kelompok-kelompok masyarakat untuk tidak berusaha saling memahami
latar belakang budaya dan kultur mereka masing-masing, sehingga berbagai
prasangka yang ada justru dibiarkan tumbuh dan bahkan terkesan terpelihara oleh
masing-masing kelompok.3(Tukiran Taniredja, 2012:149)

2.4 Sebab-sebab Terjadinya Disintegrasi Bangsa.


Disintegrasi adalah keadaan tidak bersatu padu, keadaan terpecah belah, hilangnya
keutuhan atau persatuan, perpecahan.
Masalah disintegrasi sangat kompleks sebagai akibat akumulasi permasalahan
Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan yang saling tumpang tindih,
apabila tidak cepat dilakukan tindakan-tindakan bijaksana untuk menanggulangi
sampai pada akar permasalahannya maka akan menjadi problem yang
berkepanjangan.
Bentuk-bentuk pengumpulan massa yang dapat menciptakan konflik horizontal
maupun konflik vertikal harus dapat diantisipasi guna mendapatkan solusi tepat dan
dapat meredam segala bentuk konflik yang terjadi. Kepemimpinan dari tingkat elit
politik nasional hingga kepemimpinan daerah sangat menentukan untuk
menanggulangi konflik pada skala dini.
Upaya mengatasi disintegrasi bangsa perlu diketahui terlebih dahulu karakteristik
proses terjadinya disintegrasi secara komprehensif serta dapat menentukan faktor-
faktor yang mempengaruhi pada tahap selanjutnya.
Fenomena disintegrasi bangsa bila dicermati adanya gerakan pemisahan diri
sebenarnya sering tidak berangkat dari idealisme untuk berdiri sendiri akibat dari
ketidakpuasan yang mendasar dari perlakuan pemerintah terhadap wilayah atau
kelompok minoritas seperti masalah otonomi daerah, keadilan sosial, keseimbangan
pembangunan, pemerataan dan hal-hal yang sejenis.

5
Kekhawatiran tentang perpecahan (disintegrasi) bangsa yang dapat digambarkan
sebagai penuh konflik dan pertikaian, gelombang reformasi yang tengah berjalan
menimbulkan berbagai kecenderungan dan realitas baru. . Banyak lahir sejumlah
tuntutan daerah-daerah kecil agar mendapatkan otonomi yang lebih luas atau merdeka
yang dengan sendirinya makin menambah problem, manakala diwarnai terjadinya
konflik dan benturan antar etnik dengan segala permasalahannya.

Faktor-Faktor Disintegrasi Nasional sebagai berikut:


a) Masyarakat bersifat heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-faktor
kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah,
agama yang dianut, ras dan sebagainya.
b) Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang
merongrong keutuhan, kesatuan dan persatuan bangsa, baik yang berasal dari
dalam maupun luar negeri.
c) Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-
hasil pembangunan menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di
masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme
dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa.
d) Adanya paham etnosentrisme di antara beberapa suku bangsa yang
menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah budaya
suku bangsa lain.
e) Hak-hak minoritas senantiasa melekat pada fakta pengaturan keanekaragaman
yang ada. Apabila pengaturan nasional berorientasi pada kebijakan kebudayaan
seragam dan sentralistis maka fakta pluralisme, diferensiasi, dan hirarki
masyarakat dan kebudayaan akan meningkat. Dalam kondisi ini hak-hak
minoritas akan terabaikan karena tertutup oleh kebijakan negara yang
terkonsentrasi pada kekuasaan sentralistis. Namun, apabila pengaturan tersebut
adalah demokratis dan/atau multikuluralistis maka hak-hak minoritas akan
semakin dihargai. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa upaya membangun
bangsa yang multikultural itu berhadapan dengan tantangan berat, yaitu fakta
keenekaragaman yang luas dalam konteks geografi, populasi, sukubangsa,
agama, dan lainnya. Oleh karena itu membangun negara-bangsa yang
multicultural nampaknya harus dibarengi oleh politik pengaturan dan sentiment
kebangsaan yang kuat.
f) Perekat integrasi nasional yang selama ini terjadi seperti politik penyeragaman
nasional dan konsentrasi kekuasaan yang besar sesungguhnya adalah hal yang
lumrah dalam politik pemeliharaan Negara bangsa. Namun, mekanisme

6
pengaturan nasional ini terganggu ketika seleksi global pernyataan saya ini
dipengaruhi oleh prinsip alamiah proses seleksi alam dalam evolusionisme
tidak lagi menghendaki (not favour) bentuk negara-bangsa sebagai bentuk
pengaturan nasional pada abad yang baru ini. Kondisi negeri kita yang serba
lemah di berbagai sektor mempermudah kita menjadi rentan untuk tidak lagi
dikehendaki dalam proses seleksi global.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Pluralisme adalah suatu paham atau pandangan hidup yang mengakui dan
menerima adanya kemajemukan atau keanekaragaman dalam suatu
kelompok masyarakat.
2. Pluralisme agama dapat juga dipandang sebagai suatu berkah karena dapat
berpotensi sebagai sumber kekuatan manakala potensi itu dapat dikelola
dan dikembangkan ke arah pencapaian kesejahteraan dan persatuan bangsa.
3. Integrasi bangsa adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan
perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan
keselarasan secara nasional
4. Masalah disintegrasi sangat kompleks sebagai akibat akumulasi
permasalahan Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan yang
saling tumpang tindih, apabila tidak cepat dilakukan tindakan-tindakan
bijaksana untuk menanggulangi sampai pada akar permasalahannya maka
akan menjadi problem yang berkepanjangan.

3.2 Saran
1. Dalam masyarakat yang majemuk (suku, ras, bahkan agama), sikap
toleransi dan saling menghargai antara satu dengan yang lain mestilah
dijaga dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian
keberadaan agama-agama, semestinya dihargai dan diakui eksistensinya.
2. Pluralisme agama bukan hal yang perlu dijadikan sumber masalah
melainkan sebaliknya, harus disyukuri karena keberagaman ini dapat
menumbuhkan kekayaan budaya.
3. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam
aspek kehidupan dan pembangunan bangsa yang mencerminkan keadilan
bagi semua pihak, semua wilayah. Upaya bersama dan pembinaan integrasi
nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan bijaksana, serta efektif.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Syafii Maarif, Ahmad.Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan


Kemanusiaan.Bandung.PT Mizan Pustaka.2009
2. Kamus Besar Bahasa Indonesia
3. Taniredja, Tukiran. Pendidikan Kewarganegaraan.Bandung.Alfabeta.2012

Anda mungkin juga menyukai