Adian Husaini, Islam Liberal, Pluralisme Agama dan Diabolisme Intelektual, (Surabaya:
Risalah Gusti, Cet. I, 2005), p. 2012
5
A.S Hornby, Oxford Advanced Leaners Dictionary of Corrent English, (London:
Oxford University Press, 1983, Cet. 11), hal. 889;
6
teorinya, John Hick merumuskan sebuah revolusi teologis dari pemusatan agamaagama menuju pemusatan tuhan (the transformation from religion-centredness to
God-centerdness). Selain itu, Hick juga memandang bahwa agama-agama adalah
realitas dari tanggapan budaya manusia yang berbeda-beda dari Satu Yang Nyata
(The Real).11 Dengan teorinya ini, Hick ingin menegaskan bahwa kebenaran
agama tidaklah monolitik atau tunggal tapi bersifat plural sesuai dengan jumlah
tradisi-tradisi atau ajaran-ajaran agama yang melaluinya manusia melakukan
respon terhadapnya.12
Berbeda dengan teologi global, kesatuan transenden agama-agama
(Transcendent Unity of Religion) lahir sebagai kritik terhadap globalisme dan
modernitas Barat yang anti agama. Pengusungnya yang terkenal adalah Fritchof
Schuon. Ia membagi agama-agama kepada dua hakikat; eksoterik (lahiriyah), dan
esoterik (bathiniyah). Dari sudut pandang ini, agama-agama seperti; Islam,
Kristen, Yahudi, Hindu, Budha dll merupakan bentuk lahiriyah (eksoterik) yang
dipisahkan oleh garis horizontal dan bertemu pada hakikat esoterik. 13
Dari pemaparan di atas dapat di lihat bahwa pandangan ini ingin
mengantarkan manusia kepada sebuah kesepakatan bahwa semua agama
merupakan manifestasi-manifestasi dan bentuk-bentuk yang beragam dari hakikat
esoterik yang tunggal. Dari sudut pandang ini dimensi esoterik merupakan sesuatu
yang absolut dan dimensi eksoterik bersifat relatif agar agama-agama dapat
berkoeksistensi satu sama lainnya.14
11
John Hick, Tuhan Punya Banyak Nama, Terj. Amin Maruf dan Taufik Aminuddin,
(Interfidei, Cet. 1, 2006), hal. 65
12
Lebih jelasnya, baca: Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama; Tinjauan Kritis
(Jakarta: Perspektif; Kelompok Gema Insani, 2007), hal. 83
13
Lih: gambaran Huston Smith, dalam pengantar buku Schuon, Frithjof Schuon, The
Transcendent Unity of Religions, (Quest Book Theosopical Publishing House, Cet. 2, 1993), hal.
xii
14
Lebih jelasnya, Lih: Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama, hal. 117-118
Dari dua tokoh barat ini kemudian di usung dan disebarkan oleh
cendikiawan Jaringan Islam Liberal indonesia, seperti Nurcholis Madjid, yaitu
dengan meluncurkan gagasan sekularisme dan ide-ide teologi inklusif-pluralis
kemudian di sebarkan melalui media seperti Kompas, Koran tempo, republika,
dan majalah-majalah lainnya. 15 sehingga tidak heran kalau sekarang ini pemikiran
Nurcholis Madjid diikuti oleh banyak cendikiawan muslim, seperti Ulil Absar
Abdallah, yang menyatakan semua agama sama. Semuanya menuju jalan
kebenaran, jadi, Islam bukan yang paling benar.16 Budy Munawar Rahman juga
menegaskan bahwa pluralisme agama sebagai paham yang menyatakan semua
agama mempunyai peluang untuk memperoleh keselamatan pada hari akhirat,
dengan kata lain, pluralisme agama memandang bahwa selain agama islam, yaitu
pemeluk agama lain mempunyai peluang untuk memperoleh keselamatan. 17
Dari Jaringan Islam Liberal, Abdul Munir Mulkhan juga menambahkan
jika semua agama memang benar sendiri, penting diyakini bahwa surga Tuhan
yang satu itu sendiri yang terdiri banyak pintu dan kamar. Tiap pintu adalah jalan
pemeluk tiap Agama memasuki kamar surganya. Syarat memasuki surga ialah
keikhlasan pembebasan manusia dari kelaparan, penderitaan, kekerasan dan
ketakutan, tanpa melihat agamanya, inilah jalan universal surge bagi semua
agama. 18
Dari pemaparan para tokoh di atas nampaknya secara konseptual masih
bermasalah, sebab pada tingkat esoteric terdapat mendasar antara islam dengan
agama-agama lain, pemikiran Frithjof Schuon dan pengikutnya di indonesia
nampaknya di dorong oleh suatu motif agar antar agama-agama yang ada di dunia
ini tidak terjadi pertentangan. Tapi teorinya cenderung membenarkan semua
agama. pemebenarannya itu bukan berdasarkan pada wahyu, tapi intelek.
15
1.
19
25
M.Hamid, Gus Gerr Bapak Pluralisme dan Guru Bangsa, (Yograkarta: Gedung
Galangpress Center, Cet. I, 2010), p.80
muslim haram dan berdosa mengikutinya, sebab dalam acara natal, mengandung
unsur ibadah Kristiani. Sehingga dapat merusak aqidah dan keimanan umat Islam.
Selain itu Ketua MUI menegaskan meski tidak mengucapkan selamat Natal,
umat Islam harus tetap menghormati perayaan Natal. Tapi tetap di dalam batasanbatasan ajaran agama islam.
Selamat natal pada hakekatnya merupakan ucapan kepada umat Nasrani
yang tengah merayakan kelahiran yesus. Islam dan Kristen memiliki pemaknaan
yang berbeda tentang nabi Isa. Islam menolak Trinitas sebagai bentuk pengakuan
Isa adalah anak tuhan. Degnan ucapan selamat dan menghadiri natal bisa
menyebabkan seseorang muslim menepis ajaran Islam yang menyakini Isa
hanyalah seseraogn Nabi. Jadi yang paling mendasar tentang haramnya ucapan
selamat natal adalah karena Yesus Kristus mereka di pandang sebagai putra tuhan.
Pahal dalam Al-Quran surat Maryam di jelaskan: Hampir saja langit pecah,
dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh, (karena ucapan itu), karena
mereka menganggap (Allah) yang Maha Pengasih mempunyai anak. Dan tidak
mungkin bagi (Allah) yang Maha Pengasih mempunyai anak. 26
Ucapan selamat natal tersebut juga merupakan syubhat yang harus di
tinggalkan Karena dampaknya terhadap masyarakat Islam secara luas lebih
banyak mendatangkan mudharatnya dari pada manfaatnya. Seperti dalam kaidah
usul fiqh yang artinya menolak kerusakan lebih di dahulukan dari pada
mendatangkan kebaikan. Maka dari itulah MUI mengharamkan umat islam
mengikuti natal, karna dapat merusak aqidah dan iman. Selain itu juga Dalam
buku Tanya Jawab Agama Jilid II, oleh Tim PP Muhammadiyah Majlis Tarjih,
yang diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah (1991), hal. 238-240, sudah
diterangkan, hukum menghadiri perayaan Natal bersama adalah Haram.
Muhammadiyah dalam hal ini juga mengacu kepada fatwa MUI itu.27
) 09(
27
http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/12/25/mfl8g0-ipw-nilaipengamanan-natal-terlalu-berlebihan
dengan ajaran-ajaran non islam, sehingga makna ajaran islam menjadi hilang.
Seperti kata-kata Salom Ilaihi yang sering digunakan oleh orang Kristen,
disamakan dengan salam yang ada dalam islam, karna mernurut tokoh pemuka
agama ini kata-kata salam dalam Kristen dengan islam sama, hanya berbeda
bahasa saja.28
Pernyataan tokoh pemuka agama di atas, yang menyamakan makna Salam
Kristen dengan salam yang ada dalam Islam, hanya berbeda Bahasa saja, Salom
Ilaihi menggunakan bahasa ibrani, sedangkan salam yang digunakan dalam islam
menggunakan Bahasa Arab. Dari hal ini, rasulullah SAW bersabda:
Dari Abu Hurairah R.A. , Rasul shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Janganlah kalian awali megucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani. Apabila
kalian bertemu salah seorang mereka di jalan, maka pepetlah hingga ke
pinggirnya. (HR. al- Muslim dari Abu Hurairah)
Dari hadist di atas dapat di ketahui bahwa seorang muslim tidak
diperkenankan untuk mengucapkan salam kepadan non muslim apabila bertemu,
apabila menghadiri perayaan Non-Muslim (Natal). Dari sini dapat dilihat
bagaimana ucapan salam dalam islam memiliki perbedaan dan tidak sembarangan
digunakan dalam bergaul. Karena hanya orang-orang sesama muslim yang bisa
digunakan, di luar orang muslim hukumnya haram, sebagaimana yang di katakana
oleh Imam Nawawi dalam hadist di atas Larangan yang disebutkan dalam hadits
di atas menunjukkan keharaman, Inilah yang benar bahwa memulai
mengucapkan salam pada orang kafir dinilai haram. (Syarh Shahih Muslim, 14:
145).
Selain masalah mengucapkan salam, tokoh pemuka agama ini juga
mengeluarkan pernyataan bahwa ( panggilah Allah dengan
kasih sayang) Allah di sini, boleh juga di ganti dengan nama-nama yang baik
seperti, Sang Yang Wenang, Sang Yang Widi Wase, Sang Yang Wenang, boleh di
panggil Wisnu, boleh di panggil Siwa, bahkan kalau perlu yang Ngecet nama
Lombok itu namanya bagus, tidak apa-apa.29
Dari pernyataan di atas dapat di artikan bahwa seseorang tidak hanya
boleh memohon kepada Allah saja, akan tetapi boleh kepada Tuhan siapapun
selama menurut seseorang itu bagus. Pernyataan demikian tentunya
28
Nuril Arifin, Ceramah Perayaan Natal Gereja Bethany Indonesia, (Tayu, Pati, 9 Desember,
2013), https://www.youtube.com/watch?v=FGBXVzbPTdQ.
29
Nuril Arifin, Ceramah Perayaan Natal Gereja Bethany Indonesia, (Tayu, Pati, 9
Desember, 2013), https://www.youtube.com/watch?v=FGBXVzbPTdQ.
31
10
Mughnil Muhtaj, Juz I hal. 232: Wa la yajuzu an-yuammina ala dua-ihim kama
qalahu ar-Rauyani li-anna duaal kafiri ghairul maqbuli.34
Menyikapi masalah doa bersama antara pemeluk agama tersebut, Majelis
Ulama Indonesia (MUI) kemudian mengeluarkan Fatwa pada 17 Juni 2009 lalu.
Dimana intinya, MUI mengatakan doa adalah ibadah. an, doa bersama kaum non
muslim tidak dikenal dalam ajaran Islam dan menyatakan itu bidah atau
menambah-nambah ketentuan agama. kemudian MUI membuat fatwa karena
banyak di sejumlah acara resmi kemasyarakatan mau-pun kenegaraan terkadang
dilakukan doa oleh umat Islam Indonesia dalam bentuk doa bersama dengan
penganut agama lain pada satu tempat yang sama. Kejadian itu menurut MUI
menimbulkan pertanyaan dari masyarakat sehingga MUI perlu mengeluarkan
fatwa untuk dijadikan pedoman.35 Berikut fatwa MUI, Pertama: Doa bersama
yang dilakukan oleh orang Islam dan non-muslim tidak dikenal dalam Islam. Oleh
karenanya, termasuk bidah. Kedua: Doa Bersama dalam bentuk Setiap pemuka
agama berdoa secara bergiliran maka orang Islam haram mengikuti dan
mengamini doa yang dipimpin oleh non-muslim. Ketiga: Doa Bersama dalam
bentuk Muslim dan non-muslim berdoa secara serentak (misalnya mereka
membaca teks doa bersama-sama) hukumnya HARAM. Keempat: Doa Bersama
dalam bentuk Seorang non-Islam memimpin doa maka orang Islam HARAM
mengikuti dan mengamininya. Kelima: Doa Bersama dalam bentuk Seorang
tokoh Islam memimpin doa hukumnya mubah. Keenam: Doa dalam bentuk
Setiap orang berdoa menurut agama masing-masing hukumnya mubah.36
Dari penjelesan ini bisa kita pahami bahwa, Jika doa bersama semacam
ini terjadi dalam kehidupan sosial, khususnya ummat Islam. maka masyarakat
akan dibingungkan, kepada Tuhan yang mana doa itu dipanjatkan. Doa bersama
versi pluralism agama, secara aqidah juga membahayakan bagi ummat muslim,
karena doa dalam Islam merupakan ibadah kepada Allah S.W.T.
11
37
Nicolas J. Woly, Perjumpaan di serambi Iman (Jakarta: Gunung Mulia, 2008), p.1
WAMY, Gerakan keagamaan dan pemikiran, (Jakarta: Al-Itishom, 2011), p. 419
39
Ibid, p. 325
40
Sami bin Abdullah al-Maghlouth, Atlas Agama-Agama (Jakarta: Almahira, 2011), h.
38
526
41
12
dapat dipindah, untuk melambangkan mulut dewa yang melahap sajian yang
berada dihadapannya.
Sebelum beribadah, orang Hindu mengawalinya dengan membersihkan
diri dan mengurangi makan atau berpuasa.44 Bentuk ibadah lain yang dilakukan di
dalam Hindu adalah dengan cara mengambil tempat duduk, berjongkok atau
berlutut di depan Tuhan-nya, dengan menyusun sepuluh jari, menyembah dan
mengucapkan kata doa yang biasanya diambil dari ayat-ayat Veda45 dengan cara
merendahkan diri dan menahan nafas sedapat-dapatnya. Sembahyang ini
dilakukan tiga kali dalam sehari diiringi dengan pemberian korban apa saja
(sesaji) untuk ruh-ruh para leluhur.46 Sebab, tanpa korban, ruh-ruh orang mati
akan lenyap, dengan demikian hilanglah kebesaran suatu keluarga selamanya.
Korban atau sesaji adalah makanan untuk nenek moyang, dan Tuhan agni-lah
(dewa api) yang membawanya kepada mereka. Orang yang tidak memberikan
korban dianggap sebagai orang yang meninggalkan kedua ibu bapaknya mati
kelaparan,47 dan pemberian sesajenatau korban biasanya dilakukan oleh kaum
wanita Hindu.48
Sedangkan dalam ajaran Konghucu, terdapat berbagai gambar dan patung
sesembahan di dalam tempat peribadatan mereka yang menunjukkan bahwa
penyembahan atau doa yang dilakukan oleh penganut Konghucu dilakukan
dengan perantara gambar dan patung-patung, yang merepresentasikan Tuhan
langit, Kong Fu Tse, ruh nenek moyang, tokoh sejarah dan para leluhur yang telah
pergi mendahului mereka.49 Penyembahan atas ruh nenek moyang, tokoh sejarah
dan para leluhur yang dilakukan oleh pemeluk agama Konghucu adalah sebuah
bentuk penghormatan dan pelayanan kepada mereka yang berdasar pada ajaran
etik agama tersebut. Dalam ajaran Konghucu, penghormatan dan pelayanan
terhadap orang tua tidak hanya dilakukaan ketika mereka masih hidup, namun
juga setelah mereka meninggal dunia.
Oleh sebab itu, mereka mempersembahkan sesaji atau korban berupa
buah-buahan, lauk pauk, kue, hewan kurban di depan patung-patung mereka.
Mereka juga menggunakan dupa karena memiliki makna harum semerbak, segala
doa, permohonan dan harapan yang keluar dari hati yang tulus kepada Tuhan yang
maha kuasa diringi dengan semerbak dupa. Begitu juga lilin digunakan sebagai
44
13
penerang jiwa dan batin, dan sebagai pelita dalam menjalani kehidupan.50 Di sisi
lain, dalam beribadah, Konfusius menghadapkan diri pada dewa yang paling besar
atau dewa langit, ia berdoa dalam diam, dan tidak mau memohon nikmat serta
pengampunan Tuhan. Bagi Konfusius, berdoa tidak lebih dari wujud kedisiplinan
masing-masing individu.51
Dalam agama Kristen dua pola besar ibadat. Pertama, ibadat model
liturgis yang sangat tergantung pada serangkaian pola ibadat, atau yang disebut
liturgi, atau yang telah dikuduskan melalui pelaksanaanya dalam jangka waktu
lama. Unsur-unsur pokok ibadat dalam gereja Ortodoks Timur, misalnya,
disesuaikan dengan ibadat pada abad keempat. Kedua, ibadat non-liturgis yaitu
cara yang dipakai oleh sebagian besar gereja-gereja Protestan. Di sini kebebasan
beribadat dalam nyanyian pujian, doa spontan, pembacaan Alkitab dan khotbah.52
Dari segi isinya, doa dalam Kristen juga dibedakan menjadi dua, Pertama, pujisyukur yang dalam bahasa kuno disebut eukharistia yang merupakan tanggapan
manusia atas segala anugerah Tuhan. Kedua, permohonan yang bukan berarti
meminta-minta, namun permohonan yang di dalamnya terdapat pengakuan dan
pernyataan akan kelemahan dan kemiskinan manusia.53 Sembahyang tidak
ditentukan oleh bilangan yang jelas, tetapi dengan konsentrasi pada sembahyang
subuh dan sore. Dalam tradisi Kristen, sembahyang adalah doa-doa tasbih dan
nyanyian-nyanyian.54
Di dalam Islam, seorang muslim diwajibkan mengikuti syarat, tata cara
dan adab berdoa sebagaimana yang ditetapkan oleh Allah swt sebagai objek dari
doa. Syarat yang paling utama dan urgen adalah ikhlas, mengikuti tuntunan
Rosulullah saw, percaya kepada Allah dan yakin bahwa doanya akan dikabulkan
oleh Allah dan memahami bahwa semua kebaikan dan barokah ada di sisi Allah,
khusyu dan mantap atau bersungguh-sungguh dalam berdoa. 55 Di samping itu,
Al-Quran dan hadist banyak menyebutkan adab dan tata cara berdoa ini, misalnya
dengan cara merendahkan diri dan menggunakan suara yang lembut atau tidak
kasar,56 harus disertai dengan iman dan amal saleh,57 menghindari makanan,
minuman dan pakaian yang diperoleh dari cara-cara yang tidak halal (haram),58
penuh keyakinan dan tidak ragu-ragu, tidak tergesa-gesa agar doa segera
dikabulkan,88 tidak mendoakan yang jelek kepada diri sendiri, keluarga, harta dan
50
14
59
15
Diambil dari hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad: (litalama yahd anna f
dnina fushatan inn ursiltu bi-hanfiyya samha), Ahmad bin Hanbal Abu Abdullah as-Syaibani,
Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz: 6, (Qohirah: Muassasah Qurtubah), hal. 116; dan juga dari
Bukhori: (ahabbu ad-din ila Allah al-hanifiyah samhah), Abu Abdullah Muhammad Ismail bin
Ibrahim bin al-Mughiroh al-Bukhori, al-Jami as-Shahih al-Musnad min Ahadits ar-Rasul
salallahu alaihi wa sallam wa Sunanihi wa Ayyamihi, Juz: 1, Kitab: al-Iman, Bab: ad-Din
Yusrun, (Beirut: Daar al-Kitab al-Islami), hal. 68
65
66
Abu Yusuf Yaqub bin Ibrahim, Kitab al-Kharraj, (Daar Syuruq, Cet. 1, 1405), Tahqiq.
Dr. Ihsan Abbas, hal. 278-279
67
Teks Piagam madinah ini bisa dilihat di: Ibn Hisyam, al sirah al nabawiyyah,
Tahqiq: Musthafa al saqa (mesir :maktabah wa matbaah Musthafa al-babi al-halabi, cet.2 1375),
bag.1, hal. 501
68
Bukan hanya Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani), tetapi Majusi, dan agama-agama
pagan lainnya, juga diperlakukan sama dengan Ahli Kitab untuk membayar Jizyah, hal itu
berdasarkan hadist : Sunnu bihim Sunnata Ahli Kitab, Lih: Malik bin Anas, Muattha,Juz: 2, Bab:
Jizyah Ahli Kitab wa al-Majus, Tahqiq: Muhammad Musthafa al-azhami, (Muassasah Zayid bin
Sulthan Al Nahyan, Cet. 1, 1425) , hal. 395; Jizyah tersebut bukanlah sanksi orang-orang nonMuslim karena tidak mau masuk Islam melainkan karena mereka tidak hak dan kewajiban militer,
dan jizyah tersebut sebagai imbalan atas perlindungan yang mereka peroleh dari Negara Islam.
Jizyah tersebut hanya dibebankan kepada pria yang sehat, namun apabila ia ikut serta dalam
perang bersama ummat Islam, maka ia bebas dari Jizyah.
16
69
Muhammad bin Jarir at-Thabari Abu Jafar, Tarikh al-Umam wa al-Mulk, Juz: 2,
(Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiyah, Cet. 1, 1407 H), hal. 449
17
71
72
Q. S: Ibrahim: 24
73
Hikmat bin Basyir bin yasin, Samahatu al-Islam fi at-Taamul maa Ghair al-Muslimin,
(Kulliyat al-Quran wa ad-Dirasat al-Islamiyah: al-Jamiah al-Islamiyah, al-Madinah alMunawwarah), hal. 2
18
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pertama: paham
pluralisme agama tidak bisa bisa diartikan sebagai toleransi dalam beragama atau
saling menghormati. Selain itu dalam pluralisme agama baik itu dalam global
teologi maupun kesatuan transenden agama-agama karena bertujuan untuk
merelatifkan kebenaran agama-agama, sehingga paham ini memandang bahwa
semua agama adalah sama.
Kedua: islam tidak menganut paham pluralisme agama, akan tetapi
menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, baik ketika umat islam sebagai minoritas
maupun sebagai mayoritas. Karena dalam hadist maupun dalam sejarah peradaban
Islam, umat islam sudah menjalankan kehidupan damai antar pemeluk agama.
Referensi
Berbahasan Indonesia
Lumintang, Stevri, Teologi Abu-Abu Pluralisme Iman. (Malang . YPPII. Cet.
Pertama. 2002).
19
Djohan,
Merayakan
Kebebasan
Beragama,
(Jakarta:
Indonesia
20
Zarkasy, Hamid Fahmi, Liberalisasi Pemikiran Islam, (Jawa Timur, Center for
Islamic and Occidental Studies, Cet. II, Maret, 2010)
Samples, Kenneth R., The Callange of Religious Pluralism dalam The Christian
Research, Summer 1990.
Ujan , Andre Ata dkk, Multikultural Belajar Hidup Bersama Dalam Perbedaan,
(Jakarta Utara: PT Indeks, Cet. II, 2009)
Muchtar, Rusdi, Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia 1, (Jakarta: Balai
Penelitian dan pengembangan Agama Jakarta, Cet. 1, September, 2009)
Hefner, Robert W., Politik Multikulturalisme Menggugat Realitas Kebangsaan,
(Yograkarta: Kanisius, 2007)
Husaini , Adian, Wajah Peradaban Barat dari Hegemoni Kristen Ke Dominasi
Sekuler-Liberal, (Jakarta: Gema Insani Press, Cet. I, 2005)
Zarkasy ,Hamid Fahmi, Liberalisasi pemikiran Islam, Gerakan Bersama
Missionaris Orientaslis dan Kolonialis, (Ponorogo: Center for Islamic and
Occidental Studies, Cet. II, Maret, 2010)
Hidayat, Komaruddin dkk. Agama Masa Depan Perspektif Filsafat Perennial,
(Jakarta: Gramedia Pustaka, Maret, 2003)
Muammar, Khalif , Islam dan Pluralisme Agama, (Malaysia: Center for Advance
Studies on Islam Science and Civilisation, Februari, 2013)
Hasib, Kholil,
Internet
http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/12/25/mfl8g0-ipw-nilaipengamanan-natal-terlalu-berlebihan
21
22