Anda di halaman 1dari 13

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN PAI MULTIKULTURAL

Makalah
Dipresentasikan pada Forum Seminar Kelas
Mata Kuliah “Pengembangan Kurikulum PAI Multikultural”

Semester III
Oleh:

RUSMAN : 2186 2082 025

SITTI SUBUH : 2186 2082 029

Dosen Pemandu :

Dr. Muhammad Tang, S.Hi.,M.Si

PROGRAM PASCASARJANA
STAI AL-FURQAN MAKASSAR

2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan sesorang. Pendidikan lah
yang menentukan dan menuntun masa depan dan arah hidup seseorang. Walaupun tidak semua
orang berpendapat seperti itu, namun pendidikan tetaplah menjadi kebutuhan manusia nomor
satu. Bakat dan keahlian seseorang akan terbentuk dan terasah melalui pendidikan. Pendidikan
juga umumnya dijadikan tolak ukur kualitas setiap orang. Sejak zaman penjajahan, bangsa
Indonesia telah memiliki kepedulian terhadap pendidikan. Namun pelaksanaannya masih
diwarnai oleh kepentingan politik kaum penjajah, sehingga tujuan pendidikan yang hendak
dicapaipun disesuaikan dengan kepentingan mereka.

Dalam ajaran Islam, manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang paling sempurna.
Makhluk lain tidak ada yang memiliki kesempurnaan, baik ditinjau dari aspek fisik maupun
psikisnya. Anugerah paling agung yang dimiliki manusia adalah intelektualitas. Dengan
anugerah intelektualitas, manusia mampu menghasilkan cipta, karya dan karsa yang
beranekaragam. Berbagai bentuk karya telah dihasilkan oleh manusia baik bahasa, budaya,
etnisitas bahkan dalam hal memilih keyakinan.

Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Hal ini dapat dilihat dari
kondisi sosio-kultur maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Saat ini, jumlah pulau
yang ada di Indonesia sekitar 17.491 pulau, baik pulau yang besar maupun yang kecil. Populasi
penduduknya berjumlah lebih dari 271.349.889 jiwa. Terdiri dari 300 suku yang menggunakan
hampir 718 bahasa daerah yang berbeda. Selain itu mereka juga menganut agama dan
kepercayaan yang beragam seperti Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu serta
berbagai macam aliran kepercayaan.

Kerangka dasar dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam berbasis


multikultural adalah Tauhid. Pengembangan  Kegiatan Proses Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam berbasis multikultural, memiliki karakteristik utama yaitu  belajar hidup dalam perbedaan,
membangun saling percaya, memelihara saling pengertian, menjunjung sikap saling menghargai,
dan terbuka dalam berpikir, apresiasi dan interdependensi dan resolusi konflik. Pendidikan
multikultural harus diorientasikan pada pembangunan moral (moral building) peserta didik, dan  
seorang pendidik meski bisa menjadi uswatun hasanah bagi peserta didik.Pendidikan Agama
Islam berbasis multikultural diharapkan melahirkan peradaban yang bersifat toleransi,
demokrasi, kebaikan, tolong-menolong, tenggang rasa, keadilan, keindahan, keharmonisan, dan
nilai-nilai kemanusiaan lainnKurikulum ibarat sebuah bangunan yang harus mempunyai pondasi
yang kokoh agar bangunan diatasnya dapat berdiri dengan tegak dan kuat, tidak murah roboh.
Dan yang paling penting adalah dapat memberikan kenyamanan bagi yang tinggal didalamnya.
Meskipun dari latar belakang yang beragam. Pondasi tersebut adalah landasan-landasan,
sementara kurikulum adalah bangunan rumahnya yang bertujuan agar mampu memberikan
kenyamanan dan kemudahan bagi siswa yang menuntut ilmu dan menjadikannya produk yang
berguna bagi dirinya sendiri, bangsa, agama, masyarakat dan negaranya. Apabila pondasi atau
landasan bangunan rumah itu lemah, maka akan menyebabkan bangunan rumah tersebut jadi
ambruk, sedangkan apabila pondasi atau landasan kurikulum yang lemah dalam pendidikan
maka yang ambruk adalah SDM- nya atau manusianya.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam proses pengembangkan kurikulum


khususnya Pendidikan Agama Islam harus membutuhkan landasan yang didasarkan pada
hakikat manusia itu sendiri, agar supaya perancangan dalam pengembangan kurikulum sesuai
dengan potensi yang dimiliki oleh setiap individu. Salah satu landasan yang berkaitan dengan
pengembangan kurikulum adalah landasan psikologis, yaitu landasan yang mengacu dan
didasarkan pada aspek individu siswa itu sendiri yang didalamnya memiliki potensi
(keunikan), latar belakang, bahasa, agama, suku dan ras berbeda -beda yang harus
dikembangkan, dihargai, dan dihormati. Oleh karena itu dengan adanya latar belakang yang
beragam tersebut dapat berimplikasi pada tipe/gaya belajar siswa yang berbeda-beda, sebab
siswa dalam proses pendidikan merupakan seorang individu yang sedang berada dalam
proses perkembangan baik itu fisik, intelektual, social, emosional, moral, mental, dan
sebagainya.
Keanekaragaman budaya, suku, agama, ras, bahasa dan latar belakang bukanlah
menjadi suatu hambatan dalam proses pendidikan atau memanusiakan manusia yang
beradab. Kemajemukan dan keragaman budaya menjadi simbol dan kekuatan bagi bangsa
untuk mengeksporasi perbedaan sebagai rahmat bagi semesta alam. Pendidikan Agama Islam
sebagai kurikulum perlu menghadirkan model kurikulum yang dapat mewujudkan
pendidikan yang mampu menumbuhkan sikap toleransi sehingga timbul pengakuan terhadap
kebudayaan yang beraneka ragam sehingga mewujudkan pendidikan yang memberikan
pengakuan, penghargaan dan penghormatan terhadap perbedaan dan kesetaraan baik ras,
bahasa, suku, budaya dan agama. Oleh sebab itu , maka model pengembangan kurikulum
PAI yang dapat ditawarkan yaitu kurikulum PAI Multikultural.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka pemakalah memberikan rumusan
dan batasan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Kurikulum PAI Multikultural
2. Bagaimana Kebijakan Pemerintah dalam pengembangan Kurikulum PAI
Multikultural
3. Bagaimana Karasteristik Kurikulum PAI Multikultural

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan dan batasan masalah diatas maka dapat dikemukakan beberapa
tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana kurikulum PAI Multikultural
2. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan pemerintah dalam pengembanagan
kurikulum PAI Multikultural
3. Untuk mengetahui karasteristik kurikulum PAI Multikultural
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kurikulum PAI Multikultural
Dalam pengertia yang luas pendidikan sama dengan hidup, dalam artisegala situasi
dalam hidup yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang. Pendidikan juga dapat diartikan
sebagai keseluruhan pengalaman belajar setiap orang sepanjang hidup. Sehinga pendidikan
tidak berlangsung dalam batas usia tertentu tetapi sepanjang hudip manusia (Redja
Mudyahardjo, 2001: 45).
Sedang pendidikan multikultural secara etimologi terdiri dari dua kata, yaitu
pendidikan dan kultural. Pendidikan secara sederhana dan umum, bermakna sebagai usaha
untuk menumbuhkan dan mengembangkan pontensi-potensi bawaan, baik jasmani maupun
rohani, sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan. Multikultural
diartikan sebagai keragaman kebudayaan, aneka kesopanan (Mahfud, 2011: 22).
Secara terminologi, pendidikan multikultural meminjam pendapat Andesrsen dan
Cusher, bahwa pendidikan multikultural dapat diartikan sebagai pendidikan mengenai
kergaman kebudayaan. Sejalan dengan pemikiran di atas, Muhaimin el Ma’hady
berpendapat, bahwa secara sederhana pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai
pendidikan tentang keragaman kebudayaan dalam meresponi perubahan demografis dan
kultur lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan (global).
Pendidikan multikultural dapat juga diartikan proses pengembangan seluruh potensi manusia
yang menghargai pluralitas dan heteregonitasnya sebagai konsekuensi keragaman budaya,
etnis, suku dan aliran (agama) (Masngud, 2010: 19). Pengertian seperti ini mempunyai
implikasi yang sangat luas dalam pendidikan, karena pendidikan dipahami sebagai proses
tanpa akhir atau proses sepanjang hayat. Pendidikan juga dipamahami sebagai proses
memanusiakan manusia. Dengan demikian, pendidikan multikultural menghendaki
penghormatan dan penghargaan setinggitingginya terhadap harkat dan martabat manusia.
Pada era desentralisasi pendidikan, terjadi berbagai variasi dan jenis kurikulum pada
setiap satuan pendidikan karena masing-masing mengembangkan kurikulum, sehingga antara
satu sama lain boleh jadi berbeda. Namun demikian, perbedaan ini tetap berpedoman pada
Standar Nasional Pendidikan sehingga kemasan kurikulum yang berbeda-beda ini pada
akhirnya akan bermuara pada visi, misi dan tujuan yang sama-sama diinginkan.
Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal
36 ayat 1 disebutkan bahwa “Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu Standar
Nasional Pendidikan [SNP] untuk mewujudkan tujuan pendidkan nasional.” Pada Pasal 3
dijelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional untuk “pemberdayaan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, (memiliki nilai dan sikap), sehat berilmu, cakap, kreatif (berilmu pengetahuan),
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab (kecakapan
psikomotorik).1
Secara harfiah kata kurikulum merupaka kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu
curir yang artinya “pelari” dan curare yang berarti “tempat berpacu” 2 Sedangkan kurikulum
dalam konteks pendidikan, bermakna rute pegangan seorang pendidik dan anak didik untuk
melakukan perubahan serta mengembangkan IPTEK dari aspek kogitif, afektif dan
psikomotorik.3 Menurut Djunaidi Ghony kurikulum didefinisikan sebagai kesempatan
belajar, sesuatu terencana, yang ditawarkan kepada para siswa oleh lembaga pendidikan dan
para siswa memperoleh pengalaman, yang dihadapinya ketika kurikulum di
implementasikan. (Ghony, 2016:35).
Adapun Zakiah Daradjat memandang kurikulum sebagai suatu program yang
direncanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-
tujuan pendidikan tertentu (Ramayulis dan Samsul, 2010:192). Sementara menurut UU
No. 20 Tahun 2003, pengertian kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Berdasar definisi diatas, kurikulum pada hakikatnya suatu program yang direncanakan dan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Fadhil al-Jamaly; memberikan arti pendidikan islam sebagai upaya mengembangkan,
mendorong serta mengajak manusia lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi
dan kehidupan yang mulia sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna. Sedang Al-

1
Depdiknas, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta:
Depdiknas, 2003), hlm. 4

2
Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam(Jakarta: Kalam Muliya, 2009). Hlm. 192.

3
Baharun, Pengembangan Kurikulum : TEORI DAN PRAKTIK. Hlm. 90.
Toumy Al-Syaibany mendefinisikan bahwa pendidikan Islam sebagi usaha mengubah
tingkah laku dalam kehidupan baik individu atau masyarakat, serta berinteraksi dengan alam
sekitar melalui proses kependidikan berlandaskan nilai Islam (Haitami & Syamsul, 2012:32).
Menurut Andersen dan Cusher, pendidikan multikultural dapat diartikan sebagai
pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Sedang James Banks, mendefinisikan
pendidikan multikuitural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya, pendidikan
multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan (anugrah tuhan
/sunatullah) (Mahfud, 2014:175). Tidak jauh berbeda, Azra menjelaskan pendidikan
multikultural sebagai pengganti dari pendidikan interkultural diharapkan dapat
menumbuhkan sikap peduli dan mau mengerti atau adanya politik pengakuan terhadap
kebudayaan kelompok manusia, seperti toleransi, perbedaan etno-kultural dan agama,
diskriminasi, HAM, demokrasi dan pluralitas, kemanusiaan universal, serta subyek-subyek
lain yang relevan (Suryana dan Rusdiana, 2015:196-197).
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk / multikultural baik agama, bahasa,
suku, ras, serta budayanya . Untuk itu kurikulum pendidikan yang baik adalah kurikulum
yang didesain berbasis multikultural. Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam
multikultural bukan pekerjaan mudah, Melainkan harus memperhatikan anatomi, desain dan
prinsip dalam pengembangan kurikulum.

B. Kebijakan pemerintah Dalam Pengembnagan PAI Multikultural


Setelah bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, bangsa Indonesiapun
menunjukan kepeduliannya terhadap pendidikan. Hal itu terbukti dengan menempatkan usaha untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai tujuan nasional bangsa Indonesia. Sebagaimana tertulis
dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi : “Kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban duniayang berdasarkan kemerdekaan
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu susunan negara republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada :
Ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sesuai peraturan pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 Pendidikan agama dan
keagamaan Islam merupakan sesuatuyang wajib diajarkan pada semua jalur dan jenjang
pendidikan. Pelaksanaan pendidikan keagamaan Islam diatur dalam Peraturan Pemerintah
nomor 55 tahun 2007 tentang pendidkan agama dan keagamaan. Peraturan pemerintah ini
merupakan penjelasan lebih lanjut dari undang-undang RI nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
Adapun kebijakan pendididkan agama islam diantaranya:

1. Disahkan dan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional, oleh banyak kalangan dianggap sebagai titik awal kebangkitan
pendidikan nasional, termasuk pendidikan Islam di dalamnya. Hal ini karena secara
eksplisit UU tersebut menyebut peran dan kedudukan pendidikan agama (Islam), baik
sebagai proses maupun sebagai lembaga
2. Penyelesaian masalah mendasar tentu harus dilakukan secara fundamental.
Penyelesaian itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan perombakan secara
menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekular menjadi
paradigma pendidikan Islam. Hal ini sangat penting dan utama. Artinya, setelah
masalah mendasar diselesaikan, barulah berbagai macam masalah cabang
pendidikan dapat diselesaikan (yang antara lain dikelompokan menjadi masalah
aksesibilitas pendidikan, relevansi pendidikan, pengelolaan dan efisiensi, hingga
kualitas pendidikan)
3. Solusi Untuk Permasalahan Derivat (Turunan)
Permasalahan cabang dalam sistem pendidikan nasional kita diantaranya dapat
dikelompokan sebagai berikut:

1) Keterbatasan aksesibilitas dan daya tampung


2) Kerusakan sarana dan prasarana
3) Kekurangan tenaga guru
4) Kinerja dan kesejahteraan guru yang belum optimal
5) Proses pembelajaran yang konvensional
6) Jumlah dan kualitas buku yang belum memadai
7) Otonomi Pendidikan, Keterbatasan anggaran
8) Mutu SDM Pengelola pendidikan
9) Life skill yang dihasilkan belum optimal (Diknas Jabar. Makalah UPI EXPO
2006).
C. Karasteristik Kurikulum PAI Multikultural
Multicultural bila dikaitkan dengan pendidikan agama islam harus memperhatikan dasar
kurikulum pendidikan agama islam yang dikemukakan Ramayalus dengan mengutip
Herman. Pertama dasar psikologi yang digunakan untuk memenuhi dan mengetahui
kemampuan yang diperoleh dari pelajar dan kebutuhan anak didik. Kedua dasar sosiologis
unuk mengetahui tuntunan yang sah dari masyarakat. Dan ketiga dasar filosofis, untuk
mengetahui alam semesta yangkita hidup.
Adapun karasteristik kurikulum pendidikan agama islam multkultural adalah sebagai
berikut:
1. Beljar hidup dalam perbedaan
Hidup dalam perbedaan tentu saja dibangun dalam kehidupan bermasyarakat yang
yang beraneka ragam baik dalam prilaku dan sikap secara personal, maka
diperlukan saling menghargai satu dengan yang lainnya. Sebagaimana tercantum
dalam ayat 13 surah al hujurat yang menekankan bahwa Allah menciptkn manusia
yang terdiri dari berbagai jenis,suku bangsa, serta intrerpretasi yang berbeda-beda.
2. Membanagun tiga aspek Mutual. Yaitu saling membagun saling percaya trust,
saling memehami pengertian anderstanding, menjunjung sikap saling menghargai
respect,
3. Terbuka dalam berfikir (inklisuf). Peserta didik didorong untuk membangun dan
mengembangkan kemampuan berfikir sehingga tidak ada kejumudan dan
keterbelakangan dalam berfikir.
4. Apresiase dan interdependensi. Yang menekankan tatanan social yang care
(peduli)saling tolon menolong dalam kebajikan dan solidaritas.
5. Resolusi konflik dan rekonsiliasi dan nirkekerasan, konflik dalam brbagai hal
harus dihindari dan pendidikan harus mengfungsikan diri sebagai cara dalam
resolusi konflik. Adapun resolusi konflik belum cukup tanpa rekonsiliasi,yakni
upaya perdamaian melalui sarana pengampunan atau memaafkan.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Multikultural adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat
manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan
pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan
serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia.

Mengingat pentingnya pemahaman mengenai multi-kulturalisme dalam membangun kehidupan


berbangsa dan bernegara terutama bagi negara-negara yang mempunyai aneka ragam budaya
masyarakat seperti Indonesia, maka pendidikan multikulturalisme ini perlu dikembangkan.
Melalui pendidikan multikulturalisme ini diharapkan akan dicapai suatu kehidupan masyarakat
yang damai, harmonis, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana yang telah
diamanatkan dalam undang-undang dasar (Malik Fajar 2004).
DAFTAR PUSTAKA

Khasanah, Siti Zulfatun, & Zainal Arifin, “Implementasi Pengembangan Kurikulum di


SMP Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta”, dalam Tadris: Jurnal Pendidikan
Islam, Vol. 12, No. 1, 2017.
Depdiknas, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Jakarta: Depdiknas, 2003.

Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam(Jakarta: Kalam Muliya, 2009)

Baharun, Hasan, Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktik, 2017


Ghony, M. Djunaidi. 2016. Desain Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama
Islam
Multikultural, Makalah Kuliah S3 PAI Multikultural.Malang: Unisma.
Suryana, Yaya dan A. Rusdiana. 2015. Pendidikan Multikultural: Suatu Upaya
Penguatan Jati Diri Bangsa. Bandung: Pustaka Setia.
Ali Mudlofir, 2011. Aplikasi Pengembangan KTSP dan Bahan Ajar dalam Pendidikan
Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mansur, Rochihin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Multikultural
(Suatu Prinsip-Prinsip Pengembangan) Oleh Kependidikan Dan Keislaman, 10 (2016)

Anda mungkin juga menyukai