PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya pengembangan kurikulum merupakan proses untuk membuat
keputusan dan untuk merevisi suatu program pendidikan. Adanya keberagaman
model pengembangan kurikulum pada dasarnya hanya untuk mencapai satu tujuan
yaitu memperoleh perubahan yang lebih baik. Dalam mengembangkan kurikulum
berbasis multicultural, setidaknya mendasarkan pada pendapat pakar kurikulum
seperti Hilda Taba yang menyatakan bahwa kebudayaan adalah salah satu
landasan dalam pengembangan kurikulum. Murray Print yang menyatakan
Curriculum is a construct of that culture. Dengan demikian, pengembangan
kurikulum berbasis multicultural harus berpijak pada kebudayaan dalam
mengembangkan kurikulumnya.
Merupakan kenyataan yang tak bisa ditolak bahwa negara-bangsa Indonesia
yang terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, dan agama disebut sebagai
masyarakat "multikultural". Tetapi pada pihak lain, realitas "multikultural"
tersebut berhadapan dengan kebutuhan mendesak untuk merekonstruksi kembali
"kebudayaan nasional Indonesia" yang dapat menjadi "integrating force" yang
mengikat seluruh keragaman etnis dan budaya tersebut.
Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Hal
ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang begitu
beragam dan luas. Sekarang ini, jumlah pulau yang ada di wilayah negara
kesatuan republik indonesia (NKRI) sekitar 15.504 pulau besar dan kecil.
Populasi penduduknya berjumlah lebih dari 200 juta jiwa, terdiri dari 300 suku
yang menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda. Selain itu mereka juga
menganut agama dan kepercayaan yang beragam seperti Islam, Katolik, Kristen
Protestan, Hindu, Budha, Konghucu serta berbagai macam aliran kepercayaan.
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk
Indonesia adalah pemeluk Islam, 6,96% Protestan, 2,9% Katolik, 1,69% Hindu,
0,72% Buddha, 0,05% Kong Hu Cu, 0,13% agama lainnya, dan 0,38% tidak
terjawab atau tidak ditanyakan.
Keberpijakan pada keberagaman ini berlaku pula bagi pendidikan agama
Islam yang senantiasa dituntut mampu menjawab segala persoalan yang ada di era
modern ini. Lebih-lebih dalam menjawab persoalan peradaban di masyarakat
modern negeri ini yang masih mengedepankan emosional-eksklusivitas dalam
menjalankan budaya dan peradabannya. Sehingga akibat dari pola pikir semacam
ini, menjadikan kehidupan tidak harmonis, tidak seiring-sejalan, selaras, dan pola
hidup inklusif (terbuka) menjadi sesuatu barang yang langka dan mahal untuk
diwujudkan. Dengan demikian, merupakan tugas mulia seorang guru agama Islam
untuk berupaya menjawab persoalan tersebut dengan jalan mengembangkan
kurikulum berbasis multicultural dalam Pendidikan Agama Islam.
C. Tujuan
1. Konsep pengembangan kurikulum
2. Konsep kurikulum berbasis multikultural
3. Pengembangan kurikulum PAI berbasis multikultural dalam teori dan paktiknya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
1. Pengembangan kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar
yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan yang
diinginkan dan menilai hingga mana perubahan-perubahan itu telah terjadi pada
diri siswa.
2. Pendidikan multicultural sebagai perspektif yang mengakui realitas politik,
social, dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu dalam pertemuan
manusia yang kompleks dan beragam secara kultur, dan merefleksikan pentingnya
budaya, ras, seksualitas, dan gender, etnisitas, agama, status social, ekonomi, dan
pengecualian-pengecualian dalam proses pendidikan. Dengan demikian,
kurikulum pendidikan berbasis multicultural adalah sebuah kurikulum yang
mengacu pada keragaman budaya, yang mana kurikulum tersebut senantiasa
mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan (anugerah tuhan/sunatullah).
3. Dalam rangka membangun keberagamaan inklusif di sekolah ada beberapa
materi pendidikan agama Islam yang bisa dikembangkan dengan nuansa
multikultural.
DAFTAR PUSTAKA