Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 
Kerukunan beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan aset dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam perjalanan sejarah bangsa,
Pancasila telah teruji sebagai alternatif yang paling tepat untuk mempersatukan
masyarakat Indonesia yang sangat majemuk di bawah suatu tatanan yang inklusif dan
demokratis. Sayangnya wacana mengenai Pancasila seolah lenyap seiring dengan
berlangsungnya reformasi.
Berbagai macam kendala yang sering kita hadapi dalam mensukseskan kerukunan
antar umat beragama di Indonesia, dari luar maupun dalam negeri kita sendiri. Namun
dengan kendala tersebut warga Indonesia selalu optimis, bahwa dengan banyaknya agama
yang ada di Indonesia, maka banyak pula solusi untuk menghadapi kendala-kendala
tersebut. Dari berbagai pihak telah sepakat untuk mencapai tujuan kerukunan antar umat
beragama di Indonesia seperti masyarakat dari berbagai golongan, pemerintah, dan
organisasi-organisasi agama yang banyak berperan aktif dalam masyarakat.
Agama itu kemudian Allah turunkan secara berkesinambungan kepada para Nabi
dan Rasul-rasul berikutnya. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang
terdiri dari beragam agama. Kemajemukan yang ditandai dengan keanekaragaman agama
itu mempunyai kecenderungan kuat terhadap identitas Agama masing- masing dan
berpotensi konflik. Indonesia merupakan salah satu contoh masyarakat yang
multikultural.
Multikultural masyarakat Indonesia tidak satu saja kerena keanekaragaman suku,
budaya,bahasa, ras tapi juga dalam hal agama. Agama yang diakui oleh pemerintah
Indonesia adalah agama islam, Katolik, protestan, Hindu, Budha, Kong Hu Chu. 
Setiap negara di dunia memiliki keunikan tersendiri dalam membina dan
memelihara kerukunan umat beragama, tak terkecuali Indonesia. Keunikan tersebut
terjadi karena bermacam-macam faktor seperti sejarah, politik, sosial, budaya/etnis,
geografi, demografi, pendidikan, ekonomi, serta faktor keragaman agama itu sendiri.
Di Indonesia sendiri, sejak zaman pra-sejarah sudah berkembang berbagai agama
dan kepercayaan, baik agama asli seperti animisme, dinamisme, maupun agama impor
yang dibawa oleh pendatang dari Barat maupun Timur. Agama-agama ini dibawa melalui
jalur perdagangan, politik imperialisme, dan misi agama (gold, glory, and gospel).
Semenjak itulah agama-agama yang ada di Indonesia terus berkembang dan diikuti oleh
semakin bertambahnya jumlah para pemeluk, hingga saat ini tak kurang ada enam agama
resmi yang diakui oleh negara yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan
Konghuchu, ditambah dengan bermacam-macam aliran/sekte lainnya. Meskipun
demikian situasi kerukunan umat beragama di Indonesia relatif terpelihara dengan baik.
Untuk melihat bagaimana kondisi kerukunan umat beragama di Indonesia, mari
kita tinjau dulu sekilas keadaan Indonesia. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
majemuk, terdiri dari berbagai suku, agama dan ras, tetapi dikenal sebagai bangsa yang
ramah dan toleran, termasuk dalam hal kehidupan beragama. Kemajemukan (pluralisme)
agama di Indonesia telah berlangsung lama dan lebih dahulu dibandingkan dengan di
negara-negara di dunia pada umumnya. Hanya saja, dalam beberapa tahun terakhir ini

1
(terutama sebelum 2014) terjadi sejumah peristiwa yang menunjukkan prilaku keagamaan
sebagian masyarakat Indonesia yang tidak atau kurang toleran. Hal ini masih
mendapatkan sorotan dari berbagai lembaga internasioanl, seperti UN Human Rights
Council (UNHRC), Asian Human Rights Commission (AHRC), U.S. Commission on
International Religious Freedom (USCIRF), dan sebagainya.
Gejala tersebut sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-
negara demokratis lainnya, termasuk negara-negara Barat yang selama ini masyarakatnya
dikenal sangat toleran. Secara sosiologis hal ini merupakan ekses dari mobilitas sosial
yang sangat dinamis sejalan dengan proses globalisasi, sehingga para pendatang dan
penduduk asli dengan berbagai macam latar belakang kebudayaan dan keyakinan mereka
berinteraksi di suatu tempat. Dalam interaksi ini bisa terjadi hubungan integrasi, damai
dan kerjasama, tetapi bisa juga terjadi prasangka, ketegangan, persaingan, intoleransi,
konflik, dan bahkan disintegrasi. Yang terakhir ini terjadi jika yang ditonjolkan dalam
interaksi itu adalah politik identitas (identity politics) secara eksklusif. Politik identitas ini
kini tidak hanya diekspresikan sebagai perjuangan kelompok minoritas seperti ketika
istilah ini dimunculkan pada awal 1970-an, tetapi juga oleh sebagian kelompok
mainstream atau mayoritas untuk mempertahankan identitas mereka mewarnai kehidupan
masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah kebijakan pemerintah tentang pembinaan kerukunan beragama?

C. Tujuan
Untuk mengetahui kebijakan pemerintah tentang pembinaan kerukunan beragama.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kerukunan
Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan “damai”.
Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk
tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran.1 Bila pemaknaan tersebut dijadikan
pegangan, maka “kerukunan” adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat
manusia
Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena
sebelumnya ada ketidakrukunan; serta kemampuan dan kemauan untuk hidup
berdampingan dan bersama dengan damai serta tenteram. Langkah-langkah untuk
mencapai kerukunan seperti itu, memerlukan proses waktu serta dialog, saling terbuka,
menerima dan menghargai sesama, serta cinta-kasih. Kerukunan antarumat beragama
bermakna rukun dan damainya dinamika kehidupan umat beragama dalam segala aspek
kehidupan, seperti aspek ibadah, toleransi, dan kerja sama antarumat beragama.
Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk social yang membutuhkan hubungan
dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk social, manusia
memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik
kebutuhan material maupun spiritual.
Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong
(ta’awun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras,
bangsa, dan agama.
Selain itu islam juga mengajarkan manusia untuk hidup bersaudara karena pada
hakikatnya kita bersaudara. Persaudaraan atau ukhuwah, merupakan salah satu ajaran
yang pada hakikatnya bukan bermakna persaudaraan antara orang-orang Islam,
melainkan cenderung memiliki arti sebagai persaudaraan yang didasarkan pada ajaran
Islam atau persaudaraan yang bersifat Islami.
        
          
  
13. Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.2
        
          
         
         
1
Depdikbud. ( 1995 ). Tugas Guru Manajeman Kelas dan Metode Mengajar,Ban - dung: Kanwil Propinsi Jawa
Barat. Hlm. 850
2
https://quran.kemenag.go.id/share/?q=4625
3
         
       
48. dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya)
dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka
menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka
dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat
diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji
kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.
hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa
yang telah kamu perselisihkan itu,
Sabda Rasul, seluruh manusia hendaknya menjadi saudara antara yang satu
dengan yang lain, wakunu ibadallahi ikhwana (Hadist Bukhari).
Dari ayat-ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an dan hadist sekurang-
kurangnya memperkenalkan empat macam ukhuwah, yakni:
1. Ukhuwah ‘ubudiyyah, ialah persaudaraan yang timbul dalam lingkup sesame
makhluk yang tunduk kepada Allah.
2. Ukhuwah insaniyyah atau basyariyyah, yakni persaudaraan karena sama-sama
memiliki kodrat sebagai manusia secara keseluruhan (persaudaraan antar manusia,
baik itu seiman maupun berbeda keyakinan).
3. Ukhuwah wataniyyah wa an nasab, yakni persaudaraan yang didasari keterikatan
keturunan dan kebangsaan.
4. Ukhuwah diniyyah, yakni persaudaraan karena seiman atau seagama.
Esensi dari persaudaraan terletak pada kasih sayang yang ditampilkan bentuk
perhatian, kepedulian, hubungan yang akrab dan merasa senasib sepenanggungan. Nabi
menggambarkan hubungan persaudaraan dalam haditsnya yang artinya ”Seorang mukmin
dengan mukmin yang lain seperti satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuh terluka,
maka seluruh tubuh akan merasakan demamnya. Ukhuwwah adalah persaudaraan yang
berintikan kebersamaan dan kesatuan antar sesama. Kebersamaan di kalangan muslim
dikenal dengan istilah ukhuwwah Islamiyah atau persaudaraan yang diikat oleh kesamaan
aqidah.
Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari hubungan sosial anatar
manusia yang tidak dilarang dalam ajaran Islam. Hubungan dan kerja sama dalam
bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan
sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan.

B. Kerukunan Antar Umat Beragama


Kerukunan antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika semua golongan
agama bisa hidup bersama tanpa menguarangi hak dasar masing-masing untuk
melaksanakan kewajiban agamanya. Masing-masing pemeluk agama yang baik haruslah
hidup rukun dan damai. Karena itu kerukunan antar umat beragama tidak mungkin akan
lahir dari sikap fanatisme buta dan sikap tidak peduli atas hak keberagaman dan perasaan
orang lain. Tetapi dalam hal ini tidak diartikan bahwa kerukunan hidup antar umat

4
beragama memberi ruang untuk mencampurkan unsur-unsur tertentu dari agama yang
berbeda , sebab hal tersebut akan merusak nilai agama itu sendiri.
Menurut Muhammad Maftuh Basyuni dalam seminar kerukunan antar umat
beragama tanggal 31 Desember 2008 di Departemen Agama, mengatakan bahwa
kerukunan umat beragama merupakan pilar kerukunan nasional adalah sesuatu yang
dinamis, karena itu harus dipelihara terus dari waktu ke waktu. Kerukunan hidup antar
umat beragama sendiri berarti keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi
toleransi, saling pengertian, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya
dan kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kerukunan antar umat beragama itu sendiri juga bisa diartikan dengan toleransi
antar umat beragama. Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya masyarakat harus
bersikap lapang dada dan menerima perbedaan antar umat beragama. Selain itu
masyarakat juga harus saling menghormati satu sama lainnya misalnya dalam hal
beribadah, antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya tidak saling mengganggu.
Kerukunan umat Islam dengan penganut agama lainnya telah jelas disebutkan
dalam Alqur’an dan Al-hadits. Hal yang tidak diperbolehkan adalah dalam masalah
akidah dan ibadah, seperti pelaksanaan sosial, puasa dan haji, tidak dibenarkan adanya
toleransi, sesuai dengan firman-Nya dalam surat Al Kafirun: 6, yang artinya: “Bagimu
agamamu, bagiku agamaku”.Beberapa prinsip kerukunan antar umat beragama berdasar
Hukum Islam :
a. Islam tidak membenarkan adanya paksaan dalam memeluk suatu agama (QS.Al-
Baqarah : 256).
b. Allah SWT tidak melarang orang Islam untuk berbuat baik, berlaku adil dan tidak
boleh memusuhi penganut agama lain, selama mereka tidak memusuhi, tidak
memerangi dan tidak mengusir orang Islam. (QS. Al-Mutahanah : 8).
c. Setiap pemeluk agama mempunyai kebebasan untuk mengamalkan syari'at
agamanya masing-masing (QS.Al-Baqarah :139).
d. Islam mengharuskan berbuat baik dan menghormati hak-hak tetangga, tanpa
membedakan agama tetangga tersebut. Sikap menghormati terhadap tetangga itu
dihubungkan dengan iman kepada Allah SWT dan iman kepada hari akhir (Hadis
Nabiriwayat Muttafaq Alaih).
e. Hadis Nabidari Abdullah bin 'Ash riwayat Bukhari.
‫اهلل بْ ِن َع ْم ٍرو‬ِ ‫اه ُد عن عب ِد‬ ِ ِ ِ ‫ص ح َد َثنا عب ُد‬
َْ ْ َ َ‫الواحد َح َد َثنَا احلَ َس ُن بْ ُن َع ْم ٍرو َح َد َثنَا جُم‬ َ َْ َ َ ٍ ‫س بْ ُن َح ْف‬ ُ ‫َح َد َثنَا َقْي‬
‫ِح َراِئ َح ةَ اجلَن َِّة َوِإ َّن ِرحْيَ َه ا‬ ِ
َ ِّ ‫اع ْن النَّيِب‬
ْ ‫ص لَى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَ َم قَ َال َم ْن َقتَ َل ُم َع ْاه ًدا مَلْ يَ ر‬ َ ‫َرض َي اهللُ َعْن ُه َم‬
ِ
)‫ُت ْو َج ُد ِم ْن َم ِسْيَر ِة َْأربَعِنْي َ َع ًاما (رواه البخاري‬
Barang siapa membunuh orang mu'ahid, orang kafir yang mempunyai perjanjian
perdamaian dengan umat Islam, tidak akan mencium bau surga, padahal bau surge
itu telah tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun.3
Kerukunan antar umat beragama sangat diperlukan dalam kehidupan sehari- hari. 
Dengan adanya kerukunan antar umat beragama kehidupan akan damai dan hidup saling
berdampingan. Perlu di ingat satu hal bahwa kerukunan antar umat beragama bukan
berarti kita megikuti agama mereka bahkan menjalankan ajaran agama mereka.
3
Abi Abdillah Muhammad bin Isma’il, Op. cit., juz X hal.423.
5
Untuk itulah kerukunan hidup antar umat beragama harus kita jaga agar tidak
terjadi konflik-konflik antar umat beragama. Terutama di masyarakat Indonesia yang
multikultural dalam hal agama, kita harus bisa hidup dalam kedamaian, saling tolong
menolong, dan tidak saling bermusuhan agar agama bisa menjadi pemersatu bangsa
Indonesia yang secara tidak langsung memberikan stabilitas dan kemajuan negara.

C. Menjaga Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama


Menjaga Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama salah satunya dengan dialog
antar umat beragama. Salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat yang modern yang
demokratis adalah terwujudnya masyarakat yang menghargai kemajemukan (pluralitas)
masyarakat dan bangsa serta mewujudkannya dalam suatu keniscayaan. Untuk itulah kita
harus saling menjaga kerukunan hidup antar umat beragama. Secara historis banyak
terjadi konflik antar umat beragama, misalnya konflik di Poso antara umat islam dan
umat kristen. Agama disini terlihat sebagai pemicu atau sumber dari konflik tersebut.
Sangatlah ironis konflik yang terjadi tersebut padahal suatu agama pada dasarnya
mengajarkan kepada para pemeluknya agar hidup dalam kedamaian, saling tolong
menolong dan juga saling menghormati. Untuk itu marilah kita jaga tali persaudaraan
antar sesama umat beragama.
Konflik yang terjadi antar umat beragama tersebut dalam masyarakat yang
multkultural adalah menjadi sebuah tantangan yang besar bagi masyarakat maupun
pemerintah. Karena konflik tersebut bisa menjadi ancaman serius bagi integrasi bangsa
jika tidak dikelola secara baik dan benar. Supaya agama bisa menjadi alat pemersatu
bangsa, maka kemajemukan harus dikelola dengan baik dan benar, maka diperlukan cara
yang efektif yaitu dialog antar umat beragama untuk permasalahan yang mengganjal
antara masing-masing kelompok umat beragama. Karena mungkin selama ini konflik
yang timbul antara umat beragama terjadi karena terputusnya jalinan informasi yang
benar diantara pemeluk agama dari satu pihak ke pihak lain sehingga timbul prasangka-
prasangka negatif.
Menurut Prof. Dr. H Muchoyar H.S, MA dalam menyikapi perbedaan agama terkait
dengan toleransi antar umat beragama agar dialog antar umat beragama terwujud 
memerlukan 3 konsep yaitu:4
1. Setuju untuk tidak setuju, maksudnya setiap agama memiliki akidah masing- masing
sehingga agama saling bertoleransi dengan perbedaan tersebut.
2. Setuju untuk setuju, konsep ini berarti meyakini semua agama memiliki kesamaan
dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan martabat umatnya.
3. Setuju untuk berbeda, maksudnya dalam hal perbedaan ini disikapi dengan damai
bukan untuk saling menghancurkan.
Tema dialog antar umat beragama sebaiknya bukan mengarah pada masalah
peribadatan tetapi lebih ke masalah kemanusiaan seprti moralitas, etika, dan nilai
spiritual, supaya efktif dalam dialog aantar umat beragama juga menghindari dari latar
belakang agama dan kehendak untuk memdominasi pihak lain. Model dialog antar umat
beragama yang dikemukakan oleh Kimball adalah sebagai brikut :5

4
Harun, Lukman. 1991. Jurus Untuk Hidup Rukun. Panjimas. Jakarta Hal. 89
5
Hasyim, Umar. 2007. Toleransi Dan Kemerdekaan Beragama Dalam Islam Sebagai Dasar Menuju Dialog Dan
Kerukunan Antar Agama. Surabaya : PT. Bina Ilmu. Hal 143
6
1. Dialog Parlementer (parliamentary dialogue). Dialog ini dilakukan dengan
melibatkan tokoh-tokoh umat beragama di dunia. Tujuannya adalah mengembangkan
kerjasama dan perdamaian antar umat beragama di dunia.
2. Dialog Kelembagaan (institutional dialogue). Dialog ini melibatkan organisasi-
organisasi keagamaan. Tujuannya adalah untuk mendiskusikan dan memecahkan
persoalan keumatan dan mengembangkan komunikasi di antara organisasi
keagamaan.
3. Dialog Teologi (theological dialogue). Tujuannya adalah membahas persoalan
teologis filosofis agar pemahaman tentan gagamanya tidak subjektif tetapi objektif.
4. Dialog dalam Masyarakat (dialogue in society). Dilakukan dalam bentuk kerjasama
dari komunitas agama yang plural dalam menylesaikan masalah praktis dalam
kehidupan sehari-hari.
5. Dialog Kerohanian (spiritual dialogue). Dilakukan dengan tujuan mengembangkan
dan memperdalam kehidupan spiritual di antara berbagai agama.
Indonesia yang multicultural terutama dalam hal agama membuat Indonesia
menjadi sangatr entang terhadap konflik antar umat beragama. Maka dari itu menjaga
kerukunan antar umat beragama sangatlah penting. Dalam kaitannya untuk menjaga
kehidupan antar umat beragama agar terjaga sekaligus tercipta kerukunan hidup antar
umat beragama dalam masyarakat khususnya masyarakat Indonesia misalnya dengan
carasebagai berikut:6
1. Menghilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama lain yaitu
dengan cara mengubah rasa curiga dan benci menjadi rasa penasaran yang positf dan
maumenghargai keyakinan orang lain.
2. Jangan menyalahkan agama seseorang apabila dia melakukan kesalahan tetapi
salahkan orangnya. Misalnya dalam hal terorisme.
3. Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya jangan olok-olok mereka karena ini
bagian dari sikap saling menghormati.
4. Hindari diskriminasi terhadap agama lain karena semua orang berhak mendapat
fasilitas yang sama seperti pendidikan, lapangan pekerjaan dan sebagainya.
Dengan memperhatikan cara menjaga kerukunan hidup antar umat beragama
tersebut hendaknya kita sesama manusia haruslah saling tolong menolong dan kita harus
bisa menerima bahwa perbedaan agama dengan orang lain adalah sebuah realitas dalam
masyarakat yang multikultural agar kehidupan antar umat beragma bisa terwujud.

D. Manfaat Kerukunan Anat Umat Beragama


Umat Beragama Diharapkan menjunjung tinggi Kerukunan antar umat beragama
sehingga dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka yang akan memberikan
stabilitas dan kemajuan negara.
Dalam pemberian stabilitas dan kemajuan negara, perlu diadakannya dialog
singkat membahas tentang kerukunan antar umat beragama dan masalah yang dihadapi
dengan selalu berpikir positif dalam setiap penyelesaiannya.

6
Usman, Suparman. 2011.”Kerukunan Dan Toleransi Antar Umat Beragama Menurut Islam Dan Perundang-
Undangan di Indonesia”. Dalam al-Qalam: Majalah Ilmiah Bidang Keagamaan dan Kemasyarakatan. Serang :
Penerbit Saudara Serang. Hal 98
7
Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni berharap dialog antar-umat
beragama dapat memperkuat kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai faktor
pemersatu dalam kehidupan berbangsa.
"Sebab jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan
memberikan sumbangan bagi stabilitas dan kemajuan suatu negara," katanya dalam
Pertemuan Besar Umat Beragama Indonesia untuk Mengantar NKRI di Jakarta, Rabu.
Pada pertemuan yang dihadiri tokoh-tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
Buddha, dan Konghucu itu Maftuh menjelaskan, kerukunan umat beragama di Indonesia
pada dasarnya telah mengalami banyak kemajuan dalam beberapa dekade terakhir namun
beberapa persoalan, baik yang bersifat internal maupun antar-umat beragama, hingga kini
masih sering muncul.
Dalam hal ini, Maftuh menjelaskan, tokoh dan umat beragama dapat memberikan
kontribusi dengan berdialog secara jujur, berkolaborasi dan bersinergi untuk menggalang
kekuatan bersama guna mengatasi berbagai masalah sosial termasuk kemiskinan dan
kebodohan.
Ia juga mengutip perspektif pemikiran Pendeta Viktor Tanja yang menyatakan
bahwa misi agama atau dakwah yang kini harus digalakkan adalah misi dengan tujuan
meningkatkan sumber daya insani bangsa, baik secara ilmu maupun karakter. "Hal itu
kemudian perlu dijadikan sebagai titik temu agenda bersama lintas agama," katanya.  
Mengelola kemajemukan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf
Amin mengatakan masyarakat Indonesia memang majemuk dan kemajemukan itu bisa
menjadi ancaman serius bagi integrasi bangsa jika tidak dikelola secara baik dan benar.
"Kemajemukan adalah realita yang tak dapat dihindari namun itu bukan untuk
dihapuskan. Supaya bisa menjadi pemersatu, kemajemukan harus dikelola dengan baik
dan benar," katanya. Ia menambahkan, untuk mengelola kemajemukan secara baik dan
benar diperlukan dialog berkejujuran guna mengurai permasalahan yang selama ini
mengganjal di masing-masing kelompok masyarakat.7
Senada dengan Ma'ruf, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Mgr.M.D
Situmorang, OFM. Cap mengatakan dialog berkejujuran antar umat beragama merupakan
salah satu cara untuk membangun persaudaraan antar- umat beragama.
Menurut Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Budi S Tanuwibowo,
agenda agama-agama ke depan sebaiknya difokuskan untuk menjawab tiga persoalan
besar yang selama ini menjadi pangkal masalah internal dan eksternal umat beragama
yakni rasa saling percaya, kesejahteraan bersama dan penciptaan rasa aman bagi
masyarakat. "Energi dan militansi agama seyogyanya diarahkan untuk mewujudkan tiga
hal mulia itu," demikian Budi S Tanuwibowo.
Dengan adanya dialog antar agama ini juga diharapkan dapat menumbuh
kembangkan sikap optimis terhadap tujuan untuk mencapai kerukunan antar umat
beragama.

E. Hambatan-Hambatan Dalam Menciptakan Kerukunan Umat Beragama


1. Semakin meningkat kecenderungan umat beragama untuk mengejar jumlah
(kuantitas) pemeluk agama dalam menyebarkan agama dari pada mengejar kualitas
umat beragama.
7
https://mui.or.id/berita/10587/ketua-umum-mui-kh-maruf-amin-aqidah-dan-kebangsaan-jangan-dibenturkan/
8
2. Kondisi sosial budaya masyarakat yang membawa umat mudah melakukan otak-atik
terhadap apa yang ia terima, sehingga kerukunan dapat tercipta tetapi agama itu
kehilangan arti, fungsi maupun maknanya.
3. Keinginan mendirikan rumah ibadah tanpa memperhatikan jumlah pemeluk agama
setempat sehingga menyinggung perasaan umat beragama yang memang mayoritas
di tempat itu.
4. Menggunakan mayoritas sebagai sarana penyelesaian sehingga akan menimbulkan
masalah. Misalnya, pemilikan dana dan fasilitas pendidikan untuk memaksakan
kehendaknya pada murid yang belajar.
5. Makin bergesarnya pola hidup berdasarkan kekeluargaan atau gotong royong ke arah
kehidupan individualistis.
Dari berbagai kondisi yang mendukung kerukunan hidup beragama maupun
hambatan-hambatan yang ada, agar kerukunan umat beragama dapat terpelihara maka
pemeritah dengan kebijaksanaannya memberikan pembinaan yang intinya bahwa masalah
kebebasan beragama tidak membenarkan orang yang beragama dijadikan sasaran dakwah
dari agama lain, pendirian rumah ibadah, hubungan dakwah dengan politik, dakwah dan
kuliah subuh, batuan luar negeri kepada lembaga-lembaga keagamaan di Indonesia,
peringatan hari-hari besar agama, penggunaan tanah kuburan, pendidikan agama dan
perkawinan campuran.
Jika kerukunan intern, antar umat beragama, dan antara umat beragama dengan
pemerintah dapat direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara secara
harmonis, niscaya perhatian dan konsentrasi pemerintah membangun Indonesia menuju
masyarakat adil dan makmur yang diridhai Allah SWT akan segera terwujud, berkat
dukunag umat beragama yang mampu hidup berdampingan dengan serasi. Sekaligus
merupakan contoh kongkret kerukunan hidup beragama bagi masyarakat dunia.
Dalam memantapkan kerukunan hidup umat beragama perlu dilakukan suatu
upaya-upaya yang mendorong terjadinya kerukunan hidup umat beragama secara mantap
dalam bentuk:8
1. Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama, serta antar
umat beragama dengan pemerintah.
2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya mendorong
dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi
dan implementasi dalam menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi.
3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam rangka
memantapkan pendalaman dan penghayatan agama serta pengamalan agama yang
mendukung bagi pembinaan kerukunan hidup intern dan antar umat beragama.
4. Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dari
seluruh keyakinan plural umat manusia yang fungsinya dijadikan sebagai pedoman
bersama dalam melaksanakan prinsip-prinsip berpolitik dan berinteraksi sosial satu
sama lainnya dengan memperlihatkan adanya sikap keteladanan. Dari sisi ini maka
kita dapat mengambil hikmahnya bahwa nilai-nilai kemanusiaan itu selalu tidak
formal akan mengantarkan nilai pluralitas kearah upaya selektifitas kualitas moral

8
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Rapat Paripurna 2019, Standar Norma dan Setting Norm Kebebasan
Beragama dan Berkeyakinan.
9
seseorang dalam komunitas masyarakat mulya (Makromah), yakni komunitas
warganya memiliki kualitas ketaqwaan dan nilai-nilai solidaritas sosial.
5. Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementatif bagi kemanusiaan
yang mengarahkan kepada nilai-nilai Ketuhanan, agar tidak terjadi penyimpangan-
penyimpangan nilai-nilai sosial kemasyarakatan maupun sosial keagamaan.
6. Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan cara
menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan
tercipta suasana kerukunan yang manusiawi tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor
tertentu.
7. Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat,
oleh sebab itu hendaknya hal ini dijadikan mozaik yang dapat memperindah
fenomena kehidupan beragama.

F. Langkah-Langkah Strategis Dalam Memantapkan Kerukunan Hidup Umat


Beragama
Adapun langkah-langkah yang harus diambil dalam memantapkan kerukunan
hidup umat beragama, diarahkan kepada 4 (empat) strategi yang mendasar yakni:9
1. Para pembina formal termasuk aparatur pemerintah dan para pembina non formal
yakni tokoh agama dan tokoh masyarakat merupakan komponen penting dalam
pembinaan kerukunan antar umat beragama.
2. Masyarakat umat beragama di Indonesia yang sangat heterogen perlu ditingkatkan
sikap mental dan pemahaman terhadap ajaran agama serta tingkat kedewasaan
berfikir agar tidak menjurus ke sikap primordial.
3. Peraturan pelaksanaan yang mengatur kerukunan hidup umat beragama perlu
dijabarkan dan disosialisasikan agar bisa dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat,
dengan demikian diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman dalam penerapan baik
oleh aparat maupun oleh masyarakat, akibat adanya kurang informasi atau saling
pengertian diantara sesama umat beragama.
4. Perlu adanya pemantapan fungsi terhadap wadah-wadah musyawarah antar umat
beragama untuk menjembatani kerukunan antar umat beragama.

G. Strategi Pembinaan Kerukunan Umat Beragama


Adapun yang menjadi strategi dalam pembinaan kerukunan umat beragama dapat
dirumuskan bahwa salah satu pilar utama untuk memperkokoh kerukunan nasional adalah
mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Dalam tatanan konseptual kita semua
mengetahui bahwa agama memiliki nilai-nilai universal yang dapat mengikat dan
merekatkan berbagai komunitas sosial walaupun berbeda dalam hal suku bangsa, letak
geografis, tradisi dan perbedaan kelas sosial.
Hanya saja dalam implementasi, nilai-nilai agama yang merekatkan berbagai
komunitas sosial tersebut sering mendapat benturan, terutama karena adanya perbedaan
kepentingan yang bersifat sosial ekonomi maupun politik antar kelompok sosial satu
dengan yang lain. Dengan pandangan ini, yang ingin kami sampaikan adalah bahwa
kerukunan umat beragama memiliki hubungan yang sangat erat dengan faktor ekonomi

9
Ali, H. Mukti. 2009. Kehidupan Beragama Dalam Proses Pembangunan Bangsa. Bandung: Proyek Pembinaan
Mental Agama.
10
dan politik, disamping faktor-faktor lain seperti penegakan hukum, pelaksanaan prinsip-
prinsip keadilan dalam masyarakat dan peletakan sesuatu pada proporsinya.
Dalam kaitan ini strategi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:10
1. Memberdayakan institusi keagamaan, artinya lembaga-lembaga keagamaan kita daya
gunakan secara maksimal sehingga akan mempercepat proses penyelesaian konflik
antar umat beragama. Disamping itu pemberdayaan tersebut dimaksudkan untuk
lebih memberikan bobot/warna tersendiri dalam menciptakan Ukhuwah (persatuan
dan kesatuan) yang hakiki tentang tugas dan fungsi masing-masing lembaga
keagamaan dalam masyarakat sebagai perekat kerukunan antar umat beragama.
2. Membimbing umat beragama agar makin meningkat keimanan dan ketakwaan
mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam suasana rukun baik intern maupun
antar umat beragama.
3. Melayani dan menyediakan kemudahan beribadah bagi para penganut agama.
4. Tidak mencampuri urusan akidah/dogma dan ibadah sesuatu agama.
5. Mendorong peningkatan pengamalan dan penunaian ajaran agama.
6. Melindungi agama dari penyalah gunaan dan penodaan.
7. Mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam
bingkai Pancasila dan konstitusi dalam tertib hukum bersama.
8. Mendorong, memfasilitasi dan mengembangkan terciptanya dialog dan kerjasama
antara pimpinan majelis-majelis dan organisasi-organisasi keagamaan dalam rangka
untuk membangun toleransi dan kerukunan antar umat beragama.
9. Mengembangkan wawasan multi kultural bagi segenap lapisan dan unsur masyarakat
melalui jalur pendidikan, penyuluhan dan riset aksi.
10. Meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia (pemimpin agama dan
pemimpin masyarakat lokal) untuk ketahanan dan kerukunan masyarakat bawah.
11. Fungsionalisasi pranata lokal. seperti adat istiadat, tradisi dan norma-norma sosial
yang mendukung upaya kerukunan umat beragama.
12. Mengundang partisipasi semua kelompok dan lapisan masyarakat agama sesuai
dengan potensi yang dimiliki masing¬-masing melalui kegiatan-kegiatan dialog,
musyawarah, tatap muka, kerja sama sosial dan sebagainya.
13. Bersama-sama para pimpinan majelis-majelis agama, melakukan kunjungan
bersama-sama ke berbagai daerah dalam rangka berdialog dengan umat di lapisan
bawah dan memberikan pengertian tentang pentingnya membina dan
mengembangkan kerukunan umat beragama.
14. Melakukan mediasi bagi kelompok-kelompok masyarakat yang dilanda konflik
dalam rangka untuk mencari solusi bagi tercapainya rekonsiliasi sehingga konflik
bisa dihentikan dan tidak berulang di masa depan.
15. Memberi sumbangan dana (sesuai dengan kemampuan) kepada kelompok-kelompok
masyarakat yang terpaksa mengungsi dari daerah asal mereka karena dilanda konflik
sosial dan etnis yang dirasakan pula bernuansakan keagamaan.
16. Membangun kembali sarana-sarana ibadah (Gereja dan Mesjid) yang rusak di
daerah-daerah yang masyarakatnya terlibat konflik, sehingga mereka dapat
memfungsikan kembali rumah-rumah ibadah tersebut.

10
Marzuki, ‘Pluralitas Agama Dan Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia (Mencari Peran Pendidikan Agama
di Perguruan Tinggi Umum)‘, (2001),
11
Beberapa pemecahan masalah untuk menyikapi pluralisme dengan berbagai
pendekatan antara lain :11
1. Pendekatan Sosiologis. Artinya pemahaman tingkah laku umat beragama yang
merupakan hasil prestasi riil obyektif komunitas beragama.
2. Pendekatan Kultural. Dalam banyak soal budaya-budaya lokal yang dimulai oleh
pemimpin agama-agama tertentu tidak dikomunikasikan kepada pemimpin dan
anggota kelompok umat beragama yang lain, apa yang menjadi maksud dan
tujuannya. Sikap saling mencurigai akhirnya muncul dan menumpuk menjadi bom
waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak oleh pemicu yang aksidental.
3. Pendekatan Demografi Kita memahami realita ada kelompok umat beragama yang
mayoritas dan minoritas di wilayah tertentu, ada pemimpin atau pengurus lembaga
keagamaan yang berat sebelah di dalam mengambil kebijaksanaan sehingga
membawa pertentangan di antara kelompok umat beragama.
Keberanian untuk bersikap terbuka dan jujur dalam antar lembaga keagamaan
untuk soal ini menjadi ujian yang harus dilewati. Sebagai tindak lanjut dari berbagai
pendekatan tersebut di atas, dapat dirumuskan beberapa pemecahan masalah:
1. Melalui sosialisasi tentang kerukunan antar umat beragama.
2. Melayani dan menyediakan kemudahan bagi penganut agama.
3. Tidak mencampuri urusan akidah/dogma dan ibadah suatu agama.
4. Negara dan pemerintah membantu/membimbing penunaian ajaran agama dan
merumuskan landasan hukum yang jelas dan kokoh tentang tata hubungan antar umat
beragama.
5. Membentuk forum kerukunan antar umat beragama.
6. Meningkatkan wawasan kebangsaan dan multikultural melalui jalur pendidikan
formal, informal dan non formal.
7. Meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia (tokoh agama dan tokoh
masyarakat) untuk ketahanan dan kerukunan masyarakat pada umumnya dan umat
pada khususnya.
8. Melindungi agama dari penyalahgunaan dan penodaan.
9. Aksi sosial bersama antar umat beragama.
Dalam memantapkan kerukunan hidup antar umat beragama perlu dilakukan suatu
upaya upaya sebagaiberikut :
1. Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama serta antar
umat beragama dengan pemerintah.
2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya mendorong
dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi
dan implementasi dalam menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi.
3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif yang mendukung
pembinaan kerukunan hidup intern dan antar umat beragama.
4. Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementif bagi kemanusiaan yang
mengarah kepada nilai-nilai ketuhanan agar tidak terjadi penyimpangan-
penyimpangan nilai sosial kemasyarakatan maupun sosial keagamaan.
5. Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama.

11
Wirawan, Konflik dan Menejemen Konflik, Teori, Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta: Salemba Humatika, 2010.
Hal. 69-70
12
6. Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat.
Usaha untuk menanggulangi konflik yang terjadi yang perlu diupayakan oleh para
tokoh/pemimpin agama dapat menciptakan suasana yang kondusif dalam kehidupan
masyarakat yang dikembangkan dalam dialog kehidupan, dialog pengalaman keagamaan
dan dialog aksi sehingga menimbulkan sikap inklusif pada masyarakatnya atau umatnya.
Akhirnya dalam memelihara kerukunan beragama, setidaknya ada 6 dosa besar
yang harus kita hindari (the six deadly sins in maintaining relegious harmony), yaitu :
1. Jangan berperilaku yang sebenarnya bertentangan dengan ajaran agama.
2. Jangan tidak perduli terhadap kesulitan orang lain walaupun berbeda agama dan
keyakinan.
3. Jangan mengganggu orang lain yang berbeda agama dan keyakinan.
4. Jangan melecehkan agama dan keyakinan orang lain.
5. Jangan menghasut atau menjadi provokator bagi timbulnya kebencian dan
permusuhan antar umat beragama.
6. Jangan saling curiga tanpa alasan yang benar.

H. Kebijakan Pembinaan Umat Beragama


1. Penetapan Presiden RI Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan
dan/atau Penodaan Agama.
2. Penjelasan atas Penetapan Presiden RI Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan
Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.
3. Penetapan Presiden RI Nomor 4 Tahun 1963 tentang Pengamanan terhadap Barang-
barang Cetakan yang Isinya dapat Mengganggu Ketertiban Umum.
4. Instruksi Presiden RI Nomor 14 tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat
Istiadat Cina.
5. Petunju Presiden sehubungan dengan Surat Edaran Menteri Agama
Nomor M.A/432/1981.
6. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 01/BER/Mdn-
Mag/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam Menjamin
Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh
Pemeluk-pemeluknya.
7. Instruksi Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 1995 tentang Tindak lanjut Keputusan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor
01/BER/MDN-MAG/1969 di Daerah.
8. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 70 Tahun
1978 tentang Pedoman Penyiaran Agama.
9. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun
1979 tentang Tatacara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri
kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia.
10. Keputusan Menteri Agama Nomor 35 Tahun 1980 tentang Wadah Musyawarah
Antar Umat Beragama.
11. Keputusan Pertemuan Lengkap wadah Musyawarah Antar Umat Beragama tentang
Penjelasan Atas Pasal 3, 4 dan 6 serta pembetulan Susunan Penandatanganan
Pedoman Dasar Wadah Musyawarah Antar Umat Beragama.

13
12. Instruksi Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1981 tentang
Pelaksanaan Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama di Daerah Sehubungan
dengan Telah Terbentuknya Wadah Musyawarah antar Umat Beragama.
13. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : Kep-108/J.A/5/1984 tentang
Pembentukan Team Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat.
14. Surat Kawat Menteri Dalam Negeri Nomor 264/KWT/DITPUM/DV/V/75 perihal
Penggunaan Rumah Tempat Tinggal sebagai Gereja.
15. Surat Kawat Menteri Dalam Negeri Nomor 933/KWT/SOSPOL/DV/XI/75 perihal
Penjelasan terhadap Surat Kawat Menteri dalam Negeri Nomor
264/KWT/DITPUM/DV/V/75 tanggal 28 Nopember 1975.
16. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 455.2-360 tentang Penataan Klenteng.
17. Instruksi Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1978 tentang Kebijaksanaan Mengenai
Aliran-aliran Kepercayaan.
18. Instruksi Menteri Agama Nomor 8 Tahun 1979 tentang Pembinaan, Bimbingan dan
Pengawasan terhadap Organisasi dan Aliran dalam Islam yang Bertentangan dengan
Ajaran Islam.
19. Surat Edaran Menteri Agama Nomor MA/432/1981 tentang Penyelenggaraan Hari-
hari Besar Keagamaan.
20. Keputusan Pertemuan Lengkap Wadah Musyawarah Antar Umat Beragama tentang
Peringatan Hari-hari Besar Keagamaan.
21. Instruksi Direktur Jenderal Bimas Islam Nomor Kep/D/101/78 tentang Tuntunan
Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushalla.
22. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 84 Tahun 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penanggulangan Kerukunan Hidup Umat Beragama.
23. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 473 Tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penanggulangan Kerawanan Kerukunan Hidup Umat Beragama.
24. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun
2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah
dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan
Antar Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.12

12
https://tangerangkota.kemenag.go.id/kebijakan-pemerintah-dalam-pembinaan-kerukunan-umat-beragama/
14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Indonesia adalah negara yang memiliki keunikan tersendiri di dalam membangun,
memelihara, membina, mempertahankan, dan memberdayakan kerukunan umat
beragama. Upaya-upaya berkaitan kegiatan kerukunan umat beragama tersebut
merupakan sebuah proses tahap demi tahap yang harus dilalui secara seksama agar
perwujudan kerukuanan umat beragama benar-benar dapat tercapai. Di samping itu, ia
juga merupakan upaya terus-menerus tanpa henti dan hasilnya tidak diperoleh secara
instan.
Dan seandainya kondisi ideal kerukunan tersebut sudah tercapai bukan berarti
sudah tidak diperlukan lagi upaya untuk memelihara dan mempertahankannya. Justru
harus ditingkatkan kewaspadaan agar pihak-pihak yang secara sengaja ingin merusak
keharmonisan kerukunan hidup atau kerukunan umat beragama di Indonesia tidak bisa
masuk. Karena itu kerukunan umat beragama sangat tergantung dan erat kaitannya
dengan ketahana nasional Indonesia.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis berharap bagi pembaca, penulis menyadari
bahwa masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan baik dari bentuk maupun isinya.
Maka dari itu, Penulis menyarankan kepada pembaca agar ikut peduli dalam pembuatan
makalah ini, yaitu dengan memberi saran dan kritik demi perbaikan makalah selanjutnya.
Dan semoga dengan adanya makalah ini, dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat
menambah cakrawala ilmu pengetahuan yang lebih luas.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abi Abdillah Muhammad bin Isma’il, Op. cit., juz X

Ali, H. Mukti. 2009. Kehidupan Beragama Dalam Proses Pembangunan Bangsa. Bandung:
Proyek Pembinaan Mental Agama.

Depdikbud. ( 1995 ). Tugas Guru Manajeman Kelas dan Metode Mengajar, Bandung: Kanwil
Propinsi Jawa Barat.

Harun, Lukman. 1991. Jurus Untuk Hidup Rukun. Panjimas. Jakarta

https://quran.kemenag.go.id/share/?q=4625

https://mui.or.id/berita/10587/ketua-umum-mui-kh-maruf-amin-aqidah-dan-kebangsaan-
jangan-dibenturkan/

https://tangerangkota.kemenag.go.id/kebijakan-pemerintah-dalam-pembinaan-kerukunan-
umat-beragama/

Hasyim, Umar. 2007. Toleransi Dan Kemerdekaan Beragama Dalam Islam Sebagai Dasar
Menuju Dialog Dan Kerukunan Antar Agama. Surabaya : PT. Bina Ilmu.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Rapat Paripurna 2019, Standar Norma dan Setting Norm
Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan.

Marzuki, ‘Pluralitas Agama Dan Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia (Mencari Peran
Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi Umum)‘, (2001)

Undangan di Indonesia”. Dalam al-Qalam: Majalah Ilmiah Bidang Keagamaan dan


Kemasyarakatan. Serang : Penerbit Saudara Serang.

Usman, Suparman. 2011.”Kerukunan Dan Toleransi Antar Umat Beragama Menurut Islam
Dan Perundang-

Wirawan, Konflik dan Menejemen Konflik, Teori, Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta: Salemba
Humatika, 2010.

16

Anda mungkin juga menyukai