Anda di halaman 1dari 6

A.

Moralitas
Moral berasal dari bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan. Dalam
KBBI moral berarti kesusilaan yang mengandung tata tertib hati untuk
mengatur tingkah laku dalam kehidupan. Moral juga merupakan kumpulan
peraturan yang tertulis maupun tidak tertulis untuk mangatur manusia
bagaimana dia harus bertindak untuk menjadi manusia yang baik.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa moral adalah


ajaran atau pedoman yang menjadi landasan bagi manusia untuk bertingkah
laku dalam kehidupan agar menjadi manusia yang baik. Moralitas juga
merupakan kualitas perbuatan manusia yang menunjukkan baik atau buruknya
perilaku tersebut.

B. Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani yang artinya kebiasaan atau custom.
Sedangkan secara etimologis etika mempelajari kebiasaan manusia yang
terdiri dari konvensi-konvensi, seperti cara berpakaian, tata cara, etiquette, dan
lain sebagainya.
Pengertian etika ini seiring waktu akan berubah dan berkembang sesuai
kebutuhan manusia. Tetapi perkembangan itu tidak merubah makna etika pada
aslinya yaitu suatu ilmu yang mempelajari perbuatan, tingkah laku manusia
yang dinilai baik maupun jahat. Istilah lain dari etika ini adalah moral, susila,
dan budi pekerti.
Meskipun istilah lain dari etika adalah moral, namun diantara keduanya
tetap memiliki perbedaan, yaitu:
a. Istilah “etika” lebih menunjuk pada pemikiran kritis atau filsafat,
bersifat konseptual, yang mempersoalkan mengapa.
b. Istilah “moral” menyangkut ajaran atau peraturan, yang
mengedepankan persoalan bagaimana harus berbuat dengan
menetapkan boleh atau tidaknya suatu perbuatan itu dilakukan.
Singkatnya etika adalah prinsip-prinsip moral.
C. Istilah Moral Dalam Agama Budha
Pancasila adalah ajaran dasar moral agama Budha yang ditaati oleh
pengikut Siddharta Gautama. Kata pancasila ini berasal dari bahasa Pali yang
berarti lima kemoralan atau lima nilai moral.
Menurut Bahasa Pali, Sila dalam pengertian luas berarti “etika” sedangkan
dalam pengertain sempit berarti “moral”. Sedangkan sila sendiri menurut Teja,
dalam bukunya Sila dan Vinaya, Sila adalah sikap batin atau kehendak yang
tercetus sebagai ucapan benar, perbuatan benar, dan penghidup benar. Sila
merupakan dasaar utama bagi agama Budha. Merupakan langkah awal yang
sangat penting untuk mencapai tingkatan batin yang luhur.
Hal ini sudah tertulis jelas pada sabda Sang Budha yang tertulis dalam
Samyutta Nikaya (V.143) sebagai berikut “Apakah permulaan dari batin yang
luhur? Sila yang sempurna kesuciaannya”. Sila dalam Budha ini terdapat pada
Pancasila Buddhis dan Pancadhamma. Yang memiliki hubungan erat antara
keduanya.
D. Pancasila Buddhis
Pancasila Budha ini dapat menjadi pedoman bagi kehidupan umat Budha
tersebut, berikut kelima sila tersebut:
1) Bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan maupun menyakiti
makhluk hidup.
2) Bertekad akan melatih diri menghindari mengambil barang atau sesuatu
yang tidak diberikan oleh pemiliknya.
3) Bertekad akan melatih diri menghindari perbuatan asusila.
4) Bertekad akan melatih diri menghindari berdusta atau menipu orang lain,
5) Bertekad akan melatih diri menghindari memakai atau menggunakan
sesuatu yang dapat memabukkan.
Sila dalam aspeknya terbagi menjadi dua, yaitu varitta sila dan caritta
sila. Varitta sila adalah sila dalam aspek negatif yaitu menghilangkan bawaan
yang tidak baik dengan cara menghindari perbuatan jahat tersebut seperti
serakah, dengki, iri hati.
Sedangkan Varitta sila adalah sila dalam aspek positif yaitu
mengembangkan dan menjaga perbuatan baik seperti berdana, tolong
menolong, dan saling memaafkan.
Sila dalam agama Budha tidak hanya terdapat pada Pancasila dan
Atthangasila saja, tetapi terdapat juga pada sutta-sutta yang diberikan Sang
Budha seperti Vaghapajja Sutta, Mangala Sutta, dan Parabhava Sutta.
E. Pancadhamma
Jika pancasila Buddhis bersufat pasif, maka pancadhamma ini bersifat
aktif yang akan memberikan manfaat kepada seseorang yang
mempraktekkannya dengan kesungguhan. Pancadhamma merupakan
kelengkapan dari Pancasila Buddhis, setelah melaksanakan pancasila Buddhis
dengan menghindari membunuh, mencuri, berzina, berkata tidak benar, dan
bermabuk-mabukan maka langkah selanjutnya adalah mengembangkan atau
menyempurnakan perbuatan baik.
Kelima Pancadhamma tersebut adalah sebagai berikut:
1. Metta karuna, yaitu perasaan cinta kasih dan welas asih yang terwujud
melalui suatu keinginan untuk membantu makhluk hidup lain mencapai
kebahagiaan seperti yang telah dialami oleh dirinya sendiri.
2. Samajivita, yaitu kesabaran dalam cara berpenghidupan benar. Kesadaran
disini merupakan bentuk bantuan besar bagi pelaksanaan sila yang kedua.
Karena banyak orang tidak dapat melatih sila kedua tanpa melatih dan
mengembangkan kesabaran dalam cara berpenghidupan yang benar.
3. Santutthi, yaitu perasaan puas terhadap apa yang telah dimilikinya. Dalam
hubungannya dengan sila ketiga, dapat dibedakan menjadi dua macam
yaitu:
a. Sadarasantutthi, yaitu perasaan puas memiliki satu istri. Dengan
makna akan setia dengan istrinya dan tidak akan meninggalkannya,
dalam keadaan muda atau tua, sehat atau sakit, tidak berusaha
untuk mencari wanita lain.
b. Pativatti, rasa setia kepada suami. Rasa setia ini tidak terbatas
waktu. Meskipun suaminya telah meninggal dunia ia lebih suka
menjada seumur hidupnya daripada menikah lagi.
4. Sacca, yaitu kejujuran yang diwujudkan sebagai keadilan, kemurnian,
kesetiaan dan perasaan terima kasih.
5. Satisampajanna, yaitu kesadaran dan pengertian benar. Hal ini sering
diartikan sebagai kewaspadaan. Kewaspadaan tersebut dapat dibagi
menjadi empat macam:
a. Kewaspadaan dalam hal makanan
b. Kewaspadaan dalam hal pekerjaan
c. Kewaspadaan dalam hal bertingkah laku
d. Kewaspadaan terhadap hakikat hidup dan kehidupan
F. Akibat Pelaksanaan Sila
Adapun akibat bagi pelaksana sila ini. Akibat yang mebawa penderitaan
bagi yang melanggar dan akibat yang membawa kebaikan bagi yang
mematuhi sila tersebut.
1. Pelanggaran sila membawa penderitaan
“Barangsiapa membunuh makhluk hidup, suka berbicara tidak
benar, mengambil apa yang tidak diberikan, merusak kesetiaan istri orang
lain, atau menyerah pada minuman yang memabukkan; maka di dunia ini
orang seperti itu bagaikan menggali kubur bagi dirinya sendiri”.
(Dhammapada Mala Vagga, 246-247).
Pelanggaran terhadap sila tersebut akan membawa akibat buruk
bagi pelakunya, yaitu:
a. Akibat membunuh: pendek umur, banyak penyakit, senantiasa
dalam kesedihan dan ketakutan.
b. Akibat mencuri: hidupnya dalam kemiskinan, dihina, dirangsang
oleh keinginan yang senantiasa tidak tercapai, ketergantungan pada
orang lain.
c. Akibat berbuat asusila: mempunyai banyak musuh, beristri atau
bersuami yang tidak disenangi, terlahir sebagai manusia dengan
perasaan sex yang tidak normal.
d. Akibat berkata tidak benar: menjadi menderita akibat pembicaraan
yang tidak baik, sasaran penghinaan, tidak dipercaya.
e. Akibat bermabuk-mabukan: tidak disenangi keluarga,
berpenyakitan, dan banyak musuh.
2. Manfaat dari pelaksana sila
Dalam Maha Parinibbana sutta disebutkan manfaat pelaksnaan sila
bagi perumah tangga, yaitu:
a. Penyebab seseorang memiliki banyak harta kekayaan
b. Mendatangkan nama baik
c. Menghadiri setiap pertemuan tanpa ketakuatan atau keraguan
d. Sewaktu akan meninggal hatinya tenang
e. Penyebab terlahir di alam surga
G. Ciri, Fungsi, Manifestasi, dan Sebab Sila
Ciri sila adalah ketertiban dan ketenangan. Karena pada hakikatnya sila ini
untuk mengatur kehidupan manusia bukan untuk membuat kehidupan manusia
semakin hancur atau jauh dari Tuhannya. Inilah ciri dari sebuah sila.
Telah dibahas ciri dari sila, sedangkan fungsi dari sila sendiri adalah untuk
melenyapkan tindak-tanduk yang tidak baik (dussilyaviddhamsana) serta
nutuk mewujudkan ketiadacelaan (anavajjaguna-sampatti). Untuk manifestasi
sila adalah kemurnian jasmani, kemurnian ucapan, dan kemurnian pikiran.
Sebab terdekat sila terdapat dua, yaitu:
a. Malu berbuat jahat (hiri)
Berusaha menjaga martabat dan harga dirinya. Contoh: semua
orang telah mengenal seseorang sebagai orang yang berpendidikan
dan bermartabat, maka apa jadinya orang tersebut apabila telah
melakukan perbuatan yang jahat.
b. Takut untuk berbuat jahat (ottappa)
Berusaha mempertimbangkan kehormatan orang lain yang dekat
dengannya, sehingga tidak mencemarkan nama baik mereka.
Contoh: apabila seseorang melakukan perbuatan jahat, maka semua
anggaota orang keluarga orang tersebut akan ikut tercemar
namanya. Oleh karena itu, orang tidak akan melakukan perbuatan
tercela tersebut.

Anda mungkin juga menyukai