Pengertian
Mujahadah an nafs sering disebut juga dengan kontrol diri, yaitu perjuangan sungguh-
sungguh atau jihad melawan ego atau nafsu pribadi. Kontrol diri seringkali diartikan sebagai
kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku
yang dapat membawa kearah konsekuensi positif, kontrol diri pun merupakan salah satu
potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan individu selama proses-proses dalam
kehidupan.
Jika kita menilik secara hakiki, nafsu diri atau disebut sebagai hawa nafsu merupakan poros
kejahatan. Karena, nafsu diri memiliki kecenderungan untuk mencari berbagai kesenangan.
Inilah kenapa Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa jihad melawan nafsu lebih
dahsyat daripada jihad melawan musuh.
Macam-macam Nafsu
Menurut Al-Qur’an nafsu dibagi menjadi tiga, yaitu :
1) Nafsu Ammarah, yaitu nafsu yang mendorong manusia kepada keburukan
dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan ” (Q.S Yusuf [12] : 53)
2) Nafsu Lawwamah, yaitu nafsu yang menyesali setiap perbuatan buruk (QS Al-Qiyamah
[75] ayat 2)
3) Nafsu Muthmainnah, yaitu nafsu yang tenang (QS Al-Fajr [89] ayat 27-28)
B. Husnuzhan
Pengertian
Kata Husnuzhan berarti berprasangka baik atau sering disebut juga positive thinking. Lawan
kata husnuzhan adalah su’uzhan, artinya berprasangka buruk. Dalam penerapannya
husnuzhan ada tiga, yaitu husnuzhan kepada Allah SWT, husnuzhan kepada diri sendiri,
dan husnuzhan kepada sesama manusia.
a. Husnuzhan kepada Allah SWT
Husnuzhan kepada Allah SWT tidak sebatas ucapan lisan saja, namun benar-benar
direflesikan dalam bentuk tindakan nyata, antara lain sebagai berikut :
1) Mencintai Allah SWT.
Dibuktikan dengan sikap senang mendengar panggilan-Nya, senang menjalankan perintah-
Nya.
2) Taat kepada Allah SWT
Dibuktikan dengan selalu menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
3) Selalu mohon ampunan-Nya
Dilakukan agar kita menyadari bahwa kita penuh dengan dosa, agar kita senantiasa selalu
berdoa kepada-Nya.
b. Husnuzhan kepada diri sendiri
Husnuzhan kepada diri sendiri erat kaitannya dengan sifat percaya diri. Kita yakin bahwa
diri kita sanggup mengerjakan banyak hal.
c. Husnuzhan kepada sesama manusia
Maksudnya kita berbaik sangka terhadap apapun yang dilakukan orang lain atas dasar
ketidaktahuan atau kepastian. Caranya
Senang berteman dengan orang lain
- Berpikir positif terhadap orang lain
- Hormat kepada orang lain
- Tidak ada perasaan curiga terhadap orang lain
C. Ukhuwah
Pengertian
Ukhuwah adalah ikatan jiwa yang melahirkan perasaan kasih sayang, cinta dan
penghormatan yang mendalam terhadap setiap orang, dimana keterpautan jiwa di tautkan
oleh ikatan akidah Islam, iman dan taqwa. Ukhuwah ini sangat identik dengan kerukunan
yang dimiliki umat islam
Tingkatan Ukhurwah
Proses terbentuknya ukhuwah islamiyah antara lain ada 5 :
1. Ta’aruf (Saling Mengenal) : ini adalah tingkatan yang paling dasar dalam ukhuwah. Adanya
interaksi dapat lebih mengenal karakter individu. Perkenalan pertama tentunya kepada
penampilan fisik (Jasadiyyan), seperti tubuh, wajah, gaya pakaian, gaya bicara, tingkah laku,
pekerjaan, pendidikan, dsb. Selanjutnya interaksi berlanjut ke pengenalan pemikiran(Fikriyyan).
Hal ini dilakukan dengan dialog, pandangan thd suatu masalah, kecenderungan berpikir, tokoh
idola yang dikagumi/diikuti,dll. Dan pengenalan terakhir adalah mengenal kejiwaan (Nafsiyyan)
yang ditekankan kepada upaya memahami kejiwaan, karakter, emosi, dan tingkah laku. Seoerti
kalau kita kenalan dengan orang pertama kalinya, kita tanya alamat, no HP dsb
2. Tafahum (Saling Memahami) : proses ini berjalan secara alami. Seperti bagaimana kita
memahami kekurangan dan kelebihan saudara kita. Sehingga kita bisa tahu apa yang di sukai dan
tidak di sukai, menempatkan posisi seperti apa bila kita bersamanya dsb.
3. Ta’awun (Saling Menolong) : lahir dari proses tafahum tadi. Ta’awun dapat dilakukan dengan
hati (saling mendo’akan), pemikiran (berdiskusi dan saling menasehati), dan amal ( saling Bantu
membantu). Saling membantu dalan kebaikan adalah kebahagiaan tersendiri. Karena manusia
adalah makhluk sosial yang butuh berinteraksi dan butuh bantuan org lain.
4. Takaful (Saling Menanggung) : rasa sedih dansenang diselesaikan bersama. Ketika ada
saudara yang mempunyai masalah, maka kita ikut menanggung dan menyelesaikan masalahnya
tersebut. Contoh mudah nya, ketika teman kita belum mampu membayar SPP bulan ini, maka
kita menanggung biaya nya tersebut. Dsb.
5. Itsar (Mendahulukan orang lain daripada diri sendiri) : ini adalah tingkatan tertinggi dalam
ukhuwah. Tingkatan iman nya para sahabat. Banyak hadist yang menunjukkan itsar ini. Seperti
ketika dalam suatu perang, salah seorang sahabat sangat kehausan. Kebetulan ia hanya tinggal
mempunyai 1 kali jatah air untuk minum. Saat akan meminum nya, terdengar rintihan sahabat
lain yang kehausan. Maka air tersebut ia berikan kepada sahabat yg kehausan itu. Saat mau
meminumnya terdengar sahabat lain lagi yang merintih kehausan. Kemudian ia berikan air
tersebut kepada sahabat itu. Begitu seterusnya sampai air tersebut kembali kepada si pemilik air
pertama tadi. Akhirnya semua syahid
Secara istilah, para ulama’ ahlus sunnah wal jama’ah mengartikan iman dengan;
Artinya: “Dan Allah Swt. memiliki asmā’ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan
(menyebut) nama-nama-Nya yang baik itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang
dalam (menyebut) namanama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang
mereka kerjakan.” (Q.S. al A’rāf/7:180)
b. Hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah
Swt. mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu, barang siapa yang
menghafalkannya, maka ia akan masuk surga”. (H.R. Bukhari)
A. Makna Al – Karim
Al-Karim adalah salah satu daripada Asma-ul-Husna. Nama ini memberi pengertian
istimewa tentang Allah s.w.t. Al-Karim bermaksud:
1. Allah s.w.t Maha Pemurah.
2. Allah s.w.t memberi tanpa diminta.
3. Allah s.w.t memberi sebelum diminta.
4. Allah s.w.t memberi apabila diminta.
5. Allah s.w.t memberi bukan kerana permintaan, tetapi cukup sekadar harapan, cita-cita dan
angan-angan hamba-hamba-Nya. Dia tidak mengecewakan harapan mereka.
6. Allah s.w.t memberi lebih baik daripada apa yang diminta dan diharapkan oleh para hamba-
Nya.
7. Allah Yang Maha Pemurah tidak kedekut dalam pemberian-Nya. Tidak dikira berapa banyak
diberi-Nya dan kepada siapa Dia memberi.
8. Paling penting, demi kebaikan hamba-Nya sendiri, Allah s.w.t memberi dengan bijaksana,
dengan cara yang paling baik, masa yang paling sesuai dan paling bermanafaat kepada si hamba
yang menerimanya.
B. Makna Al – Mu’min
Sifat Allah Al – Mu’min artinya "Allah Maha Pemberi Keamanan". Keamanan
merupakan kebutuhan penting bagi manusia. Kehidupan akan terasa nyaman dan berjalan
semestinya karena adanya keamanan. Negara yang tidak aman sulit melaksanakan pembangunan.
Kehidupan masyarakat akan terancam bila tidak ada keamanan. Kita lihat bagaimana negara
yang sedang dalam peperangan.
Keamanan dan rasa aman yang kita peroleh tidak terlepas dari kekuasaan Allah.
Ketenangan hati hanya didapat bila kita dekat denmgan Allah, rajin membaca Al - Qur'an, rajin
sholat, dan lain - lain. Ketidak nyamanan bukan hanya akibat ulah manusia tapi bisa juga karena
binatang buas, bencana alam seperti banjir, gempa bumi, tanah longsor dan lain - lain. Ada orang
yang merasa tidak aman walaupun situasinya aman dan tentram. Sebaliknya ada orang yang
merasa, tenang, tidak gelisah walaupun situasi dan keadaan genting dan kacau.
Contoh dan bukti sederhana
Contoh dan bikti sederhana bahwa Allah bersifat Al – Mu’min dapat kita lihat dalam diri
kita sendiri. Seperti pada tubuh kita, Allah menciptakan alis di atas mata yang berfungsi
melindungi mata dari keringat yang jatuh, bulu mata melindungi mata dari debu dan binatang -
binatang kecil.
Bukti lain diluar tubuh kita seperti ketika Rasulullah ingin Hijrah dari Mekkah ke kota
Madinah. Pada malam keberangkatan Nabi Muhammad, sekeliling rumah Nabi telah di pagar
betis oleh orang - orang Quraisy yang ingin membunuh Nabi Muhammad Saw. Akan tetapi
dengan sifat Al - Mukmin Allah telah memberi keselamatan kepada Rasulullah. Rasulullah
dengan aman dapat keluar dari rumah dan meninggalkan kota Mekkah menuju Madinah.
Meneladani Sifat Al Mu'min
Menenangkan teman yang sedang merasa takut
Tidak mengganggu teman
Menjaga diri sendiri dari ancaman dan gangguan orang atau makhluk lain
Tidak takut kepada apapun, kecuali kepada Allah
C. Makna Al – Wakiil
Al – Wakiil artinya Dzat yang maha memelihara, yaitu Dia yang memelihara dan
mengurusi segala kebutuhan makhlukNya, baik itu dalam urusan dunia maupun urusan akhirat.
Allah memerintahkan agar kita bersifat :
1. Beriman dan bertakwa kepada Allah SWT
2. Mempelajari dan memahami Al-Quran/Hadist
3. Memegang amanah dengan sebaik-baiknya
4. Menjadikan Allah SWT sebagai satusatunya pelindung
5. Hanya menyembah dan meminta pertolongan kepada Allah SWT
D. Makna Al – Matiin
Al – Matiin Artinya Dzat yang sangat kokoh, yaitu Dia sangat kokoh dan berkekuatan
yang tidak pernah luntur. Kokoh diatas segala-galanya diseluruh kekuasaanNya.
Kekukuhan Allah yang memiliki rahmat dan azab terbukti ketika Allah memberika
rahmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya tidak ada apapun yang dapat menghalangi rahmat ini
untuk tiba kepada sasarannya. Demikian juga tidak ada kekuatan yang dapat mencegah
pembalasan NYA. Kemurkaan dan azab NYA akan mengenai sasaran tanpa meleset sedikitpun
atau sekali pun.
Melalui sifat ini, Allah memerintahkan agar manusia memiliki sifat seperti :
1. Hanya menyembah Allah SWT yang maha kokoh
2. Selalu berprasangka baik kepada Allah SWT
3. Tidak enggan beribadah untuk kepentingan sendiri
4. Memohon rezeki hanya kepada Allah SWT
5. Menjaga diri sendiri dengan baik dan benar
E. Makna Al – Jami’
Jami’ berasal dari kata jama’ah yang artinya kumpulan, lebih dari satu, banyak. Allah
bersifat al-Jami’ artinya Allah maha mengumpulkan/mempersatukan.
Selain Allah akan mengumpulkan kita nanti pada hari kiamat, Allah al-jami’ juga dapat
kita buktikan dalam kehidupan ini.
Ada dua pelajaran yang dapat kita petik dari asma Allah al-Jami’.
Pertama Allah akan mengumpulkan kita nanti pada hari Akhir.
Kedua, sebagai khalifah, wakil yang dipercaya Allah untuk mengatur kehidupan alam
semesta ini. Kita harus membumikan al-Jami’ dalam kehidupan. Kita harus menjadi katalisator
untuk terbentuknya persatuan dan kesatuan mahkluk-makhluk Allah sehingga menjadi
satu kesatuan sIstem kehidupan yang harmonis dan saling membutuhkan. Jagalah persatuan dan
kesatuan sistem kehidupan, bertanggungjawablah pada tugas dan fungsi masing-masing. Jangan
merasa diri yang paling baik dan paling benar. Karena hanya Allah yang bisa memutuskan mana
yang benar dan mana yang salah. Jangan sok tahu dengan menghakimi orang lain salah, dan
kemudian kita menarik diri dari tugas dan fungsi kita dalam system kehidupan.
F. Makna Al – ‘Adl
Kata ini adalah kata dasar, di mana Allah menyifatkan diri-Nya sebagai sifat mubalaghah,
yakni bersifat adil yang sempurna. Dia bersih dari sifat aniaya, baik dalam hukum-Nya maupun
dalam perbuatan-Nya. Di antara hukum-Nya mengenai hak hamba-hamba-Nya adalah,
bahwasanya tidak ada bagi manusia itu kecuali apa yang dia usahakan, dan bahwa hasil dari
segala usahanya itu akan dilihatnya. Sesungguhnya orang-orang yang saleh berada di dalam
surga yang penuh dengan kenikmatan, dan bahwa orang-orang durhaka akan dimasukkan ke
dalam api neraka jahanam.
Kata ‘adl di dalam Al-Qur’an memiliki aspek dan objek yang beragam, begitu pula
pelakunya. Keragaman tersebut mengakibatkan keragaman makna ‘adl (keadilan). Menurut
penelitian M. Quraish Shihab bahwa —paling tidak— ada empat makna keadilan.
Pertama, ‘adl di dalam arti ‘sama’. Kata ‘adl dengan arti ‘sama (persamaan)’ pada ayat-
ayat tersebut yang dimaksud adalah persamaan di dalam hak. Di dalam QS. An-Nisâ’ [4]: 58,
misalnya ditegas kan, Wa izâ hakamtum bain an-nâsi an tahkumû bi al-
‘adl ( = َواِذَا َحك َْمت ُ ْم َب ْينَالنَّا ِسا َ ْنتَحْ ُك ُم ْوا ِب ْال َعدْ ِلApabila [kamu] menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil). Kata ‘adl di dalam ayat ini diartikan ‘sama’, yang mencakup
sikap dan perlakuan hakim pada saat proses pengambilan keputusan. Yakni, menuntun hakim
untuk menetapkan pihak-pihak yang bersengketa di dalam posisi yang sama, misalnya tempat
duduk, penyebutan nama (dengan atau tanpa embel-embel penghormatan), keceriaan wajah, ke
sungguhan mendengarkan, memikirkan ucapan mereka, dan sebagainya, yang termasuk di dalam
proses pengambilan keputusan.
Kedua, ‘adl di dalam arti ‘seimbang’. Pengertian ini ditemukan di dalam QS. Al-Mâ’idah
[5]: 95 dan QS. Al-Infithâr [82]: 7. Pada ayat yang disebutkan terakhir, misalnya
َ َ[ = اَلَّ ِذ ْى َخلَقَ َكفAllah] Yang telah
dinyatakan, Alladzî khalaqaka fa-sawwâka fa-‘adalaka ( َس َّوا َكفَعَدَلَك
menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan men jadi kan [susunan tubuh]mu
seimbang). M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa keseimbangan ditemukan pada suatu
kelompok yang di dalamnya terdapat beragam bagian yang menuju satu tujuan tertentu, selama
syarat dan kadar tertentu terpenuhi oleh setiap bagian. Dengan terhimpunnya syarat yang
ditetapkan, kelompok itu dapat bertahan dan berjalan memenuhi tujuan ke hadiran nya. Jadi,
seandainya ada salah satu anggota tubuh manusia berlebih atau berkurang dari kadar atau syarat
yang seharusnya maka pasti tidak akan terjadi keseimbangan (keadilan). Keadilan di dalam
pengertian ‘keseimbangan’ ini menimbulkan keyakinan bahwa Allah Yang Mahabijaksana dan
Maha Mengetahui mencipta kan serta mengelola segala sesuatu dengan ukuran, kadar, dan waktu
tertentu guna men capai tujuan. Keyakinan ini nantinya meng antarkan kepada pengertian
‘Keadilan Ilahi’.
Ketiga, ‘adl di dalam arti ‘perhatian ter hadap hak-hak individu dan memberi kan hak-hak
itu kepada setiap pemiliknya’. Pengertian inilah yang didefinisikan dengan ‘menempatkan
sesuatu pada tempatnya’ atau ‘memberi pihak lain haknya melalui jalan yang terdekat’.
Lawannya adalah ‘kezaliman’, yakni pelanggar an terhadap hak-hak pihak lain. Pengertian ini
disebutkan di dalam QS. Al-An‘âm [6]: 152, Wa Idzâ qultum fa‘dilû wa-lau kâna dzâ qurbâ
( = َواِذَاقُ ْلت ُ ْمفَا ْع ِدلُ ْو َاولَ ْوكَانَذَاقُ ْربَىDan apabila kamu berkata maka hendaklah kamu berlaku adil
kendatipun dia adalah kerabat[mu]). Pengertian ‘adl seperti ini melahirkan keadilan sosial.
Keempat, ‘adl di dalam arti ‘yang dinisbah kan kepada Allah’. ‘Adl di sini berarti
‘memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi, tidak mencegah kelanjutan eksistensi dan
perolehan rahmat sewaktu terdapat banyak ke mungkin an untuk itu’. Jadi, keadilan Allah pada
dasarnya merupakan rahmat dan kebaikan-Nya. Keadilan Allah mengan dung konsekuensi
bahwa rahmat Allah swt. tidak tertahan untuk diperoleh sejauh makhluk itu dapat meraihnya.
Allah memiliki hak atas semua yang ada, sedangkan semua yang ada tidak memiliki sesuatu di
sisi-Nya. Di dalam pengertian inilah harus dipahami kandungan QS. آli ‘Imrân [3]: 18, yang
ِ ب ِِ ْال
menunjukkan Allah swt. sebagai Qâ’iman bi al-qisth (ق ِِسْط ِ = قَائِ ًماYang menegakkan ke
adilan).
Contoh perbuatan yang mencerminkan Al’adl :
1. Tidak membedakan-bedakan sesuatu
2. Memberi tugas dengan adil
3. Dalam menghadapi masalah harus diselesaikan dengan melihat yang salah dan benar
4. Dalam membagi sesuatu harus adil
G. Makna Al – Akhir
Asma Allah Al-Akhir berarti Dzat Yang Maha Akhir. Maha Akhir disini dapat diartikan
bahwa Allah SWT adalah Dzat yang paling kekal. Tidak ada sesuatu pun setelah-Nya. Tatkala
semua makhluk, bumi seisinya hancur lebur, Allah SWT tetap ada dan kekal. Pemahaman
tentang Allah SWT sebagai Dzat Yang Maha Akhir ini tidak bisa disamakan dengan pengertian
bahwa Allah adalah akhir dari segala-galanya. Inilah yang membedakan antara Allah SWT
sebagai Sang Khalik (Sang Pencipta) dengan makhluk (yang diciptakan). Makhluk mempunyai
awal yang berupa penciptaannya dan mempunyai akhir pada saat dia sudah hancur atau mati. Hal
ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S. Ar-Rahman (55): 26-27 sebagai
berikut. Artinya: “Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang
mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Q.S. Ar-Rahman (55): 26-27)
Sebagai Dzat Yang Maha Akhir, Allah SWT akan tetap abadi dan kekal. Keabadian dan
kekekalan Allah SWT tersebut menunjukkan bahwa Dialah satu-satunya tempat bergantung atas
segala urusan kita, baik urusan di dunia maupun urusan-urusan yang akan kita bawa sampai ke
akhirat kelak. Sungguh sangat merugi orang-orang yang menggantungkan hidupnya pada selain
Allah. Karena sesungguhnya setiap yang ada di langit dan bumi ini akan hancur. Akan tetapi jika
kita bersandar penuh pada Sang Maha Kekal, pastinya kita tidak akan hancur dan terjerumus
dalam kesesatan. Karena sandaran kita tidak akan pernah hancur dan Maha Mengatur segala hal
yang terjadi pada hidup kita.
Contoh sederhana Al – Akhiir :
Sebagai Dzat Yang Maha Akhir, Allah SWT akan tetap abadi dan kekal. Keabadian dan
kekekalan Allah SWT tersebut menunjukkan bahwa Dialah satu-satunya tempat bergantung atas
segala urusan kita, baik urusan di dunia maupun urusan-urusan yang akan kita bawa sampai ke
akhirat kelak. Aplikasi dari Asma Al-Akhir dalam pebelajaran adalah berdoa sebelum dan
setelah pembelajaran di kelas. Siswa menunjukkan penyerahan diri kepada Allah SWT bahwa
mereka akan belajar dengan sungguh-sungguh dan mengharapkan sebuah kemudahan dalam
menyerap pengetahuan dari pembelajaran kepada Allah SWT. Selalu mengu-
capkan basmallah juga menunjukkan bahwa siswa-siswa menggantungkan doa agar aktivitas
mereka selalu berada dalam lindungan Allah SWT dan berharap agar mendapatkan safaat dan
manfaat dari aktivitasnya.