Skor Nilai:
PROJEK
PEMANFAATAN TRADISI MARDEMBAN DARI SUKU BATAK TOBA
SEBAGAI TANAMAN OBAT
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
Sejarah Mardemban
Suku Batak Toba merupakan salah satu suku yang berada di negara Indonesia. Dimana
masyarakatnya sampai pada saat ini masih memiliki tradisi yang sangat kental, salah satunya
melakukan tradisi Pasahat Demban (menyampaikan sirih). Dikalangan masyarakat, umumnya
daerah-daerah yang mayoritas suku Batak Toba,masih melakukan tradisi lama yang diwariskan
kepada mereka. Dalam artikel Lius Sinurat, 2015, mengangkat topik “Mardemban dan
Marsuntil”menjelaskan bahwa "Mardemban" atau memakan demban (sirih) yang diracik bersama
dengan pining (pinang), hapur (kapur sirih), gambir dan timbaho (serat tembakau). Saat meraciknya,
pastikan Anda memperhatikan komposisi yang proporsional: berapa lembar sirih, kapur sirih, gambir
dan tembakau yang akan diracik.
Tradisi Pasahat Demban /menyampaikan sirih adalah kebiasaan pada masyarakat yang
berkembang sejak zaman dahulu. Sampai sekarang belum diketahui secara pasti bagaimana tradisi
mardemban ini ditemukan dan berkembang pesat didaerah batak(Toba,Simalungun,Karo dll) namun
keberadaannya sudah lama dilakukan dan dijalankan sebagai tradisi yang baik bagi masyarakat
Batak. Pasahat Demban /menyampaikan sirih yang menggunakan tanaman sirih sebagai objek
utama merupakan salah komponen yang digunakan dalam acara adat, Daun Sirih juga salah satu
jenis obat-obatan dari alam yang dapat dijadikan sebagai antiseptik di samping aman (tidak ada efek
samping). Masyarakat Batak Toba menganggap bahwa demban “sirih” adalah simbol bagi
masyarakat Batak Toba untuk berdoa dan melakukan adatistiadat dan merasa dekat kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa atau dahulu disebut Oppung Mula Jadi Nabolon.
Tujuan Budaya dan Kearifan Lokal
Ada banyak nilai-nilai kearifan lokal yang dikandung dalam tradisi adat Batak “Mardemban” yaitu
sebagai berikut:
Pada acara manutup batang (menutup peti) terdapat kearifan gotongroyong yaitu: salah satu
peninggalan dari orangtua dulu bagi masyarakat Batak Toba di Sumbul Pegagan adalah gotong-
royong. Dalam setiap pekerjaan untuk kepentingan bersama selalu dikerjakan gotong-royong dalam
acara ini juga semua keluarga memberikan sirih maka peti akan diangkat beramai-ramai ke kuburan.
Setelah meletakkan sirih tidak perlu memanggil siapa-siapa untuk mengangkat peti lagi ke kuburan.
Pada acara kelahiran partus sibaso terdapat kearifan gotong royong. Masyarakat Batak Toba
merupakan masyarakat ysng menghsrgsi budayanya dan masih menjaga serta mempertahankan
budayanya dengan memberi sirih sebagai tanda penghormatan untuk siapapun.Dengan adanya sirih
nilai uang yang diberikan si ibu yang ingin melahirkan atau suaminya sebagai upah sibaso akan jauh
lebih berharga dibandingkan dengan tidak adanya sirih. Dengan adanya saling tolong-menolong
maka ada gotong-royong yang membuat masyarakat akan saling membantu dalam hal pekerjaan
yang dilakukan secara bersamaan. Dalam acara memasuki rumah baru terdapat juga kearifan gotong
royong dimana pihak laki-laki dan pihak perempuan saling bekerja sama mempersiapkan segala
keperluan untuk membuat adat tersebut yang dimulai dari pagi hari sampai selesainnya adat tersebut.
Pada acara pemerian namamartutu aek terdapat kearifan rasasyukur yang paling utama kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa melalui demban yang diberikan. Pendeta yang membabtis anak yang baru
lahir mendoakannya supada kelak setelah besar dapat beriman kepada Tuhan dan mempercayai
Tuhan Yang Maha Kuasa. Pada acara kematian dalam tahapan panangkok saring-saring (menaikkan
tulang belulang) terdapat juga kearifan rasa syukur. Ini dapat dilihat pada saat pemberian demban
tiar yang disampaikan sebelum dan sesudah mengangkat tulang-belulang leluhur atau orangtua yang
sudah meninggal sebagai penghormatan terakhir kepada leluhur dna orangtua yang sudah meninggal
yang dikaitkan ke dalam keagamaan mengikutkan titah Tuhan yamg harus menghormati orangtua.
Dimana orangtua bukan hanya semasa hidupnya saja perlu dihormati tetapi setelah dia meningga
juga perludihormati dengan mengingat kebaikan-kebaikan yang diberikannya. Pada kearifan rasa
syukur ini keberhasilan suatu acara dilihat saat keturunan yang ditinggalkan telah mencapai
hamoraon (kekayaan), hasangapon (kehormatan)dan hagabeon (keturunan banyak).
Kearifan Kerukunan
Pada acara memasuki rumah terdapat juga kearifan kerukunan yang terlihat bahwa pihak laki-
laki dengan pihak perempuan hidup rukun terutama mereka satu tujuan dalam membuat acara adat
memasuki rumah baru.mereka menandakan bahwa seluruh keluarganya hidup rukun.
Kearifan kesetiakawanan sosial dan kepedulian terdapat pada seluruh upacara adat baik dalam
kelahiran, pernikahan dan kematian. Dapat terlihat bahwa pihak laki-laki, sibaso dengan ibu yang
melahirkan serta suaminya mereka memiliki kepedulian satu sama lain.
Kearifan Kesopansantunan
Kearifan kesopansantunan terdapat pada acara pernikahan tahapan mangalakai dan marhata
sinamot /membicarakan mahar. Pada acara mangalakkai apabila adiknya ingin menikah terlebih
dahulu dari abang atau kakaknya maka dia harus permisi dahulu dan meberikan demban tiar sebagai
tanda bahwa dengan diberikannya demban itu kelak abang atau kakaknya secepatnya mendapatkan
jodoh dan juga dalam meberikan restu kakak dan abangnya itu memberikan dengan tulus. Pada acara
marhata sinamot „membicarakan mahar‟pihak paranak dan parboru saling sopan dalam
membicarakan uang sinamot dan dan membicarakan proses adat yang akan dilakukan.
Selain sebagai tradisi dan kebiasan, mardemban juga mempunyai banyak manfaat Berdasarkan
pengalaman dan juga kebiasaan adat batak, sirih “demban” diketahui mempunyai banyak sekali
manfaat, diantaranya sebagai berikut:
2. Menyehatkan Badan,
diyakini oleh masyarakat juga bahwa kandungan dari air sirih yang dikonsumsi apabila ditelan atau
diminum akan membawakan efek yang menyehatkan bagi tubuh maka tak jarang ditemui bahwa
masyarakat yang mengonsumsi sirih tidak akan membuang ludah dari hasil kunyahan sirih yang
dikonsumsi namun akan menelannya karna dianggap berkhasiat bagi kesehatan. Diyakini bahwa air
dari sirih tersebut mampu menjaga kesehatan organ dalam tubuh khususnya organ pencernaan.
4. Higienis,
diyakini juga oleh masyarakat bahwa kandungan dari air perasan sirih mampu menghilangkan
keputihan dan membuat organ kewanitaan lebih sehat.
Campuran demban atau sirih terdiri dari, demban (sirih), pining (pinang), hapur (kapur sirih),
gambir, serta timbaho (serat tembakau). Tentunya dengan komposisi yang pas agar
jangan tarhapur atau mangurbak pamangan (luka atau iritasi di rongga mulut bagian mulut).
Biasanya terdiri dari:
Berikut adalah bagaimana cara untuk mengonsumsi sirih “Demban” dalam tradisi adat Batak Toba:
1. Sediakan 2 helai/lembar daun sirih yang sudah dicuci bersih menggunakan air bersih. Lalu susun
bertindih seperti memegang uang.
2. Olesi permukaan daun sirih bagian atas menggunakan kapur sirih yang secukupnya disekitar
bagian tengah daun kira-kira 1CM dari tepi dau sirih.
3. Ambil 2 helai daun gambir lalu taruh ditengah helai daun sirih yang sudah diolesi kapur sirih.
Namun, sebagian besar masyarakat yang mengonsumsi gambir ini juga bisa menggunakan buah
gambir itu sendiri baik dihaluskan lebih dahulu atau dibuat dalam potongan-potongan kecil.
4. Lalu tambahkan dengan 4 irisan buah pining /pinang kedalam daun sirih tersebut, lalu lipatlah
daun sirih tersebut dari bagian tepi daun hingga bisa membentuk persegi panjang dengan rapi
dan tertutup rapat.
5. Sirih “Demban” siap untuk dikonsumsi. Selanjutnya ambillah timbaho/suntil dan bentuk dalam
bulatan-bulatan kecil kira-kira sebesar kelereng lalu suntil siap untuk dikonsumsi bersamaan
dengan sirih.
Latar Belakang
Di indonesia, tradisi makan sirih, merupakan bagian dari kebudayaan dan kehidupan
masyarakat dan sudah dikenal sejak abad ke-6 masehi serta tradisi tersebut dilakukan hampir di
seluruh wilayah di Indonesia, seperti; di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Papua
(NN, 2009). Tradisi makan sirih ini tidak dapat dipastikan dari mana asalnya. Tidak sedikit orang
yang mengatakan bahwa tradisi makan sirih berasal dari India. Pendapat ini lebih didasarkan pada
cerita-cerita sastra dan sejarah lisan. Berdasarkan catatan perjalanan Marcopolo, yang dikenal
sebagai penjelajah pada abad ke-13 mencatat bahwa masyarakat di Kepulauan Nusantara banyak
yang makan sirih (Damyanti 2005).
Makan sirih merupakan salah satu bentuk tradisi yang ada di masyarakat yang secara turun-
menurun dilakukan. Sirih digunakan sebagai tanaman obat, yang juga sangat berperan dalam
kehidupan dan berbagai upacara adat berbagai suku bangsa masyarakat Indonesia. Sirih adalah jenis
tumbuhan yang mirip dengan tanaman lada, dengan nama ilmiahnya adalah Piper Betle, dan ada
beberapa daerah di Indonesia memberikan nama lain terhadap sirih yaitu, Belo (Batak Karo),
Demban (Batak Toba), Ranub (Aceh), Afo (Nias), Sirieh, Sirih (Minang), namun demikian nama
paling umum adalah sirih.
Makan sirih adalah budaya Indonesia dengan meramu daun sirih dan bahan-bahan lain
sebagai ramuannya. Perlengkapan atau ramuan yang digunakan untuk makan sirih secara umum
adalah terdiri dari sirih, kapur, gambir, pinang, dan tembakau. Seperti halnya dibeberapa kawasan di
Indonesia NTT (Nusa Tenggara Timur), pa happa atau makan sirih pinang merupakan salah satu
budaya yang sangat melekat pada masyarakat Sumba. Dimana perpaduan buah sirih dan buah pinang
yang kemudian dicampur dengan kapur, dikunyah, dan diludahkan yang akan menghasilkan bercak
merah tersebut.
Mardemban adalah istilah untuk makan sirih dalam bahasa batak toba yang memerlukan
bahan-bahan lain sebagai ramuannya, yang terdiri dari demban (sirih), pining (pinang), hapur (kapur
sirih), gambir, serta timbaho (serat tembakau). Semua bahan-bahan dan ramuan dibungkus dalam
sirih, kemudian dikunyah. Kemudian timbaho (serat tembakau) digunakan dengan cara menyuntikan
atau digoyangkan ke bagian atas dan bawah bibir, setelah sirih dikunyah dan menghasilkan warna
merah.
Lain halnya yang dilakukan oleh orang Nias ketika memakan sirih, dimana tembakau
dimakan bersamaan dengan bahan ramuan lainnya. Meskipun begitu bahan-bahan atau perlengkapan
bahan makan sirih relatif sama, yaitu; yang terdiri dari sirih, kapur, gambir, pinang, dan tembakau.
Makan sirih pada orang Nias ini dilakukan oleh kaum lakilaki dan kaum perempuan, sirih beserta
ramuannya menyodorkan atau disuguhkan pada setiap tamu yang datang ke rumah.
Kebiasaan ini juga sudah menjadi tradisi yang dilakukan oleh semua lapisan masyarakat
Papua. Baik itu laki-laki, perempuan, tua, muda, tanpa membedakan setatus sosial. Bahkan anak
kecilpun sudah terbiasa menginang (pada masyarakat Papua istilah makan sirih disebut dengan
menginang) dan meninggalkan warna merah di gigi. Ramuan yang biasa diigunakan adalah gambir,
kapur sirih, dan buah pinang (http://santhiserad.com/2012/09/bagai-pinangdibelah-dua-artikel-flink/
diakses tanggal 26 maret jam 15.20). Sedangkan ramuan pelengkap bisa terdiri dari tembakau,
kapulaga, cengkeh, kunyit. Ramuan pelengkap ini berbeda antara satu orang dengan orang lainnya.
Berbeda halnya dengan orang Karo, man belo hanya dilakukan oleh kaum perempuan saja (baik
anak-anak, singuda-nguda atau anak gadis, pernanden atau ibu-ibu, dan nini-nini atau nenek-nenek).
Sedangkan untuk kaum laki-laki man belo tidak dilakukan, karena dianggap tabu. Lain halnya
dengan orang batak toba, tradisi mardemban ini dilakukan oleh kaum perempuan dan laki-laki,
namun keseringan dilakukan oleh kaum perempuan.
Suku Batak Toba adalah salah satu Suku Bangsa Batak terbesar yang mendiami daerah tepi
Danau toba, Pulau Samosir, Dataran Tinggi Toba, Pulau Samosir, Dataran Tinggi Toba, Asahan,
Silindung, daerah antara Barus dan Sibolga, Pegunungan Pahae, dan Habinsaran. Secara umum Suku
Bangsa Batak terdiri dari beberapa bagian yaitu : 1. Batak Mandailing yang mendiami daerah induk
Mandailing, Ulu, Pahatan dan bagian selatan dari Padang Lawas, 2. Batak Angkola yang mendiami
daerah induk Angkola dan Sipirok, sebagian dari Sibolga dan Batang Toru, dan bagian utara dari
Padang Lawas, 3. Batak Simalungun yang mendiami daerah induk Simalungun, 4. Batak Pak-Pak
yang mendiami daerah induk Dairi, 5. dan Batak Karo mendiami Dataran Tinggi Karo, Langkat
Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu dan sebagian Dairi (Yunus 1994:10). Logat bahasa yan dipergunakan
oleh oleh sub bangsa ini ialah empat logat diantaranya, logat Karo, logat Simalungun, logat Dairi dan
logat Toba. Sedangkan Batak Toba, Angkola dan Mandailing menggunakan logat bahasa yang sama
yaitu logat Toba (Bangun, 1980 :94).
Keenam dari Suku Bangsa ini merupakan salah satu suku terbesar di Sumatera Utara, yaitu
menganut garis keturunan patrilineal (menarik garis keturunan dari laki-laki). Para anggota laki-laki
kelompok keturunan patrilineal menarik garis keturunan mereka dari nenek moyang bersama melalui
laki-laki. Dari uraian di atas, telah menjelaskan bahwa suku bangsa Batak terbagi ke dalam enam
suku bangsa, tetapi dalam penelitian ini peneliti akan membahas salah satu suku yaitu Suku Bangsa
Batak toba. Yang dimana tradisi mardemban ini sangat berperan dalam kehidupan dan berbagai
upacara adat. Adapun tujuan tradisi Mardemban ini adalah untuk menunjukkan nilai-nilai kesopanan
yang terkandung di dalam nya. Sama halnya dengan setiap kali kita membutuhkan sesuatu kita harus
menyampaikannya dengan penuh rasa syukur dan sopan santun agar setiap apapun yang kita
kehendaki dan butuhkan dapat tercapai dengan sebagai mana mestinya. Fungsi Mardemban ini juga
sebagai tata pergaulan dan tata nilai kemasyarakatan. Misalnya, bahan-bahan mardemban dijadikan
hidangan penghormatan untuk tamu, dan sebagai alat pengikat dalam pertunangan sebelum
menikah.Tradisi Mardemban juga digunakan sebagai sesaji yang digunakan dalam upacara adat
istiadat dan upacara kepercayaan atau religi.
Tradisi Mardemban yang dilakukan oleh masyarakat Batak Toba, khususnya pada saat ini
sangat sering ditemui di daerah suku Batak lainnya. Hal inilah yang membuat penulis untuk
mendeskripsikan dan mengkaji tradisi mardemban ini untuk dijadikan sebagai sumber belajar yang
mengangkat kearifan lokal dari suku Batak toba.
Penulis tinggal di daerah Batak Toba sehingga sering melihat dan menyaksikan tradisi dari
mardemban ini. Selain itu, penulis juga asli suku Batak Toba. Akan tetapi tradisi Mardemban ini
sudah jarang dilakukan oleh generasi muda Batak Toba terkhususnya yang tinggal di daerah
perkotaan, hal ini disebabkan karena memang pada umumnya tradisi mardemban ini dilakukan oleh
para Masyarakat yang tinggal di daerah Perdesaan. Sehingga besar kemungkinan tradisi mardemban
ini akan mengalami kepunahan. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk mengangkat kembali
dan juga menginformasikan kembali dalam bentuk sebuah aplikasi mengenai tradisi dari
Mardemban suku Batak Toba ini. Sehingga Penulis dalam kaitannya sebagai sumber belajar penulis
mengangkat judul “Manfaat Mardemban sebagai Tanaman Obat”
Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan mardemban ?
2. Bahan-bahan apa saja yang digunakan dalam mardemban ?
3. Apa manfaat dari mardemban bagi kesehatan?
4. Apa manfaat dari tiap bahan-bahan yang terkandung dalam mardemban?
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari mardemban.
2. Untuk mengetahui bahan-bahan yang dipakai dalam mardemban .
3. Untuk mengetahui manfaat dari mardemban bagi kesehatan.
4. Untuk mengetahui manfaat dari tiap bahan-bahan yang terkandung dalam mardemban.
Sasaran Penulisan
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah diatas maka kami sampai kepada
kesepakatan untuk mencapai tujuan tersebut diatas. Dimana kami akan mengembangkan sebuah
sumber belajar terkhusus untuk jenjang pendidikan di Sekolah Dasar dikarenakan berhubungan
dengan salah satu anggota dari kelompok kami adalah mahasiswa yabg mengikuti program Kampus
Mengajar sehingga kami mengangkat sebuah ide dari kearifan Lokal tradisi suku Batak " Mardem
an" sebagaimana dijelaskan diatas bahwa tradisi ini adalah tradisi dimana orang-orang suku Batak
yang mengonsumsi daun sirih yang dicampurkan dengan berbagai bahan lainnya yang dianggap
memiliki banyak sekali manfaat dalam kehidupan. Sehingga berdasarkan nilai-nilai tersebut kami
mengambil ide ini dan mengaitkannya dengan pembelajaran IPA kelas Vl sekolah dasar, dimana
pada pembelajaran kelas Vl semester l(ganjil) terdapat materi pembelajaran mengenai " Tumbuhan
dan Manfaat Tumbuhan". Pada awalnya kami kesulitan untuk mencocokkan materi ini dengan ide
yang kami punya. Namun dengan adanya materi ini dan ide kami yang mengandung manfaat dari
Tumbuhan sehingga kami mendapat gagasan yang lebih baik lagi. Sasaran dari ide kami ini adalah
Daun sirih sebagai tanaman yang mempunyai banyak sekali manfaat dan fungsi terlebih dalam dunia
obat-obatan dan sanitasi sehingga kami mengambil inisiatif untuk mengangkat ide "penggunaan
Tanaman Daun Sirih sebagai tanaman Obat". Hal ini berkaitan dengan materi pembelajaran IPA
kelas Vl Sekolah Dasar yaitu materi "Tumbuhan dan Manfaat Tumbuhan" . Sehingga dalam
kaitannya terhadap sumber belajar maka kami akan mengangkat ide " Manfaat Mardemban sebagai
Tanaman Obat"
f. Kandungan kimia
Daun sirih mengandung minyak atsiri (42%), yang terdiri dari betlephenol, kavikol,
seskuiterpen, hidroksikavikol, cavibetol, estragol, dan karvakrol. Beberapa penelitian ilmiah
juga menyatakan bahwa daun sirih juga mengandung diastase 0,8% sampai 1,8%, gula, dan
tanin (Moeljanto dan Mulyono, 2003).
Minyak atsiri atau minyak eteris adalah istilah yang digunakan untuk minyak mudah menguap.
Umumnya tidak berwarna akan tetapi bila dibiarkan lebih lama warnanya berubah menjadi
kecoklatan karena terjadi oksidasi. Untuk mencegahnya disimpan di tempat yang sejuk dan
kering di dalam wadah tertutup rapat dan berwarna gelap. Umumnya larut dalam pelarut
organik dan tidak larut dalam air. Sebagian besar minyak atsiri terdiri dari persenyawaan
hidrokarbon asiklik dan hidrokarbon isosiklik serta hidrokarbon yang telah mengikat oksigen
seperti alkohol, fenol dan eter.
Menurut Guenther (1987), komponen minyak atsiri dapat digolongkan menjadi empat
kelompok besar, yaitu:
a. Terpen, yang ada hubungannya dengan isopren.
b. Persenyawaan berantai lurus tidak mengandung rantai cabang.
c. Turunan benzena.
d. Bermacam-macam persenyawaan lain, misalnya turunan alkohol, aldehid, keton.
Contohnya:
1) Alkohol: linolol, borneol, sineol, eugenol fenil, etil alkohol.
2) Aldehid: benzaldehid, anisaldehid, serinamaldehid, sitral.
3) Keton: kamfor, methon, asetoferon, piperiton.
Pemakaian daun sirih untuk obat disebabkan adanya minyak atsiri yang dikandungnya. Dalam
hal ini, Prof. J. F. Eykman, seorang ahli kimia pada masa penjajahan Belanda melakukan upaya
pemisahan minyak atsiri dari daun sirih. Usaha tersebut dilakukan di Kebun Raya Bogor pada
tahun 1885. Setelah dipisahkan, ternyata sepertiga dari minyak atsiri tersebut terdiri dari
phenol dan sebagian besar adalah kavikol. Kavikol inilah yang memberikan bau khas daun
sirih dan memiliki daya pembunuh kuman atau bakteri lima kali lipat dari phenol biasa
(Moeljanto dan Mulyono, 2003).
a. Deskripsi tanaman
Tumbuhan pinang (Areca catechu L.) merupakan salah satu dari jenis tumbuhan yang
memiliki banyak kegunaan antara lain untuk dikonsumsi, bahan industry kosmetika,
kesehatan, dan bahan pewarnaan pada industry tekstil (Ihsanurrozi,2014). Tumbuhan ini
tumbuh dan tersebar luas di wilayah India, Malaysia, Taiwan, Indonesia dan negara asia
lainnya, baik secara individu maupun populasi (Jaiswel et al , 2011), umumnya tumbuhan ini
di tanam sebagai tanaman pagar atau pembatas perkebunan (Staples & Bevacqua, 2006).
Adapun klasifikasi ilmiah dari pinang, sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Classis : Liliopsida
Order : Arecales
Family : Arecaceae
Genus : Areca
Spesies : Areca catechu L.
b. Nama daerah
Nama daerah dari tumbuhan pinang ini antara lain pineng, pineung (Aceh), pinang (Gayo),
batang mayang (Karo), pining (Toba), pinang (Minangkabau), gahat, gehat, kahat, taan,
pinang (Kalimantan), bua, hua, soi, hualo, hual, soin, palm (Maluku), mamaan, nyangan,
luhuto, luguto, poko rapo, amongan (Sulawesi), jambe, penang, wohan (Jawa)
(Widyanigrum, 2011).
c. Morfologi
Pinang merupakan tumbuhan palma family
Arecaceae yang tingginya dapat mencapai 12
hingga 30 m, berakar serabut berwarna putih,
batang tegak lurus bergaris tengah 15 sampai 20
cm, tidak bercabang dengan bekas daun yang
lepas terlihat jelas. Pembentukan batang baru
terjadi setelah 2 tahun dan berbuah pada umur 5
hingga 8 tahun tergantung pada keadaan tanah, tanah dengan kelembaban yang baik dan
memiliki rentang pH 5-8 sangat mendukung untuk pertumbuhan (Staples & Bevacqua, 2006).
Daun memiliki panjang sekitar 1,5 hingga 2 cm. daunnya tunggal menyirip bertoreh sangat
dalam tumbuh berkumpul di ujung batang membentuk roset batang (Jaiswel et al , 2011).
Pinang merupakan tumbuhan berumah satu (monoceous) dengan perbungaan uniseksual
dimana bunga jantan dan bunga betinanya berada dalam satu perbungaan (Staples &
Bevacqua, 2006).
Kumpulan bunga jantan yang terletak di bagian terminal (ujung) perbungaan ukurannya kecil
dan mudah sekali rontok, sedangkan bunga betinanya yang terletak di bagian pangkal
memiliki ukuran yang lebih besar dengan panjang sekitar 1,2 hingga 2 cm. Bunga jantan dan
betina memiliki enam tepal yang sesil, berwarna putih dan beraroma (Ihsanurrozi, 2014).
d. Organ yang digunakan dalam mardemban
Tanaman pinang adalah tanaman yang sudah lama dikenal di Indonesia untuk ramuan ramuan
sirih biasanya yang masih segar dan masak, warnanya kuning kemerahan sirih dan harganya
relatif cukup murah. Buah pinang yang digunakan untuk hingga merah kecoklatan. Buah
pinang (Areca catechu) termasuk dalam jenis palma pada daerah Pasifik, Afrika dan Asia,
yang dapat ditemui di pulau NTB, Jawa, Sumatra dan Kalimantan. Tanaman ini sering
dijadikan bahan obat tradisional serta bahan untuk menyirih (nyeupah) (Sajaratud,2013)
e. Kandungannya
Kandungan kimia dari pinang telah diketahui sejak abad ke 18. Dari sekian banyak
komponen utama dari biji pinang adalah karbohidrat, lemak, serat, polyphenol termasuk
flavonoid dan tanin, alkaloid dan mineral. Polyphenol dan alkaloid dari golongan piridin
mendapat perhatian lebih dari sekian banyak kandungan kimia yang terdapat dalam pinang,
dikarenakan zat-zat tersebut diketahui memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan.
Biji pinang rasanya pahit, pedas dan hangat serta mengandung 0,3 - 0,6% alkaloid. Selain itu
juga mengandung red tannin 15%, lemak 14% (Palmitic, oleic, stearic, caproic, caprylic,
lauric, myristic acid), kanji dan resin.
Biji buah pinang mengandung alkaloid, seperti arekolin (C8H13NO2), arekolidin, arekain,
guvakolin, guvasin dan isoguvasin. Ekstrak etanolik biji buah pinang mengandung tannin
terkondensasi, tannin terhidrolisis, flavan, dan senyawa fenolik, asam galat, getah, lignin,
minyak menguap dan tidak menguap, serta garam (Ihsanurrozi, 2014).
Arekolin (C8H13NO2) merupakan alkaloid utama yang terdapat dalam biji pinang dan
menjadi alkaloid terpenting dalam fisiologisnya, selain asekolidin, arekain, guvakolin,
guvasin, dan isoguvasin (Jaiswal et al., 2011). Biji segar mengandung kira-kira 50% lebih
banyak alkaloid dibandingkan dengan biji yang telah mengalami perlakuan, selain itu
konsentrasi flavonoid dalam biji pinang menurun seiring dengan bertambahnya kematangan
buah (Ihsanurrozi, 2014).
a. Deskrpsi
Dalam dunia industri, kapur sirih bukan berasal dari tanaman sirih. Melainkan bahan kimia
yang diberi sebutan orang Indonesia bernama kalsium hidroksida. Kapur sirih adalah kalsium
hidroksida yang berupa bubuk berwarna putih dan tidak berbau. Penggunaan kapur ini di
dunia industri mulai dari campuran pengolahan limbah, produksi kerta, konstruksi, campuran
dalam isian akar gigi, dan masih banyak lagi.
b. Kandungan nutrisi pada kapur
Kapur sirih terbuat dari cangkang kerang kepah yang dibakar denga potongan kulit kayu
selama 10 sampai 11 jam. Cangkang dihancurkan dengan air lalu dihaluskan hingga menjadi
bubuk putih kapur sirih. Kapur inilah mengandung senyawa kalsium hidroksida Ca (OH)2
dan mengandung sifat basa kuat. Akaline pada kapur ini juga digadang-gadang sangat tinggi
hingga (pH 11-12,5).
4. Gambir
a. Deskripsi
Gambir (Uncaria gambir (Hunter) Roxb.) merupakan tumbuhan yang tumbuh di kawasan
tropis dan digunakan sebagai antidiare dan astringen di Asia (Anggraini dkk., 2011).
Tumbuhan ini dikenal di Sumatera sebagai gambee, gani, kacu, sontang, gambe, gambie,
gambu, gimber, pengilom, dan sepelet. Di Jawa dikenal sebagai santun dan ghambhir. Di
Kalimantan dikenal sebagai gamelo, gambit, game, gambiri, gata dan gaber. Di Nusa Tenggara
dikenal sebagai Tagambe, gembele, gamelo, gambit, gambe, gambiri, gata dan gaber. Di
Maluku dikenal sebagai kampir, kambir, ngamir, gamer, gabi, tagabere, gabere, gaber dan
gambe (Anonim b, 2000).
Gambir berasal dari Asia Tenggara
terutama pulau Sumatera, dan banyak
dibudidayakan di daerah Sumatera
Barat. Tumbuhan ini hidup di area
terbuka di dalam hutan, kawasan hutan
hutan yang lembab, area terbuka bebas
peladangan atau pinggir hutan pada
ketinggi 200 – 900 m dpl (Sampurno
dkk., 2007). Taksonomi gambir
menurut (Haryanto, 2009) adalah:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotiledon
Bangsa : Rubiales
Suku : Rubiaceae
Marga : Uncaria
Spesies : Uncaria gambir (Hunter) Roxb.
b. Organ sediaan pembuatan gambir
Sediaan gambir biasanya diperoleh dari daun dan ranting muda tanaman (folii extracum
siccum). Simplisia berbentuk kubus tidak beraturan atau agak silindris pendek, terkadang
bercampur dengan bagian yang remuk, tebalnya 2-3 cm, ringan, mudah patah dan berliang
renik-renik. Warna permukaan luar cokelat muda hingga cokelat tua kemerahan atau
kehitaman. Warna permukaan yang baru dipatahkan cokelat muda sampai cokelat kekuningan.
Gambir memiliki bau yang lemah serta rasa yang semula phit dan sangat kelat kemudian agak
manis (Anonim b, 1989).
Sediaan tradisional gambir dapat dibuat dengan merebus daun dan tangkai selama 1,5 jam dan
kemudian diperas untuk memperoleh ekstraknya. Ekstrak kental lalu diletakkan dalam paraku,
sebuah wadah terbuat dari kayu yang dirancang khusus untuk ekstrak kental gambir yang
berukuran 3 m x 30 cm x 10 cm selama 24 jam. Ekstrak kemudian dibentuk bulat dan
dikeringkan di bawah sinar matahari selama sekitar 3 hari (Anggraini dkk., 2011)
c. Morfologi tumbuhan gambir
- Morfologi batang gambir
Tanaman gambir adalah tanaman perdu yang memanjat. Tanaman gambir mempunyai
batang yang merupakan padatan berbentuk kubus atau silinder tak beraturan dan tidak
berambut. Percabangan tanaman gambir adalah simpodial. Warna permukaan luar
batang gambir berwarna cokelat muda hingga cokelat tua kemerahan. Baunya khas
dan rasanya sedikit pahit kemanisan.
- Morfologi daun gambir
Daun gambir adalah daun tunggal yang tumbuh di tangkai batang. Daun gambir
berbentuk oval memanjang dengan bagian ujung daun meruncing dan bagian tepi
daun bergerigi. Permukaan daun tidak berbulu atau licin, dengan tangkai daunnya
berukuran pendek. Panjang daun gambir sekitar 8-13 cm dengan lebar 4-7 cm. Daun
gambir memiliki kait di antara dua tangkai daunnya. Daun gambir letaknya
berhadapan, dan pertulangan daun bagian bawah menonjol.
- Morfologi Bunga gambir
Bunga tanaman gambir adalah bunga majemuk yang bentuknya seperti lonceng dan
tumbuh di ketiak daun. Ukuran bunga gambir sekitar 5 cm. mahkotanya berjumlah 5
helai yang berbentuk lonjong dan berwarna ungu. Kelopak bunga gambir pendek dan
benang dari berjumlah lima.
- Morfologi buah gambir
Buah tanaman gambir berbentuk polong semu yang berpenampang sampai 2 cm. buah
gambir ini penuh dengan biji-biji yang halus dan berukuran kurang lebih 1-2 mm.
Bagian luar buah terdapat sayap yang memungkinkan biji gambir tersebar karena
angin. Biji gambir berjumlah banyak, berbentuk seperti jarum dan berukuran kecil
serta berwarna kuning.
5. Timbaho (tembakau)
a. Deskripsi
Tembakau adalah tanaman musiman yang tergolong dalam
tanaman perkebunan. Pemanfaatan tanaman tembakau terutama
pada daunnya yaitu untuk pembuatan rokok. Tanaman
tembakau diklasifikasikan sebagai berikut :
Famili : Solanaceae
Sub Famili : Nicotianae
Genus : Nicotianae
Spesies :Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica (Cahyono, 1998).
Nama umum : Tembakau
Nama daerah :
Sumatera : Bakong (Aceh) Bako (Gayo) Timbako (Batak Kara) Timbaho
(Batak Toba) Bago (Nias) Tembakau (Me- layu) Temakaw
(Bengkulu) Tembakau (Minang- kabau) Tembaku (Lampung)
Jawa : Bako (Sunda) Bako (Jawa Tengah) Debak (Madura)
Bali : bako
Nusa tenggara : Tembako (Sasak)
Sulawesi : Modo (Roti) Tabako (Timor) Tambako (Makasar) Tabaku
(Seram)
Maluku : Tabaku (ternate)
b. Morfologi
Habitus : Sernak, semusim, tinggi ± 2 m.
Batang : Berkayu, bulat, berbulu, diameter ± 2 cm, hijau.
Daun : Tunggal, berbulu, bulat telur, tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul,
panjang 20-50 cm, lebar 5-30 cm, tangkai panjang 1-2 cm, hijau keputih-
putihan.
Bunga : Majemuk, tumbuh di ujung batang. kelopak bunga berbulu, pangkal
berlekatan. ujung terbagi lima, tangkai bunga berbulu, hijau. benang sari lima,
kepala sari abu-abu, putik panjang 3-3,5 cm, kepala putik satu, putih, mahkota
bentuk terompet, merah muda.
Buah : Kotak, bulat telur, masih muda hijau setelah tua coklat.
Biji : Kecil, coklat.
Akar : Tunggang, putih.
Bagian tanaman yang digunakan adalah daun
Cara kerja : 1. Bersifat sebagai insektisida
2. Racun ssaraf , kontak dan perut
3. Fumigan
c. Kandungan kimia
Daun Nicotiana tabacum mengandung alkaloida, saponin. flavonoida dan politenol.
d. Khasiat
Daun Nicotiana tabacum berkhasiat sebagai obat luka. Untuk obat luka dipakai ± 25 gram
daun segar Nicotiana tabacum, dicuci dan ditumbuk sampai lumat. ditambah minyak tanah ±
25 ml diperas dan disaring. Hasil saringan dioleskan pada luka
Satuan pendidikan : SD
Mata pelajaran : Biologi
Kelas : IV
Materi Pokok : Manfaat Tumbuhan dan Hewan Bagi Kehidupan Manusia
(Buku Tema, Hal 79)
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit (1x Pertemuan)
Kelompok :
Anggota :
Kelas :
1. Sebutkan dan jelaskan salah satu kearifan lokal dari suku batak !
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
4. Apa manfaat dari setiap tanaman yang menjadi dasar kearifan lokal dari kearifan
lokal yang kamu pilih !
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
5. Apakah manfaat dari dari kearifan lokal yang kamu pilih !
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
1.
2.
3.
4.
5.
LEMBAR PENILAIAN
PENILAIAN PROSES DAN HASIL BELAJAR
Nilai sikap
Perubanan tingkah laku
Tanggung
Santun Peduli
Jawab
No Nama
S S S
K C B K C B K C B
B B B
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 ..........
2 ..........
3 ……..
4 ……………
..
5 ……………
..
Ds t ……………
..
Keterangan:
K (Kurang) : 1, C (Cukup) : 2, B (Baik) : 3, SB (Sangat Baik) : 4
Nilai Kognitif
2. Apakah tujuan 25
budaya dari kearifan
lokal yang kamu
pilih !
Nilai Psikomotorik
0 5 10 15 20
1. 20
2. 20
3. 20
4. 20
5. 20
DAFTAR PUSTAKA