PENGERTIAN ETIKA
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk
jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput,
kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat
kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles
dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti
yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1. ilmu tentang oral (akhlak); apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban.
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Ajaran etika dalam Weda mencangkup bidang yang sangat luas, antara lain :
Kebenaran
Kasih
Tanpa kekerasan
Keluhuran budhi pekerti
Membenci sifat buruk
Mengembangkan sifat ramah dan manis
Kesucian hati
Sejahtera, damai, bahagia, moralitas
Wiweka (kemampuan membedakan sifat baik dan buruk)
Dll
“Di antara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia sajalah yang dapat
melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk; leluhurlah ke dalam perbuatan baik, segala perbuatan
yang buruk itu; demikianlah gunanya(pahalanya) menjadi manusia” (Sarasamuscaya 2).
“Oleh karena itu, janganlah sekali-kali bersedih hati, sekalipun hidupmu tidak makmur, dilahirkan
menjadi manusia itu hendaklah menjadikan kamu berbesar hati, sebab amat sukar untuk dapat
dilahirkan menjadi manusia, meskipun kelahiran hina sekalipun” (Sarasamuscaya 3).
“Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama: sebabnya karena demikian ia dapat
menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang ) dengan jalan berbuat baik:
demikianlan keuntungannya dapat menjelma sebagai manusia(Sarasamuscaya 4)
Dalam Beghavadgita Sri Krisna : XVI. 1-2-3 ada dua macam kecenderungan (sifat,prilaku) manusia :
“Sri Bhagawan; keberanian, kemurnian pikiran, bijaksana dalam membagi pengetahuan dan konsentrasi,
amal sedekah, pengendalian diri dan berkorban, belaja kitab Suci, melakukan tanpa dan berbuat
kejujuran” (1)
“Tanpa kekerasan, kebenaran, bebas dari kemarahan, tanpa pamrih, tenang, benci dalam mencari
kesalahan, welas asih terhadap makhluk hidup, bebas dari kelobaan, sopan, kerendahan hati dan
kemantapan” (2)
“Berani, pemaaf, teguh, murni, bebas dari kedengkian dan kesombongan, yang semuanya ini wahai
Bharata(Arjuna) merupakan anugerah pada mereka yang lahir dengan sifat dewata” (3)
“Ada dua macam makhluk yang diciptakan di dunia ini yaitu yang bersifat ilahi dan bersifat raksasa. Yang
bersifat Ilahi telah dia uraikan secara panjang lebar. Sekarang dengarkan wahai Partha(Arjuna), tentang
makhluk yang bersifat raksasa.”
“Kerajinan dengan keinginan yang tidak terhitung banyaknya yang hanya berhenti dengan kematian,
memandang pemusatan keinginan sebagai tujuan tertinggi, dengan memastikan bahwa inilah segala-
galanya” (10)
“Gerbang menuju neraka ini yang menghantar pada kemusnahan sang rokh ada 3 jenis yaitu: nafsu,
kemarahan, dan ketamakan. Oleh karena itu seseorang harus melepaskan ketiganya ini” (21)
Ada 12 brata Sang Brahmana yang tertera dalam kitab Sarasamuscaya S.57
Etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak/moral, sebuah refeksi kritis dan
rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola
perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok.
Pengertian etika lebih jauh diuraikan juga dalam kamus besar bahasa indonesia edisi
tahun 1988 (bertens,2004) kamus termaksud membedakan tiga makna mengenai etika yaitu :
a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat.
Dalam agama Hindu, etika dinamakan sebagai susila yang diartikan sebagai kebiasaan
atau tingkahlaku manusia yang baik, karena itu dalam agama hindu, etika dikatakan sebagai ilmu
yang mempelajari tata nilai, tentang baik dan buruknya suatu perbuatan, sihingga muncul suatu
situasi yang singkron antar sesame manusia, antar manusia dengan lingkungan sekitarnya. Salah
satu aspek yang dibahas dalam etika adalah tentang moral. Etika juga diartikan sebagai rasa
cinta, kasih sayang. Dimana seorang yang menerima etika itu adalah karena ia mencintai dirinya
sendiri dan menghargai orang lain, sifat tidak egoistis melaikan humanistis (pudja, 1984:57-58)
Pengertian etika dalam agama hindu adalah bagaimana menentukan sikap, tingkah laku
yang seharusnya dilakukan berdasarkan ajaran agama hindu, yang mana dalam ajaran agama
hindu merupakan ajaran kebenaran, kebaikan atas perintah Tuhan itu sendiri, yang berkaitan
dengan sebuah tujuan mulia yaitu untuk mencapai tujuan hidup dalam ajaran agama hindu.
(Moksartam jagat hita ya caiti dharma).
Dalam kitab Sarasamuccaya ditegaskan tentang pentingnya berprilaku yang baik sebagai
berikut :
tasmad vakkayacittaisu nacaredasubham narah,
subhasubham hyacarati tasya tasyasnute phalam
Sarasamuccaya 156
Artinya:
Oleh karenanya, inilah harus diusahakan orang, jangan biarkan kata-kata laksana dan pikiran
melakukan perbuatan buruk, karena orang yang melakukan sesuatu yang baik, kebaikanlah
diperolehnya, jika kejahatan merupakan perbuatanya, celaka yang ditemukan olehnya.
Ajaran tentang susila agama memang sangat penting dalam mengatur tingkah laku manusia
dalam kehidupanya, namun akan lebih penting lagi jika hal itu benar-benar diimplementasikan
dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari untuk mencapai terwujudnya masyarakat yang
berbudi pekerti luhur, seperti tertuang dalam kitb Sarasamuccaya sebagai berikut :
jyayamsamapi cilena vihinam naiva pujayet, api
sudram tu dharmajnam sadvrttam capi pujayet
Sarasamuccaya 161
Artinya:
Meski brahmana yang berusia lanjut sekalipun, jika perilakunya tidak susila, tidakpatut disegani,
biar orang sudra sekalipun, jika perilakunya berpegang kepada dharma dan kesusilaan, patutlah
ia dihormati dan disegani juga, demikian kata sastra suci.
MAHABARATA