Anda di halaman 1dari 8

SILA DAN KEBAIKAN

Oleh Febrian Ariya Passaddhi

Sabbapapassa akaranam, kusalassa upasampada

sacitta pariyodapanam, etam Buddhana sasanam

Tidak melakukan segala bentuk kejahatan, senantiasa mengembangkan kebajikan


dan memberisihkan batin; inilah Ajaran Para Buddha

(Dhammapada Buddha Vagga, 183)

Pada saat ini banyak orang yang berbuat semaunya sendiri tanpa
mempertimbangkan baik-buruknya perbuatan tersebut, tanpa memikirkan akibat
yang ditimbulkan apakah merugikan bagi orang lain atau tidak. Bahkan tidak
memikirkan akibat yang ditimbulkan bagi dirinya sendiri, apakah perbuatan yang
dilakukannya itu merugikan atau tidak.

Dengan kemajuan diberbagai bidang komunikasi maupun informasi timbul


masalah yang menyangkut masalah moral, banyak orang tidak lagi memiliki
pegangan tentang norma kehidupan ataupun norma kesusilaan.

Sedangkan norma-norma dalam kehidupan memiliki peran yang penting


dalam pembentukan kehidupan yang harmonis. Pada dasarnya moral itu dimulai
dari diri pribadi masing-masing individu sejak dini dengan pemahaman moral
yang baik akan mengurangi kemerosotan moral dalam kehidupan sehari-hari
sehingga tercipta kedamaian, kesejahteraan dan keharmonisan dalam
bermasyarakat dan bernegara.

Dibalik kemudahan-kemudahan yang didapat dalam perkembangan


teknolagi membawa dampak negatif terhadap keberadaan moral dan etika yang
mulai dilupakan.untuk itu perlu pembahasan mengenai upaya mengatasi
kemerosotan moral menurut pandangan agama Buddha sehingga didapat jalan
keluarnya.

1
Bagaimana pelaksanaan sila yang dianjurkan oleh Buddha?

Menurut Teja, dalam bukunya Sila dan Vinaya, Sila adalah sikap batin
atau kehendak yang tercetus sebagai ucapan benar, perbuatan benar, dan
penghidupan benar. Sila merupakan dasar yang utama dalam agama Buddha,
mencakup semua sifat-sifat yang baik yang termasuk dalam ajaran moral dan etika
dari agama Buddha. Sila merupakan langkah awal yang sangat penting untuk
mencapai peningkatan batin yang luhur.

Hal ini jelas terlihat dari sabda Sang Buddha yang tercatat dalam Samyutta
Nikaya (V.143) sebagai berikut: "Apakah permulaan dari batin yang luhur? Sila
yang sempurna kesuciannya".

Sila sendiri menurut cara pelaksanaannya dibagi menjadi dua, yaitu varitta
sila dan caritta sila. Varitta sila adalah sila dalam aspek negatif dan caritta sila
adalah sila dalam aspek positif. Sila dalam aspek negatif menghilangkan
pembawaan yang tidak baik dengan cara menghindari perbuatan jahat seperti
keserakahan, itikad buruk, iri-hati, sedangkan sila dalam aspek positif
mengembangkan perbuatan baik seperti berdana, niat baik, kesediaan untuk
memaafkan dan perbuatan baik lainnya.

Aspek negatif mempunyai nilai menjauhkan pikiran dari objek yang bukan
kebaikan dan aspek positif memusatkan seluruh pikiran pada kebaikan, sehingga
semaksimal mungkin dapat melakukan kewajiban seperti yang terdapat dalam
Sigalovada Sutta.

Sila dalam agama Buddha tidak hanya Pancasila dan Atthangasila saja,
tetapi ada juga sila yang terdapat dalam sutta-sutta yang diberikan oleh sang
Buddha untuk dilaksanakan sehari-hari, seperti Vaghapajja Sutta, Mangala Sutta,
Sigalovada Sutta, Parabhava Sutta. Sila yang terdapat dalam Sigalovada Sutta
merupakan caritta sila, sila dalam aspek positif atau sila penganjuran. Berbeda
dengan Pancasila yang hanya menghindari perbuatan buruk, maka sila yang
terdapat dalam Sigalovada Sutta menganjurkan kita untuk aktif berbuat kebajikan

2
dan bila dilaksanakan akan membawa pada kemajuan mental, spiritual, dan
meningkatkan kesejahteraan serta keharmonisan dalam kehidupan seseorang.

Pancasila

Seorang perumah tangga dapat mempraktikkan sila dengan berpedoman


pada Pancasila Buddhis yang merupakan tahap awal bagi seseorang yang
memasuki kehidupan beragama. Kelima sila tersebut sebagai berikut:

1. Bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan maupun menyakiti


makhluk hidup. Dengan melaksanakan sila pertama ini kita dianjurkan untuk
mengembangkan cinta kasih dan kasih sayang terhadap semua makhluk.
Menolong mereka yang sakit atau menderita.
2. Bertekad akan melatih diri menghindari mengambil barang atau sesuatu yang
tidak diberikan oleh pemiliknya. Dengan melaksanakan sila kedua ini kita
dianjurkan untuk mengembangkan kemurahan hati dan kedermawanan.
Memberi sesuatu kepada orang yang membutuhkan agar kesulitan mereka
dapat diatasi.
3. Bertekad akan melatih diri menghindari perbuatan asusila. Dengan
melaksanakan sila ketiga ini kita dianjurkan untuk mengembangkan
kehidupan suci. Selalu waspada dan mengendalikan diri.
4. Bertekad akan melatih diri menghindari berdusta atau menipu orang lain.
Dengan melaksanakan sila keempat ini kita dianjurkan mengembangkan
kejujuran. Termasuk di sini adalah menghindari memfitnah, berkata kasar,
pembicaraan yang tidak berguna.
5. Bertekad akan melatih diri menghindari memakai atau menggunakan sesuatu
yang dapat memabukkan atau membuat tidak sadar diri yang menjadi dasar
untuk timbulnya kelengahan atau hilangnya kewaspadaan. Dengan
melaksanakan sila kelima ini kita dianjurkan untuk mengembangkan
kewaspadaan yang dapat kita latih dengan sering bermeditasi.

Pancadhamma

3
Pancasila Buddhis bersifat pasif, sebaliknya Pancadhamma bersifat aktif,
dan akan memberikan manfaat kepada seseorang yang mempraktekkannya dengan
kesungguhan. Pancadhamma merupakan kelanjutan dari pelaksanaan Pancasila
Buddhis, setelah melaksanakan pancasila dengan menghindari membunuh,
mencuri, berzinah, berkata tidak benar, dan bermabuk-mabukkan maka langkah
selanjutnya adalah mengembangkan perbuatan baik.

Kelima Pancadhamma tersebut adalah sebagai berikut :

1. Metta karuna, yaitu perasaan cinta kasih dan welas asih yang terwujud melalui
suatu keinginan untuk membantu makhluk lain mencapai kebahagiaan seperti
yang telah di alami oleh dirinya sendiri.

Dengan tidak membunuh atau menyakiti mahluk lain, maka selanjutnya


kita berusaha mengembangkan pikiran cinta kasih dan kasih seyang kepada semua
mahluk. Jadi kita tidak hanya tidak membunuh, tetapi juga secara aktif
mengembangkan cinta kasih dan kasih sayang kita kepada semua mahluk.

2. Samajivita, yaitu kesabaran dalam cara berpenghidupan benar. Perlu di


tekankan di sini bahwa kesadaran ini merupakan suatu bantuan besar bagi
pelaksanaan sila kedua. Dapatlah dikatakan bahwa hampir tidak mungkin
seseorang dapat melatih sila yang kedua tanpa melatih dan mengembangkan
kesabaran dalam cara berpenghidupan benar

3. Santutthi, yaitu perasaan puas terhadap apa yang telah menjadi miliknya.

Dalam hubungannya dengan pelaksanaan sila ketiga, perasaan puas ini


dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

a. Sadarasantutthi, perasaan puas memilik satu istri.

Dengan perkataan lain, tidak meninggalkan istrinya pada waktu sehat


maupun sakit, pada waktu muda maupun tua, dan tidak berusaha untuk pergi atau
mencari wanita lain.

b. Pativatti, rasa setia kepada suami.

4
Rasa setia ini tidak terbatas pada waktu. Sekalipun suaminya telah
meninggal dunia, ia lebih suka menjanda seumur hidupnya meskipun ia
sebenarnya oleh tradisi dan hokum diperkenankan untuk menikah lagi.

4. Sacca, yaitu kejujuran yang diwujudkan sebagai keadilan, kemurnian,


kesetiaan dan perasaan terima kasih

5. Satisampajanna, yaitu kesadaran dan pengertian benar. Dalam hubungannya


dengan pelaksanaan sila, satisampajanna ini sering diartikan sebagai
kewaspadaan. Kewaspadaan tersebut dapat dibagi menjadi empat macam :

a. Kewaspadaan dalam hal makanan


b. Kewaspadaan dalam hal pekerjaan
c. Kewaspadaan dalam hal bertingkah laku
d. Kewaspadaan terhadap hakikat hidup dan kehidupan

Pelanggaran sila membawa penderitaan

Barang siapa membunuh makhluk hidup, suka berbicara tidak benar,


mengambil apa yang tidak diberikan, merusak kesetiaan istri orang lain,

Atau menyerah pada minuman yang memabukkan; maka di dunia ini


orang seperti itu bagaikan menggali kubur bagi dirinya sendiri.

(Dhammapada Mala Vagga, 246-247)

Pelanggaran terhadap sila-sila dalam Pancasila Buddhis akan membawa


akibat buruk bagi pelakunya, yaitu:

1. Akibat pelanggaran sila pertama (membunuh): pendek umur, banyak


penyakit, senantiasa dalam kesedihan dan ketakutan.
2. Akibat pelanggaran sila kedua (mencuri): hidupnya dalam kemiskinan,
dihina, dirangsang oleh keinginan-keinginan yang senantiasa tidak
tercapai, hidup senantiasa dengan ketergantungan kepada orang lain.

5
3. Akibat pelanggaran sila ketiga (berbuat asusila): mempunyai banyak
musuh, beristri atau bersuami yang tidak disenangi, terlahir sebagai pria /
wanita dengan perasaan sex yang tidak normal.
4. Akibat pelanggaran sila keempat (berkata tidak benar): menjadi sasaran
dan menderita akibat pembicaraan yang tidak baik, menjadi sasaran
penghinaan, tidak dipercaya oleh khalayak ramai.
5. Akibat pelanggaran sila kelima (bermabuk-mabukan): tidak disenangi
keluarga, berpenyakitan, banyak musuh, kecerdasan berkurang.

Manfaat yang Didapat Dari Pelaksanaan Sila

kebersihan Sila dapat dipertahankan dengan menyadari bahaya dari


pelanggaran sila dan manfaat mempertahankan sila.

Dalam Maha Parinibbana sutta disebutkan manfaat pelaksanaan sila bagi


perumah tangga, yaitu :

1. Penyebab seseorang memilki banyak harta kekayaan


2. Nama dan kemasyurannya akan bertambah luas
3. Menghadiri setiap pertemuan tanpa ketakutan atau keragu-raguan
4. Sewaktu akan meninggal hatinya tenang
5. Penyebab terlahir di alam surga

Kesimpulan

Tidak ada satu orang pun di dunia ini yang ingin dirinya menderita, setiap
orang pasti menginginkan kebahagiaan. Bila kita tidak ingin menderita, janganlah
membuat orang lain menderita. Hal ini merupakan landasan utama dalam
pelaksanaan Pancasila Buddhis.

Jika kita sebagai umat Buddha melaksanakan Pancasila Buddhis dalam


kehidupan sehari-hari dengan disiplin, maka akan terwujud manusia yang susila.
Manusia susila yang tidak hanya menjalankan Pancasila Buddhis, tetapi juga
dapat berkata, berbuat, dan bermata pencaharian secara benar.

6
Dengan pelaksaan sila, diharapkan kita dapat menjadi seseorang yang baik
dan terkendali dalam perilaku. Pelaksanaan dari Pancasila Buddhis bagi umat
awam bertujuan untuk memperoleh kedamaian dan ketenangan bagi diri sendiri
maupun orang lain. Sila dalam bentuk pasif adalah landasan untuk
mengembangan sila dalam bentuk positif. Aturan tersebut bila dijalankan dalam
kehidupan sehari-hari, bukan hanya akan membawa kemajuan mental dan
spiritual bagi diri kita sendiri, tetapi juga dalam bermasyarakat sebagai umat
Buddha.

7
Referensi

- Rashid, S.M. Teja. Sila dan Vinaya. Jakarta: Bodhi. 1997.


- Rasyid, S.M. Teja. Materi Pokok Kitab Suci Vinaya Pitaka 1, Modul 1-9.
Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha
dan Universitas Terbuka. 1993.
- Surya, Ronald Satya. 5 Aturan Moralitas Buddhis, Pengertian,
Penjelasan, dan Penerapan. Yogyakarta: Insight Vidyasena Production.
2009.
- Sangha Theravada Indonesia. Kitab Suci Dhammapada. Jakarta: Yayasan
Dhammadipa Arama. 2001.

Anda mungkin juga menyukai