DISUSUN OLEH:
NYIT SIN
Penderitaan adalah hal yang tidak disukai oleh banyak diantara kita. Kalau kita boleh
memilih, pasti banyak diantara kita yang akan memilih hidup yang bebas dari penderitaan.
Ingin sehat, bahagia, usaha lancar, karier meningkat dan banyak hal yang nikmat itu yang ada
dalam pikiran kita. Tidak pernah sedikitpun diantara kita yang membayangkan untuk hidup
dalam kekurangan, sakit penyakit atau usaha yang gagal. Tapi apakah kehidupan senantiasa
berjalan seperti yang kita harapkan?
Sidharta Gautama ( 563-483 SM) , pada waktu hidupnya sebagai putra dari seorang
raja dia hidup berkelimpahan, maksud ayahnya dengan itu ialah menjauhkan Siddharta dari
pemikiran menjadi pemimpin Agama akan tetapi Sidharta tidak merasa senang dengan hidup
seperti itu hatinya tertarik pada pertapaan, bermula dari suatu hari ia keluar dari istananya
melihat penderitaan rakyat, ada empat adegan yang ia saksikan, kelahiran bayi yang langsung
mengeluarkan tangisan, orang tua yang lemah tubuhnya, orang yang tersiksa dengan sakit
penyakit, penguburan yang diiringi dengan para peratap.1
Kesimpulan beliau keempat adegan ini hanya menegaskan satu kenyataan; hidup
manusia penuh dengan penderitaan. Kontras dengan hidupnya yang penuh kemewahan, ia
mencari jalan bagaimana dapat meninggalkan hidupnya yang mewah itu, akhirnya ia
memutuskan untuk pergi meninggalkan istana dan keluarganya. Setelah mengembara, belajar
semadi dan berpuasa, mencari guru, semuanya tidak memuaskan hatinya, ia tidak
mendapatkan apa yang dicarinya. akhirnya tibalah peristiwa yang sangat menentukan
hidupnya pada waktu ia berumur 30 tahun yaitu duduk berkontemplasi di bawah sebatang
pohon ara, ( Bodhi) disana ia mengalami pencerahan. 2 Ia mengajarkan apa yang dinamakan
sebagai empat kebenaran mulia terdiri dari: kehidupan ini adalah penderitaan
1
Buddha (Sanskerta: berarti mereka yang sadar atau yang mencapai pencerahan sejati; Jawa [1]
dan
telah menyadari Empat Kebenaran Mulia secara penuh. Istilah ini, yang berasal dari bahasa Sanskerta: "Budh"
[2]
(yang bermakna telah mengetahui), adalah gelar kepada individu yang menyadari potensi penuh mereka untuk
memajukan diri dan yang berkembang kesadarannya. Dalam penggunaan kontemporer, ia sering digunakan
untuk merujuk Siddharta Gautama, guru agama dan pendiri Agama Buddha (dianggap "Buddha dalam zaman
ini").
2
Dr. Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Budha ( Jakarta: Gunung Mulia 1987 ) 51.
1
adanya( Dukha), penderitaan mempunyai sebab-musababnya ( samudaya), penyebab dari
penderitaan dapat diakhiri ( nirodha), jalan menuju akhir dari penderitaan ( marga).3
Sang Budha Bersabda : “ ia yang telah berlindung kepada Budha, Dhamma dan
Sangha, dengan bijaksana dapat melihat Empat kenyataan Mulia, yaitu : dukkha, sebab dari
duka, akhir dari duka, serta delapan ruas jalan kemuliaan yang menuju pada akhir dukkha.
Sesungguhnya itulah perlindungan yang utama. Dengan pergi mencari perlindungan seperti
itu, orang Ian bebas dari segala penderitaan.” ( Dhammapada 190-192).
6
Kesimpulannya bahwa sumber dari penderitaan disebabkan oleh karena
ketidaktahuan. Kelihatan pandangan ini sama seperti pandangan Filsuf Sokrates yang
menganggap kelepasan orang dari penderitaan untuk mencapai kesempurnaan, perlulah
memiliki pengetahuan. Segala tindakan bodoh yang dilakukan manusia dalam bentuk dosa,
disebabkan karena ketidaktahuan. Jika manusia mempunyai pengetahuan, maka ia dapat
mengenal diri sendiri dan mengetahui, mana yang benar dan mana yang salah. Manusia tidak
3
Dr. A.G. Honig Jr. Ilmu Agama (PT BPK Gunung Mulia, 1994 ) 61.
4
Dukkha (bahasa Pali, bahasa Sanskerta: duḥkha) merupakan istilah dalam bahasa Pali yang
seringkali diartikan sebagai penderitaan, ketidakpuasan, kesedihan, kemalangan dan keputus-asaan.
Menghentikan dukkha merupakan tujuan utama ajaran Buddha. (https://id.wikipedia.org/wiki/Dukkha)
5
Sutradharma Tj. Sudarman, Menjalani Kehidupan Buddhisme, Confuciusme dan Taoisme ( Yayasan
Dhammadasa 1998 ) 31.
6
Pdt. DR. Paulus Daun, Th. M. Pengantar Ke Dalam Ilmu Perbandingan Agama Hinduisme &
Budhisme ( Yayasan Daun Family, Manado 2005 ) 120.
2
lagi bisa membedakan mana yang baik dan yang tak baik. Jadi Bagaimana mengakhiri
penderitaan, sehingga kita dapat bebas adalah tujuan terakhir tentang penderitaan dalam
Ajaran Sang Budha. Jika kita dapat memahami dengan jelas penyebab penderitaan itu dan
menemukan jalan untuk mengatasinya, kita akan bebas dari lautan penderitaan yang dalam
dan menikmati kebahagiaan sejati dalam kehidupan.
Sang Budha menemukan bahwa penyebab langsung penderitaan adalah keinginan dan
ketidakpedulian, keinginan merupakan suatu kemauan yang dalam terhadap jasmani, rohani
dan nafsu keduniawian. Ada kalanya ketika kita sudah mendapatkan sesuatu yang diinginkan
masih saja kita menginginkan lebih, sehingga timbul keserakahan, karena keinginan dan
keserakahan maka orang akan berbohong, menipu dan mencuri untuk mendapatkan apa yang
mereka inginkan. Sang Budha mengajarkan “ semua perbuatan tidaklah kekal .” karma buruk
juga tidak kekal dan tidak memiliki sifat diri yang mendasar. Jika kita berhenti
menciptakan karma buruk dan terus menerus melakukan karma baik, suatu hari kita akan
bebas dari penderitaan. Oleh karma itu pemahaman tentang penderitaan sangat diperlukan. 7
Dengan mengalahkan keinginan dan ketidakpedulian mereka akan memperoleh kebahagiaan
dan pencerahan seperti Sang Budha.8
Sang Budha bersabda: “ mereka yang senantiasa sadar, tekun melatih diri siang
dan malam, selalu mengarahkan batin ke nibbana, maka semua kekotoran batin dalam
dirinya akan musnah. ( Dhammapada, 226)
Jadi sebab penderitaan itu terletak pada keadaan dunia dan kedudukan manusia di
dalamnya dosa dari pihak manusia dan pengadilan dari pihak Allah sebagai sebab penderitaan
sama sekali tidak diperhatikannya. Allah tidak ada bukan? Maka menghilangkan penderitaan
itu hanya dapat terlaksana dengan mencabut diri, melepaskan diri dari dunia, pada kelepasan
7
Karma ; perbuatan manusia ketika hidup di dunia: hidup sebagai umat Tuhan itu sekadar melakukan
darma dan, Hukum sebab akibat; bukan hanya menguasai manusia, tetapi juga merupakan suatu hukum mutlak
dalam alam ( KBBI ). Mengenai hal ini penulis hanya mempercayai hukum tabur-tuai, Galatia 6:7 apa yang kita
tabur itulah yang akan dituai, tetapi ada kedaulatan Allah yang bekerja secara misterius, siapapun yang sudah
melakukan kejahatan tidak peduli seberapa besar, apabila orang itu sungguh-sungguh datang kepada Tuhan
untuk bertobat, maka ia akan diampuni. Yohanes 1:9
8
Siapa yang ingin mendapatkan kelepasan, ia harus dapat menghapuskan segala keinginannya ( Brh,
Up. Iv 4,7). Syarat untuk menghapuskan keinginan adalah pengenalan akan dirinya sendiri. Jika orang tau akan
dirinya sebagai “ Aku ini “ ia akan bebas dari mati ( Brh. Up IV 12-14).
3
itu bukanlah suatu pembebasan dari kesalahan dan hukuman soalnya bukanlah bahwa
manusia itu dibebaskan di dalam pengadilan Tuhan bahkan bukan pula suatu pembaharuan
kesusilaan, soalnya adalah pindah dari keadaan terikat pada yang fana ini kepada keadaan
terlepas dari yang fana ini.
Pengajaran Budha tidak memberi theologia dan tidak memberi pewartaan mengenai
Tuhan, melainkan suatu ontologi ( ilmu tentang yang ada) dan suatu pengertian ke dalam
keadaan sebenarnya dari segala yang ada. Menurut penulis Ini bertentangan sekali dengan
yang dikatakan hidup itu adalah Anugerah, manusia diciptakan untuk memuliakannya. lantas
untuk apa manusia diciptakan jika hanya untuk menderita?9
Sang Budha Bersabda : “ sungguh bahagia jika kita hidup tanpa membenci di
antara orang-orang yang membenci, di antara orang-orang yang membenci kita hidup tanpa
membenci. Sungguh bahagia jika kita hidup tanpa keserakahan di antara orang-orang yang
serakah, di antara orang-orang yang serakah kita hidup tanpa
keserakahan.”( Dhammapada, 197, 199)
Dengan menempatkan ajaran sang Budha maka akan diperoleh juga pencerahan
sempurna yaitu kebijaksanaan dan kasih sayang adalah yang paling utama. Sehingga apabila
setiap orang memiliki keyakinan akan ajaran sang Budha dan mengamalkannya, maka
mereka akan memperoleh kebahagiaan yang damai dan mengalami pencerahan. Disebutkan
dalam Sutra “ jika seseorang ingin mengetahui tentang keadaan pikiran Budha, dia harus
mengembangkan pikirannya seperti ruang kosong.”
9
Lih Efesus 2:10.
4
Berbuat kebajikan kepada sesama manusia itu berfaedah bagi kelepasan kita sendiri,
karena dengan berbuat demikian orang dapat terlepas dari dirinya sendiri meskipun
pelayanan kepada sesama manusia itu tidak pernah menjadi tujuan terakhir, namun berbuat
kebajikan itu sangat dititikberatkan. Dengan menempuh cara demikian terbukalah jalan
baginya dan dengan mengheningkan cipta di dalam semadi menyelesaikan kelepasannya
dengan dunia yakni masuk ke dalam nirwana.
Sang Budha Bersabda: “ Engkau sendirilah yang harus berusaha, para Thatagata hanya
menunjukkan “jalan”. ( Dhammapada 276)
Penulis Novel Herman Melville yang berjudul Redburn ia mengatakan “ Sebelum kita
memahami bahwa satu dukacita lebih berarti dari seribu sukacita, kita tidak mungkin
mengerti apakah kekristenan itu. Di sini terdengar penulis perjanjian lama mengatakan “
Pergi kerumah duka lebih baik, daripada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah
kesudahan setiap manusia, hendaknya orang yang hidup memperhatikannya” ( Pengkhotbah
7:2). Perhatikan bahwa Juruselamat kita adalah adalah seorang yang penuh kesengsaraan
(Yesaya 53:5) adalah hamba yang menderita. Tak ada usaha untuk menyembunyikan atau
mengabaikan penderitaan sebaliknya penderitaan semata-mata diakui sebagai bagian dari
pengalaman sebagai umat manusia.11 kita adalah makhluk menderita bahkan sejak Adam dan
hawa penderitaan terus dialami oleh manusia.
5
yang harus bertanggung jawab atas penderitaan bukannya Allah. 1) Sebagian besar
penderitaan ini berasal dari pilihan jahat yang dibuat orang. 2) sebagian penderitaan tetapi
tidak semuanya diberikan Allah sebagai hukuman, Allah mengizinkan penderitaan dengan
maksud memperbaiki dan membentuk watak manusia. 3) Allah mempunyai musuh yang
gigih yaitu iblis, iblis telah dikalahkan dalam kematian Yesus Kristus di salib tetapi ia bebas
mengerjakan perbuatannya yang jahat sampai pada waktu penghukumannya yang terakhir. 4)
Allah sendiri adalah penderita yang Agung dan telah membereskan penderitaan ini dengan
memberikan anaknya sendiri.
Dosa kita diampuni dan kita menerima kehidupan yang baru serta kekuatan untuk
memilih apa yang baik karena Roh Kudus membentuk dan menjadikan kita serupa dengan
Kristus ( Roma 8:32). Kadang-kadang reaksi kita terhadap penderitaan bukannya penderitaan
itu sendiri, lebih menentukan apakah pengalaman kita merupakan suatu berkat ataukah kutuk.
Tetapi dengan anugerah Allah kita dapat memandang seluruh kehidupan kita dalam kasih
Allah dengan kacamata iman kita ( Hab 3:17,18 ).12
Dan lebih lagi kelepasan adalah kelepasan di dalam Kristus terlepas dari jerat dosa.
Kelepasan adalah terlepas dari kebinasaan di bawah hukuman Allah. Dan apabila akhirnya
Budha berkata tentang daya upaya untuk menghilangkan penderitaan dan mencapai kelepasan
maka disebutnya pertama berpaling dengan iman dan kepercayaan pada Budha, kepada
ajarannya, kepada golongannya bukan karena ia menjadi pembebas atau juruselamat
12
Paul E. Little Akal Dan Kekristenan ( Bandung, 1967) 110, 112.
13
Ir. Herlianto, M.Th. Teologi Sukses antara Allah dan Mamon ( Jakarta: Gunung Mulia 1993 ) 157.
6
melainkan ia menunjukkan jalan Dimana manusia harus merebut sendiri kelepasan itu. Jadi
seorang Budhis bukanlah seorang Juruselamat yang melepaskan orang-orang dari
pengampunan, melainkan seorang penunjuk jalan, yang hanya menunjukkan jalan ke arah
kebahagiaan.14
Yang penulis mau ungkapkan sebenarnya adalah bahwa penderitaan Orang Kristen
atau siapapun juga di dunia ini tidak pernah merupakan kebetulan “ Sebab kita tahu bahwa
sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin”
( Roma 8:22). Semua penderitaan berada dalam jangkauan kedaulatan ilahi, semua
penderitaan terjadi dalam konteks Allah yang lebih luas. Walaupun kita dengan pasti
mengetahui semua penderitaan itu sesuai dengan rancangan kekuasaan Allah, ada hal-hal
tertentu mengenai penderitaan yang Allah tidak berkenan mengungkapkannya, di sinilah
iman benar-benar diuji dalam kehidupan Kristen.15
Penderitaan itu sendiri dipakai oleh Allah untuk menyucikan kita, ( Yakobus 1:3-4) )
kita bertanya mengapa kita menderita adalah seperti bertanya pada dokter mengapa saya
harus menelan obat yang pahit itu? Tak seorang pun mau. Itulah sebabnya Petrus mengatakan
kepada kita “ jangan menganggap hal yang aneh jika kamu dipanggil untuk menderita Orang
Kristen dipanggil untuk mengambil bagian dalam penderitaan Kristus. Allah menggunakan
penderitaan sebagai sarana pelepasan. Kristus merupakan teladan hamba yang menderita,
yang Menang atas dunia ini melalui jalan penderitaan. Dia berkata “ Kuatkanlah hatimu, Aku
telah mengalahkan dunia” (Yohanes 16:33). Semua orang kristen dipanggil untuk mengambil
bagian dan penderitaan kristus, kita menerima penderitaan bukan untuk mendapatkan
keuntungan melainkan untuk menjadi senasib dengan Kristus dalam pelayanannya kepada
orang-orang yang menderita ( Yoh 15:20-27).
Tanggapan
Dari konsep penderitaan yang sudah dijelaskan di atas, maka kita dapat melihat bahwa
bagaimana cara Budha untuk keluar dari apa yang mereka cari selama ini, hanya ada di dalam
Yesus. Sebab Yesus berkata “ Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak seorang pun
yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku ( Yoh 14: 6). Sebab itu menjadi penting
bagi orang Kristen untuk meyakinkan mereka bahwa semua manusia telah jatuh dalam dosa
14
Ir. Herlianto M.Th. Humanisme Dan Gerakan Zaman Baru ( Bandung, Paskah 1990 ) 59.
15
Choan Seng Song, Allah Yang Turut Menderita ( Jakarta: Gunung Mulia 2007) 209.
7
dan akhirnya menderita. Dan untuk keluar dari penderitaan ini, jalan satu-satunya adalah
Yesus Kristus. Sebab Yesus telah mati untuk menebus semua dosa umat manusia di dunia.