anak benua India yang meliputi beragam tradisi, kepercayaan, dan praktik spiritual yang sebagian
besar berdasarkan pada ajaran yang dikaitkan dengan Siddhartha Gautama, yang secara umum
dikenal sebagai Sang Buddha (berarti "yang telah sadar"). Menurut tradisi Buddhis, Sang Buddha
hidup dan mengajar di bagian timur anak benua India dalam beberapa waktu antara abad ke-6
sampai ke-4 SM (Sebelum Masehi).Dia dikenal oleh para umat Buddha sebagai seorang guru yang
telah sadar atau tercerahkan yang membagikan wawasan-Nya untuk membantu makhluk hidup
mengakhiri penderitaan mereka dengan melenyapkan ketidaktahuan/kebodohan/kegelapan batin
(moha), keserakahan (lobha), dan kebencian/kemarahan (dosa). Berakhirnya atau padamnya moha,
lobha, dan dosa disebut dengan Nibbana. Untuk mencapai Nibbana seseorang melakukan perbuatan
benar, tidak melakukan perbuatan salah, mempraktikkan meditasi untuk menjaga pikiran agar selalu
pada kondisi yang baik atau murni dan mampu memahami fenomena batin dan jasmani.
Agama Buddha masuk ke Indonesia beberapa tahun setelah masuknya Hindu. Pemuka Agama
Buddha, biasa disebut biksu (laki-laki) dan, biksuni(perempuan). Tempat ibadah umat buddha
disebut Vihara. Sedang hari besarnya adalah Hari Waisak. Tujuan utama umat buddha adalah
mencapaiNibbana. Untuk mencapai Nibbana, umat budda melakukan punna (berpahala) sebagai
penghormatan tertinggi pada Buddha.Kitab suci Agama Buddha adalah Kitab Suci Tripitaka. Kata
Tipitaka (Pali) atau Tripitaka (Sansekerta) terdiri dari kata “Ti” dan “pitaka”, “ti” (tri) artinya
“tiga”sedangkan “pitaka” artinya “kelopok” “atau keranjang tempat penyimpanan” ajaran Sang
Buddha. Buddha membimbing umatnya melalui jalan Ariya (mulia)yang berunsur delapan, yaitu
pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar, usaha
benar, perhatian benar, dan meditasi benar.
Ajaran Buddha paling mendasar dikenal dengan Empat Kebenaran Mulia, yaitu empat fakta yang
dipandang sebagai kesejatian oleh makhluk-makhluk berkesadaran tinggi.
Meskipun ada banyak kegembiraan untuk dimiliki dalam hidup, setiap makhluk—dari serangga
terkecil, sampai orang tunawisma, sampai milyarder—menghadapi masalah. Di antara kelahiran dan
kematian, kita bertambah usia dan jatuh sakit, dan orang-orang terkasih kita mati. Kita menghadapi
kegagalan dan kekecewaan, tidak mendapatkan apa yang kita inginkan, atau menemui apa yang
tidak kita inginkan.
Masalah-masalah yang kita miliki muncul dari sebab dan keadaan yang berseluk-beluk, tapi Buddha
mengatakan bahwa sebab sejatinya adalah kebodohan kita akan kenyataan: bagaimana cita kita
membayangkan cara-cara mengada yang mustahil terhadap diri kita sendiri dan semua orang dan
segala hal lain.
Buddha melihat bahwa sesungguhnya mungkin bagi kita untuk menyingkirkan semua masalah kita
sehingga kita tidak akan mengalaminya lagi, dengan menumpas sebabnya: kebodohan kita sendiri.
Sains Buddha tentang cita – bagaimana pencerapan, pemikiran, dan perasaan bekerja dari sudut
pandang pengalaman subjektif.
Filsafat Buddha – budi pekerti dan nalar, dan pemahaman ajaran Buddha tentang kenyataan.
Agama Buddha – kepercayaan pada kehidupan-kehidupan masa lalu dan masa depan, karma, ibadat,
dan doa.
Sains Buddha melengkapi ilmu saraf modern dengan menyediakan peta luas tentang berbagai fungsi
kognitif (pengetahuan) cita, yang meliputi pencerapan pancaindera, daya pemusatan, perhatian,
kehati-hatian dan ingatan, serta perasaan-perasaan positif dan negatif kita. Dengan merambah jalan
rintis saraf yang positif, kita dapat meningkatkan kemampuan-kemampuan cita yang bermanfaat.
Pemikiran Buddha lebih bergantung pada penyelidikan dibanding pada kepercayaan, jadi temuan-
temuan ilmiah sangat berguna bagi pemikiran Buddha.
Pada tingkat ragawi, sains Buddha juga mencakup tata medis mutakhir yang memuat pengobatan-
pengobatan untuk berbagai penyakit. Pada unsur eksternal, sains Buddha menyajikan uraian rinci
tentang zat dan tenaga, dengan banyak kesamaan pada fisika kuantum. Ini juga membahas asal-usul,
kelangsungan hidup, dan akhir alam semesta, menegaskan arus alam semesta sebelum ini tanpa ada
awalnya.
Filsafat Buddha berurusan dengan persoalan-persoalan seperti saling kebergantungan, kenisbian,
dan sebab-akibat. Filsafat Buddha menyajikan tata nalar yang rinci, berdasar pada seperangkat teori
dan adu pendapat yang membantu kita untuk memahami pencitraan cita kita yang keliru.
Budi pekerti Buddha didasarkan pada pembedaan antara apa yang bermanfaat dan apa yang
berbahaya, baik bagi diri sendiri dan orang lain.
c. Hukum Paticca-Samuppäda
d. Hukum Kamma
Ucapan Benar adalah berusaha menahan diri dari berbohong (musãvãdã), memfitnah (pisunãvãcã),
berucap kasar/caci maki (pharusavãcã), dan percakapan-percakapan yang tidak
bermanfaat/pergunjingan (samphappalãpã). Dapat dinamakan Ucapan Benar, jika dapat memenuhi
empat syarat di bawah ini :
Perbuatan Benar adalah berusaha menahan diri dari pembunuhan, pencurian, perbuatan melakukan
perbuatan seksualitas yang tidak dibenarkan (asusila), perkataan tidak benar, dan penggunaan
cairan atau obat-obatan yang menimbulkan ketagihan dan melemahkan kesadaran.
Penghidupan Benar berarti menghindarkan diri dari bermata pencaharian yang menyebabkan
kerugian atau penderitaan makhluk lain. "Terdapat lima objek perdagangan yang seharusnya
dihindari (Anguttara Nikaya, III, 153), yaitu:
a. makhluk hidup
b. senjata
c. daging atau segala sesuatu yang berasal dari penganiayaan mahluk-mahluk hidup
e. racun
Dan terdapat pula lima pencaharian salah yang harus dihindari (Majjima Nikaya. 117), yaitu:
a. Penipuan
b. Ketidaksetiaan
c. Penujuman
d. Kecurangan
Usaha Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu: berusaha mencegah
munculnya kejahatan baru, berusaha menghancurkan kejahatan yang sudah ada, berusaha
mengembangkan kebaikan yang belum muncul, berusaha memajukan kebaikan yang telah ada.
Konsentrasi Benar berarti pemusatan pikiran pada objek yang tepat sehingga batin mencapai suatu
keadaan yang lebih tinggi dan lebih dalam.