Anda di halaman 1dari 94

NAMA:ALBERT

NIM:170401058
FAKULTAS:TEKNIK
JURUSAN:TEKNIK MESIN
1.KETUHANAN YANG MAHA ESA
DALAM AJARAN AGAMA BUDDHA
1.Saddha(keyakinan)
Saddha adalah keyakinan berdasarkan
pengetahuan dari hasil verifikasi atau
pemeriksaan atau penyelidikan awal
berupa hipotesis (anggapan benar)
terhadap ajaran (konsep, gagasan, dll.)
yang terbentuk karena keterbatasan
bukti dan merupakan titik awal yang
perlu ditindaklanjuti.
Jenis jenis saddha:

1.1 Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.


Setiap agama apapun bersendikan Ketuhanan YME, meskipun makna
dan pengertian yang diberikan oleh setiap agama terhadap Tuhan
berlainan antara agama yang satu dengan agama yang lain. Demikian
juga agama Buddha meyakini Tuhan YME tidak sama dengan
meyakini benua atau hal yang lain.
Keyakinan terhadap Tuhan YME melalui proses decara penalaran
(akal) melalui penerangan sempurna. Dalam agama Buddha telah di
ajarkan Ketuhanan YME sejak Sang Buddha membabarkan
Dhammanya yang pertama kali di Taman Rusa Isipatana, yang
memungkinkankita terbebas dari Samsara (lingkaran kelahiran
kembali).
Tidak benar sama sekali seandainya ada sementara orang yang
beranggapan bahwa agama Buddha tidak ber-Tuhan. Mungkin
sementara orang tersebut menuntut adanya suatu nama sebutan
untuknya, seperti apa yang mereka ketahui dalam agama mereka.
Akam tetapi mereka itu kalau mau mempelajari Kitab Suci Tipitaka,
maka akan menemukan sabda Sang Buddha tentang Ketuhanan
YME.
Dalam Kitab Udana VIII,3 Sang Buddha bersabda sebagai berikut :
Para bhikkhu ada yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, yang Mutlak.
Dan Para bhikkhu, bila tidak ada yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta,
yang Mutlak, maka tidak dapat tergambarkan dalam bentuk apapun.
Kitab Udana VIII,3 terdapat dalam Sutta Pitaka bagian Khuddhaka Pitaka (buku yang
kelima).
Sesuai dengan sabda Sang Buddha tersebut diatas jelaslah bagi kita bahwa Sang
Buddha juga mengajarkan tentang Ketuhanan YME. Hanya saja konsep Ketuhanan
dalam agama Buddha tidak sama dengan konsep Ketuhanan dari agama lain. Setelah
mengetahui konsenya lalu timbul pertanyaan : siapakah nama Tuhan dalam agama
Buddha ? Tuhan dalam agama Buddha bukan pribadi yang bisa diberi nama oleh
karena itu agama Buddha menyebut Tuhan Yang Mutlak . Namun Tuhan juga dapat
disebut Sang Hyang Adi Buddha, Parama Buddha, Sang Tattagatha.
Dalam agama Buddha yang mutlak/Tuhan tidak dipandang sebagai suatu pribadi, yang
kepada-Nya umat Buddha memanjatkan doa dan menggantungkan hidupnya, akan
tetapi agama Buddha mengajarkan bahwa nasib, penderitaan, kebahagiaan,
keberuntungan, kerugian, adalah hasil dari perbuatannya sendiri dimasa lampau.
1.2 Keyakinan terhadap Tri Ratna/Tiratana
Keyakinan terhadap Tri Ratna/ Tiratana adalah keyakinan
terhadap Buddha, Dhamma dan Sangha. Umat memiliki
keyakinan kepada Buddha, karena jasa sang Buddha kita
dapat mengenal dan belajar Dhamma. Umat Buddha
mempunyai keyakinan terhadap Dhamma, dengan
melaksanakan Dhamma dalam kehidupannya dan
merealisasikannya ia mencapai tingkat-tingkat kesucian,
mereka yang mencapai tingkat Arahat dapat mengatasi
usia tua, sakit dan mati, serta mematahkan roda samsara.
Umat Buddha yakin kepada Sangha, karena Sanghalah
maka Dhamma dapat lestari di dunia ini sampai sekarang.
Tanpa adanya Sangha, kita tidak dapat mengenal
Dhamma yang dibabarkan oleh Sang Buddha Gotama.
1.3 Keyakinan terhadap adanya Bodhisattva,Arahat,dan Dewa

Bodhisatva adalah calon Buddha atau seorang yang bercita-cita


dan bertekad untuk menjadi Buddha. Buddha Sakyamuni
Gotama sebelum menjadi Buddha terlebih dahulu terlahir
sebagai seorang Bodhisatva yang harus menyempurnakan
paramita atau sifat-sifat luhur.
Arahat adalah siswa Sang Buddha, karena ketekunan dan
keyakinannya melaksanakan ajaran Sang Buddha dalam
kehidupan sehari-hari, berlatih dalam sila, Samadhi dan Panna,
sehingga dapat mengatasi serta melenyapkan semua
kekotoran batin dan mencapai tingkat kesucian tertinggi.
Dewa adalah makhluk yang hidup di alam Dewa/Surga , yang
hidup dari hasil ciptaanya sendiri berkat kekuatan karma baik
atau kusala- kamma yang dilakukan pada kehidupannya
lampau maupun semasa di alam Dewa.
1.4 Keyakinan terhadap Hukum Kesunyataan
Umat Buddha mempunyai keyakinan terhadap Hukum Kesunyataan yang
telah diajarkan oleh Sang Buddha. Hukum Kesunyataan tersebut terdiri
dari:
a. Hukum Empat Kesunyataan Mulia (Cattari Ariya Saccani) yang
memuat tentang: Kesunyataan Mulia tentang Dukkha atau penderitaan;
Sebab dukkha (Dukkha Samudaya) yaitu Tanha; Lenyapnya dukkha
(Dukkha Nirodha) yaitu Nibbana atau Nirvana; dan Jalan untuk
melenyapkan Dukkha (Dukkha Nirodha Gaminipatipada) yaitu delapan
Jalan Utama beruas delapan yang terdiri dari 1) Pandangan Benar
(Sammaditthi); 2) Pikiran Benar (Samma Sankapa); 3) Ucapan Benar
(Samma Vacca); 4) Perbuatan Benar (Samma Kammanta); 5)
Matapencaharian Benar (Samma Ajiva); 6) Daya Upaya Benar (Samma
Vayama); 7) Perhatian Benar (Samma Sati) dan 8) Konsentrasi Benar
(Samma Samadhi).
b. Hukum Karma dan Punarbhava (tumimbal lahir)
c. Hukum Tilakkhana (Hukum tentang Tiga corak umum yaitu: Anicca,
Dukkha, dan Anatta)
d. Hukum Paticca Samuppada yaitu Hukum sebab musabab yang saling
bergantungan
1.5 Keyakinan terhadap Kitab Suci
Keyakinan terhadap Kitab Suci adalah titik tolak atau dasar suatu ajaran berdasarkan
pada ajaran yang tertulis atau yang ada dalam Kitab Suci, seseorang mulai
mengembangkan kehidupan beragamnya secara jelas dan terarah. Keyakinan
umat Buddha terhadap isi Kitab Tipitaka dilandaskan pada pandangan (teoritis)
bahwa dalam kitab suci dibahas hal-hal yang diyakini seperti:
Adanya Tuhan Yang Maha Esa, Tiratana, Tilakkhana, Cattari Ariya Saccani,
Paticca-samuppada, kamma, punarbhava, Nibbana dan Bodhisatva, pencapaian
Nibbana atau kesucian batin, adanya surga, neraka, alam-alam kehidupan lain,
dsb.
Adanya siswa Sang Buddha yang mencapai kesucian seperti apa yang dicapai
Sang Buddha sendiri, yang dicapai mereka ketika mereka sedang
mendengarkan khotbah Dhamma dari Sang Buddha.
Adanya uraian tentang cara yang dapat dilaksanakan, yang sesuai
dengan apa yang diajarkan Sang Buddha, yang bila dipraktekkan
dan berhasi, maka kita akan dapat mencapai kesucian batin
(nibbna) pada kehidupan sekarang ini juga.
Ajaran Agama Buddha yang diuraikan dalam kitab suci Tipitaka
dikatakan realistis, karena yang diuraikan dalam kitab suci Tipitaka
merupakan pengalaman Sang Buddha dan para siswanya.
1.6 Keyakinan terhadap Nirvana/Nibbana
Keyakinan umat Buddha terhadap adanya Nibbana
didasarkan pada khotbah Sang Buddha yang
pertama yaitu Dhammacakkha-pavatthana-Sutta.
Khotbah tersebut dinyatakan bahwa untuk
mengatasi penderitaan akibat roda samsara adalah
dengan pencapaian Nibbana. Selain itu Sang
Buddha menjelaskan tentang Nirvana atau Nibbana
kepada Ananda demikian: Ini adalah aman tentram,
ini adalah suci, luhur, dimana semua bentuk kamma
telah berhenti, gugurnya semua lapisan kehidupan,
padamnya keinginan nafsu (tanha) disanalah
Nirvana atau Nibbana.
2.Puja(bakti atau ketaqwaan)
Puja adalah upacara pemujaan atau penghormatan kepada sesuatu atau
benda yang dianggap suci maupun keramat. dalam Agama Buddha,
kata Puja berbeda arti, makna, cakupan, serta penulisannya. Dalam
agama Buddha ditulis Pj yang artinya menghormat. Kata Pj dapat
ditemukan dalam Mangala Sutta: Pj ca pjanynam
etammangalamuttamam yang artinya : menghormat kepada yang
layak dihormati merupakan berkah utama. yang patut dihormati adalah,
Buddha, orang tua, guru, orang suci dan orang yang memiliki moral
baik.
Puja sebagai penghormatan memungkinkan untuk dilakukan dengan
berbagai cara dapat berupa persembahan dengan materi seperti
dengan persembahan makanan, buah, dupa, bunga, dll, maupun
perilaku seperti sopan santun, ramah tamah, rendah hati; secara fisik,
seperti bersikap anjali, namaskara, maupun mental seperti praktik cinta
kasih, kasih sayang serta memiliki pandangan benar.
Penghormatan yang diperkenankan oleh Buddha adalah penghormatan
yang wajar serta didasari oleh pengertian yang benar, dan ditujukan
kepada sesuatu yang memang layak untuk dihormati.
2.1 Amisa Puja dan Patipti Puja
Amisa Puja, artinya menghormat dengan materi atau benda,
misalnya memuja dengan mempersembahkan bunga, lilin,
cendana/dupa, dll.
Amisa Puja dilaksanakan bermula dari kebiasaan bhikkhu Ananda,
yang setiap hari mengatur tempat tidur, membersihkan tempat
tinggal, membakar dupa, menata bunga, dan lain-lain,
mengatur penggiliran umat untuk menemui umat untuk
menemui atau menyampaikan dana makanan.kepada Buddha.
Patipati Puja artinya menghormat dengan melaksanakan ajaran
(Dhamma), mempraktekkan sila, samadhi, dan panna.
Kebaktian merupakan salah satu praktik Patipati puja. Patipati puja
merupakan cara menghormat yang paling tinggi kepada
Buddha, dengan melaksanakan ajaran Buddha berarti telah
menghormati Buddha. seperti kisah Bhikkhu Atadata yang
berusaha keras mencapai arahat sebelum Buddha Parinibbana
2.2 Sarana Puja
2.2.1 Paritta,Sutra,Dharani,dan Mantra
Paritta pada pokoknya berarti perlindungan, perlindungan ini didapat
dengan cara membaca atau mendengarkan paritta sutta (khotbah-
khotbah Sang Buddha). Pembacaan paritta menimbulkan ketenangan
batin bagi mereka yang mendengarkan dan yang telah mempunyai
keyakinan akan kebenaran kata-kata Sang Buddha. Ketenangan itu
membuat batin menjadi bahagia sehingga mampu mengatasi
keresahan. Umat Buddha meyakini bahwa paritta merupakan kekuatan
yang dahsyat dan selalu dapat dimanfaatkan. Meskipun demikian,
paritta tidak selalu mampu menghasilkan perlindungan serta berkah
sesuai yang dikehendaki. Pembacaan paritta tidak berhasil karena ada
3 sebab, yaitu halangan kamma (ada kamma-kamma tertentu yang
tidak dapat dihalangi dengan kekuatan apapun), halangan kekotoran
batin (batin orang yang dibacakan paritta atau batin orang yang
membaca paritta diliputi oleh keragu-raguan, nafsu, dan lain-lain), dan
kurang keyakinan kepada kemanjuran paritta itu.
Sutra
Kata sutra berasal dari bahasa sansekerta yang
berarti Hukum kebenaran Kebenaran
tersebut memiliki makna keatas sesuai
dengan kebenaran para buddha dan kebawah
sesuai dengan kebutuhan umat manusia.
Sutra adalah pancaran hati maka karuna para
buddha: hasil penelitian mata kebijaksanaan
para buddha, jadi bukan saja sesuai dengan
kebutuhan umat manusia, tetapi dapat pula
menunjukan kita jalan buddha.
Makna makna Sutra
Sutra mempunyai 5 makna :
Sumber air yang memancar
Kebenaran sutra Buddha bagaikan mata air yang tak kunjung habis, rasanya seperti air
amrtha, sejuk tiada taranya.
Menciptakan
Menghasilkan segala kebaikan, ajaran agung para Buddha lahir dari kebenaran sejati,
mengikuti ajaran sutra dapat menghapus segala macam keburukan dan menjalani
kebaikan.
Mengungkapkan kebenaran
Kitab suci buddha mengungkapkan kebenaran, menunjukan kepada kita jalan kesucian, dan
pasti tidak membawa kita ke jalan yang sesat.
sebagai paser
ajaran kebenaran buddha dapat membedakan yang benar dan yang salah. Meluruskan
yang bengkok, menjadikan patokan standar dari semua hal.

kesatuan vertikal dan mengadoptasi


merangkaikan ajaran kebenaran Tathagata menjadi kesatuan yang tidak terpancar:
pengertian ajaran kebenaran Tathagata selalu konsekuen. Secara umum para buddha
menerima semua umat manusia, agar mereka tidak terjerumus kedalam 3 alam
kehidupan buruk yang merana: ajaran kebenaran para buddha sejak dulu kala hingga
sekarang tetap tidak berubah, dapat dipakai sebagai pedoman menuju jalan buddha.
Mantra dan Dharani
Mantra adalah beberapa suku kata yang mistik dan
biasanya berasal dari bahasa Sansekerta.
Penggunaannya bervariasi untuk setiap masing-
masing kepercayaan. Mantra berfungsi sebagai kata,
doa untuk upacara keagamaan untuk kesejahteraan,
menghindari bahaya, dan menjauhi musuh. Mantra
berasal dari tradisi agama Vedic di India, kemudian
menjadi bagian dari tradisi Hindu, Buddhist, Sikhist,
dan Jainist. Pengunaan mantra menyebar
berdasarkan praktik spiritual agama di Timur. Mantra
akan efektif jika suara dan getaran diucapkan secara
tepat karena mantra mengandung kekuatan kosmik.
Dalam agama Buddha, terdapat dua jenis bahasa ritual menurut Bhiksu Kukai,
yaitu dharani dan mantra. Mantra terbatas pada ritual esoteric dan dharani
meliputi ritual esoteric dan exoteric. Dharani dipercaya dapat melindungi
mereka yang membacanya dari pengaruh penyakit dan bencana. Mantra
dipercaya dapat mengembangkan pikiran pencerahan dan digunakan untuk
tujuan khusus, seperti: mencapai kemakmuran, umur panjang, atau
menjauhi musuh, dsb.

Perbedaan antara mantra dan dharani sulit ditentukan. Kita dapat


mengatakan semua mantra adalah dharani, tetapi tidak semua dharani
adalah mantra. Mantra cenderung lebih pendek. Menurut Bhiksu Kukai,
mantra adalah dharani tertentu di mana setiap suku kata dari dharani
mengandung manifestasi dari kebenaran mutlak (kekosongan, sunyata).
Conze menjelaskan bahwa mantra menjadi pelindung kehidupan spiritual
bagi pembacanya. Sebagai contoh: di dalam Sutra Suvarnaprabhasa,
Empat Raja Catummaharajika berjanji akan mengirimkan dewa pelindung
untuk melindungi Jambudvipa, bhiksu yang membaca sutra ini, dan raja
yang melindungi bhiksu yang membaca sutra ini.
Di dalam Vajrayana, mantra berfungsi
sebagai simbol kebenaran, dan mantra
berbeda sesuai dengan aspek kebenaran
yang juga berbeda, seperti: welas asih atau
kebijaksanaan. Mantra sering dihubungkan
dengan deiti tertentu, kecuali Mantra
Prajnaparamita yang berhubungan dengan
Sutra Hati. Praktik mediatasi meliputi, mudra,
pelafalan mantra, visualisasi deities, dan
huruf dari mantra yang dilafalkan.
2.2.2 Vihara
Vihara merupakan tempat untuk melaksanakan puja, biasanya merupakan
komplek bangunan yang lengkap, di mana setiap bangunan itu
mempunyai fungsi tersendiri. Bangunan-bangunan itu diantaranya
adalah:
(1) Uposathagara yaitu suatu banguan induk yang digunakan untuk
kegiatan yang berhubungan dengan penerangan vinaya misalnya
upacara penahbisan seseorang menjadi bhikkhu, pembacaan aturan
kebhikkhuan, dan rehabilitasi kesalahan sedang dari para bhikkhu;
(2) Dhammasala adalah tempat untuk pembacaan paritta, diskusi dan
pembabaran Dhamma, meditasi, dan upacara-upacara lainnya. Jika
tidak memungkinkan membangun dua gedung, maka Uposathagara
dapat digunakan sebagai Dhammasala. Selain itu di dalam komplek
vihara biasanya juga terdapt Pohon Bodhi yang mengingatkan
pencapaian penerangan sempurna oleh Petapa Gotama.
(3) Kuti Adalah bangunan untuk tempat tinggal para Viharawan yaitu para
bhikkhu/ni, Samanera/i, Upasaka/sika yang melaksanakan Atth
asila. Banyak kuti tergantung pada jumlah para Viharawan di Vihara
tersebut.
2.2.3 Altar atau Cetya
Altar adalah tempat untuk meletakkan lambang-
lambang kesucian dan kebijaksanaan Buddha,
misalnya Buddharupa yang menyimbolkan
nilai-nilai luhur Sang Buddha; lilin
menyimbolkan penerangan yang diajarkan
oleh sang Buddha; dupa melambangkan nama
harum dari orang yang memiliki sila; bunga
melambangkan ketidakkekalan; air
melambangkan pembersihan dari segala
kekotoran; buah melambangkan perwujudan
rasa hormat kepada Sang Buddha.
Macam-macam Cetya
Terdapat empat macam cetya yang masing-masing
mempunyai ciri-ciri yaitu:
1) Dhatu Cetya adalah bila altar terdapat relik Sang
Buddha.
2) Paribhoga Cetya, bila altar memiliki barang-barang
peninggalan Buddha yang pernah digunakan oleh
Beliau, seperti jubah dan mangkuk.
3) Dhamma Cetya, bila altar memiliki satu set lengkap
Kitab Suci Tipitaka.
4) Uddessika Cetya, bila altar hanya memiliki
Buddharupang atau gambar Buddha, Siripada.
2.2.4 Stupa
Stupa adalah tempat untuk menyimpan relik Buddha, para
Arahat siswa Buddha.
Di kalangan Buddha, stupa menjadi tempat menyimpan abu
sang buddha sendiri. Setelah wafat lalu dikremasi, abu
buddha disimpan dalam delapan stupa terpisah yang
didirikan di India Utara.
Dalam perkembangannya, stupa menjadi lambang
Buddhisme itu sendiri. Semasa pemerintahan Ashoka,
dibangun banyak stupa untuk menanandakan kedudukan
Buddha sebagai agama utama di India. Demikian pula di
Asia Timur dan Asia Tenggara, stupa didirikan sebagai
bukti pengakuan terhadap Buddhisme di wilayah yang
bersangkutan. Bagi kita sekarang, stupa dapat menjadi
petunjuk seberapa luas Buddhisme tersebar di suatu
wilayah.
Sebagai lambang peerjalanan sang Buddha masuk
ke nirwana, bangunan terdiri atas 3 bagian, yaitu
andah, yanthra, dan cakra. Pembagian dan
maknanya tidak jauh berbeda dengan candi.
Bangunan stupa di Indonesia memiliki kekhasan
tersendiri dibandingkan di India maupun di Asia
Timur. Di tempat lain banyak bangunan stupa yang
berdiri sendiri. Sedangkan di Indonesia, lebih sering
dijumpai bangunan stupa yang menjadi bagian
candi, seperti Candi Mendut, Candi Borobudur,
Candi Jawi.
2.3 Hari Raya Agama Buddha
Magha Puja
Magha Puja merupakan salah satu peringatan agama Buddha
yang kurang diketahui oleh sebagian umat Buddha di
Indonesia. Magha Puja merupakan peristiwa penting dan
bersejarah bagi Agama Buddha yang terjadi di bulan Magha
atau dapat dijumpai pada bulan Februari. Anggapan semen-
tara umat Buddha menekankan bahwa hari peringatan hari
Magha Puja bertepatan dengan 15 hari setelah tahun baru
Imlek (Cap Go). Demikian jika 15 hari setelah 15 hari setelah
tahun imlek maka pada malam harinya terlihat bulan sedang
purnama. Tetapi jika diteliti dalam penanggalan hari, bulan, dan
tahun buddhis maka yang sebenarnya peringatan hari Magha
Puja tepat 1 (satu) hari sebelum Cap Go, yang berarti bahwa
pada saat itu bulan purnama siddhi. Perayaan Magha Puja
Dilaksanakan di bulan Magha (Pada Bulan Februari/Maret)
pada waktu terang bulan.
Hari suci Magha Puja memperingati empat
peristiwa penting, yaitu :
1. Seribu dua ratus lima puluh orang bhikkhu
datang berkumpul tanpa pemberitahuan
terlebih dahulu.
2. Mereka semuanya telah mencapai tingkat
kesucian arahat.
3. Mereka semuanya memiliki enam
abhinna.
4. Mereka semua ditasbihkan oleh Sang
Buddha dengan ucapan Ehi Bhikkhu.
Waisak
Salah satu hari besar agama Buddha adalah hari
Trisuci Waisak yang merupakan hari Raya paling
besar dan paling bermakna bagi umat Buddha.
Kata Waisak sendiri berasal dari bahasa Pali
Vesakha atau di dalam bahasa Sansekerta disebut
Vaisakha. Nama Vesakha sendiri diambil dari
bulan dalam kalender buddhis yang biasanya jatuh
pada bulan Mei kalender Masehi.
Namun, terkadang hari Waisak jatuh pada akhir
bulan April atau awal bulan Juni. Hari Raya Waisak
sendiri dikalangan umat Buddha sering disebut
dengan hari raya Trisuci Waisak.
Hari suci Waisak atau Vaisakha Puja
memperingati tiga peristiwa suci yang
terjadi pada pribadi Guru Besar Buddha
Gotama, yaitu:
1. Pangeran Siddharta lahir di Taman
Lumbini tahun 623 Sebelum Masehi.
2. Petapa Gotama mencapai bodhi atau
Penerangan Sempurna di Bodhi Gaya
pada usia 35 tahun.
3. Buddha Gotama mencapai Parinibbana
(mangkat) di Kusinara pada usia 80 tahun.
Asadha
Hari Suci sdha merupakan peristiwa yang
mempunyai arti sangat penting bagi umat Buddha.
Dengan belas kasih Beliau kepada semua makhluk
hidup, dan demi manfaat bagi dunia ini, memutar
Roda Dhamma nan Agung untuk pertama kalinya,
menguraikan Empat Kebenaran Mulia, kepada para
bhikkhu Pacavaggiya, di hutan Isipatana Migadya
dekat kota Bras, pada hari purnama di bulan
sha. Maka sampai saat ini umat Buddha dapat
mengenal Buddha Dhamma yang merupakan
rahasia kehidupan ini; Dhamma yang indah pada
awalnya, indah pada pertengahannya, dan indah
pada akhirannya.
Hari Asadha biasanya dilaksanakan dua
bulan setelah hari Waisak, pelaksanaan
dilakukan pada waktu bulan purnama
sidhi di bulan Juli, hari Asadha
merayakan khotbah pertama Sang
Buddha pada lima orang pertapa
(Kondanna, Bodhiya, Vappa, Mahanama
dan Asaji). Khotbah pertama di kenal
sebagai Dhammacakkapavatana Sutta
(khotbah berputarnya roda Dhamma).
Hari suci Asadha memperingati tiga
peristiwa penting, yaitu :
1. Khotbah pertama Sang Buddha kepada
lima orang pertapa di Taman Rusa
Isipatana.
2. Terbentuknya sangha Bhikkhu yang
pertama.
3. Lengkapnya Tiratana/Triratna ( Buddha,
Dhamma, dan Sangha ).
Kathina
Hari Suci Kathina adalah hari suci agama
Buddha untuk menunjukkan rasa baktinya
kepada Sangha. Ada juga yang menyebut
Hari Kathina sebagai hari Sangha.

Hari Suci Kathina dirayakan di bulan


Kathina dalam kalender Buddhis atau
sekitar bulan November di kalender
Masehi. Hari Kathina ini dirayakan sekitar
empat bulan setelah hari raya Asadha.
Pada hari raya kathina umat Buddha
berkesempatan memberi dana kepada
Sangha.Dana yang diberikan berupa :
Jubah, obat-obatan, makanan, tempat
tinggal ( Kuti).Dalam memberi kita harus
tulus.Memebri pada hari raya kathina
adalah perbuatan bajik yang besar
.Dengan memberi, kita melatih
kemoralan hati kita
Hari Raya Buddhis Mahayana
Mahayana (berasal dari bahasa Sanskerta) mahyna yang secara
harafiah berarti 'Kendaraan Besar') adalah satu dari dua aliran utama
Agama Buddha dan merupakan istilah pembagian filosofi dan ajaran
Sang Buddha. Mahayana, yang dilahirkan di India, digunakan atas tiga
pengertian utama:
Sebagai tradisi yang masih berada, Mahayana merupakan kumpulan
terbesar dari dua tradisi Agama Buddha yang ada hari ini, yang lainnya
adalah Theravada. Pembagian ini seringkali diperdebatkan oleh
berbagai kelompok.
Menurut cara pembagian klasifikasi filosofi Agama Buddha
berdasarkan aliran Mahayana, Mahayana merujuk kepada tingkat
motifasi spiritual (yang dikenal juga dengan sebutan Bodhisattvayana )
Berdasarkan pembagian ini, pendekatan pilihan yang lain disebut
Hinayana, atau Shravakayana. Hal ini juga dikenal dalam Ajaran
Theravada, tetapi tidak dianggap sebagai pendekatan yang sesuai.
Menurut susunan Ajaran Vajrayana mengenai pembagian jalur
pengajaran, Mahayana merujuk kepada satu dari tiga jalan menuju
pencerahan, dua lainnya adalah Hinayana dan Vajrayana. Pembagian
pengajaran dalam Agama Buddha Vajrayana, dan tidak dikenal dalam
ajaran Agama Buddha Mahayana dan Theravada.
Walaupun asal usul keberadaan Mahayana mengacu pada Buddha
Gautama, para sejarawan berkesimpulan bahwa Mahayana berasal
dari India pada abad ke 1, atau abad ke 1 SM.Menurut sejarawan,
Mahayana menjadi gerakan utama dalam Agama Buddha di India pada
abad ke 5, mulai masa tersebut naskah-naskah Mahayana mulai
muncul pada catatan prasasti di India.Sebelum abad ke 11 (ketika
Mahayana masih berada di India), Sutra-sutra Mahayana masih berada
dalam proses perbaikan. Oleh karena itu, beragam sutra dari sutra
yang sama mungkin muncul. Terjemahan-terjemahan ini tidak dianggap
oleh para sejarawan dalam membentuk sejarah Mahayana.
Dalam perjalanan sejarahnya, Mahayana menyebar keseluruh Asia Timur.
Negara-negara yang menganut ajaran Mahayana sekarang ini adalah
Tiongkok, Jepang, Korea dan Vietnam dan penganut Agama Buddha
Tibet (etnis Himalaya yang diakibatkan oleh invasi Tiongkok ke Tibet).
Aliran Agama Buddha Mahayana sekarang ini adalah "Pure Land",
Zen, Nichiren, Singon, Tibetan dan Tendai. Ketiga terakhir memiliki
aliran pengajaran baik Mahayana maupun Vajrayana.
3.Buddha,Bodhisatva,dan Arahat
A.Buddha
Buddha adalah suatu Gelar Kesempurnaan yang artinya :
Dia yang telah sadar sendiri dan mampu menyadarkan orang lain yang
berjodoh denganNya, Dia yang telah memperoleh pencerahan
sempurna.
Agama Buddha berasal dari India, diajarkan oleh Sakyamuni Buddha,
623 tahun sebelum Masehi Beliau dilahirkan sebagai seorang putra
mahkota dari kerajaan Kapilavastu, bernama Pangeran Siddhartha
Gautama, berasal dari suku Sakya. Beliau adalah seorang yang penuh
welas asih, cerdas dan rupawan, seorang calon Buddha mempunyai
32 ciri-ciri bagus dan unik.
Sebagai seorang manusia, Pangeran Siddhartha memperoleh semua
impian duniawi yang dicita-citakan manusia biasa. Harta benda,
kekuasaan, keluarga, nama baik semua telah dimilikinya, hidupnya
benar-benar sangat menyenangkan. Walaupun beliau dilimpahkan
harta dan tahta duniawi yang sangat baik itu, akan tetapi beliau tidak
lupa diri, karena beliau adalah Maha Bodhisattva yang datang dari
Surga Tursita.
Pada suatu hari beliau melihat orang sakit, orang tua dan orang yang telah meninggal
dunia, lalu beliau menjadi sangat sedih, dan merenung mengapa manusia tak dapat
menghindari sakit, usia tua dan kematian ? Mengapa manusia tidak bisa selalu
bahagia? Pada suatu hari setelah Beliau melihat seorang pertapa yang terpancar
ketenangan dan ketentraman di wajahnya, maka beliau bertekad mencari jawaban atas
misteri hidup dan kehidupan ini.
Akhirnya pada usia 19 tahun beliau meninggalkan istana dan pergi bertapa, selama 6 tahun
belajar dengan berbagai guru, akan tetapi apa yang beliau dapat dari para guru tidak
memuaskannya, karena tidak dapat membebaskan manusia dari penderitaannya.
Kemudian Beliau pergi bertapa dalam berbagai cara bertapa, dengan cara menyiksa
diri selama hampir 6 tahun lamanya, bersama lima orang pertapa lainnya di hutan
Uruvilva.
Setelah sekian lama bertapa dengan cara menyiksa diri, tetap tidak menemukan apapun
yang Beliau cari, sampai pada suatu ketika kondisi badannya sangat lemah,
dikarenakan menyiksa diri dengan hanya memakan beberapa butir nasi setiap hari
sehingga pada suatu ketika Beliau terjatuh dan pingsan di tepi sungai. Setelah siuman
dan diberi minum air susu kambing oleh pengembala Nanda, barulah tenaganya
perlahan-lahan pulih kembali. Akan tetapi, dengan tidak menjalankan puasa lagi maka
ke 5 pertapa lainnya menganggap Siddhartha Gautama telah gagal dalam pertapaan,
sehingga mereka kecewa dan meninggalkannya.
Dengan demikian pertapa Siddhartha mulai kembali bertapa
dengan caranya sendiri, akhirnya pada saat bulan Purnama
Siddhi di bulan Waisak (menurut catatan aliran Mahayana pada
hari ke 8 bulan 12 penangggalan Lunar / Cap Jie Gwe Ce Pe),
Pangeran Siddhartha mencapai pencerahan sempurna menjadi
Buddha pada usia 31 tahun, (menurut catatan Theravada 35
Tahun) , selama 49 tahun Beliau membabarkan Dharma
(menurut Theravada 45 tahun), dan pada usia 80 tahun Beliau
memmasuki Maha Parinirwana. Selama 7 hari 7 malam api
dinyalakan untuk membakar jasad-Nya, akan tetapi ternyata
jasad-Nya tidak dapat dibakar, akhirnya setelah menitipkan
Jubah Emas-Nya kepada Maha Kasyapa Arhat untuk diberikan
kepada Maitreya Buddha, dari tubuh Sakyamuni Buddha keluar
api Jhana yang membakar badan jasmani yang lapuk dan
memasuki alam NIRWANA. Buddha ada Buddha masa lalu
yaitu AMITABHA BUDDHA, Buddha masa sekarang yaitu
SAKYAMUNI BUDDHA, dan Buddha masa yang akan datang
yang diramalkan Sakyamuni Buddha yaitu MAITREYA
BUDDHA.
B. Arahat
Pandangan yang berbeda mengenai Arahat merupakan
salah satu penyebab timbulnya polemik antara Mahayana
dan Theravada. Secara garis besar Theravada
berpendapat bahwa Arahat sudah sempurna dan
merupakan pencapaian yang diidam-idamkan oleh
penganut aliran tersebut; sedangkan Mahayana
menganggap bahwa Arahat bukanlah pencapaian
tertinggi, dan sebagai gantinya menganut pandangan
bahwa Samyaksambuddha (Pali: Sammasambuddha) -
yang direalisasi melalui jalan Bodhisattva (Pali:
Bodhisatta) - adalah pencapaian tertinggi. Untuk
mengetahui duduk permasalahannya, kita perlu meneliti
apakah makna Arahat menurut Theravada dan
Mahayana.
Theravada
1. Sudah bebas dari ketakutan/
keresahan
2. Sudah mencapai Nibbana/ Nirvana
3. Belas kasih yang kuat
4. Tujuan yang diagung-agungkan
5. Terbebas dari egoisme (mana)
Mahayana
1. Belum bebas dari ketakutan/
kecemasan
2. Belum mencapai Nibbana/ Nirvana
3. Tidak ada atau kurangnya belas kasih
4. Tujuan yang patut dihindari.
5. Masih terikat oleh egoisme
C. Bodhisattva
Bagian ini erat hubungannya dengan bagian sebelumnya,
karena konsep Arahat dan Bodhisattva merupakan sesuatu
yang berkaitan. Karena itu agar mendapatkan pemahaman
yang baik mengenai bagian ini dianjurkan untuk membaca
bagian sebelumnya terlebih dahulu. Dalam Bahasa Pali,
Bodhisattva disebut dengan istilah Bodhisatta, yang artinya
secara umum adalah calon Buddha. Menurut Theravada dan
Mahayana sebelum terlahir menjadi Pangeran Siddharta, Sang
Buddha adalah seorang Bodhisattva yang berdiam di Surga
Tusita.
Kontroversi mulai timbul ketika ada pandangan bahwa seorang
Bodhisattva sudah mencapai kesempurnaan dan
kedudukannya lebih tinggi dibanding Arahat. Kita akan
membahas hal tersebut dari sudut pandang Theravada dan
Mahayana.
Aliran Theravada dan Mahayana sepakat bahwa:
1. Seorang Bodhisattva adalah calon Buddha.
2. Seorang Bodhisattva berikrar untuk menjadi
Buddha.
3. Seorang Bodhisattva berjuang demi
menguntungkan makhluk lainnya.
4. Para Bodhisattva juga menerima ramalan
pencapaian Kebuddhaan (vyakarana) dari Buddha-
Buddha terdahulu
Terlihat bahwa sebenarnya secara mendasar tidak
ada perbedaan pengertian Bodhisattva di dalam
Theravada dan Mahayana.
4.Dhammaniyama
Hukum Alam (Niyama Dhamma) adalah
salah satu konsep dalam ajaran agama
Buddha mengenai hukum-hukum yang
bekerja di alam ini. Hukum ini bekerja
dengan sendirinya dan bersifat
universal. Hukum alam dapat dibagi ke
dalam lima kelompok:
1. Utu Niyama, Hukum ini mencakup
semua fenomena anorganik, termasuk
hukum-hukum dalam fisika dan kimia.
Contohnya adalah hukum mengenai
terbentuk dan hancurnya bumi, planet,
tata surya, galaksi, temperatur, iklim,
gempa bumi, angin, erupsi, dan segala
sesuatu yang bertalian dengan energi.
Utu Niyama terdiri dari
Alam semesta
Menurut pandangan Buddhis, alam semesta ini luas sekali. Dalam alam
semesta terdapat banyak tata surya yang jumlahnya tidak dapat
dihitung. Hal ini diterangkan oleh Sang Buddha sebagai jawaban atas
pertanyaan bhikkhu Ananda dalam Anguttara Nikaya sebagai berikut :
Ananda apakah kau pernah mendengar tentang seribu Culanika loka dhatu
(tata surya kecil) ? . Ananda, sejauh matahari dan bulan berotasi
pada garis orbitnya, dan sejauh pancaran sinar matahari dan bulan di
angkasa, sejauh itulah luas seribu tata surya. Di dalam seribu tata
surya terdapat seribu matahari, seribu bulan, seribu Sineru, seribu
jambudipa, seribu Aparayojana, seribu Uttarakuru, seribu
Pubbavidehana . Inilah, Ananda, yang dinamakan seribu tata
surya kecil (sahassi culanika lokadhatu). *
Ananda, seribu kali sahassi culanika lokadhatu dinamakan Dvisahassi
majjhimanika lokadhatu. Ananda, seribu kali Dvisahassi majjhimanika
lokadhatu dinamakan Tisahassi Mahasahassi Lokadhatu.
Ananda, bilamana Sang Tathagata mau, maka ia dapat
memperdengarkan suara-Nya sampai terdengar di Tisahassi
mahasahassi lokadhatu, ataupun melebihi itu lagi.
Kejadian Bumi dan Manusia
Terjadinya bumi dan manusia merupakan konsep yang unik pula dalam agama Buddha, khususnya tentang
manusia pertama yang muncul di bumi kita ini bukanlah hanya seorang atau dua orang, tetapi
banyak. Kejadian bumi dan manusia pertama di bumi ini diuraikan oleh Sang Buddha dalam Digha
Nikaya, Agganna Sutta dan Brahmajala Sutta. Tetapi di bawah ini hanya uraian dari Agganna Sutta
yang akan diterangkan.
Vasettha, terdapat suatu saat, cepat atau lambat, setelah suatu masa yang lama sekali, ketika dunia ini
hancur. Dan ketika hal ini terjadi, umumnya mahluk-mahluk terlahir kembali di Abhassara (alam
cahaya); di sana mereka hidup dari ciptaan batin (mano maya), diliputi kegiuran, memiliki tubuh yang
bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup dalam kemegahan. Mereka hidup demikian dalam
masa yang lama sekali.
Pada waktu itu (bumi kita ini) semuanya terdiri dari air, gelap gulita. Tidak ada matahari atau bulan
yang nampak, tidak ada bintang-bintang maupun konstelasi-konstelasi yang kelihatan; siang maupun
malam belum ada, .. laki-laki maupun wanita belum ada. Mahluk-mahluk hanya dikenal sebagai
mahluk-mahluk saja.
Vasettha, cepat atau lambat setelah suatu masa yang lama sekali bagi mahluk-mahluk tersebut,
tanah dengan sarinya muncul keluar dari dalam air. Sama seperti bentuk-bentuk buih (busa) di
permukaan nasi susu masak yang mendingin, demikianlah munculnya tanah itu. Tanah itu memiliki
warna, bau dan rasa. Sama seperti dadi susu atau mentega murni, demikianlah warna tanah itu;
sama seperti madu tawon murni, demikianlah manis tanah itu. Kemudian Vasettha, di antara mahluk-
mahluk yang memiliki sifat serakah (lolajatiko) berkata : O apakah ini? Dan mencicipi sari tanah itu
dengan jarinya. Dengan mencicipinya, maka ia diliputi oleh sari itu, dan nafsu keinginan masuk dalam
dirinya. Mahluk-mahluk lainnya mengikuti contoh perbuatannya, mencicipi sari tanah itu dengan jari-
jari .. mahluk-mahluk itu mulai makan sari tanah, memecahkan gumpalan-gumpalan sari tanah
tersebut dengan tangan mereka.
Dan dengan melakukan hal ini, cahaya tubuh mahluk-mahluk itu lenyap. Dengan lenyapnya cahaya
tubuh mereka, maka matahari, bulan, bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi nampak .. siang
dan malam .. terjadi.
Demikianlah, Vasettha, sejauh itu bumi terbentuk kembali.
Vasettha, selanjutnya mahluk-mahluk itu menikmati sari tanah, memakannya, hidup dengannya, dan
berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka makan
itu, maka tubuh mereka menjadi padat, dan terwujudlah berbagai macam bentuk tubuh. Sebagian
mahluk memiliki bentuk tubuh yang indah dan sebagian mahluk memiliki tubuh yang buruk. Dan
karena keadaan ini, mereka yang memiliki bentuk tubuh yang indah memandang rendah mereka yang
memiliki bentuk tubuh yang buruk .. maka sari tanah itupun lenyap .. ketika sari tanah lenyap ..
muncullah tumbuhan dari tanah (bhumipappatiko). Cara tumbuhnya seperti cendawan .. Mereka
menikmati, mendapatkan makanan, hidup dengan tumbuhan yang muncul dari tanah tersebut, dan
hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali .. (seperti di atas). Sementara mereka
bangga akan keindahan diri mereka, mereka menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan yang
muncul dari tanah itu pun lenyap. Selanjutnya tumbuhan menjalar (badalata) muncul .. warnanya
seperti dadi susu atau mentega murni, manisnya seperti madu tawon murni .. Mereka menikmati,
mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan menjalar itu .. maka tubuh mereka menjadi
lebih padat; dan perbedaan bentuk tubuh mereka nampak lebih jelas; sebagian nampak indah dan
sebagian nampak buruk. Dan karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh indah
memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh buruk .. Sementara mereka bangga akan
keindahan tubuh mereka sehingga menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan menjalar itu pun
lenyap.
Kemudian, Vasettha, ketika tumbuhan menjalar lenyap .. muncullah tumbuhan padi (sali) yang masak di
alam terbuka, tanpa dedak dan sekam, harum, dengan bulir-bulir yang bersih. Pada sore hari mereka
mengumpulkan dan membawanya untuk makan malam, pada keesokkan paginya padi itu telah
tumbuh dan masak kembali. Bila pada pagi hari mereka mengumpulkan dan membawanya untuk
makan siang, maka pada sore hari padi tersebut telah tumbuh dan masak kembali, demikian terus
menerus padi itu muncul.
Vasettha, selanjutnya mahluk-mahluk itu menikmati padi (masak)
dari alam terbuka, mendapatkan makanan dan hidup dengan
tumbuhan padi tersebut, dan hal ini berlangsung demikian
dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang
mereka nikmati dan makan itu, maka tubuh mereka tumbuh
lebih padat, dan perbedaan bentuk mereka nampak lebih jelas.
Bagi wanita nampak jelas kewanitaannya (itthilinga) dan bagi
laki-laki nampak jelas kelaki-lakiannya (purisalinga). Kemudian
wanita sangat memperhatikan tentang keadaan laki-laki, dan
laki-laki pun sangat memperhatikan keadaan wanita. Karena
mereka saling memperhatikan keadaan diri satu sama lain
terlalu banyak, maka timbullah nafsu indriya yang membakar
tubuh mereka. Dan sebagai akibat adanya nafsu indriya
tersebut, mereka melakukan hubungan kelamin.
Vasettha, ketika mahluk-mahluk lain melihat mereka melakukan
hubungan kelamin.
Kiamat (kehancuran bumi)
Pada suatu ketika bumi kita ini akan hancur lebur dan tidak ada. Tapi hancur leburnya bumi kita ini atau
kiamat bukanlah merupakan akhir dari kehidupan kita. Sebab seperti apa yang telah diuraikan di
halaman terdahulu, bahwa di alam semesta ini tetap berlangsung pula evolusi terjadinya bumi. Lagi
pula, bumi kehidupan manusia bukan hanya bumi kita ini saja tetapi ada banyak bumi lain yang
terdapat dalam tata surya tata surya yang tersebar di alam semesta ini.
Kiamat atau hancur leburnya bumi kita ini menurut Anguttara Nikaya, Sattakanipata diakibatkan oleh
terjadinya musim kemarau yang lama sekali. Selanjutnya dengan berlangsungnya musim kemarau
yang panjang ini muncullah matahari yang kedua, lalu dengan berselangnya suatu masa yang lama
matahari ketiga muncul, matahari keempat, matahari kelima, matahari keenam dan akhirnya
muncul matahari ketujuh. Pada waktu matahari ketujuh muncul, bumi kita terbakar hingga menjadi
debu dan lenyap bertebaran di alam semesta.
Pemunculan matahari kedua, ketiga dan lain-lain bukan berarti matahari-matahari itu tiba-tiba terjadi dan
muncul di angkasa, tetapi matahari-matahari tersebut telah ada di alam semesta kita ini. Dalam setiap
tata surya terdapat matahari pula.
Menurut ilmu pengetahuan bahwa setiap planet, tata surya, dan galaxi beredar menurut garis orbitnya
masing-masing. Tetapi kita sadari pula, karena banyaknya tata surya di alam semesta kita ini, maka
pada suatu masa garis edar tata surya kita akan bersilangan dengan garis orbit tata surya lain,
sehingga setelah masa yang lama ada tata surya yang lain lagi yang bersilangan orbitnya dengan tata
surya kita. Akhirnya tata surya ketujuh menyilangi garis orbit tata surya kita, sehingga tujuh buah
matahari menyinari bumi kita ini. Baiklah kita ikuti uraian tentang kiamat yang dikhotbahkan oleh Sang
Buddha kepada para bhikkhu:
Bhikkhu, akan tiba suatu masa setelah bertahun-tahun, ratusan tahun, ribuan tahun, atau ratusan ribu
tahun, tidak ada hujan. Ketika tidak ada hujan, maka semua bibit tanaman seperti bibit sayuran,
pohon penghasil obat-obatan, pohon-pohon palem dan pohon-pohon besar di hutan menjadi layu,
kering dan mati ..
Para bhikkhu, selanjutnya akan tiba suatu masa, suatu waktu di akhir masa yang lama,
matahari kedua muncul. Ketika matahari kedua muncul, maka semua sungai kecil dan
danau kecil surut, kering dan tiada ..
Para bhikkhu, selanjutnya akan tiba suatu masa, suatu waktu di akhir masa yanglama,
matahari ketiga muncul. Ketika matahari ketiga muncul, maka semua sungai besar,
yaitu sungai Gangga, Yamuna, Aciravati, Sarabhu dan Mahi surut, kering dan tiada ..
Para bhikkhu, selanjutnya akan tiba suatu masa, suatu waktu di akhir masa yang lama,
matahari keempat muncul. Ketika matahari keempat muncul, maka semua danau
besar tempat bermuaranya sungai-sungai besar, yaitu danau Anotatta, Sihapapata,
Rathakara, Kannamunda, Kunala, Chaddanta, dan Mandakini surut, kering dan tiada
..
Para bhikkhu, selanjutnya akan tiba suatu masa, suatu waktu di akhir masa yang lama,
matahari kelima muncul. Ketika matahari kelima muncul, maka air maha samudra surut
100 yojana*, lalu surut 200 yojana, 300 yojana, 400 yojana, 500 yojana, 600 yojana
dan surut 700 yojana. Air maha samudra tersisa sedalam tujuh pohon palem, enam,
lima, empat, tiga, dua pohon palem, dan hanya sedalam sebatang pohon palem.
Selanjutnya, air maha samudra tersisa sedalam tinggi tujuh orang, enam, lima, empat,
tiga, dua dan hanya sedalam tinggi seorang saja, lalu dalam airnya setinggi pinggang,
setinggi lutut, hingga airnya surut sampai sedalam tinggi mata kaki.
Para bhikkhu, bagaikan di musim rontok, ketika terjadi hujan dengan tetes air hujan yang
besar, mengakibatkan ada lumpur di bekas tapak-tapak kaki sapi, demikianlah dimana-
mana air yang tersisa dari maha samudra hanya bagaikan lumpur yang ada di bekas
tapak-tapak kaki sapi.
Para bhikkhu, selanjutnya akan tiba suatu masa, suatu waktu di akhir masa yang lama,
matahari keenam muncul. Ketika matahari keenam muncul, maka bumi ini dengan
gunung Sineru sebagai raja gunung-gunung, mengeluarkan, memuntahkan dan
menyemburkan asap. Para bhikkhu, bagaikan tungku pembakaran periuk yang
mengeluarkan, memuntahkan dan menyemburkan asap, begitulah yang terjadi dengan
bumi ini.
Demikianlah, para bhikkhu, semua bentuk (sangkhara) apa pun adalah tidak kekal, tidak
abadi atau tidak tetap. Janganlah kamu merasa puas dengan semua bentuk itu, itu
menjijikkan, bebaskanlah diri kamu dari semua hal.
Para bhikkhu, selanjutnya akan tiba suatu masa, suatu waktu di akhir masa yang lama,
matahari ketujuh muncul. Ketika matahari ketujuh muncul, maka bumi ini dengan
gunung Sineru sebagai raja gunung-gunung terbakar, menyala berkobar-kobar, dan
menjadi seperti bola api yang berpijar. Cahaya nyala kebakaran sampai terlihat di alam
Brahma, demikian pula dengan debu asap dari bumi dengan gunung Sineru tertiup
angin sampai ke alam Brahma.
Bagian-bagian dari puncak gunung Sineru setinggi 1, 2, 3, 4, 5 ratus yojana terbakar dan
menyala ditaklukkan oleh amukan nyala yang berkobar-kobar, hancur lebur.
Disebabkan oleh nyala yang berkobar-kobar bumi dengan gunung Sineru hangus total
tanpa ada bara maupun abu yang tersisa. Bagaikan mentega atau minyak yang
terbakar hangus tanpa sisa. Demikian pula bumi maupun debu tidak tersisa sama
sekali.
2. Bija Niyama, Hukum ini mencakup semua gejala organik
seperti dalam biologi. Contohnya adalah perkembangan hewan
atau tumbuhan, mutasi gen manusia, pembuahan, proses
perkembangbiakkan pada tumbuh-tumbuhan.
3. Kamma Niyama, Hukum Moralitas, yaitu Hukum sebab-
akibat (hukum karma). Segala tindakan sengaja atau tidak
disengaja akan menghasilkan sesuatu yang baik atau buruk.
4. Citta Niyama, mengenai pikiran misalnya bagaimana proses
kesadaran bekerja. Hukum ini bekerja pada memori manusia
dan bagaimana psikis seseorang. Hukum ini mengatur pertalian
kerja antara sesuatu yang hidup dan mati.
5. Dhamma Niyama, mengenai segala sesuatu yang tidak
diatur oleh keempat Hukum diatas. Hukum ini mencakup
konsep abstrak yang dikembangkan manusia seperti dalam
ilmu matematika dimana realitas alam dijelaskan dalam bentuk
abstrak (tidak berwujud).
5.Ketuhanan Yang Maha Esa dalam ajaran Agama
Buddha

Kitab Udana VIII.3


"Atthi bhikkhave ajatam abhutam akatam
asankhatam, no ce tam bhikkhave abhavisam
ajatam abhutam akatam asankhatam, nayidha
jatassa bhutassa katassa sankhatassa
nissaranam pannayetha. Yasma ca
kho bhikkhave atthi ajatam abhutam akatam
asankhatam, tasma jatassa bhutassa katassa
sankhatassa nissaranam pannaya'ti.
Artinya:
"Para bhikkhu, ada Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Menjelma, Tidak Tercipta,
Yang Mutlak. Para bhikkhu, bila tak ada Yang Tidak Dilahirkan, Tidak
Menjelma, Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka tak ada kemungkinan
untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan
dari sebab yang lalu. Tetapi, para bhikkhu, karena ada Yang Tidak
Dilahirkan, Tidak Menjelma, Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada
kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan,
pemunculan dari sebab yang lalu."
Kitab ini merupakan dasar acuan konsep Tuhan dalam agama Buddha,
khususnya Buddha Theravada di Indonesia. Mengingat pertanyaan
tentang Tuhan dalam Buddhisme merupakan pertanyaan favorit dari
umat lain terhadap umat Buddha, maupun internal di kalangan umat
Buddha sendiri, makanya tampaknya alangkah baik dan bermanfaat
jika kitab ini diketahui dan dipahami oleh rekan-rekan se-Dhamma sv
6.Samadhi sebagai landasan
memahami&mengerti Ketuhanan yang
Maha Esa

Samadhi adalah sebuah ritual konsentrasi


tingkat tinggi, melampaui kesadaran alam
jasmani yang terdapat dalam agama Hindu
, Budha , Jainisme , Sikhisme, dan aliran
yoga. Samadhi juga merupakan fase
tertinggi dalam delapan fase penguasaan
Yoga.
6.1 Bhavana
Bhavana berarti pengembangan, yaitu pengembangan batin
dalam melaksanakan pembersihannya. Istilah lain yang
arti dan pemakaiannya hampir sama dengan bhavana
adalah samadhi. Samadhi berarti pemusatan pikiran pada
suatu obyek.
Samadhi yang benar (samma samadhi) adalah pemusatan
pikiran pada obyek yang dapat menghilangkan kekotoran
batin tatkala pikiran bersatu dengan bentuk-bentuk karma
yang baik, sedangkan samadhi yang salah (miccha
samadhi) adalah pemusatan pikiran pada obyek yang
dapat menimbulkan kekotoran batin tatkala pikiran
bersatu dengan bentuk-bentuk karma yang tidak baik.
Jika dipergunakan istilah samadhi, maka yang dimaksud
adalah Samadhi yang benar.
Bhavana dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu :
Samatha Bhavana, berarti
pengembangan ketenangan batin.
Vipassana Bhavana, berarti
pengembangan pandangan terang.
1.Samantha Bhavana
Samatha bhvan merupakan meditasi
pengembangan batin (Lokiya/duniawi) adalah
kerangka latihan pengembangan pemusatan
pikiran pada obyek secara terus-menerus,
sehingga terwujud konsentrasi yang sangat
kuat dan pencapaian jhana-jhana.
Samatha bhvan bertujuan untuk untuk
mencapai ketenangan batin melalui
pencapaian jhana-jhana yang dapat
menghasilkan abhinna, dan terlahir di alam-
alam kebahagiaan.
2.Vipassana Bhavana
Vipassan Bhvan (insight meditation) merupahan meditasi
dengan melihat kedalam diri sendiri, yaitu mengamati
proses batin dan jasmani) pada dasarnya adalah sebuah
latihan dengan cara mengalami sendiri, berdasarkan
perkembangan yang sistematis dan seimbang dari
kesadaran (awareness) yang cermat dan terfokus.
Dengan mengamati proses batin dan jasmani yang terus
berlangsung saat demi saat dalam diri seseorang dengan
kekuatan kesadaran/perhatian penuh maka pandangan
terang (insight) muncul dalam memahami sifat alami yang
sesungguhnya dari kehidupan.
Vipassan Bhvan bertujuan untuk mencapai pandangan
terang melalui penembusan Tilakkhana, serta
menimbulkan kebijaksanaan dan kemudian pencapaian
tingkat kesucian tertinggi (arahat) mencapai nibban.
6.2 Nirvarana,Jhana,Abhina
Nivarana berarti rintangan atau penghalang
batin yang selalu menghambat
perkembangan pikiran.
Macam-macam nivarana
Kamachanda (nafsu-nafsu keinginan)
Byapada (kemauan jahat)
Thina-middha (kemalasan dan kelelahan)
Uddhacca-kukkucca (kegelisahan dan
kekhawatiran)
Vicikiccha (keragu-raguan)
Jhana berarti kesadaran atau pikiran yang
memusat dan melekat kuat pada obyek
kammatthana atau meditasi, yaitu kesadaran
atau pikiran terkonsentrasi pada obyek
dengan kekuatan appana-samadhi
(konsentrasi yang mantap, yaitu kesadaran
atau pikiran terkonsentrasi pada obyek yang
kuat).
Jhana hanya mampu menekan atau
mengendapkan kekotoran batin untuk
sementara waktu. Ia tidak dapat melenyapkan
kekotoran batin. Sewaktu-waktu jhana dapat
merosot.
Tingkatan jhana, menurut Sutta Pitaka, terdiri atas :
1.Rupa jhana
Pathama-Jhana, ialah jhana tingkat pertama, dimana nivarana telah dapat diatasi
dengan seksama. Faktor-faktor jhana yang timbul adalah vitakka, vicara, piti, sukha,
dan ekaggata.
Dutiya-Jhana, ialah jhana tingkat kedua, dimana vitakka dan vicara mulai lenyap,
karena kedua faktor ini bersifat kasar untuk jhana kedua. Faktor-faktor jhana yang
masih ada adalah piti, sukha, dan ekaggata.
Tatiya-Jhana, ialah jhana tingkat ketiga, dimana piti mulai lenyap, karena piti ini masih
terasa kasar untuk jhana ketiga. Faktor-faktor jhana yang masih ada adalah sukha dan
ekaggata.
Catuttha-Jhana, ialah jhana tingkat keempat, dimana sukha mulai lenyap, karena faktor
ini masih terasa kasar untuk jhana keempat. Di dalam jhana keempat ini hanya ada
faktor ekaggata dan ditambah dengan upekkha.
Akasanancayatana-Jhana adalah keadaan konsepsi ruang tanpa batas.
Vianancayatana-Jhana adalah keadaan dari konsepsi kesadaran yang tanpa batas.
Akincaayatana-Jhana adalah keadaan dari konsepsi kekosongan.
Nevasaanasaayatana-Jhana adalah keadaan dari konsepsi bukan pencerapan
pun tidak bukan pencerapan.
2.Arupa jhana
A. Obyek yang dapat mencapai jhana:
10 Kasina
10 Asubha
Satu Kayagatasati dan Anapanasati
Empat Appamanna
Satu Aharapatikulasanna (satu perenungan terhadap
makanan yang menjijikan)
Satu Catudhatuvavatthana
Empat Arupa (empat perenungan tanpa materi)
B. Obyek yang tidak bisa mencapai jhana:
8 Anussati
Hubungan jhana dan nivarana
Vitakka menekan thinamida
Vicara menekan vicikiccha
Piti menekan byapada
Sukha menekan uddhacca kukucca
Ekaggata menekan kamachanda
Abhina adalah kemampuan batin yang lebih
tinggi, yang hanya dapat dimiliki oleh
mereka yang berhasil dalam meditasi, bila
kehidupan yang lampau maupun saat ini ia
sukses dalam meditasi, maka sisa
kemampuan itu masih dapat terlihat dalam
kehidupan yang sekarang.
Pencapaian Abhinna sangat beragam bagi
setiap orang, karena berkaitan dengan
obyek meditasi yang digunakannya ketika
bermeditasi.
Ada enam macam Abhinna, yaitu :
1). Kemampuan batin fisik ( Iddhividhi/iddhividha)
Yaitu : seseorang mengarahkan pikirannya pada bentuk iddhi,
ia bisa menjadi banyak orang, dari banyak orang kembali
menjadi satu lagi, ia berjalan menembus dinding, benteng atau
gunung, ia dapat menyelam dan muncul melalui tanah, ia dapat
menghilang, berjalan diatas air, dengan duduk bersila ia dapat
melayang- layang diangkasa, dengan tangan ia menyentuh
matahari, ia juga dapat dengan tubuhnya mengunjungi alam-
alam dewa.
Manfaatnya :
Dengan kemampuan ini; kita dapat melakukan banyak perbuatan
baik untuk menolong orang lain yang letaknya jauh dari
keramaian/terpencil, sehingga ketika orang tersebut
membutuhkan bantuan kita (emergency), dengan segera/
secepat itu pula kita sudah berada disana untuk memberikan
pertolongan kepadanya.
2). Telinga dewa (Dibbasota)
Yaitu : kemampuan mendengar suara-suara
manusia maupun dewa, yang jauh atau dekat.
Manfaatnya :
Dengan kemampuan ini; kita dapat mendengar
percakapan makhluk-makhluk disekitar kita
ataupun yang jaraknya jauh, sehingga kita
bisa mendapatkan informasi dengan cepat.
3). Membaca Pikiran
(cetopariyanana/paracittavijanana )

Yaitu : kemampuan untuk mengetahui pikiran


makhluk lain, termasuk pikiran orang lain.
Manfaatnya :
Dengan kemampuan ini kita dapat
membaca/mengetahui pikiran orang lain, sehingga
memungkinkan kita dapat memecahkan persoalan
orang lain, walalupun orang tersebut tidak mau
membuka rahasianya. Demikian pula dengan
memiliki kemampuan batin ini, kita tidak dapat ditipu
orang lain yang hendak berbuat jahat.
4). Mengingat kembali kehidupan-kehidupan yang
lampau
( Pubbenivasanusatti/pubbenivasanussatinana )

Yaitu : Kemampuan untuk mengingat kehidupan yang


lampau dari satu kelahiran sampai ribuan kelahiran
secara lengkap, tempat, keluarga, nama, suku
bangsa, kebahagiaan, penderitaan, batas umur, banyak
masa perkembangan dan kehancuran bumi.dsb.
Manfaatnya :
Dengan kemampuan ini ; kita dapat menjawab banyak
masalah yang berkaitan dengan kehidupan masa
lampaunya ataupun riwayat hidup para Buddha dan para
siswanya. Dengan Abhinna inipun kebenaran kitab suci
dapat diuji.
5). Mata dewa ( Dibbacakkhu )
Yaitu : kemampuan untuk melihat apa yang bakal terjadi dimasa yang
akan datang , memungkinkan seseorang untuk melihat benda-benda
atau makhluk-makhluk surgawi dan duniawi, jauh atau dekat, yang tak
kasat mata. Kemampuan untuk mengetahui tentang kematian dan
kelahiran makhluk, mengapa ada makhluk yang terlahir sengsara,
menderita, atau makhluk terlahir dialam neraka,
terlahir menyenangkan, bahagia atau terlahir dialam surga.
Manfaatnya :
Dengan Mata dewa ( Dibbacakkhu ); kita dapat membantu seseorang
untuk melihat kelahiran-kelahiran makhluk-makhluk, mengapa
seseorang bernasib seperti ini dan itu, mengapa seseorang berwajah
buruk, ganteng, cantik, sehat dsb. Kitapun dapat mengetahui
kehidupan seseorang dimasa yang akan datang, melacak keberadaan
seseorang setelah meninggal dan kemana ia akan terlahir
kembali sesuai dengan karmanya sekarang ini. Kita juga dapat
membuktikan sendiri apakah 31 alam kehidupan itu betul atau tidak
dsb.
6). Pelenyapan kekotoran batin ( Asavakkhayanana )
Yaitu : kemampuan yang hanya dimiliki oelh
seorang arahat, Pacceka Buddha atau samma
sambuddha. Kemampuan ini tidak dapat dihasilkan
oleh Samatha bhavana atau dengan mencapai
jhana, kemampuan ini hanya dapat dicapai
dengan melaksanakan Vipassana Bhavana.
Manfaatnya :
Adalah lenyapnya semua kekotoran batin, ia mencapai
penerangan agung (bodhi) dalam pengertian
sebagai orang suci yang bila meninggal dunia tidak
akan terlahir kembali.
Bahayanya :
Seseorang yang memiliki Abhinna sering dikenal sebagai
orang sakti , Orang sakti belum tentu suci ia telah
mencapai kesucian, dan ada kemungkinan masih
mempunyai keinginan untuk memuaskan nafsu-nafsunya,
sehingga dapat merugikan orang lain. Orang sakti yang
tidak bermoral, kesaktiannya dapat luntur, tetapi kesaktian
orang suci tak akan pernah luntur karena orang suci tidak
akan melakukan perbuatan yang melanggar sila.
Kemampuan-kemampuan batin ini seolah-olah mustahil bagi
pikiran manusia modern ( No. 1 s/d 5 ). Tapi perlu diingat
bahwa semua kemampuan 1 s/d 5 ini bukanlah
merupakan Tujuan dari ajaran Sang Buddha, namun yang
terpenting adalah kemampuan no.6, yaitu melenyapkan
kekotoran batin secara mutlak atau mencapai nibbana.
6.3 Visuddhi dan Samyojana
Dalam Visuddhi Magga diajarkan apa saja yang harus
dilakukan oleh setiap umat agar dapat mencapai
kesucian. Ada tujuh tahapan dalam mencapai tingkat
kesucian yaitu:
1. Sila Visuddhi. Kesucian perbuatan fisik dan ucapan.
2. Citta Visuddhi. Kesucian kesadaran.
3. Ditthi Visuddhi. Kesucian terhadap pandangan.
4. Kankha-Vitarana Visuddhi. Kesucian dengan
melenyapkan keragu-raguan.
5. Maggamagga-Nanadassana Visuddhi. Kesucian
tentang jalan yang harus ditempuh.
6. Patipada-Nanadassana Visuddhi. Kesucian tentang
praktek atau latihan yang dikerjakan.
7. Nanadassana Visuddhi. Kesucian pengetahuan untuk
melenyapkan kekotoran bathin.
SAMYOJANA
Ada 10 belenggu [samyojana 10] berupa kekotoran batin, mereka berakar atau
merupakan manifestasi dari nafsu keserakahan, kebencian, dan
ketidaktahuan (Lobha, Dosa, & Moha), yakni:
1. Pandangan keliru mengenai adanya suatu entitas tunggal berupa
diri/ruh/jiwa
2. Kepercayaan bahwa ritual bisa membawa pada pembebasan dari dukkha
3. Keraguan terhadap Buddha, Dhamma, dan Sangha
4. Nafsu indriya
5. Kebencian
6. Nafsu keinginan halus terhadap keberadaan (eksistensi)
7. Nafsu keinginan halus terhadap kelenyapan (pemusnahan)
8. Kegelisahan pikiran
9. Keakuan (termasuk kesombongan) yang sangat halus
10. Kegelapan/kebodohan batin
Seseorang yang telah mematahkan tiga belenggu pertama disebut Sotapanna.
Sakadagami mematahkan tiga belenggu pertama dan juga melemahkan
belenggu ke-4 dan ke-5. Anagamdi mematahkan lima belenggu pertama.
Bila seluruh belenggu terpatahkan tercapailah tingkat kesucian Arahat.
6.4 Ariya Pugala
Ariya-Puggala berarti Orang Suci.
Ariya-Puggala terdapat 4 tingkatan yaitu :
a. Sotapanna: Orang Suci tingkat pertama
(Sotpatti-Phala ) yang akan lahir paling banyak
tujuh kali lagi.
b. Sakadagami: Orang Suci tingkat kedua
(Sakadagami-Phala ) yang akan lahir sekali lagi.
c. Anagami: Orang Suci tingkat ketiga (Anagami-
Phala ) yang tidak lahir lagi, yaitu tidak lahir lagi di
Kamasugati-Bhumi 7.
d. Arahat: Orang Suci tingkat keempat (Arahatta-
Phala ) yang telah terbebas dari kelahiran dan
kematian.
a. Sotapanna
Sotapanna terdiri dari 3 macam, yaitu :
Sattakkhattu-parama-Sotapanna :
Sotapanna paling banyak tujuh kali lagi
dilahirkan di Alam Sugati-Bhumi.
Penjelasannya :
Kalau Sotapanna tersebut tidak mempunyai
Jhana, paling banyak tujuh kali lagi lahir di
Alam Kamasugati-Bhumi 7.
Kalau Sotapanna tersebut mempunyai
Jhana, paling banyak tujuh kali lagi lahir di
Alam Brahma-Bhumi.
Kolankola-Sotapanna : Sotapanna yang
akan dilahirkan dua sampai dengan enam
kali lagi, setelah itu akan menjadi Arahat
dan Parinibbana.
Ada bukti yang terdapat dalam Mahatika
hal. 654 sebagai berikut :
YAVA CHATTHABHAVA SAMSARANTOPI
KOLAM KOLOVA HOTI
Artinya :
Akan harus dilahirkan dari dua sampai
dengan enam kali lagi, setelah itu akan
menjadi Arahat dan Parinibbana.
Ekabiji-Sotapanna : Sotapanna yang akan dilahirkan
hanya sekali lagi, setelah itu akan menjadi Arahat dan
Parinibbana.
Keterangan :
Sebab apakah Sotapanna terbagi menjadi 3 macam ?
Karena :
a. Sattakkhattu-parama-Sotapanna : Dalam kehidupan
yang lampau beliau melaksanakan Paramita yang
kurang tekun , maka bila itu menjadi Sotapanna menjadi
Sattakkhattu-parama-Sotapanna.
b. Kolankola-Sotapanna : Dalam kehidupan yang
lampau beliau melaksanakan Paramita yang setengah
tekun maka itu bila menjadi Sotapanna, menjadi
Kolankola-Sotapanna.
c. Ekabiji-Sotapanna : Dalam kehidupan yang lampau
beliau melaksanakan Paramita dengan tekun , maka itu
bila menjadi Sotapanna, menjadi Ekabiji-Sotapanna.
b. Sakadagami
Sakadagami terdiri dari 5 macam, yaitu :
.Idha patva idha parinibbayi : Mencapai Sakadagami-Phala di Alam
Manusia dan mencapai Arahatta-Phala ( Arahat ) di Alam Manusia, juga
dalam kehidupan yang sama.
Tattha patva tattha parinibbayi : Mencapai Sakadagami-Phala di
Alam Dewa dan mencapai Arahatta-Phala ( Arahat ) di Alam Dewa,
juga dalam kehidupan yang sama.
Idha patva tattha parinibbayi : Mencapai Sakadagami-Phala di Alam
Manusia, setelah itu meninggal dunia dan dilahirkan di Alam Dewa dan
mencapai Arahatta-Phala ( Arahat ) di Alam Dewa.
Tattha patva idha parinibbayi : Mencapai Sakadagami-Phala di Alam
Dewa, setelah itu meninggal dari Alam Dewa dan dilahirkan di Alam
Manusia dan mencapai Arahatta-Phala ( Arahat ) di Alam Manusia.
Idha patva tattha nibbattitva idha parinibbayi : Mencapai
Sakadagami-Phala di Alam Manusia, setelah itu meninggal dunia dan
dilahirkan di Alam Dewa. Setelah itu meninggal dari Alam Dewa dan
dilahirkan kembali di Alam Manusia dan mencapai Arahatta-Phala (
Arahat ) di Alam Man
c. Anagami
Anagami terdiri dari 5 macam, yaitu :
Antaraparinibbayi : Anagami yang mencapai Arahat dan
Pari-Nibbana dalam usia yang belum mencapai setengah
usia.
Upahaccaparinibbayi : Anagami yang mencapai Arahat
dan Pari-Nibbana dalam usia yang hampir mencapai
batas usia.
Asangkharaparinibbayi : Anagami yang mencapai
Arahat dan Pari-Nibbana dengan tidak usah berusaha
keras.
Sasangkharaparinibbayi : Anagami yang mencapai
Arahat dan Pari-Nibbana dengan berusaha keras.
Uddhangsoto akanitthgami : Anagami yang mencapai
Arahat dan Pari-Nibbana di Alam Akanittha-Bhumi.
Arahat terdiri dari 4 macam, yaitu :
Sukkhavipassako : Arahat yang tidak mempunyai
Jhana/Abhinna, hanya melaksanakan Vipassana-
Bhavana saja.
Tevijjo : Arahat yang mempunyai Vijja (
Pengetahuan ) 3 yaitu :
1. Pubbenivasanussatinana ( Kemampuan untuk
mengingat penitisan dahulu ).
2. Dibbacakkhunana ( Kemampuan untuk melihat
Alam-Alam halus dan kesanggupan melihat muncul-
lenyapnya makluk yang menitis sesuai denga karma
masing-masing ).
3. Asavakkhayanana ( Kemampuan untuk
memusnahkan asava/kekotoran bathin. )
Chalabhinno : Arahat yang mempunyai Abhinna/Tenaga Bathin 6 yaitu :
1. Pubbenivasanussatinana ( Kemampuan untuk mengingat penitisan dahulu ).
2. Dibbacakkhunana atau Cutuppatanana ( Mata Bathin ialah kemampuan untuk
melihat Alam-Alam halus dan kesanggupan melihat muncul-lenyapnya makluk yang
menitis sesuai dengan karma masing-masing.
3. Asavakkhayanana ( Kemampuan untuk memusnahkan asava / kekotoran bathin ).
4. Cetopariyanana atau Paracittavijanana ( Kemampuan untuk membaca pikiran
makluk-makluk lain )
5. Dibbasotanana ( Telinga Bathin, ialah kemampuan untuk mendengar suara-suara
dari Alam Manusia, Alam Dewa, Alam Brahma, yang dekat maupun yang jauh )
6. Iddhividhanana ( Kekuatan Megis ) yang terdiri dari :
a. Adhittnana-iddhi, yaitu dengan kekuatan kehendak / will power mengubah tubuh
sendiri dari satu menjadi banyak, dan dari banyak menjadi satu.
b. Vikubbana-iddhi, yaitu kemampuan untuk menyalin rupa, umpamanya menyalin
rupa menjadi anak kecil, raksasa, membuat diri menjadi tidak tertampak.
c. Manomaya-iddhi, yaitu kemampuan mencipta dengan mengunakan pikiran,
umpamanya menciptakan istana, taman, singa.
d. Nanavipphara-iddhi, yaitu pengetahuan menembus ajaran
e. Samadhivipphara-iddhi, yaitu konsentrasi, lebih jauh :
Kemampuan menembus dinding, gunung-gunung.
Kemampuan menyelam kedalam bumi bagaikan menyelam ke dalam air.
Kemampuan berjalan di atas air.
Kemampuan melawan api.
Kemampuan terbang di angkasa.
Patisambhidappatto : Arahat yang mempunyai
Patisambhida ( Pengertian Sempurna ) 4 yaitu :
1. Atthapatisambhida, yaitu pengertian mengenai
arti-maksudnya dan mampu memberi penerangan
secara terperinci.
2. Dhammapatisambhida, yaitu pengertian
mengenai inti-sarinya dan mampu mengeluarkan
pertanyaan.
3. Niruttipatisambhida, yaitu pengertian mengenai
bahasa dan mampu memakai kata-kata yang mudah
dimengerti.
4. Patibhananapatisambhida, yaitu pengertian
mengenai kebijaksanaan dan mampu menjawab
seketika bila ada pertanyaan secara mendadak.
7.Konsep Keselamatan
Konsep keselamatan terdiri dari:
A. Ortodoks(keselamatan sepenuhnya
tergantung pada pengampunan)
B. Heterodoks(keselamatan dapat terjadi
sebab adanya pengampunan dan usaha
manusia)
C. Independent (keselamatan sepenuhnya
bergantung pada manusia).
Catatan :Ortodoks dan Heterodoks adalah
sama-sama benar karena merupakan
proses berbuahnya kamma.
TUGAS
1. Bagaimana merespon dengan
bijaksana terhadap pandangan bahwa
agama Buddha adalah atheis?
2. Agama Buddha menyembah
berhala.Jelaskan!
Soal soal Pilgan
1. Manakah dibawah ini yang termasuk
hukum kesunyataan
a.Hukum karma
b.Hukum newton
c.Hukum 4 kesunyataan mulia
d.A dan C benar
2.Dibawah ini manakah yang termasuk
makna dari sutra
a.Mencipatakan
b.Menungkapkan kebenaran
c.Sumber air yang memancar
d.a,b,dan c benar
3.Apa yang dimaksud dengan Dhatu Cetya?
a. bila altar terdapat relik Sang Buddha.
b. bila altar memiliki barang-barang
peninggalan Buddha yang pernah
digunakan oleh Beliau, seperti jubah dan
mangkuk.
c. bila altar memiliki satu set lengkap Kitab
Suci Tipitaka.
d. bila altar hanya memiliki Buddharupang
atau gambar Buddha, Siripada.
4.Uposathagara dalah
a.suatu banguan induk yang digunakan untuk kegiatan yang
berhubungan dengan penerangan vinaya misalnya upacara
penahbisan seseorang menjadi bhikkhu, pembacaan aturan
kebhikkhuan, dan rehabilitasi kesalahan sedang dari para
bhikkhu;
b. tempat untuk pembacaan paritta, diskusi dan pembabaran
Dhamma, meditasi, dan upacara-upacara lainnya. Jika tidak
memungkinkan membangun dua gedung, maka Uposathagara
dapat digunakan sebagai Dhammasala. Selain itu di dalam
komplek vihara biasanya juga terdapt Pohon Bodhi yang
mengingatkan pencapaian penerangan sempurna oleh Petapa
Gotama.
c.bangunan untuk tempat tinggal para Viharawan yaitu para
bhikkhu/ni, Samanera/i, Upasaka/sika yang melaksanaka
n Atthasila. Banyak kuti tergantung pada jumlah para
Viharawan di Vihara tersebut.
d.a dan b benar
5.Apa saja yang hal penting yang
memperingatihari suci Magha Puja?
a.Seribu dua ratus lima puluh orang bhikkhu
datang berkumpul tanpa pemberitahuan
terlebih dahulu.
b.Mereka semuanya telah mencapai tingkat
kesucian arahat.
c.Mereka semuanya memiliki enam abhinna.
d.a,b,dan c benar
6.Dibawah ini manakah yang termasuk
hari suci agama Buddha?
a.Hari Waisak
b.Hari merdekanya indonesia
c.Hari Asadha
d.A dan C benar
7. Dibawah ini yang termasuk dalam
kemampuan seorang Abhina
a.Kemampuan batin fisik
b.kemampuan berbicara
c.Kemampuan membaca pikiran
d.A dan C benar
8.Apa yang dimaksud dengan sila
visuddhi?
a.Kesucian perbuatan fisik dan ucapan.
b.Citta Visuddhi. Kesucian kesadaran.
c.Ditthi Visuddhi. Kesucian terhadap
pandangan.
d.Kankha-Vitarana Visuddhi. Kesucian
dengan melenyapkan keragu-raguan.
9.Terdapat 4 tingkatan dalam Ariya Puggala,yaitu:
Sotapanna, Sakadagami, Anagami,dan arahat.
Yang dimaksud dengan arahat adalah.
a. Orang Suci tingkat pertama (Sotpatti-Phala ) yang
akan lahir paling banyak tujuh kali lagi.
b. Orang Suci tingkat kedua (Sakadagami-Phala ) yang
akan lahir sekali lagi.
c.Orang Suci tingkat ketiga (Anagami-Phala ) yang tidak
lahir lagi, yaitu tidak lahir lagi di Kamasugati-Bhumi
7.
d.Orang Suci tingkat keempat (Arahatta-Phala ) yang
telah terbebas dari kelahiran dan kematian.
10.Dibawah ini,manakah yang termasuk
jenis dari Nirvarana
a.Kamachanda (nafsu-nafsu keinginan)
b.Byapada (kemauan jahat)
c.Thina-middha (kemalasan dan
kelelahan)
d.A,B,dan C termasuk

Anda mungkin juga menyukai