Anda di halaman 1dari 52

RESUME AGAMA BUDDHA

2023

Disusun oleh:

Regina Gandhi

230600115

Dosen Pembimbing:

Meng Lie Amran, S.Ag., M.Pd

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


BAB I KETUHAHAN YANG MAHA ESA

1. Saddha (Keimanan)
Saddha adalah keyakinan berdasarkan pengetahuan dari hasil verifikasi atau pemeriksaan atau
penyelidikan awal berupa hipotesis (anggapan benar) terhadap ajaran (konsep, gagasan, dll)
yang terbentuk karena keterbatasan bukti dan merupakan titik awal yang perlu ditindaklanjuti.
1. Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan ajaran mengenai keyakinan
mutlak atas adanya (keberadaan) Tuhan Yang Maha Esa yang diwujudkan dalam
perbuatan sadar guna mewujudkan segala cita-cita atas usaha yang bersifat kebatinan.
Dengan kepecayaan dan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa akan menyadarkan
kita bahwa segala yang ada dalam alam semesta maupun isinya adalah bersumber dari
Tuhan.
2. Keyakinan terhadap Tri Ratna/Tiratana
Tri Ratna (Sansekerta) atau Tiratana (Pali) adalah tiga mustika yang nilainya tidak bisa
ditukar, agung, mulia, yang perlu dimengerti, dipahami, dan diyakini oleh umat
Buddha. Keyakinan terhadap Tri Ratna (Tiratana) berarti bahwa memiliki keyakinan
dan mencari perlindungan terhadap Buddha, Dhamma, dan Sangha.
3. Keyakinan terhadap adanya Bodhisattva, Arahat, dan Dewa
Umat Buddha yakin bila berbuat baik di dunia, yang dengan sungguh- sungguh
melakukannya dan tidak ada perbuatan baiknya, maka setelah meninggal ia akan
bertumimbal lahir di alam Dewa. Bila imbalan dan tanpa mementingkan diri sendiri
atau bermeditasi hingga mencapai hasil, maka akan mencapai kesucian Arahat. Umat
Buddha yakin kepada Bodhisatta sebagai calon Buddha dan yakin kepada Buddha
yang telah menunjukan jalan hidup bagi umat Buddha karena berkat ajaran-Nya umat
Buddha dapat memiliki pengertian dan pandangan hidup yang benar.
4. Keyakinan terhadap Hukum Kesunyataan
Hukum Kesunyataan adalah hukum yang tidak bergantung kepda tempat, waktu, dan
keadaan atau sasaran, yaitu:
 Cattari Ariya Saccani (Empat Kesunyataan Mulia) yang memuat Empat
Kesunyataan Mulia berisi:
-Kesunyataan tentang adanya Dukkha (Dukkha)
-Kesunyataan tentang sebab Dukkha (Dukkha Samuddaya)
-Kesunyataan tentang lenyapnya Dukkha (Dukkha Niroda)
-Kesunyataan tentang jalan lenyapnya Dukkha (Dukkha Nirodha Gamini
Patipada Magga)
Sumber: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.6 No.2 (2017)
 Kamma dan Punabhava (Hukum Perbuatan dan Kelahiran Kembali)
 Tilakkhana (Hukum Tiga Corak Umum)
 Paticcasamuppada (Hukum Sebab Musabab Yang Saling Bergantungan)
5. Keyakinan terhadap Kitab Suci
Kitab suci agama Buddha adalah Tipitaka (Pali) atau Tripitaka (Sansekerta) yang
terdiri dari:
 Sutta Pitaka, berisi khotbah-khotbah Sang Buddha yang terdiri atas 5 kumpulan
(nikaya) atau buku, yaitu: Digha Nikaya, Majjhima Nikaya, Anguttara Nikaya,
Samyutta Nikaya, dan Khuddaka Nikaya.
 Vinaya Pittaka, berisi peraturan-peraturan anggota Sangha, Bhikkhu dan
Bhikkhuni yang terdiri atas 3 bagian, yaitu: Sutta Vibhanga, Khandhaka,
Parivara.
 Abhidhamma Pitaka, berisi filsafat dan metafisika agama Buddha yang terdiri
atas 7 buku (pakarana), yaitu: Dhammasangani, Vibhanga, Dhatukatha,
Puggalapannatti, Kathavatthu, Yamaka, Patthana.
6. Keyakinan terhadap Nirvana/Nibbana
Nibbana merupakan kebahagiaan tertinggi, suatu keadaan kebahagiaan tidak
berkesudahan yang luar biasa. Umat Buddha yakin akan adanya kebahagiaan Nibbana,
yaitu terbebas dari Dukkha sebagai kesucian tertinggi. Untuk mencapai nibbana, umat
Buddha wajib melaksanakan satu jalan mulia berunsur delapan (Ariya Atthangika
Magga), menerapkan sepuluh sifat seorang pemimpin (Dasa Raja Dhamma), banyak
berdana, bermeditasi, melenyapkan 3 akar kejahatan, dan memadamkan tanha (nafsu
keinginan).
2. Puja
Dalam agama Buddha, Puja sebagai bentuk perilaku adalah menghormat. Penghormatan yang
dilakukan kepada orang yang patut dihormati adalah hal yang sangat baik untuk dilakukan
dan merupakan berkah utama, sebagaimana yang dijelaskan Buddha dalam Mangala Sutta,
menghormat kepada orang yang patut dihormat adalah berkah utama (puja ca pujaniyanam
etammangalamuttamam), seperti menghormat kepada Buddha, Dhamma, Sangha,
bhikkhu/samanera, orang tua, serta guru.
1. Amisa Puja dan Patipati Puja
Amisa Puja merupakan penghormatan dengan materi atau benda, seperti bunga, lilin,
dupa, dan lain-lain.
Patipati puja merupakan penghormatan dengan mempraktikkan atau melaksanakan
ajaran Buddha, mempraktikkan Sila, Samadhi, dan Panna.
2. Sarana Puja
Sikap batin dalam melaksanakan Puja: Puja dapat dilaksanakan secara perorangan atau
kelompok, maka yang melaksanakan puja perlu mempersiapkan batinnya untuk
dipusatkan kepada objek tertinggi yaitu Triratna (Buddha, Dhamma, dan Sangha).
Buddha dihormati sebagai objek tertinggi karena kata Buddha mencakup pengertian
pencapaian penerangan sempurna. Buddha adalah penemu jalan kesucian, guru, dan
penunjuk jalan ke kesucian. Dhamma dihormati sebagai objek tertinggi sebagai
kebenaran mutlak yang telah ditemukan oleh Buddha. Sangha dihormati sebagai objek
tertinggi karena Sangha merupakan pasamuan para makhluk suci (Ariya Puggala),
mereka telah mencapai tujuan atau telah memasuki jalan untuk mencapai tujuan. Sikap
fisik dalam melaksanakan Puja :
1) Anjali, yaitu merangkapkan kedua belah tangan di depan dada, membentuk kuncup
bunga teratai, baik dalam posisi berdiri, berjalan, maupun duduk bersimpuh/bersila.
2) Namaskara, yaitu bersujud tiga kali dengan lima titik (lutut, ujung jari-jari kaki, dahi,
siku, telapak tangan) menyentuh lantai, dengan disertai sikap anjali dan membaca
paritta Namaskara-Gatha.
3) Padakhina (pradaksina), yaitu tangan beranjali mengelilingi objek pemujaan dengan
searah jarum jam (dari kiri ke kanan) sebanyak tiga kali dan pikiran terpusat pada
triratna.
1. Paritta, Sutta, Dharani, dan Mantra
Paritta adalah perlindungan. Pembacaan paritta menimbulkan ketenangan batin
bagi mereka yang mendengarkan dan juga bagi yang telah mempunyai
keyakinan akan keberadaan kata-kata Buddha.
Sutta memiliki arti khotbah.
Dharani adalah bentuk yang lebih singkat dari sutta.
Mantra adalah bentuk yang lebih sederhana dari dharani.
2. Vihara (Uposathagara, Dharmasala, Kuti, Perpustakaan, dan Pohon Bodhi)
Vihara merupakan tempat pelaksanaan puja, yang terdiri dari:

 Uposathagara (Gedung Uposatha) memiliki kegunaan sebagai tempat untuk


melaksanakan upacara pentahbisan Bhikkhu/Bhikkhuni, Samanera/Samaneri; tempat
mempersembahkan jubah Kathina; tempat membacakan patimokkha; tempat membahas
pelanggaran yang dilakukan Bhikkhu/bhikkhuni.
 Dhammasala adalah tempat untuk mendengarkan dhamma dan juga tempat untuk
melaksanakan puja bakti.
 Kuti adalah tempat tinggal untuk para bhikkhu/bhikkhuni.
 Perpustakaan adalah tempat untuk menyiman buku-buku agama yang berhubungan
dengan pengetahuan agama maupun pengetahuan lainnya.
 Pohon Bodhi adalah lambang pencerahan sang Buddha pertama kali mencapai
penerangan sempurna.
3. Cetiya atau Altar
Cetiya adalah tempat puja bakti umat Buddha yang lebih kecil dan sarananya lebih
sederhana jika dibandingkan dengan vihara. Dalam cetiya hanya terdapat Dhammasala dan
altar, dan pada umumnya tidak ada kuti maupun perpustakaan.
Altar adalah tempat atau meja di mana Buddha rupang atau pratima sang Budhha
ditempatkan. Di atas altar, terdapat tempat bunga, lilin, dan dupa.
4. Stupa
Stupa adalah bangunan dalam bentuk khusus yang digunakan sebagai tempat untuk
penempatan abu jenazah sisa kremasi atau benda peninggalan (relik) dari orang suci atau
tokoh tertentu.
3. Hari Raya Agama Buddha
1. Magha Puja
Biasanya dirayakan pada bulan purnama tiap bulan ketiga kalender Buddha
(bulan Februari – Maret). Magha Puja memperingati 4 peristiwa penting:
 1.250 orang bhikkhu datang berkumpul tanpa pemberitahuan di vihara
Veluvana, Rajagaha.
 Mereka semua telah mencapai tingkat kesucian arahat.
 Mereka semua memiliki enam abhinna
 Mereka semua ditasbihkan oleh Sang Buddha dengan ucapan “Ehi
Bhikkhu”.
2. Waisak
Dirayakan pada bulan Mei pada waktu purnama terang (siddhi) untuk
memperingati 3 peristiwa penting:

 Pangeran Siddharta lahir di Taman Lumbini tahun 623 Sebelum Masehi.


 Petapa Gotama mencapai Penerangan Sempurna di Bodhi Gaya pada usia
35 tahun.
 Buddha Gotama mencapai Parinibbana di Kusinara pada usia 80 tahun.
3. Asadha
Dirayakan dua bulan sesudah hari Waisak. Asadha memperingati 3 peristiwa
penting:
 Khotbah pertama Sang Buddha kepada lima orang petapa di Taman Rusa
Isipatana.
 Terbentuknya Sangha Bhikkhu yang pertama.
 Lengkapnya Triratna (Buddha, Dhamma, dan Sangha).
4. Kathina
Dirayakan setiap tiga bulan sesudah hari Asadha. Kathina diselenggarakan sebagai
ungkapan perasaan terima kasih kepada para bhikkhu/bhikkhuni yang telah
menjalankan masa vassa di daerah mereka, dengan mempersembahkan jubah, obat-
obatan, makanan, perlengkapan vihara, dan kebutuhan sehari-hari.
3. Buddha, Bodhisatva, dan Arahat
Buddha adalah guru manusia dan para dewa yang menjadi guru junjungan kita, yang
menemukan kesunyataan dan mewariskannya kepada kita. Buddha adalah suatu sebutan atau
gelar dari suatu keadaan batin yang sempurna. Buddha berarti “Yang sadar, Yang telah
mencapai Penerangan Sempurna, atau Yang telah mencapai kebebasan Agung dengan
kekuatan sendiri”.
Bodhisattva adalah calon Buddha atau seorang yang bercita-cita menjadi Buddha.
Arahat adalah siswa Buddha yang karena ketekukan dan keyakinannya melaksanakan ajaran
Buddha dalam kehidupan sehari-hari, berlatih Sila, Samadhi dan Panna sehingga dapat
melenyapkan semua kekotoran batin.
4. Panca Niyama
1. Utu Niyama
Utu Niyama adalah hukum universal tentang energi yang mengatur terbentuk dan
hancurnya bumi, planet, tata surya, temperatur, cuaca, halilintar, gempa bumi, angin,
ombak, matahari, gunung meletus, membantu pertumbuhan manusia, binatang dan
pohon, atau segala sesuatu yang bertalian dengan energi.
1. Alam Semesta
Memiliki luas yang tidak terkira dan apa yang ada di dalamnya pun tidak
terhitung jumlahnya. Dalam alam semesta terdapat banyak tata surya. Terdapat
hal lain yang menarik, yaitu adanya banyak bumi yang dinyatakan dengan “
adanya seribu Sineru, seribu jambu dipa”. Dan adanya manusia yang hdup di
bumi-bumi itu dinyatakan dengan adanya “Empat ribu Maharaja”. Jadi manusia
dan bumi sebagai tempat kehidupan manusia, ada banyak sekali dan tersebar di
alam semesta ini.
2. Kejadian Bumi dan Manusia
Kejadian bumi dan manusia menurut pandangan Buddhis adalah berlangsung
dalam proses yang sangat lama sekali. Proses kejadian ini merupakan suatu
proses evolusi, namun bukan seperti evolusi dari Darwin, hal ini dapat kita ikuti
pada uraian berikut ini. Kejadian bumi disebutkan secara singkat dalam
Mahaparinibbana Sutta, ketika Ssang Buddha menerangkan tentang Delapan
sebab gempa bumi kepada bhikkhu Ananda sebagai berikut: ‘Bumi yang sangat
luas ini terbentuk dari zat cair; zat cair terbentuk dari udara, dan udara ada di
angkasa”.
3. Kehancuran Bumi
Kehancuran bumi kita ini berlangsung karena dipengaruhi oleh ulah manusia, juga oleh
Hukum Universal itu sendiri, walaupun keterlibatannya adalah wajar-wajar saja. Bumi
kita hancur karena terjadi ketidak-teraturannya sistem rotasi orbit tata surya sehingga
terjadi persilangan orbit dengan sistem beberapa tata surya lain. Akibatnya sinar
matahari dari tujuh tata surya lain menerpa bumi yang mengakibatkan bumi kita
kepanasan, terbakar dan lenyap.
2. Bija Niyama
Bija Niyama adalah hukum universal tentang tumbuh-tumbuhan (botani), yaitu
bagaimana biji, stek, batang, pucu, dan daun dapat bertunas, bertumbuh, berkembang,
berubah kemudian dari satu bibit menghasilkan buah yang banyak atau adanya berbagai
jenis buah-buahan.
3. Kamma Niyama
Kamma Niyama adalah hukum universal tentang kamma atau perbuatan manusia.
Kamma Niyama disebut sebagai ajaran yang menekankan pada tanggung jawab
sehingga pengalaman hidup yang ditemui merupakan tantangan yang harus dihadapi
untuk diatasi dan diselesaikan dengan baik dan bijaksana bukannya dihindari, disesali
dan ditinggal pergi.
4. Citta Niyama
Citta Niyama adalah hukum universal tentang pikiran atau batin, misalnya proses
kesadaran, timbul dan tenggelamnya kesadaran, kekuatan pikiran yang dihasilkan karena
sukses bermeditasi (samatha bhavana) sehingga mencapai jhana, kesucian batin degan
melenyapkan semua kekotoran batin (vipassana bhavana) dan sebagainya.
5. Dhamma Niyama
Dhamma Niyama adalah hukum universal tentang segala sesuatu yang tidak diatur oleh
keempat niyama di atas yang diajarkan oleh Sang Buddha.
5. Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Ajaran Buddha
1. Lokattara dan Ariya
Dasyabodhisattabhumi disebut sebagai tingkat lokattara (tingkat di atas dunia),
sebelum sampai ke tingkat lokattara lebih dahulu harus menjalani tingkat persiapan.
Tingkat persiapan tersebut teridir atas 2 thap pula, yaitu Sambharamarga dan
Prayogamarga. Kedua tahap ini merupakan tahap kehidupan di dunia atau laukika.
Dalam agama Buddha, makhluk suci disebut juga dengan Ariya Puggala. “Ariya”
artinya agung, mulia baik atau benar. “Puggala” artinya individu, seorang yang mulia
atau agung.
2. Kitab Udana VIII.3
Keyakinan terhadap Tuhan yang Maha Esa dalam agama Buddha dapat kita temukan
dalam sabda-sabda Sang Buddha, seperti dalam Kitab Udana :
“Para Bhikkhu, ada Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Menjelma, Tidak Tercipta dan
Yang Mutlak. Para Bhikkhu, bila tak ada Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Menjelma,
Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka tak ada pula kemungkinan untuk dapat bebas
dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan dan pemunculan dari sebab yang lalu. Tapi
para Bhikkhu, karena ada yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang
Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran,
penjelmaan, pembentukan, dan pemunculan dari sebab yang lalu...” (Udana VIII. 3)
6. Samadhi sebagai landasan memahami dan mengerti Ketuhanan Yang Maha Esa
1. Bhavana
Bhavana adalah pengembangan yaitu suatu pengembangan batin yang mengarah pada
ketenangan batin atau untuk membebaskan diri dari penderitaan (dukkha) yang
berakar dari tanha sifat kelobhaan, kebencian dan kebodohan.
1. Vipassana Bhavana
Meditasi pandangan terang yang dilakukan dengan mengembangkan
pengertian sempurna mengenai sebuah objek dna biasanya dimulai dengan
Kayanupassana satipatthana atau perhatian seksama pada jasmani, dst. hingga
mencapai kesucian batin.
2. Samattha Bhavana
Meditasi ketenangan batin yang dilakukan dengan memusatkan pikiran pada
sebuah objek hingga pikiran terpusat, menjadi tenang dengan mencapai Rupa
Jhana atau Arupa Jhana.
2. Nirvana, Jhana, Abinna
Nivarana berarti rintangan atau penghalang batin yang selalu menghambat
perkembangan pikiran. Nivarana ada 5 macam, yaitu :
1. Kamachanda (nafsu-nafsu keinginan)
2. Vyapada (kehendak jahat)
3. Thina-middha (kelambanan dan kemalasan)
4. Uddhacca-kukkucca (keresahan dan kekhawatiran)
5. Vicikiccha (keraguan)
Jhana berarti kesadaran/pikiran yang memusat dan melekat kuat pada objek
kammatthana/meditasi, yaitu kesadaran/pikiran terkonsentrasi pada objek dengan
kekuatan appana-samadhi (konsentrasi yang mantap, yaitu kesadaran/pikiran
terkonsentrasi pada obyek yang kuat). Jhana merupakan keadaan batin yang sudah
diluar aktivitas panca indera. Keadaan ini hanya dapat dicapai dengan usaha yang
ulet dan tekun.
Abhinna berarti kemampuan atau kekuatan batin yang luar biasa, atau tenaga batin.
Abhinna akan muncul dalam diri orang yang telah mencapai jhana-jhana dimana
jhana tingkat keempat merupakan dasar untuk timbulnya abhinna ini. Namun, hal ini
juga bergantung pada kusala- kamma (perbuatan baik) dari kehidupan yang lampau.
3. Visuddhi dan Samyojana
Visudhi Magga artinya jalan kesucian yang membahas tentnag cara umat awam
(orang biasa) menjadi Ariya Puggala (orang suci atau mulia). Visudhi Magga terdiri
dari 7 tahap, yang menerangkan perkembangan batin seseorang (makhluk) yang
melaksanakan Dhamma untuk mencapai kesucian, yaitu:
1. Sila Visuddhi
2. Citta Visuddhi
3. Ditthi Visuddhi
4. Kankhavitarana Visuddhi
5. Maggananadassana Visuddhi
6. Patipadananadassana Visuddhi
7. Nanadassana Visuddhi
Samyojana artinya belenggu, yang dalam kaitannya dengan Buddha Dhamma berarti
hal-hal yang membelenggu makhluk sehingga tidak dapat mencapai kebebasan.
Belenggu-belenggu itu hanya dapat dilenyapkan oleh orang yang melaksanakan
Vipassana Bhavana dan sekali belenggu itu telah dilenyapkan maka ia tidak akan
pernah muncul lagi. Orang yang telah melenyapkan semua belenggu disebut sebagai
arahat. Terdapat 10 macam samyojana, yaitu:
1. Sakkayaditthi
2. Vicikiccha
3. Silabbataparamasa
4. Kamaraga
5. Patigha
6. Ruparaga
7. Aruparaga
8. Mana
9. Uddhacca
10. Avijja
4. Ariya Puggala
1. Sotapanna
Sotapanna adalah sebutan bagi umat Buddha yang memiliki jalan mulia berunsur
delapan. Terdapat 3 macam Sotapanna, yaitu :
1. Ekabiji Sotapanna adalah Sotapanna yang akan terlahir kembali sekali lagi.
2. Kolamkola Sotapanna adalah Sotapanna yang akan terlahir kembali dua atau tiga
kali lagi.
3. Sattakkhatruparana Sotapanna adalah Sotapanna yang akan terlahir kembali tujuh
kali lagi.
2. Sakadagami
Sakadagami adalah tingkat berikutnya dari Sotapanna, yang masih hadir belenggu
akan nafsu indra dan dendam atau dengki, akan terlahir kembali sekali lagi lalu
mencapai Penerangan Sempurna.
3. Anagami
Anagami artinya tidak kembali lagi, adalah makhluk suci yang lebih tinggi dan kuat
daripada Sakadagami. Para Anagami akan terlahir kembali atau hidup di alam
Sudhavasa. Mereka akan mencapai kesucian sempurna atau Arahat dan kemudian
parinibbana di alam Sudhavasa ini. Alam Sudhavasa adalah alam para Anagami, yang
akan mencapai kesucian sempurna atau Arahat dan kemudian parinibbana di alam ini.
4. Arahat
Arahat adalah siswa mulia yang telah menghancurkan semua belenggu batin, dan
kehidupannya ketika mencapai kearahatan adalah kelahirannya yang terakhir, karena
setelah meninggal dunia (parinibbana), maka tidak akan ada lagi kelahiran baginya
dalam suatu alam kehidupan manapun.
7. Konsep keselamatan
1. Ortodoks
Keselamatan sepenuhnya tergantung dari pengampunan, contoh: Kristen ortodoks.
2. Heterodoks
Keselamatan dapat terjadi sebab adanya pengampunan dan usaha manusia, contoh:
agama Kristen dan Islam.
3. Independen
Keselamatan sepenuhnya tergantung dari usaha manusia, contoh agama Buddha.

BAB II MANUSIA

Setiap agama memiliki pandangannya masing-masing mengenai manusia. Agama Islam, Kristen,
Hindu, dan juga Buddha memiliki pandangan yang berbeda-beda. Bagaimanakah pandangan
Agama Buddha mengenai konsep manusia?

2.1.1 Definisi Manusia

Pengertian manusia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah makhluk
yang berakal budi / mampu menguasai makhluk lain. . Secara biologis, manusia diklasifikasikan
sebagai Homo sapiens, sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak
berkemampuan tinggi. Manusia, menurut ajaran Buddha adalah kumpulan dari energi fisik dan
mental yang selalu dalam keadaan bergerak, yang di sebut pancakhanda atau lima kelompok
kegemaran yaitu Rupakhandha, wedanakhanda, sannakhandha, shankharakhandha dan
vinnanakhandha (Fajri, 2012: 151).

Rupakhandha (kegemaran akan wujud atau bentuk), adalah semua yang terdapat dalam
makhluk yang masih berbentuk (unsur dasar) yang dapat diserap dan dibayangkan oleh indra.
Yang termasuk Rupakhandha adalah hal- hal yang berhubungan dengan lima indra dengan obyek
seperti bentuk yang terlihat, terdengar, terasa, tercium ataupun tersentuh. Vedanakhandha
(kegemaran akan perasaan), adalah semua perasaan yang timbul karena adanya hubungan lima
indra manusia dengan dunia luar. Baik perasaan senang, susah ataupun netral. Sannakhandha,
adalah kegemaran akan penyerapan yang menyangkut itensitas indra dalam menanggapi
rangsangan dari luar yang menyangkut enam macam penyerapan indrawi seperti bentuk-bentuk
suara, bau-bauan, cita rasa, sentuhan jasmaniah dan pikiran. Shankharakhandha adalah
kegemaran bentuk-bentuk pikiran. Bentuk-bentuk pikiran disini ada 50 macam, seperti lobha
(keserakahan), chanda (keinginan), sadha (keyakinan), viriya (kemauan keras) dan sebagainya.
Vinnanakhandha (kegemaran akan kesadaran) adalah kegemaran terhadap reaksi atau jawaban
yang beradasarkan pada salah satu dari keenam indra dengan obyek dari indra yang
bersangkutan. Kesadaran mata misalnya, mempunyai mata sebagai dasar dan sasaran benda-
benda yang dapat dilihat. Kesadaran tersebut mengarah pada yang buruk, yang baik atau netral.1

2.1.2 Untuk terlahir sebagai manusia adalah kesempatan yang sangat sulit

(Dhammapada dan Karaka Chapa atau Sutta Penyu Buta)

Sungguh sulit untuk dapat terlahir sebagai manusia, sungguh sulit untuk dapat bertahan hidup,
sungguh sulit untuk dapat mendengarkan Dhamma, sungguh jarang terjadi kelahiran para
Buddha.

(Dhammapada 182)

Sangatlah sulit untuk terlahir sebagai manusia, Sang Buddha mengatakan bahwa hal itu
bahkan lebih sulit jika dibandingkan dengan kemungkinan seekor penyu buta yang muncul ke
permukaan samudera setiap serratus tahun sekali untuk dapat muncul tepat di lubang sebuah
pelampung kayu yang terombang-ambing. Untuk terlahir lagi menjadi manusia membutuhkan
karma baik berupa sila atau moralitas yang bagi, hal tersebutlah yang mendorong terjadinya lahir
kembali di alam manusia.2

2.1.3 Manusia tidak hanya di bumi ini saja (Sistem Tata Surya dari Anguttara Nikaya
Ananda Vagga bagian Abhibhu). Sadharma Pundarika Sutta, Pancavimsati Sahassrika
Mahaprajnaparamita Sutra.

Menurut perkataan Sang Bhagava, sejauh matahari dan bulan berotasi pada garis
orbitnya, dan sejauh pancaran sinar matahari dan bulan di angkasa, sejauh itulah luas seribu tata
surya. Didalam seribu tata surya terdapat seribu matahari, seribu bulan, seribu gunung sineru,
seribu jambudipa, seribu Apara yojana, seribu Uttarakuru, seribu Pubbavidehana, empat ribu
maha samudera, empat ribu maha raja, seribu Catummaharajika, seribu Tavatimsa, seribu
Yamma, seribu Tusita, seribu Nimmanarati,seribu Parinimmita vassavati, dan seribu alam
Brahma. Sehingga dapat disimpulkan bahwa manusia tidak hanya di bumi ini saja.

 Sadharma Pundarika Sutta

Agama Buddha Niciren Syosyu adalah agama Buddha mazhab Mahayana


yang didirikan oleh Buddha Niciren pada tahun 1253. Satu-satunya sutra yang
menjadi dasar acuan seluruh ajaran agama Buddha Niciren Syosyu adalah
Saddharma Pundarika-sutra. Alasannya adalah karena Saddharmapundarika-
sutra merupakan sutra terunggul dari seluruh ajaran yang dibabarkan oleh
Buddha Sakyamuni. Ini secara gamblang dinyatakan langsung oleh Buddha
Sakyamuni sendiri yang tertera dalam sutra tersebut.3

 Pancavimsati Sahassrika Mahaprajnaparamita Sutra

Pancavimsati Sahassrika Mahaprajnaparamita Sutra adalah sebuah sutra


yang terkenal dalam Buddhisme Mahayana, yang merupakan inti sari dari
sutra kesempurnaan kebijaksanaan (Maha Prajna Sutta). Meskipun hanya
ditulis dalam 260 aksara Mandarin, Sutra ini mengandung kebijaksanaan
paling mendalam dalam Buddhisme Mahayana. Ajaran Buddha Dharma
tentang Prajna (Kebijaksanaan Sempurna) sedalam samudera dan seluas alam
semesta.
2.1.4 Jumlah manusia yang ada di bumi ini sangat sedikit apabila dibandingkan dengan
jumlah mahkluk dalam alam semesta (Nakharika Sutta atau Sutta Ujung Kuku)

Di dalam khotbahNya yang berjudul Nakhasikha Sutta, Sang Buddha menjelaskan betapa
sulitnya untuk dapat terlahir sebagai manusia dengan perumpamaan debu yang ada di ujung kuku
Sang Buddha. Sang Buddha mengambil secuil debu dari tanah dan menempelkannya di kukuNya
dan bertanya kepada para bhikkhu lebih banyak mana jumlah debu yang ada di kukuNya jika
dibandingkan dengan jumlah debu yang ada di tanah, para bhikkhu menjawab bahwa jumlah
debu yang ada di ujung kuku Sang Buddha itu terlalu sedikit dan dapat diabaikan bila
dibandingkan dengan jumlah debu yang ada di tanah yang jumlahnya jauh lebih banyak,
kemudian Sang Buddha melanjutkan bahwa bagi mereka yang terlahir sebagai manusia, setelah
kematiannya untuk dapat terlahir kembali sebagai manusia adalah sangat sedikit sekali seperti
jumlah debu yang ada di ujung kukuNya, sedangkan mereka yang akan terlahir kembali di alam-
alam rendah/apaya yaitu alam neraka, alam binatang, alam setan/ peta, dan alam raksasa setelah
kematiannya sebagai manusia adalah sebanyak debu yang ada di tanah.4

2.1.5 Manusia yang sekarang merupakan resultante dari jumlah kehidupan di berbagai
bumi dan banyak kehidupan bumi ini.

Dalam Agama Buddha, tidak dikenal adanya penciptaan. Manusia berasal dari Tanha
atau nafsu keinginan (rasa ingin tahu). Pada saat kehancuran bumi, Sebagian makhluk terlahir
kembali di Alam Abhassara atau Alam Cahaya. Pada saat bumi terbentuk kembali, makhluk-
makhluk yang meninggal di Alam Abhassara terlahir kembali di bumi. Pada awalnya
terbemtuknya bumi, hanya tampak kegelapan, tidak ada bulan, matahari, Bintang, siang dan
malam, tidak ada laki-laki dan Perempuan, dan makhluk-makhluk hanya dikenal sebagai
makhluk-makhluk saja. Seiring berjalannya waktu, tanah dengan sarinya yang lezat muncul di
atas permukaan air dalam bentuk buih tanpa bau, namun rasanya seperti mentega murni bagai
madu murni.Tumbuhlah Tanha (rasa ingin tahu) dari makhluk-makhluk tersebut, lalu mencicipi
buih-buih tersebut dan menciptakan kemelekatan terhadap hal tersebut. Hal tersebut
menyebabkan panna berkurang dan makhluk-makhluk tersebut tidak dapat lagi hidup dari
ciptaan batinnya sendiri dan tak bercahaya. Perlahan, muncullah bulan, matahari, siang dan
malam, bulan, minggu, tahun, serta musim. Muncul juga perbedaan penampilan, bentuk tubuh,
sifat sombong, angkuh, serta laki-laki dan perempuan.
2.1.6 Pria dan Wanita muncul di bumi ini secara bersama oleh sebab itu pria dan wanita
adalah mitra.

Buddha berpandangan bahwa laki-laki dan Perempuan sama saja. Tidak ada system
kasta, orang yang mulia ialah orang yang mampu menjalankan Dhamma terlepas dia laki-laki
atau Perempuan. Menurut Agama Buddha, manusia ter5diri dari laki-laki dan perempuan yang
muncul bersamaan karena adanya Tanha (rasa ingin tahu).

2.2 Ajaran Buddha tentang Manusia

Manusia menurut Buddha Dharma adalah seseorang yang telah melenyapkan kekotoran
batin atau sekurang-kurangnya telah mencapai Sottapanna. Sottapanna merupakan tingkatan
kesucian pertama dimana seseorang telah berhasil melenyapkan tiga belenggu (samyojana) dari
sepuluh belenggu batin. Manusia merupakan perpaduan antara 5 gugus kehidupan
(pandakhanda) yang terdiri dari: kelompok jasmani (rupa), perasaan (vedanna), pencerapan
(sanna), bentukan kehendak (sankhara), dan kesadaran (vinnana). Manusia sendiri merupakan
individu yang memiliki potensi yang tak terbatas, tetapi sayangnya potensi tersebut sering tak
dipergunakan oleh manusia, selama manusia tak menyadari potensi yang dimilikinya akan sulit
untuk memenuhi tujuan utama umat Buddha, yaitu mencapai Nibbana (Kebahagiaan Tertinggi).

2.2.1 Manusia sebagai makhluk (Puggala)

Puggala berarti makhluk. Pada umumnya, Puggala atau makhluk itu terdiri atas nama
atau batin dan rupa atau jasmani. Setiap Puggala atau makhluk itu pasti dilahirkan oleh Janaka
Kamma dan kehidupannya diatur oleh Kamma Niyama atau hukum karma. Puggala atau
makhluk itu berdiam di dalam tiga puluh satu alam kehidupan.

Puggala atau makhluk itu seluruhnya berjumlah dua belas jenis. Dua belas jenis Puggala
ini dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah Puthujjana, yaitu
makhluk-makhluk yang belum mencapai tingkat-tingkat kesucian. Sedangkan kelompok kedua
adalah Ariya Puggala atau kelompok makhluk-makhluk yang telah mencapai tingkat-tingkat
kesucian. Kedua kelompok makhluk ini tentu berdiam di alam-alam kehidupan yang sesuai
dengan keadaannya. Misalnya, Puthujjana atau makhluk-makhluk yang belum mencapai tingkat-
tingkat kesucian masih bisa bertumimbal lahir di alam-alam Apaya, tetapi Ariya Puggala atau
makhluk-makhluk yang telah mencapai tingkat-tingkat kesucian tidak mungkin lagi bertumimbal
lahir di alam-alam Apaya.

2.3 3 Bhumi (Alam Kehidupan)

Menurut pandangan agama Buddha, ada 31 alam kehidupan. Makhluk-makhluk yang


berdiam di 31 alam kehidupan ini masih mengalami kelahiran, penderitaan, dan kematian. Begitu
juga dengan 31 alam kehidupan tersebut, semuanya tidaklah kekal. Seseorang yang belum
menjadi arahat, setelah meninggal dunia, akan dilahirkan kembali dalam salah satu dari 31 aam
kehidupan tersebut sesuai dengan karmanya.

2.3.1 Khama Bhumi 11

Khama bhumi adalah 11 alam kehidupan dimana makhluk-makhluknya senang dengan


nafsu Indera dan terikat dengan panca Indera.

Khama bhumi terbagi menjadi dua kelompok :

 Apaya Bhumi
 Niraya Bhumi : Alam Neraka
 Tiracchana Bhumi : Alam Binatang
 Peta Bhumi : Alam Setan
 Asurakaya Bhumi : Alam Raksasa Asura
 Kamasugati Bhumi (7 alam kehidupan nafsu yang menyenangkan
 Manussa : Alam Manusia
 Catummaharajika Bhumi : Alam Empat Dewa Raja
 Tavatimsa Bhumi : Alam 33 Dewa
 Yama Bhumi : Alam Dewa Yama
 Tusita Bhumi : Alam Kenikmatan
 Nimmanarati Bhumi : Alam Dewa yang menikmati ciptaannya
 Paranimmita vasavatti Bhumi : Alam Dewa yang membantu
menyempurnakan

2.3.2 Rupa Bhumi 16


Rupa bhumi adalah 16 kehidupan tempat tinggal para rupa-brahma atau makhluk
yang mempunyai rupa-jhana.

Rupa Bhumi terbagi menjadi empat kelompok :

 Pathama Jhana Bhumi (3 Alam Kehidupan Jhana Pertama)


 Brahma Parisajja Bhumi : Alam pengikut Brahma
 Brahma Purohita Bhumi : Alam para Menteri Brahma
 Maha Brahma Bhumi : Alam Brahma Besar
 Dutiya Jhana Bhumi (3 Alam Kehidupan Jhana Kedua)
 Brahma Parittabha Bhumi : Alam para Brahma yang kurang cahaya
 Brahma Appamanabha Bhumi : Alam Brahma dengan cahaya tak
terbatas
 Brahma Abhassara Bhumi ; Alam Brahma dengan cahaya gemerlapan
 Tatiya Jhana Bhumi (3 Alam Kehidupan Jhana Ketiga)
 Brahma Parittasubha Bhumi : Alam para Brahma yang kurang auranya
 Brahma Appamanasubha Bhumi : Alam para Brahma yang tak terbatas
auranya
 Brahma Subhakinha Bhumi : Alam para Brahma yang auranya penuh
dan tetap
 Catuttha Jhana Bhumi (7 Alam Kehidupan Jhana Keempat)
 Brahma Vehapphala Bhumi ; Alam para Brahma yang besar pahalanya
 Brahma Asannasatta Bhumi : Alam para Brahma yang kosong dari
kesadaran
 Brahma Aviha Bhumi : Alam para Brahma yang tidak bergerak
 Brahma Atappa Bhumi : Alam para Brahma yang suci
 Brahma Sudassa Bhumi : Alam para Brahma yang indah
 Brahma Sudassi Bhumi : Alam para Brahma yang berpandangan
terang
 Brahma Akanittha Bhumi : Alam para Brahma yang luhur

2.3.3 Aupa Bhumi 4


 Akasanancayatana Bhumi : Keadaan dari konsepsi ruangan tanpa batas
 Vinnanancayatana Bhumi : Keadaan dari konsepsi kesadaran tanpa batas
 Akincanayatana Bhumi : Keadaan dari konsepsi kekosongan
 Nevasannanasannayatana Bhumi : Keadaan dari konsepsi bukan
pencerapan pun bukan tidak pencerapan

2.5 Hakikat dan Martabat Manusia

nilai-nilai, kemampuan, martabat, kebebasan dan kesejahteraan. Sebagai petunjuk atas


sikap Buddha terhadap kepentingan dalam masyarakat Buddhis selalu mengedepankan
kebenaran, keadilan dan kejujuran serta belas kasih sebagai ciri dalam konsep masyarakat
Buddhis. Menuju pada kedisiplinan, yang menyangkut segi duniawi dan spiritual untuk dapat
dipraktekan dengan suatu usaha. “Demi untuk kesejahteraan, kebahagiaan dan kebahagiaan
banyak orang, demi kasih sayang bagi dunia, demi kebaikan dan kedamaian serta kebahagiaan
para dewa dan manusia” sebagai dasar merupakan sikap kedisiplinan moralitas dan etika dalam
masyarakat.

2.6 Tanggung Jawab Manusia

Sebagai manusia, kita memiliki tanggung jawab moral dalam berperan di kehidupan ini.
Perilaku sebagai umat Buddha hendaknya mencerminkan kepribadian yang bersifat sesuai
dengan Dhamma agung Sang Buddha. Metta (cinta kasih), Karuna (belas kasih), Mudita
(empati), serta Upekkha (keseimbangan batin) merupakan dasar utama perilaku kita agar tetap
dapat melaksanakan sila, samadhi, panna.

BAB III SILA DAN MORAL

1. Sila (dalam Agama Buddha)

Dalam Agama Buddha, Sila merupakan dasar utama dalam pelaksanaan ajaran agama,
mencakup semua perilaku dan sifat-sifat baik yang termasuk dalam ajaran moral dan etika
agama Buddha. Sila adalah langkah pertama yang sangat penting untuk sebagai bentuk latihan
dasar atau sebagai untuk mengembangkan diri.
2. Definisi Moral

Moral merupakan suatu sikap atau tindakan yang dimiliki tiap individu yang memiliki nilai
positif seperti bersopan santun sesuai dengan norma yang ada di suatu masyarakat. Dengan
memiliki moral manusia bisa menjalin hubungan yang baik dengan individu yang lain. Secara
umum moral merupakan sesuatu yang berhubungan dengan prinsip-prinsip tingkah laku; akhlak,
budi pekerti, dan mental, yang membentuk karakter dalam diri seseorang sehingga dapat menilai
dengan benar apa yang baik dan buruk.

3. Dasar-dasar pelaksanaan sila

Dasar-dasar pelaksanaan sila atau pengendalian diri (Samvara), antara lain: 1.


Sila-samvara: pengendalian diri dengan kemoralan
2. Sati-samvara: pengendalian diri dengan perhatian yang benar

3. Nyana-samvara: pengendalian diri dengan pengetahuan yang benar

4. Khanti-samvara: pengendalian diri dengan kesabaran

5. Viriya-samvara: pengendalian diri melalui usaha atau semangat

3.1 Sati dan Sampajanna

• Sati

Sati adalah bentuk kondisi batin sadar, waspada, dan penuh perhatian terhadap hal-hal yang baik
dan bermanfaat.

Dalam ajaran Buddha, kesadaran (sati) memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga
pengendalian pikiran. Hal ini meliputi kesadaran terhadap kondisi eksternal yaitu obyek-obyek
atau kondisi dari luar tubuh seperti cuaca, fenomena alam atau kejadian-kejadian tersebut di
atas, maupun kondisi internal seperti kesadaran terhadap kondisi tubuh, perasaan, maupun
mental atau pikiran.

• Sampajanna
Sampajanna artinya menyadari, yaitu menyadari dengan baik apapun yang berlaku pada
keseluruhan indera.
Di dalam kitab suci Patikavagga terdapat 4 ciri khas dari Sampajanna yakni: 1.
Sadar akan manfaat dari perbuatan yang sedang dilakukan
2. Sadar bahwa perbuatan yang sedang dilakukan, sesuai atau tidak dengan diri sendiri

3. Sadar bahwa perbuatan yang sedang dilakukan, akan menimbulkan Sukkha (kebahagiaan)
atau Dukkha (penderitaan)

4. Sadar bahwa perbuatan yang sedang dilakukan, merupakan kebodohan atau kepandaian

3.2 Hiri dan Ottapa


Sebab munculnya sila adalah adanya Hiri dan Ottapa.

Hiri

Hiri adalah perasaan malu, sikap batin yang merasa jika melakukan kesalahan atau kejahatan. •
Ottapa
Ottapa adalah takut pada akibat perbuatan salah atau kejahatan.

5. Empat sila untuk kemurnian anggota Sangha (Catuparisuddhi Sila) 1. Indriya


Samvara Sila
Moralitas dengan mengendalikan Indera.

2. Patimokkha Sila

Moralitas dengan pengendalian melalui peraturan moralitas awam/bhikkhu 3.


Ajiva Parisuddhi Sila
Moralitas dengan pengendalian mendapatkan/menggunakan kebutuhan penghidupan, seperti
makanan, obat, pakaian, tempat tinggal.

4. Paccayasannissita Sila

Moralitas yang berkenaan dengan empat macam kebutuhan pokok bhikkhu

6. Sila menurut jumlah latihannya

6.1 Cula Sila

Cula sila adalah cara pengendalian diri dari segala perbuatan dan ucapan yang tidak baik.
Disebut Cula Sila karena jumlah sila tersebut paling sedikit yaitu lima sila yang dilaksanakan
oleh umat biasa atau upasaka dan upasika.

6.2 Majjhima Sila

Majjhima Sila adalah sila yang sedang dalam jumlah peraturan. Sila ini terdiri dari sepuluh
latihan (Dasasila) dilaksanakan oleh samanera.

6.3 Maha Sila

Maha Sila adalah sila yang banyak/berat dalam jumlah peraturan. Sila ini disebut
Patimokkhasila dilaksanakan oleh para bhikkhu berjumlah 227 latihan dan bhikkhuni berjumlah
311 latihan.

7. Sila menurut jenis orang yang melaksanakan

7.1 Sila Upasaka-Upasika

Sila upasaka-upasika adalah pancasila Buddhis.

Bila kelima sila ini dilaksanakan dengan sungguh-sungguh maka akan memiliki 5 macam
kekayaan, antara lain:
• Keyakinan terhadap Triratna dan diri sendiri
• Kemurnian sila dan pelaksanaannya
• Keyakinan terhadap hukum karma
• Mencari kebaikan di dalam dhamma
• Berbuat baik sesuai dengan dhamma
7.2 Sila bagi Samanera-Samaneri

Sila bagi Samanera-samaneri adalah majjhima sila (sila menengah). Untuk aliran Theravada
melaksanakan 10 sila dan 75 sekhiya. Untuk aliran Mahayana melaksanakan 10 sila dan 100
siksakaranya.

7.3 Sila para Bhikkhu-Bhikkhuni

Sila para bhikkhu dan bhikkhuni disebut patimokkhasila atau panita sila (sila yang tinggi). Sila
bagi bhikkhu Theravada berjumlah 227 sila, bhikkhuni 311 sila. Khusus sila bagi para bhikkhuni
Theravada telah dihapuskan sejak tahun 1257m karena dalam aliran Theravada tidak ada lagi
sangha bhikkhuni. Sila bagi bhikkhu Mahayana berjumlah 250 sila dan bhikkhuni 348 sila.

7.4 Bodhisatva Sila

Bodhisattva Sila adalah suatu perpaduan antara Pratimoksa dengan peraturan kebhikshuan untuk
tata kelakukan umum dari bhikshu yang mengabdikan dirinya pada Buddhisme Utara demi
memperkembangkan mereka sendiri ke dalam Bodhisattva-Sangha.

7.5 Sila dalam Mahayana

Dalam Mahayana Sila adalah 250 sila untuk bhikkhu, 348 sila untuk bhikkhuni. 8.
Panca Sila dan Panca Dhamma

• Panca Sila

Pancasila Buddhis adalah ajaran dasar Agama Buddha yang mengajarkan umatnya untuk
menjalankan kelima Sila yang ada. Pancasila berasal dari 2 kata yaitu ‘Panca’ yang berarti lima,
dan ‘Sila’ yang berarti moral, watak, ataupun perilaku seseorang.

1. Sila pertama: Pāṇātipātā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi. Yang artinya: Aku bertekad
melatih diri untuk menghindari pembunuhan makhluk hidup.

2. Sila kedua: Adinnādānā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi. Yang artinya: Aku bertekad
melatih diri untuk tidak mengambil barang yang tidak diberikan.
3. Sila ketiga: Kāmesu micchācārā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi. Yang artinya: Aku
bertekad melatih diri untuk menghindari perbuatan asusila.

4. Sila keempat: Musāvāda veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi. Yang artinya: Aku


bertekad melatih diri untuk menghindari ucapan yang tidak benar.

5. Sila kelima: Surā-meraya-majja-pamādaṭṭhānā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi.


Yang artinya: Aku bertekad melatih diri untuk menghindari segala minuman dan makanan
yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran.
• Panca Dhamma

Pancasila bersifat pasif, sebaliknya Pancadharma bersifat aktif. Sifat aktif inilah yang membuat
Pancadharma sering disebut sebagai Kalyanadharma yang memuliakan seseorang yang
mempraktekkannya dengan kesungguhan. Isi Pancadhamma:

a. Metta-Karuna
Yaitu perasaan cinta kasih dan welas asih yang terwujud melalui suatu keinginan untuk
membantu makhluk lain mencapai kebahagiaan seperti yang dialami oleh dirinya sendiri. b.
Samma ajiva
Yaitu kesabaran dalam cara berpenghidupan benar.
c. Santutthi
Yaitu perasaan puas terhadap apa yang telah menjadi miliknya.
d. Sacca
Yaitu kejujuran yang diwujudkan sebagai keadilan, kemurnian, kesetiaan, dan perasaan terima
kasih.
e. Satisampajanna
Yaitu kesadaran dan pengertian benar.

BAB IV IPTEK & SENI

Filsafat Ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang membahas berbagai macam hal yang
berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Sebagai filsafat, Filsafat Ilmu Pengetahuan berusaha
membahas ilmu pengetahuan sebagai obyeknya secara rasional (kritis, logis, dan sistematis),
menyeluruh dan mendasar.

Nilai merupakan sesuatu yang dikaitkan ke suatu benda atau suatu hal yang dirasakan mempunya
kepentingan (worth). Nilai suatu benda itu ditentukan dari seberapa pentingnya manfaat benda
tersebut untuk manusia.

Nilai dapat dibagi menjadi dua yaitu:

 Etika
Nilai etika dapat disebut juga sebagai nilai moral. Etika membicarakan tentang
pertimbangan baik buruknya suatu tindakan, dan susila atau tidak susila antar hubungan
manusia.

 Estetika
Nilai estetika adalah filsafat yang membicarakan tentang keindahaan, misalnya gambar,
bangunan, seni, dll.

Filsafat matematika adalah cabang dari filsafat yang mengkaji anggapan-anggapan filsafat,
dasar-dasar dan dampak-dampak matematika. Tujuan dari filsafat matematika adalah untuk
memberikan rekaman sifat dan metodologi matematika dan untuk memahami kedudukan
matematika di dalam kehidupan manusia.

Iman, amal, dan ilmu sebagai kesatuan

Iman = Kepercayaan, keyakinan terhadap Tuhan yang Maha Esa

Ilmu = pengetahuan, atau kepandaian

Amal = hal yang dilakukan dengan tujuan untuk berbuat baik terhadap sesama manusia.

Gambaran kesatuan iman, ilmu, dan amal dapat digambarkan sebagai sebuah pohon yang baik.
Iman sebagai akar dari pohon tersebut yang menopang tegaknya ajaran agama, ilmu sebagai
batang pohon yang mengeluarkan dahan, dan amal sebagai buah yang didapat dari ilmu, seperti
teknologi dan seni.IPTEK yang dikembangkan dengan dasar diatas akan menghasilkan amal
yang baik.

Ilmu pengetahuan yang tidak dibatasi oleh agama dapat menjadi sangat berbahaya dan
merugikan sesama manusia, contohnya seperti bom yang dijatuhkan di Hiroshima dan
Nagasaki pada tahun 1945 merengut banyak nyawa manusia baik yang berdosa maupun
tidak berdosa.

Kewajiban menuntut dan mengamalkan ilmu

Memiliki pengetahuan luas dan keterampilan adalah berkah utama (Mańgala Sutta). Dalam
Natha Sutta, Dasakanipata, Anguttara Nikaya; Buddha menyatakan bahwa dengan memiliki
pengetahuan luas, seseorang berarti telah membuat pelindung bagi dirinya sehingga dapat
terhindar dari kehidupan yang penuh penderitaan. Orang yang tidak mau belajar akan menjadi
tua seperti sapi, dagingnya bertambah tetapi kebijaksanaannya tidak berkembang. (Dhammapada
152). Seseorang semakin beranjak tua sepantasnya bertambah dalam kebijaksanaannya. Tetapi
sebagaimana usia kronologis tidak selalu persis sama dengan usia biologis atau waktu fisiologis
dengan waktu psikplogis, demikian pula halnya dengan ketuaan atau usia lanjut bukan jaminan
terdapatnya kebijaksanaan atau kesucian. Seseorang tidak disebut thera (orang lebih tua) hanya
karena rambutnya telah memutih. Biarpun usianya sudah lanjut, dapat saja ia disebut orang tua
yang tidak berguna. (Dhammapada 260). Orang yang memiliki kebenaran dan kebijakan, tidak
kejam, terkendali dan terlatih dari noda-noda, sesungguhnya ia patut disebut thera (orang yang
lebih tua). (Dhammapada 261)

Tanggung jawab terhadap alam dan lingkungan

Krisis lingkungan yang terjadi belakangan ini, dikarenakan adanya ketidakpedulian dan
ketidakbijaksanaan yang didasari oleh ketidaktaatan, keserakahan dan ketidakpedulian manusia
terhadap karunia besar kehidupan dalam mengelola dan menjaga lingkungan ini. Paradigma
perlindungan dan pengelolaan lingkungan menurut ajaran agama Budha tercermin dari ayat suci
ini, “Bagai seekor lebah yang tidak merusak kuntum bunga, baik warna maupun baunya, pergi
setelah memperoleh madu, begitulah hendaknya orang bijaksana mengembara dari desa ke
desa” (Sang Buddha, Dhammapada: Bunga-Bunga, ayat 49). Hal tersebut dimaksudkan bahwa,
dalam ekosistem lebah tidak hanya mengambil keuntungan dari bunga, tetapi juga sekaligus
membayarnya dengan membantu penyerbukan. Perilaku lebah memberi inspirasi, bagaimana
seharusnya menggunakan sumber daya alam yang terbatas. Buddhadharma menghubungkan
lingkungan alam dan hubungan manusia yang berguna untuk menciptakan suatu atmosfir
kebahagiaan dalam kehidupan di atas bumi.

Mangala Sutta

Memiliki pengetahuan luas dan keterampilan adalah berkah


utama (Mańgala Sutta). Dalam Natha Sutta, Dasakanipata,
Anguttara Nikaya; Buddha menyatakan bahwa
dengan memiliki pengetahuan luas, seseorang berarti telah membuat pelindung bagi dirinya sehi
ngga dapat terhindar dari kehidupan yang penuh penderitaan

Sekhiya Sila

Shekiya sila merupakan Latihan yang harus dilaksakan oleh Bikkhu untuk melatih diri

I. Tentang sikap tingkah laku yang tepat (Saruppa)

II. Tentang peraturan makan (Bhojanapatisamyuti)

III. Tentang cara mengajarkan Dhamma (Dhammadesanapatisamyutta)

IV. Tentang aneka macam peraturan (Pakinnaka)

Keselarasan antara pengembangan IPTEK dan moral

Pengaruh Sains terhadap semakin tinggi tingkat intelektual seseorang, semakin memudahkan
seseorang memahami Buddha-Dharma. Buddha menjelaskan bahwa seringkali panca indera kita
memberikan pengetahuan yang tidak tepat dan menyesatkan. Apakah pengetahuan semacam ini
perlu? Tentu kalau kita tidak mau menjadi orang buta yang meraba gajah lalu mendebatkannya
(Udana, 68-69). Sains dan Teknologi memberi pengaruh banyak terhadap pernyiaran Buddha
Dharma; seperti penemuan kertas, teknologi cetak, digital,arsitektur, media audio, media
elektrik, internet dll.

Ukuran Peradaban Teknologi seringkali dipandang sebagai ukuran peradaban manusia,


sedangkan bagi Buddhisme adalah kesucian. Seringkali teknologi membuat kebanyakan orang
mengejar kepuasan indra dan kenikmatan duniawi, sedangkan Buddhisme justru membatasi
pemuasan nafsu indra. Buddha membandingakan pemuasan nafsu inderawi dengan penderita
kusta. Orang yang sakit kusta yg merasa lega dan puas setelah menggaruk atau bahkan
membakar lukanya. Apabila ia telah sembuh, maka tiada mau lagi melakukan perbuatan yang
sama. Terdapat kesenangan lain daripada kepuasan indra, yg memberi alasan kenapa seseorang
melepaskan diri dari kemelekatan nafsu indrawi. (M.I, 502-508) orang yang sakit kusta yg
merasa legadan puas setelah menggaruk atau bahkan membakar lukanya.

BAB V KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

1. Definisi dan Hakikat Bernegara

Hakikat negara adalah penjelasan mengenai negara yang mencakup pengertian, sifat,
fungsi, dan unsur-unsur negara. Segala aspek tersebut wajib dipahami oleh setiap warga
negara. Dalam konteks berbangsa dan bernegara, kerukunan antar umat beragama adalah
suatu keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling
pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dan bekerja sama saling bahu
membahu dalam membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

2. Pelaksanaan Sila Demi Terwujudnya Kerukunan Kehidupan Beragama

Pelaksanaan sila demi terwujudnya kerukunan kehidupan beragama merupakan salah


satu hal yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia mengandung nilai-nilai luhur yang harus
dijadikan pandangan hidup, filsafat bangsa, ideologi nasional, dan kepribadian bangsa.
Upaya untuk menciptakan toleransi dalam kerukunan antar umat beragama selalu
mengalami berbagai macam hambatan. Beberapa contoh penerapan Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari adalah tidak memaksakan suatu agama atau keyakinan kepada
orang lain, tidak mengganggu orang lain yang sedang beribadah, dan menghormati
kebebasan orang menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing. Oleh
karena itu, setiap warga negara perlu tunduk dan taat pada Pancasila.
3. Brahmavihara

Brahmavihara adalah empat keadaan batin yang mulia yang diajarkan Sang Buddha
sebagai cara untuk bertindak dan bersikap yang benar kepada semua makhluk hidup.
Keempat keadaan batin tersebut adalah Metta (cinta kasih), Karuna (belas kasihan),
Mudita (kegembiraan atas kebahagiaan orang lain), dan Upekkha (keseimbangan batin).

Dengan mempraktikkan Metta, seseorang dapat menumbuhkan kasih sayang terhadap


semua makhluk hidup tanpa memandang agama atau keyakinan mereka. Melalui
Karuna, seseorang dapat merasakan empati dan belas kasihan terhadap penderitaan orang
lain dan berusaha untuk membantu meringankan penderitaan tersebut. Dengan Mudita,
seseorang
dapat merasa gembira atas kebahagiaan orang lain tanpa rasa iri atau dengki. Kemudian
dengan Upekkha, seseorang dapat menjaga ketenangan batin dan tidak terpengaruh oleh
perasaan negatif seperti kemarahan atau kebencian.

Dengan demikian, implementasi Brahmavihara dalam kehidupan sehari-hari dapat


membantu menciptakan kerukunan antar umat beragama dengan mengembangkan sikap
saling menghormati, menghargai, dan toleransi terhadap perbedaan beragama.

4. Prasasti Asoka

Raja Asoka adalah penguasa Kekaisaran Maurya Gupta (273-232 SM) yang terkenal
akan upayanya dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama. Pada masa
pemerintahannya, Raja Asoka mengamalkan ajaran cinta kasih Sang Buddha dalam
memerintah kerajaannya dan menjaga toleransi dan kerukunan hidup umat beragama.
Salah satu upaya Raja Asoka dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama adalah
dengan memahatkan dekret mengenai kerukunan hidup beragama dalam prasasti Batu
Kalingga No. XXII. Prasasti ini dibuat pada abad ketiga sebelum Masehi yang
bertuliskan “Janganlah kita hanya menghormati agama sendiri dan mencela agama orang
lain, tanpa dasar dan alasan yang kuat. Sebaliknya agama orang lain pun hendaknya kita
hormati berdasarkan atas alasan dan dasar yang kuat pula. Oleh karena itu, kerukunan
yang dianjurkan dengan pengertian bahwa semua orang hendaknya mau mendengarkan
dan bersedia mendengarkan ajaran agama yang dianut orang lain.”

5. Saraniyadhamma Sutta

Saraniyadhamma Sutta merupakan salah satu ajaran Sang Buddha yang menjelaskan
tentang enam prinsip yang dapat membantu menciptakan kerukunan dan persahabatan
antar umat beragama. Keenam prinsip tersebut adalah Metta-kayakamma (perbuatan
kasih sayang), Metta-vacikamma (ucapan kasih sayang), Metta-manokamma (pikiran
kasih sayang), Sadharana-bhogi (berbagi pada sesama), Sila-samannata (menjalankan
kehidupan bermoral), dan Ditthi-samannata (kesetaraan dalam pandangan).

Dengan menerapkan keenam prinsip tersebut, seseorang dapat menumbuhkan sikap


saling menghormati, menghargai, dan toleransi terhadap perbedaan agama. Melalui
perbuatan, ucapan, dan pikiran yang penuh kasih sayang, seseorang dapat menunjukkan
rasa hormat dan penghargaan terhadap orang lain tanpa memandang agama atau
keyakinan mereka.
Dengan berbagi pada sesama, seseorang dapat menunjukkan rasa empati dan kepedulian
terhadap sesama. Dengan menjalankan perintah agama dengan kesetaraan, seseorang
dapat menunjukkan rasa hormat terhadap ajaran agama yang dianut oleh orang lain. Dan
dengan memiliki pandangan yang setara, seseorang dapat menjaga kerukunan dan
persahabatan dengan orang lain tanpa merasa terancam oleh perbedaan keyakinan.

6. Toleransi

Toleransi adalah sikap yang harus ada dalam diri seseorang untuk menciptakan
kerukunan antar umat beragama. Toleransi berarti kesediaan untuk menerima perbedaan
dan menghormati keyakinan orang lain, meskipun berbeda dengan keyakinan kita.
Toleransi juga membutuhkan pengorbanan baik secara material maupun spiritual, secara
fisik maupun emosional.

BAB VI MASYARAKAT

1. Definisi masyarakat
1
Masyarakat merupakan manusia yang senantiasa berhubungan (berinteraksi) dengan
manusia lain dalam suatu kelompok (Setiadi, 2013: 5). Kehidupan masyarakat yang
selalu berubah (dinamis) merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Contoh kecil
sebuah masyarakat adalah sekolah yaitu sebuah institusi atau lembaga pendidikan untuk
mentransfer ilmu pengetahuan dengan berjenjang dari SD, SMP, SMA hingga perguruan
tinggi.
2. 4 sikap harmonis
2
Keharmonisan pada umumnya diharapkan semua orang, tak seorang pun yang tidak
menginginkannya. Untuk memunculkan sikap yang harmonis terkadang tidak mudah
apalagi jika bertemu dengan orang yang tidak disukai atau orang yang memiliki
perbedaan dengan dirinya. 3 Dalam agama Buddha ada 4 sikap harmonis, yaitu:
 Saddha (keyakinan)
4
Keyakinan (saddhā) merupakan pondasi yang penting guna mengatasi berbagai
rintangan dan hambatan dalam kehidupan ini. Juga sebagai landasan pijakan yang kokoh
untuk mencapai dan meraih kebahagiaan yang dicita-citakan. Saddhā dalam agama
Buddha dikenal sebagai prinsip ehipassiko yang berarti “mengundang untuk dibuktikan”.
Sebuah keyakinan yang tumbuh dalam diri setiap umat Buddha, dan didasari oleh
penyelidikan dan pengalaman mereka sendiri untuk mempraktikkan Ajaran Buddha.
 Caga (Kemurahan Hati)
3
Caga berarti kedermawanan, kasih sayang, yang dinyatakan dalam bentuk pertolongan
melalui perbuatan atau kata kata, serta tanpa ada perasaan bermusuhan dan iri hati, agar
makhluk lain dapat hidup dengan tenang, damai dan bahagia. Mengembangkan caga
dalam batin harus sering mengembangkan kasih sayangnya dengan menyatakan dalam
batin “semoga semua makhluk berbahagia, bebas dari penderitaan, kebencian, kesakitan,
dan kesukaran. Semoga mereka dapat membahagiakan diri mereka sendiri.” Selalu
memiliki kecenderungan batin untuk membahagiakan orang lain, pada waktu menolong
atau membantu orang lain kita akan merasa gembira dan senang karena melihat orang
yang kita tolong bahagia.
 Sila (Pelaksanaan latihan peraturan moral)
5
Sīla bukan peraturan larangan, tetapi suatu ajaran moral yang mengajarkan umat
Buddha agar bertanggungjawab penuh pada setiap perilakunya (pikiran, ucapan dan
jasmani). Untuk itu setiap umat Buddha hendaknya bertindak dewasa dan bijaksana
dalam perilakunya. Bagi umat Buddha, khususnya perumah tangga; dasar pelaksanaan
moralitas yang diwajibkan untuk dilatih adalah lima pelatihan sīla (Pañcasīla). Pañcasīla
sebagai dasar moralitas umat Buddha menjadi landasan hidup umat Buddha agar
memiliki moral yang baik. Pañcasīla bertujuan untuk melatih kesadaran dan kewaspadaan
kita terhadap segala hal yang dapat memperlemah pengendalian diri. Jika kita
mempraktikkan Pañcasīla secara tekun dan konsisten, maka akan dapat meningkatkan
pengendalian diri. Dengan memiliki pengendalian diri, maka kedamaian dan kebahagiaan
dalam masyarakat akan terwujud serta menjadi titik awal kepada perkembangan spiritual
menuju Kebahagiaan Tertinggi (Nibbana).
 Panna (Kebijaksanaan)
6
Kebijaksanaan dalam Buddhisme sering mengacu pada kata paññā. Mahavedalla Sutta
di Majjhima Nikāya memberikan petunjuk untuk memahami kata paññā. Secara
etimologi, paññā berasal dari dua kata yaitu pa + ñā. Kata pa merupakan awalan yang
mengacu pada tepat, penuh. Sementara kata ñā merupakan akar dengan bentuk verbalnya
sebagai “pājānāti” yang berarti untuk mengetahui, untuk memahami. Sehingga secara
harfiah paññā berarti untuk memahami atau untuk mengetahui secara penuh atau
tepat. Tanpa ada kebijaksanaan kita tidak akan bisa memahami ajaran Buddha. Ajaran
Buddha diperuntukkan oleh mereka yang bijaksana, bukan untuk orang yang bijaksana.
Oleh karena itu, berjuanglah untuk memperoleh kebijaksanaan karena memperoleh
kebijaksanaan merupakan kebahagiaan.
3. Dhammawijaya
7
Berasal dari kata Dharma dan Wijaya Dharma berarti pedoman pemerintah Wijaya yang
berarti kemenangan atau kejayaan sebagai arah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.
Dalam Konsep Dhammawijaya dijelaskan bahwa untuk meningkatkan hubungan
masyarakat yang demokratis dibutuhkan konsep masyarakat madani. Masyarakat madani
atau Civil society diartikan sebagai masyarakat sipil yang menjunjung tinggi nilai,
norma, hukum yang ditopang oleh penguasaan iman, ilmu dan teknologi yang
berperadaban. Isi dari konsep Dharmawijaya, yaitu:
1. Persamaan hak dan kebebasan bagi setiap orang untuk menjadi dirinya sendiri
(Dhammapada 380)
2. Kebebasan berpikir (Anguttara-nikayaI, 188-192)
3. Ia mematahkan otoritas dan monopoli seseorang atau segolongan orang atas kebenaran
(MajhimanikayaII, 171)
4. Ajarannya adalah adalah ajaran yang terbuka dan menghargai keterbukaan (Digha-
nikayaII, 100)
5. Pengambilan keputusan bersama, kemerdekaan mengeluarkan pendapat
(VinayaPitakaI, 115)
6. Memberi kesempatan bagi perbedaan pendapat dan kritik (Digha-nikayaI, 3)
4. Karaniya sutta
7
Karaniya Metta Sutta merupakan Sutta yang menggambarkan cinta kasih dan belas
kasihan kepada semua makhluk. Sutta ini pertama sekali di ucapkan langsung olehSang
Buddha kepada lima ratus orang murid-Nya yang diganggu oleh makhluk
yangmenyeramkan sewaktu mereka diperintahkan oleh Sang Buddha untuk melatih diri
dihutan. Untuk membantu para siswa-Nya, Sang Buddha kemudian mengucapkan
syairyang kemudian kita kenal dengan Karaniya Metta Sutta. Dengan bekal Karaniya
Metta Sutta ini, siswa Sang Buddha kemudian kembali ke hutan yang menjadi tempat
melatih diri mereka. Sejak itu, mereka tidak lagi dilihati/diganggu makhluk yang
menyeramkan.

8
Teks Karaniya Metta Sutta (bahasa Pali)
Karaṇīyam-attha-kusalena yantaṁ santaṁ padaṁ abhisamecca, Sakko ujū ca suhujū ca suvaco
cassa mudu anatimānī,
Santussako ca subharo ca appakicco ca sallahuka-vutti, Santindriyo ca nipako ca appagabbho
kulesu ananugiddho.
Na ca khuddaṁ samācare kiñci yena viññū pare upavadeyyum. Sukhino vā khemino hontu sabbe
sattā bhavantu sukhitattā.
Ye keci pāna-bhūtatthi tasā vā thāvarā vā anavasesā, Dīghā vā ye mahantā vā majjhimā rassakā
anuka-thūlā,
Ditthā vā ye aditthā ye ca dūre vasanti avidūre, Bhūtā vā sambhavesī vā sabbe sattā bhavantu
sukhitattā.
Na paro paraṁ nikubbetha nātimaññetha katthaci naṁ kanci, Byārosanā patīgha-saññā nāñña-
maññassa dukkham-iccheyya.
Mātā yathā niyaṁ puttaṁ āyusā eka-putta-manurakkhe, Evampi sabba-bhūtesu mānasam-
bhāvaye aparimānaṁ.
Mettañca sabba-lokasmim mānasam-bhāvaye aparimānaṁ, Uddhaṁ adho ca tiriyañca
asambādhaṁ averaṁ asapattaṁ.
Titthañcaraṁ nisinno vā sayāno vā yāva tassa vigata-middho, Etaṁ satiṁ adhittheyya
brahmametaṁ vihāraṁ idhamāhu.
Ditthiñca anupagamma sīlavā dassanena sampanno, Kāmesu vineyya gedhaṁ na hi jātu gabbha-
seyyaṁ punaretī ti.

5. Susunan Masyarakat Buddhist

5.1 Masyarakat awam dan viharawan


9
Masyarakat awam, ada dua jenis yaitu:

 Umat Awam Umumnya masyarakat akan memberikan label umat awam kepada orang
yang baru mempelajari suatu hal atau agama dalam konteks ini. Jika ada orang yang
cocok dengan ajaran Buddha dan mulai mempelajarinya , maka secara global itu
disebut umat awam.
 Upasakkha dan Upasikkha Umat awam yang jika tadinya disepakati adalah orang
yang baru mengenal ajaran Buddha , maka upasakkha dan pandita adalah orang yang
sudah mendalami ajaran Buddha.Umat Buddha secara resmi adalah umat yang sudah
menyatakan berlindung pada Buddha , Dhamma , dan Sangha serta Menjalankan
Pancasila ataupun Atthasila.
Viharawan :

 Bhikkhu dan Bhikkhuni sebelum menjadi seorang Bhikkhu ada fase dimana
disebut samanera (calon bhikkhu). Samanera menjalankan dasa sila. Dalam
kelompok ini , bhikkhu dan samanera tidak boleh berumah tangga. Konsep yang
menonjol adalah konsep tentang melepaskan kehidupan duniawi.

5.2 Kemoralan masyarakat awam dan umat viharawan


10
Sila bagi para umat awam, yaitu Panca Sila atau Atthanga Sila (pada waktu waktu
tertentu). Panca Sila terdiri dari 5 Sila dan Atthanga Sila terdiri dari 8 Sila yang dilakukan setiap
hari atau pada hari-hari tertentu. Sila bagi para samanera dan samaneri , yaitu Dasa Sila yang
terdiri dari 10 Sila. Semua tata tertib yang ditetapkan oleh Sang Buddha kepada para bhikkhu.
Sila yang harus dijalankan oleh para Bhikkhu ada 227, yang disebut Patimokkha Sila. Para
bhikkhu mempraktikkan Patimokkha setiap harinya, yaitu : Parajika 4 , Sanghadisesa 13 ,
Aniyata 2 , Nissagiya Pacittiya 30 , Suddhika Paccittiya 92 , Patidesaniya 4 , Sekhiyavatta 75 ,
Adhikarana Samatha 7. Sedangkan tata tertib yang ditetapkan oleh Sang Buddha kepada para
bhikkhuni ada 311, yang disebut Patimokkha Sila untuk Bhikkhuni.
5.3 Hubungan umat awam dan umat viharawan
11
Para viharawan selama hidupnya selalu berjuang untuk mengatasi ketamakan ,
kebencian,serta kegelapan batin dengan pengendalian diri secara total. Masyarakat awam selalu
bekerja giat di semua bidang ekonomi. Mereka sering menyisihkan sebagian dari hasil yang
diperoleh untuk mendukung kehidupan para viharawan. Mereka biasa datang ke vihara untuk
mempersembahkan dana makanan, tempat tinggal, jubah, maupun obat-obatan. Tidak jarang,
umat Buddha juga menyiapkan transportasi sehingga umat viharawan dapat lebih leluasa
bergerak membina umat serta simpatisan Buddhis yang jauh dari vihara. Dengan dukungan
seperti itu, selain mampu melanjutkan kehidupan mereka dalam pengendalian diri, mereka juga
mampu membagikan Dhamma serta memberikan layanan sosial secara terus menerus kepada
masyarakat. Melihat dari hal ini, kita dapat menyimpulkan bahwa hubungan antara umat awam
dan viharawan adalah saling membutuhkan.

5.5 Masalah otoritas tertinggi dalam agama Buddha


11
Dalam kerangka ajaran Sang Buddha Gautama, sejauh berhubungan dengan pembebasan dan
derita, tidak dikenal adanya “pemegang otoritas tertinggi". Hal ini dapat dibuktikan dalam sabda
Sang Buddha Gautama yang terdapat dalam Kalama Sutta dan Maha Parinibbana Sutta.
Hubungan yang wajar dan sepatutnya antara umat Buddha dengan para Bhikkhu telah digariskan
secara jelas dalam Sigalovada Sutta. "Jangan engkau menerima segala sesuatu hanya karena itu
berdasarkan laporan, tradisi, kabar angin, tertulis di dalam kitab-kitab suci atau karena hanya
karena hormat kepada guru (pandita). Akan tetapi, bilamana engkau ketahui sendiri hal-hal ini
tidak baik, tercela, dan tidak dibenarkan oleh para bijaksana, tidak sesuai untuk dilaksanakan,
menimbulkan kerugian dan penderitaan, maka engkau harus meninggalkannya. Bilamana engkau
ketahui sendiri. Hal ini baik, tidak tercela, dipuji oleh para bijaksana, sesuai untuk dilaksanakan,
membawa pada kesejahteraan dan kebahagiaan, maka terimalah hal-hal itu dan laksanakanlah
dalam hidupmu. " -Anguttara Nikaya I , 189 .

BAB VII BUDAYA

Definisi Budaya

Budaya adalah cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang
dan diiwariskan dari generasi ke generasi namun tidak turun temurun. Sedangkan kebudayaan
berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi
(budia atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
Budaya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang
cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Seseorang bisa berkomunikasi dengan
orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaan diantara mereka,
sehingga membuktikan bahwa budaya bisa dipelajari.

Pertemuan kebudayaan India-Jawa

Pengaruh budaya India masuk ke Jawa karena adanya hubungan perdagangan di antara keduanya
yang terjalin sekitar abad ke-4 hingga abad ke-15. Awalnya Indonesia hanya memiliki ketua dan
pemimpin di setiap daerahnya, tidak ada sistem kerajaan. Diawali dengan datangnya budaya
India yang berbentuk kerajaan, maka beralihnya pemimpin kepala suku menjadi raja. Sistem
kerajaan merupakan pengaruh budaya dari India.

Pengetahuan tentang konstruksi bangunan suci

Pengaruh budaya India dalam bidang kesenian di Indonesia dapat kita lihat pada senin bangunan,
seni ukir dan seni patung. Bangsa India mengenalkan konsep candi, relief dan arca kepada
masyarakat Indonesia. Contoh akulturasi kesenian antara India dan Indonesia terlihat dari candi
Indonesia yang berbentuk punden berundak

Candi-candi yang ada di Indonesia :

1. Candi Cangkuang – Garut, Jawa Barat

Candi Cangkuang adalah salah satu Candi yang ada di Indonesia, Candi ini juga pertama kali
ditemukan di Tatar Sunda serta merupakan satu-satunya Candi Hindu di Tatar Sunda. Candi
ini bersebelahan dengan makam Embah Dalem Arief Muhammad, sebuah makam kuno
pemuka agama Islam yang dipercaya sebagai leluhur penduduk Desa Cangkuang. Nama dari
Candi ini diambil dari nama desa tempat Candi ini berada. Selain itu, Candi Cangkuang ini
terdapat di sebuah pulau kecil yang bentuknya memanjang dari barat ke timur dengan luas
16,5 ha. Pulau kecil ini terdapat di tengah danau Cangkuang. Bangunan Candi Cangkuang
yang sekarang merupakan hasil dari pemugaran yang diresmikan pada tahun 1978, bangunan
asli Candi ini hanya sekitar 40 persen. Sehingga bentuk asli Candi Cangkuang ini tidak
diketahui.

2. Candi Cetho – Karanganyar, Jawa Tengah

Candi ini bercorak agama Hindu yang diduga dibangun pada masa-masa akhir era Majapahit.
Candi ini berada di lereng Gunung Lawu pada ketinggian 1496 m diatas permukaan laut.
Kompleks Candi ini digunakan oleh penduduk setempat dan juga peziarah yang beragama
Hindu sebagai tempat pemujaan, selain itu Candi ini juga merupakan tempat pertapaan bagi
kalangan penganut kepercayaan asli Jawa atau Kejawen.

3. Candi Dieng – Wonosobo, Jawa Tengah

Candi Dieng adalah salah satu Candi yang ada di Indonesia dimana Candi Hindu abad ke-7
ini terletak di Dataran Tinggi Dieng. Dataran tinggi ini adalah tempat berdirinya delapan
Candi Hindu kecil yang merupakan salah satu bangunan keagamaan tertua yang masih
bertahan yang pernah dibangun di Jawa. Nama sebenarnya dari Candi ini, sejarah dan raja
yang bertanggung jawab atas pembangunan Candi-candi ini tidak diketahui. Hal ini
dikarenakan kelangkaan data dan prasasti yang terkait dengan pembangunan Candi-candi ini.
Para penduduk Jawa lokal pun menamai setiap Candi sesuai dengan tokoh Wayang Jawa
yang kebanyakan diambil dari epos Mahabharata.
4. Candi Gedong Songo – Semarang, Jawa Tengah
Candi Gedong Songo adalah nama sebuah kompleks bangunan Candi peninggalan Hindu
yang terletak di lereng Gunung Ungaran. Di kompleks Candi ini terdapat sembilan buah
Candi yang memiliki pemandangan alam yang indah. Selain itu, objek wisata ini juga
dilengkapi dengan pemandian air panas dari mata air yang mengandung belerang, area
perkemahan dan wisata.
5. Candi Gunung Sari – Magelang, Jawa Tengah
Candi Gunung Sari adalah salah satu Candi yang ada di Indonesia, Candi Hindu Siwa ini
berada di puncak Bukit Sari yang tidak jauh dari Candi Gunung Wukir. Candi Gunung Sari
ini diduga merupakan peninggalan abad ke-6 hingga ke-8 yang membuatnya menjadi Candi
tertua di tanah Jawa, lebih tua dari Candi Borobudur dan Candi Prambanan.
6. Candi Gunung Wukir – Magelang, Jawa Tengah
Candi ini berada di atas Bukit Wukir yang oleh masyarakat sekitar disebutGunung Wukir.
Candi ini merupakan Candi tertua yang dapat dihubungkan dengan angka tahun. Berdasarkan
prasasti Canggal yang ditemukan pada tahun 1879 di reruntuhan, Candi ini didirikan pada
saat pemerintahan Raja Sanjaya dari zaman Kerajaan Mataram Kuno yaitu pada tahun 732
M. Bangunan Candi ini terbuat dari jenis batu andesit setidaknya terdiri dari satu Candi induk
dan tiga Candi Perwara. Di kompleks Candi ini tak hanya ada prasasti saja namun juga lingga
yoni dan arca lembu (Nandi).
7. Candi Jago – Malang, Jawa Timur
Menurut kitab Negarakertagama nama Candi Jago sebenarnya berasal dari kata “Jajaghu”
yang didirikan pada masa Kerajaan Singhasari pada abad ke-13. Jajaghu sendiri artinya
adalah “Keagungan”. Candi ini cukup unik karena bagian atasnya hanya tersisa sebagian dan
menurut cerita setempat karena tersambar petir. Di Candi ini terdapat relief-relief
Kunjarakarna dan Pancatantra dan seluruh bangunan Candi ini tersusun atas bahan batu
andesit.
8. Candi Prambanan – Sleman, Yogyakarta
Candi Prambanan atau Candi Roro Jonggrang adalah kompleks Candi Hindu terbesar di
Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti
yaitu Dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai Dewa pencipta, Wisnu sebagai Dewa
pemelihara dan Siwa sebagai Dewa pelebur. Candi ini termasuk Situs Warisan Dunia
UNESCO, Candi Hindu terbesar di Indonesia sekaligus salah satu Candi terindah di Asia
Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan ramping sesuai dengan arsitektur
Hindu pada umumnya dengan Candi Siwa sebagai Candi Utama yang memiliki ketinggian
mencapai 47 meter menjulang di tengaj kompleks gugusan Candi-Candi yang lebih kecil.
Menurut prasasti Siwagrha, Candi ini mulai dibangun pada tahun 850 masehi oleh Rakai
Pikatan dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu pada masa
Kerajaan Medang Mataram.
9. Candi Penataran – Blitar, Jawa Timur
Candi Penataran adalah salah satu Candi yang ada di Indonesia, dimana Candi ini termegah
dan terluas di Jawa Timur yang terletak di lereng barat daya Gunung Kelud. Dari prasasti
yang tersimpan di bagian Candi, diperkirakan Candi ini dibangun pada masa Raja Srengga
dari Kerajaan Kediri sekitar tahun 1200 Masehi dan berlanjut digunakan sampai masa
pemerintahan Wikramawardhana, Raja Majapahit sekitar tahun 1415. Pada kitab
Desawarnana atau Nagarakertagama yang ditulis pada tahun 1365, Candi ini disebut sebagai
bangunan suci “Palah” yang dikunjungi Raja Hayam Wuruk dalam perjalanan kerajaan
bertamasya berkeliling Jawa Timur.
10. Candi Sukuh – Karanganyar, Jawa Tengah
Candi Sukuh adalah sebuah kompleks Candi Hindu yang ada di Indonesia. Candi ini
memiliki bentuk yang kurang lazim karena penggambaran alat-alat kelamin manusia secara
eksplisit pada beberapa figurnya. Bangunan Candi Sukuh ini memberikan kesan keserhanaan
yang mencolok pada para pengunjung. Kesan yang didapatkan dari Candi ini sungguh
berbeda dengan Candi-candi besar di Jawa Tengah lainnya. Bentuk bangunan Candi Sukuh
cenderung mirip dengan peninggalan budaya Maya di Meskiko atau peninggalan budaya Inca
di Peru.
11. Candi Borobudur – Magelang, Jawa Tengah
Candi Borobudur adalah salah satu Candi yang ada di Indonesia, dimana Candi ini berbentuk
stupa yang didirikan oleh para penganut agama Budha Mahayana sekitar tahun 800-an
Masehi pada masa pemerintahan Wangsa Syailendra. Candi Borobudur ini menjadi Candi
Budha terbesar di dunia dan salah satu monumen Budha terbesar di dunia. Candi ini terdiri
dari enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar
pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Budha.
Candi Borobudur ini memiliki koleksi relief Budha terlengkap dan terbanyak di dunia.
12. Candi Brahu – Mojokerto, Jawa Timur
Candi satu ini terletak di dalam kawasan situs arkeologi Trowulan, bekas ibu kota Majapahit.
Nama Candi ini yaitu “Brahu” yang diduga berasal dari kata wanaru atau warahu. Nama ini
didapat dari sebutan sebuah bangunan suci yang disebut dalam Prasasti Alasantan. Candi
Brahu ini dibangun dengan batu bata merah menghadao ke arah barat dan berukuran panjang
sekitar 22,5 m dengan lebar 18 m dan berketinggian 20 meter.
13. Candi Banyunibo – Sleman, Yogyakarta
Candi Banyunibo ini berada tidak jauh dari Candi Ratu Boko, Candi ini dibangun sekitar
abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Pada bagian atas Candi ini terdapat sebuah
stupa yang merupakan ciri khas agama Budha. Candi ini termasuk bangunan suci Budha
yang cukup kaya akan hiasan, hampir setiap bagian Candi diisi dengan berbagai macam
hiasan dan relief.
14. Candi Bahal – Padang Lawas, Sumatera Utara
Candi Bahal adalah kompleks Candi Budha aliran Vajrayana, Candi ini terbuat dari bahan
batu bata merah dan diduga berasal dari abad ke-11. Candi ini memiliki tiga bangunan kuno
yaitu Biaro Bahal I, II dan III. Bangunan Candi ini saling berhubungan dan terdiri dalam satu
garis yang lurus.
15. Candi Jabung – Probolinggo, Jawa Timur
Candi Jabung adalah salah satu Candi yang ada di Indonesia, Candi Hindu ini merupakan
peninggalan Kerajaan Majapahit. Struktur bangunan Candi ini hanya dari bata merah yang
mampu bertahan ratusan tahun. Arsitektur bangunan Candi ini hampir sama dengan Candi
Bahal yang ada di Bahal, Sumatra Utara. Candi Jabung ini berdiri di sebidang tanah
berukuran 35 meter x 40 meter, pemugaran secara fisik pada tahun 1983 – 1987. Penataan
lingkungan luasnya bertambah 20,042 meter persegi dan terletak pada ketinggian 8 meter di
atas permukaan air laut. Candi ini terdiri dari dua bangunan utama yang terdiri dari satu
bangunan besar dan satu bangunan kecil yang biasa disebut Candi Sudut.
16. Candi Kalasan – Slema, Yogyakarta
Candi Kalasan adalah sebuah bangunan Cagar Budaya yang dikategorikan sebagai Candi
Budha. Candi ini memiliki 52 stupa dan berada di sisi selatan jalan raya antara Yogyakarta
dan Solo. Pada awalnya hanya Candi Kalasan ini yang ditemukan pada kawasan situs ini,
namun setelah digali lebih dalam ditemukan lebih banyak lagi bangunan-bangunan
pendukung di sekitar Candi ini. Selain Candi Kalasan dan bangunan-bangunan pendukung
lainnya ada juga tiga buah Candi kecil di luar bangunan Candi Utama berupa stupa.
17. Candi Mendut – Magelang, Jawa Tengah
Candi Mendut adalah Candi bercorak Budha yang didirikan semasa pemerintahan Raja Indra
dari dinasti Syailendra. Bahan bangunan Candi ini sebenarnya adalah batu bata yang ditutupi
dengan batu alam. Bangunan ini terletak pada sebuah basement yang tinggi sehingga tampak
lebih anggun dan kokoh. Tangga naik dan pintu masuk menghadap ke barat daya. Di atas
basement terdapat lorong yang mengelilingi tubuh Candi, atapnya bertingkat tiga dan dihiasi
dengan stupa-stupa kecil berjumlah 48 buah.
18. Candi Muara Takus – Kampar, Riau
Candi Muara Takus adalah salah satu Candi yang ada di Indonesia, Candi ini dikelilingi
dengan tembok berukuran 74 x 74 meter yang terbuat dari batu putih dengan tinggi tembok
sekitar 80 cm. Di luar areanya juga terdapat tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer. Di
dalam kompleks ini terdapat beberapa bangunan Candi yang disebut dengan Candi
Sulung/Tua, Candi Bungsi, Mahligai Stupa dan Palangka. Pada tahun 2009, Candi Muara
Takus dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO.
19. Candi Pawon – Magelang, Jawa Tengah
Candi Pawon adalah sebuah Candi yang berada dianatar Candi Mendut dan Candi
Borobudur. Di dalam bilik Canci ini sudah tidak ditemukan lagi arca sehingga sulit
mengidentifikasikannya lebih jauh. Hal yang menarik dari Candi Pawon ini adalah ragam
hiasnya. Dinding-dinding luar candi dihias dengan relief pohon hayati (kalpataru) yang diapit
pundi-pundi dan kinara-kinari.
20. Candi Sewu – Sleman, Yogyakarta
Candi Sewu adalah Candi Budha yang dibangun pada abad ke-8, Candi Sewu ini menjadi
kompleks Candi Budha terbesar kedua setelah Candi Borobudur. Candi ini berusia lebih tua
daripada Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Meskipun aslinya memiliki 249 Candi
oleh masyarakat setempat Candi ini dinamakan Sewu yang berarti seribu dalam bahasa Jawa.
Penamaan ini berdasarkan kisah legenda Loro Jonggrang.

Sastra Mpu Tantular

Mpu Tantular adalah seorang pujangga ternama Sastra Jawa. Ia hidup pada pemerintahan raja
Hayam Wuruk. Tantular adalah seorang penganut agama Buddha, tetapi ia orangnya terbuka
terhadap agama lainnya, terutama agama Hindu-Siwa. Salah satu karyanya adalah Kitab
Sutasoma dan Kakawin Arjunawijaya.

Kitab Sutasoma ditulis oleh Mpu Tantular sekitar akhir abad ke-14, tepatnya saat era keemasan
Kerajaan Majapahit. Dalam riwayatnya, kakawin ini ditulis dalam bahasa Jawa kuno. Kitab
Sutasoma berisi kisah upaya Sutasoma sebagai titisan Sang Hyang Buddha untuk menegakkan
dharma. . Sutasoma adalah putra Prabu Mahaketu dari Kerajaan Astina yang lebih menyukai
memperdalam ajaran Buddha Mahayana daripada harus menggantikan ayahnya menjadi raja.
Dengan melakukan semedi di suatu candi. Sutasoma mendapatkan anugerah dan pergi ke
pegunungan Himalaya. Sekembalinya dari sana, Sutasoma dinobatkan sebagai raja bergelar
Prabu Sutasoma. Kata Bhinneka Tunggal Ika diambil kutipan kitab Sutasoma. Bhinneka Tunggal
Ika merupakan semboyan yang melekat pada lambing Garuda yang bermakna berbeda-beda
tetapi tetap satu. Dalam Kitab Sutasoma, Mpu Tantular menyebutkan bahwa Bhinneka Tunggal
Ika dijadikan sebagai titik temu agama-agama yang berbeda di Nusantara. Kitab ini
menggambarkan toleransi beragama yang sudah lama terjalin di Kerajaan Majapahit. Semangan
toleransi ini kemudian dijadikan semboyan bangsa Indonesia.

Bentuk bentuk pikiran yang baik (Cetasika) atau Brahmavihara

Cetasika adalah faktor batin atau penyerta batin, yaitu fenomena batin yang bersekutu dengan
kesadaran.

Sifat khas cetasika :


1. Munculnya bersamaan dengan citta
2. Padamnya bersamaan dengan citta
3. Objeknya sama dengan citta
4. Landasannya sama dengan citta

Cetasika terdapat 52 jenis, dan dikelompokkan menjadi 3 bagian :

1. Annasamana cetasika 13 (13 cetasika umum) :


a. Sabbacittasadharana cetasika 7 = 7 cetasika yang terdapat di semua jenis citta.
1. Phassa = kontak.

Kontak merupakan faktor batin yang pekerjaannya seperti sebuah pilar yang bertindak
sebagai pendukung yang kuat untuk struktur gedung secara keseluruhan.

2. Vedana = perasaan

Perasaan merupakan padanan kata yang lebih tepat untuk vedana dibandingkan dengan
sensasi seperti yang dijumpai. Seperti halnya kontak, perasaan merupakan sebuah kekayaan
penting bagi setiap kesadaran.

3. Sanna = pencerapan/persepsi

Karakteristik utama dari sanna ini adalah kognisi atas objek dengan cara menandai seperti
biru, hitam, dsb.

4. Cetana = kehendak

Merupakan faktor batin yang berfungsi didalam koordinasi dan akumulasi. Cetana
mengkoordinasikan faktor faktor batin yang berhubungan dengannya dalam berespons
terhadap objek. Cetana memegang peranan penting didalam semua jenis aksi, baik moral
maupun immoral.

5. Ekaggata = konsentrasi terhadap satu objek

Merupakan faktor batin yang mengkonsentrasikan batin terhadap satu objek. Faktor batin ini
membuat kokoh batin di dalam mengalami obyek.

6. Jivitindriya = penghidup batin


Merupakan faktor batin yang melebur kehidupan ke dalam faktor-faktor batin yang
berhubungan dengannya. Walaupun cetana menentukan aktivitas dari semua faktor batin,
jivitindriya yang menginfusi kehidupan ke dalam cetane dan faktor batin lainnya.

7. Manasikara = perhatian

Faktor batin yang mengarahkan faktor batin lainnya kepada objek secara spontan

b. Pakinnaka cetasika 6 : enam cetasika yang muncul di sebagian besar citta


8. Vitakka = Pengerahan kepada objek, merupakan faktor batin yang memiliki ciri khusus
mengerahkan faktor batin kepada objek.
9. Vicara = penggunaan batin terhadap objek. Vitakka disebut sebagai penerapan permulaan
atas faktor-faktor batin sedangkan vicara sebagai penahan penerapan faktor-faktor batin.
10. Adhimokka = keputusan, faktor batin yang memutushkan atau memilik.
11. Viriya = semangat ( daya tahan batin/endurance ), faktor batin yang membangkitkan
semangat dan memiliki ciri khas mendukung, mengukuhkan, mempertahankan faktor-
faktor batin.
12. Piti = kegiuran, ketertarikan, faktor batin yang tergiur/tertarik objek. Piti bukanlah
perasaan menyenangkan (sukha), akan tetapi merupakan precursor dari perasaan
menyenangkan tersebut.
13. Chanda = harapan untuk melakukan (Kattukamyata chanda)
Terdapat tiga jenis chanda, yaitu :
 Kammacchanda = nafsu indera, satu dari rintangan batin (immoral)
 Kattukamyata chanda = harapan untuk melakukan (unmoral)
 Dhammacchanda = harapan kebaikan (moral)

2. Akusala Cetasika 14
a. Mocatuka cetasika : 4 cetasika kelompok Moha
14. Moha cetasika = kebodohan batin/kegelapan batin, faktor batin yang menyebabkan batin
tidak dapat melihat objek secara jelas dan membutakan batin sehingga tidak dapat
melihat jelas kusala maupun akusala.
15. Ahirika cetasika = tidak malu akan kejahatan, faktor batin yang menyebabkan batin tidak
malu berbuat jahat
16. Anottappa cetasika = tidak takut akibat perbuatan jahat, faktor batin yang menyebabkan
batin tidak menyadari akibat perbuatan jahat.
17. Uddhacca cetasika = kegelisahan/ketenangan batin, faktor batin yang tidak dapat
memegang objek dengan baik.
b. Lotika cetasika = 3 cetasika kelompok Lobha :
18. Lobha cetasika = keserakahan, faktor batin yang menyebabkan terikat terhadap objek
19. Ditthi cetasika = pandangan. Ditti diartikan pandangan keliru.
20. Mana cetasika = kesombongan, faktor batin yang menginduksi makhluk dalam
perbandingan diri yang lebih rendah, lebih tinggi atau membandingkan sama dengan
makhluk lainnya.
c. Docatuka cetasika = 4 cetasika kelompok Dosa
21. Dosa cetasika = kebencian, faktor batin yang menolak objek
22. Issa cetasika = faktor batin yang menyebabkan iri/cemburu terhadap objek
23. Macchariya cetasika = kekikiran faktor batin
24. Kukkucca cetasika = kekhawatiran, faktor batin penyesalan terhadap perbuatan yang
telah dilakukan
d. Thina-Middha cetasika 2 :
25. Thina cetasika = kemalasan, kesakitan batin
26. Middha cetasika = kelambanan, tidak aktif, inert, berlawanan dengan viriya
27. Vicikiccha cetasika = keraguan, skeptis
3. Sobhana cetasika 25 ( 25 faktor batin yang indah ) :
a. Sobhanasadharana cetasika 19 ( 19 faktor batin indah yang terdapat di semua jenis
Kusala Citta)
b. Virati cetasika 3 ( 3 faktor batin yang bertanggung jawab didalam 3 jenis pantangan
c. Appamanna cetasika 2 (2 faktor batin tanpa batas)
d. Pannindria cetasika 1 ( 1 faktor batin kebijaksanaan )

Sobhanasadharana cetasika 19 : Jenis faktor batin indah yg terdapat di semua


jenis kusala citta, terdiri dari :
28. Saddha = faktor batin keyakinan berdasarkan pengetahuan
29. Sati = perhatian terhadap objek sesuai kondisi yg sesungguhnya
30. Hiri = kebalikan dari ahirika (lihat ahirika)
31. Ottappa = kebalikan dari anottappa (lihat anottappa)
32. Alobha = kebalikan dari lobha (lihat lobha cetasika). Alobha merupakan faktor batin yg
bertanggung jawab di dlm sikap murah hati
33. Adosa = kebalikan dari dosa (lihat dosa cetasika). Adosa merupakan faktor batin yg
bertanggung jawab terhadap sikap batin cinta kasih terhadap semua makhluk (metta di dalam
brahma vihara / appamanna 4)
34. Tatramajjhattata = faktor batin yg bertanggung jawab dlm sikap seimbang di dalam
menghadapi kondisi yg bergejolak (upekkha di dalam brahma vihara / appamanna 4)
35. Kayapassaddhi dan cittapassaddhi = faktor batin yg bertanggung jawab di dalam
ketenangan faktor-faktor batin (kaya) dan kesadaran (citta). Faktor batin ini lawan dari
kegelisahan dan kekhawatiran.
37. Kayalahuta dan cittalahuta = faktor batin yg bertanggung jawab di dalam keringanan /
kecepatan faktor-faktor batin dan kesadaran di dlm menanggapi objek. Faktor batin ini
merupakan lawan dari thina-middha yg menyebabkan sikap berat batin did lm menanggapi
objek.
39. Kayamuduta dan cittamuduta = faktor batin yg bertanggung jawab did lm menyingkirkan
rigiditas (thambha) dlm faktor-faktor batin dan kesadaran ketika menanggapi objek. Faktor
batin ini merupakan lawan dari miccha-ditthi dan mana yg menimbulkan rigiditas.
41. Kayakammannata dan cittakammannata = faktor batin yg bertanggung jawab did lm
adaptabilitas / penyesuaian faktor-faktor batin dan kesadaran terhadap objek yg dialami.
Faktor batin ini merupakan lawan dari sisa rintangan abtin lainnya.
43. Kayapagunnata dan cittapagunnata = faktor batin yg bertanggung jawab di dalam
keahlian faktor batin dan kesadaran di dalam memperlakukan objek. Faktor batin ini
merupakan lawan dari sikap batin yg tidak yakin dan seterusnya. Faktor batin ini menekan
kesakitan faktor batin dan kesadaran.
45. Kayujukata dan cittujukata = faktor batin yg bertanggung jawab did lm keterusterangan
faktor batin dan kesadaran di dlm menanggapi objek. Faktor batin ini merupakan lawan dari
sikap munafik dan ketidakterusterangan.
b. Virati cetasika 3 = 3 faktor batin pantangan
47. Samma vaca cetasika = faktor batin yg bertanggung jawab di dalam berpantangnya batin
terhadap tindakan ucapan yg salah, fitnah, kasar, sia-sia.
48. Samma Kammanta cetasika = faktor batin yg bertanggung jawab di dlm berpantangnya
batin terhadap tindakan jasmani yg keliru seperti membunuh, mencuri, berprilaku seksual yg
salah.
49. Samma ajiva cetasika = faktor batin yg bertanggung jawab did lm berpantangnya batin
terhadap tindakan penghidupan yg salah seperti menjual senjata, makananan/minuman yg
melemahkan kewaspadaan, racun, makhluk hidup.

c. Appamanna cetasika 2 = faktor batin tanpa batas. Faktor batin ini disebut juga
sebagai brahma vihara.
50. Karuna cetasika = faktor batin yg bertanggung jawab terhadap sikap belas kasihan
terhadap semua makhluk yg menderita
51. Mudita cetasika = faktor batin yg bertanggung jawab terhadap sikap ‘appreciate’ akan
kusala kamma / kusala vipaka yg terjadi pada makhluk lain.
d.
52. Pannindriya cetasika = faktor batin bijaksana di dlm memandang hakekat sesungguhnya
segala sesuatu.

BAB VIII POLITIK

1. Politik
Politik adalah kegiatan yang berhubungan dengan kendali pembuatan keputusan publik
dalam masyarakat tertentu di wilayah tertentu. Politik juga bisa dibilang sebagai usaha
untuk mencapai hidup bermasyarakat yang lebih baik.

2. Ilmu politik
Menurut Prof.Moh Yamin, Ilmu politik adalah ilmu pengetahuan masyarakat yang
mempelajari tentang masalah kekuasaan dalam masyarakat, sifat hakekatnya, dasar-
dasar, proses berlangsungnya, luas lingkungannya, dan hasil akibatnya.

3. Cakkavattisihanada Sutta
Cakkavattisihanada Sutta adalah bagian dari kitab Digha Nikaya, salah satu dari ;ima
koleksi besar ajaran Buddha yang terdapat dalam kanon Pali yang merupakan salah satu
sumber utama ajaran Buddha Theravada.

Sutta ini mengisahkan percakapan antara Buddha Gautama dengan seorang penganut
bernama Potthapada. Isi utama dari sutta tersebut adalah penjelasan tentang gagasan
Cakkavatti yang merupakan salah satu konsep agama Buddha. Cakkavatti adalah seorang
penguasa yang diberikan kekuatan oleh dewa dan memiliki kemampuan untuk memimpin
dunia dengan adil dan bijaksana. Ia juga sosok yang mampu menciptakan kedamaian dan
kesejahteraan didunia.

Dalam sutta ini, Buddha menjelaskan ciri dan tanda datangnya seorang Cakkavatti dan
dampak positif darinya. Namun, Buddha juga menegaskan bahwa pencapaian pemutaran
cakrawala bukan solusi akhir bagi penderitaan manusia karena penderitaan akhirnya akan
terus berlanjut dalam siklus kelahiran dan kematian yang tak terputus kecuali, seseorang
dapat mencapai nirwana.

4. Kutadanta Sutta
Kutadanta sutta adalah salah satu bagian dari Kitab Digha Nikaya. Sutta ini mengisahkan
tentang percakapan Buddha Gautama dengan seorang Brahmana bernama Kutadanta.
Kutadanta adalah seorang brahmana yang ingin mengadakan upacara pengorbanan besar
(yajna) untuk mencari pemecahan dari masalah sosial dan politik yang sedang terjadi di
kerajaannya.
Sutta ini mengilustrasikan konsep penting dalam ajaran Buddha tentang pengorbanan
yang benar dan pemahaman yang mendalam tentang karma. Dalam sutta ini, seorang raja
bernama Kutadanta ingin melakukan korban besar-besaran untuk mendapatkan
kesejahteraan bagi kerajaannya. Namun, Buddha mengajarkan bahwa pengorbanan yang
benar bukan terbatas tindakan fisik namun juga pemahaman yang mendalam tentang
moral dan kebijaksanaan.

5. Maha Parinibbana Sutta


Sutta ini mendokumentasikan peristiwa terakhir dalam kehidupan Sang Buddha sebelum
parinibbana. Sutta ini menggambarkan perjalanan terakhir Buddha ke kota Kushinagar,
dimana sang Buddha akhirnya mencapai parinibbana dengan masuk dalam keadaan
Nirwana. Selama perjalanan, Sang Buddha memberikan ajaran-ajaran penting tentang
etika, meditasi, dan doktrin-doktrin utama agama Buddha pada para pengikutnya. Sutta
ini mencerminkan pentingnya konsep impermanen (anicca) dalam ajaran Buddha karena
sang Buddha menunjukkan bahwa semua hal termasuk hidupnya sendiri adalah
sementara dan akan berakhir pada waktunya. Sutta ini menjadi dokumen penting dalam
agama Buddha dan menekankan pentingnya pencarian pencerahan dan pemahaman akan
siklus kelahiran dan kematian dalam ajaran Buddha.

6. Sigalovada Sutta
Sigalovada sutta adalah sutta yang ditemukan dalam Vinaya Pitaka (salah satu bagian
dari Tipitaka). Sutta ini menggambarkan ajaran Buddha kepada seorang pemuda bernama
Sigala. Dalam sutta ini, Buddha memberikan nasihat tentang etika dan tanggung jawab
sosial dalam kehidupan sehari-hari. Sutta ini menguraikan berbagai kewajiban dan
hubungan sosial yang penting dalam kehidupan sehari-hari, mengajarkan nilai-nilai
seperti kejujuran, kerja keras, dan penghormatan terhadap yang lebih tua.

7. Dasa Raja Dhamma


Dasa Raja Dhamma adalah 10 ajaran etika atau prinsip moral yang diajarkan oleh
Buddha kepada raja atau pemimpin politik. Prinsip-prinsip ini bertujuan untuk
membimbing pemimpin dalam menjalankan pemerintahan yang baik dan beretika, serta
mempromosikan kesejahteraan masyarakat. Dasar-dasar Dasa Raja Dhamma adalah:
1. Dana (kemurahan): memberikan dukungan dan bantuan kepada rakyatnya.
2. Sila (etika): mempraktikkan moralitas dan kejujuran.
3. Pariccaga (ketidakkeinginan): tidak serakah dan menghindari korupsi.
4. Ajjava (kehormatan): bertindak dengan integritas dan kejujuran.
5. Maddava (keramahan): menyambut rakyatnya dengan kasih sayang.
6. Tapa (disiplin): menjalani kehidupan dengan disiplin dan penuh kontrol diri.
7. Akkodha (kesabaran): menyikapi kritik dan konflik dengan sabar.
8. Avihimsa (ketidakkekerasan): tidak menggunakan kekuatan atau kekerasan yang
tidak sah.
9. Khanti (kesabaran): menunjukkan kesabaran dalam menghadapi ketidaksetujuan.
10. Avirodhana (tidak memusuhi): menghindari pertikaian dan konflik yang tidak
diperlukan.

BAB IX HUKUM

Hukum adalah kumpulan peraturan yang terdiri atas norma dan sanksi-sanksi. Hukum
merupakan keseluruhan kaedah-kaedah serta asas-asas yang mengatur ketertiban yang meliputi
lembaga-lembaga dan proses-proses guna mewujudkan berlakunya kaedah itu sebagai kenyataan
dalam masyarakat.

Pembagian/ jenis-jenis Hukum


Ada dua jenis hukum berdasarkan bentuknya:
 Hukum tertulis
Merupakan hukum yang telah tertulis didalam berbagai perundang-undangan
 Hukum tidak tertulis
Merupakan peraturan yang tidak tertulis dan berlaku karena diyakini oleh masyarakat dan
dipatuhi. Peraturan ini tidak dibentuk secara formal tetapi tumbuh dan berkembang dari
masyarakat tertentu.
Ada 5 jenis hukum berdasarkan sumbernya:
 Hukum Undang-undang
Merupakan hukum yang tercantum dalam undang-undang
 Hukum Kebiasaan
Merupakan hukum yang berlaku di dalam peraturan atau kebiasaan adat
 Hukum Traktat
Merupakan hukum yang di tetapkan oleh negara-negara melalui suatu perjanjian atau
traktat
 Hukum Yurisprudensi
Merupakan hukum yang muncl karena adanya keputusan hakim, yang menjadi rujukan
hakim selanjutnya dalam memberi putusan dalam pengadilan
 Hukum Ilmu
Merupakan jenis hukum yang pada dasarnya berupa ilmu hukum yang terdapat dalam
pandangan para ahli hukum yang terkenal dan sangat berpengaruh.

Hukum dalam ajaran Buddha


Hukum ajaran buddha dapa disebut dengan hukum alam (Niyama Dhamma). Dhamma
Niyama mengatur hal-hal yang sangat istimewa atau luar biasa. Jadi, hukum alam adalah hukum
yang mengatur tentang segala hal yang ada di alam semesta atau dengan kata lain hukum tentang
proses perubahan yang ada dialam semesta.

Cattari Ariya Saccani (Empat Kebenaran Mulia/Empat Kesunyataan)


 Kebenaran Ariya dari Dukkha (Dukkha Ariya Sacca)
 Kebenaran Ariya Asal Munculnya Dukkha (Dukkha Samudaya Ariya Sacca)
 Kebenaran Ariya Lenyapnya Dukkha (Dukkha Nirodha Ariya Sacca)
 Kebenaran Ariya Jalan Menuju Lenyapnya Dukkha (Dukkha Nirodha Gāminī Paṭipadā
Ariya Sacca)
Kamma artinya perbuatan yang merupakan sebab, karena kita lahir dari kamma kita
Punnabhava artinya kelahiran kembali atau tumimbal lahir yang merupakan konsekuensi logis
dari kamma/ sebab yang dilakukan.
Tilakkhana (Tiga Corak Umum) adalah tiga keadaan yang mencengkram segala seuatu di alam
semesta ini, yaitu:
 Anicca-lakkhana
Anicca-lakkhana atau corak yang selalu berubah-ubah adalah corak yang khas dari
keadaan Viparinama dan Annathabava. Viparinama berarti metafisika, yaitu suatu
perubahan yang radikal di alam semesta, yang merupakan perubahan yang disebut dari
bentuk yang ada ke keadaan yang tiada. Sedangkan Annathabava berarti perubahan yang
mengikuti suatu keadaan sedikit demi sedikit.
 Dukkha-lakkhana
Dukkha-lakkhana adalah corak yang menjelaskan mengenai penderitaan, yang tidak
menyenangkan, nyata, dan selalu ada dalam kehidupan sehari-hari di dunia ini.
Kehidupan dari semua mahluk yang tampak maupun tak tampak, yang besar maupun
kecil, sebenarnya merupakan dukkha yang nyata.
 Anatta-lakkhana
Anatta-lakkhana adalah corak yang menimbulkan pengertian bahwa bentuk-bentuk
materi dan batin itu sebagai sesuatu yang "tanpa aku yang kekal".Sang Buddha
mengatakan bahwa apa yang kita anggap sebagai sesuatu yang abadi dalam diri kita
adalah merupakan kombinasi dari kumpulan unsur fisik dan mental (pancakkhanda),
yang terdiri dari jasmani (rupakkhanda), perasaan (vedanakkhanda), persepsi
(sannakkhanda), pikiran (samkharakkhanda), dan kesadaran (vinnanakkhanda). Semua
unsur ini bekerja bersama dalam sebuah perubahan secara terus menerus yang tidak
pernah sama antara satu momen dengan momen lainnya.

Patticasamuppada aritnya Hukum Sebab-Musabab yang saling bergantungan merupakan salah


satu ajaran terpenting dalam agama Buddha. Secara harafiah, paticcasamuppāda berarti
kemunculan bergantung.
Ajaran ini menyatakan adanya sebab-musabab yang terjadi dalam kehidupan semua mahluk,
khususnya manusia. Dengan menganalisis dan merenungkan Paticca Samuppada
inilah, Siddhartha Gautama (yang pada saat itu masih menjadi Petapa) akhirnya mencapai
Penerangan Sempurna menjadi Buddha.

Anda mungkin juga menyukai