2023
Disusun oleh:
Regina Gandhi
230600115
Dosen Pembimbing:
1. Saddha (Keimanan)
Saddha adalah keyakinan berdasarkan pengetahuan dari hasil verifikasi atau pemeriksaan atau
penyelidikan awal berupa hipotesis (anggapan benar) terhadap ajaran (konsep, gagasan, dll)
yang terbentuk karena keterbatasan bukti dan merupakan titik awal yang perlu ditindaklanjuti.
1. Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan ajaran mengenai keyakinan
mutlak atas adanya (keberadaan) Tuhan Yang Maha Esa yang diwujudkan dalam
perbuatan sadar guna mewujudkan segala cita-cita atas usaha yang bersifat kebatinan.
Dengan kepecayaan dan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa akan menyadarkan
kita bahwa segala yang ada dalam alam semesta maupun isinya adalah bersumber dari
Tuhan.
2. Keyakinan terhadap Tri Ratna/Tiratana
Tri Ratna (Sansekerta) atau Tiratana (Pali) adalah tiga mustika yang nilainya tidak bisa
ditukar, agung, mulia, yang perlu dimengerti, dipahami, dan diyakini oleh umat
Buddha. Keyakinan terhadap Tri Ratna (Tiratana) berarti bahwa memiliki keyakinan
dan mencari perlindungan terhadap Buddha, Dhamma, dan Sangha.
3. Keyakinan terhadap adanya Bodhisattva, Arahat, dan Dewa
Umat Buddha yakin bila berbuat baik di dunia, yang dengan sungguh- sungguh
melakukannya dan tidak ada perbuatan baiknya, maka setelah meninggal ia akan
bertumimbal lahir di alam Dewa. Bila imbalan dan tanpa mementingkan diri sendiri
atau bermeditasi hingga mencapai hasil, maka akan mencapai kesucian Arahat. Umat
Buddha yakin kepada Bodhisatta sebagai calon Buddha dan yakin kepada Buddha
yang telah menunjukan jalan hidup bagi umat Buddha karena berkat ajaran-Nya umat
Buddha dapat memiliki pengertian dan pandangan hidup yang benar.
4. Keyakinan terhadap Hukum Kesunyataan
Hukum Kesunyataan adalah hukum yang tidak bergantung kepda tempat, waktu, dan
keadaan atau sasaran, yaitu:
Cattari Ariya Saccani (Empat Kesunyataan Mulia) yang memuat Empat
Kesunyataan Mulia berisi:
-Kesunyataan tentang adanya Dukkha (Dukkha)
-Kesunyataan tentang sebab Dukkha (Dukkha Samuddaya)
-Kesunyataan tentang lenyapnya Dukkha (Dukkha Niroda)
-Kesunyataan tentang jalan lenyapnya Dukkha (Dukkha Nirodha Gamini
Patipada Magga)
Sumber: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.6 No.2 (2017)
Kamma dan Punabhava (Hukum Perbuatan dan Kelahiran Kembali)
Tilakkhana (Hukum Tiga Corak Umum)
Paticcasamuppada (Hukum Sebab Musabab Yang Saling Bergantungan)
5. Keyakinan terhadap Kitab Suci
Kitab suci agama Buddha adalah Tipitaka (Pali) atau Tripitaka (Sansekerta) yang
terdiri dari:
Sutta Pitaka, berisi khotbah-khotbah Sang Buddha yang terdiri atas 5 kumpulan
(nikaya) atau buku, yaitu: Digha Nikaya, Majjhima Nikaya, Anguttara Nikaya,
Samyutta Nikaya, dan Khuddaka Nikaya.
Vinaya Pittaka, berisi peraturan-peraturan anggota Sangha, Bhikkhu dan
Bhikkhuni yang terdiri atas 3 bagian, yaitu: Sutta Vibhanga, Khandhaka,
Parivara.
Abhidhamma Pitaka, berisi filsafat dan metafisika agama Buddha yang terdiri
atas 7 buku (pakarana), yaitu: Dhammasangani, Vibhanga, Dhatukatha,
Puggalapannatti, Kathavatthu, Yamaka, Patthana.
6. Keyakinan terhadap Nirvana/Nibbana
Nibbana merupakan kebahagiaan tertinggi, suatu keadaan kebahagiaan tidak
berkesudahan yang luar biasa. Umat Buddha yakin akan adanya kebahagiaan Nibbana,
yaitu terbebas dari Dukkha sebagai kesucian tertinggi. Untuk mencapai nibbana, umat
Buddha wajib melaksanakan satu jalan mulia berunsur delapan (Ariya Atthangika
Magga), menerapkan sepuluh sifat seorang pemimpin (Dasa Raja Dhamma), banyak
berdana, bermeditasi, melenyapkan 3 akar kejahatan, dan memadamkan tanha (nafsu
keinginan).
2. Puja
Dalam agama Buddha, Puja sebagai bentuk perilaku adalah menghormat. Penghormatan yang
dilakukan kepada orang yang patut dihormati adalah hal yang sangat baik untuk dilakukan
dan merupakan berkah utama, sebagaimana yang dijelaskan Buddha dalam Mangala Sutta,
menghormat kepada orang yang patut dihormat adalah berkah utama (puja ca pujaniyanam
etammangalamuttamam), seperti menghormat kepada Buddha, Dhamma, Sangha,
bhikkhu/samanera, orang tua, serta guru.
1. Amisa Puja dan Patipati Puja
Amisa Puja merupakan penghormatan dengan materi atau benda, seperti bunga, lilin,
dupa, dan lain-lain.
Patipati puja merupakan penghormatan dengan mempraktikkan atau melaksanakan
ajaran Buddha, mempraktikkan Sila, Samadhi, dan Panna.
2. Sarana Puja
Sikap batin dalam melaksanakan Puja: Puja dapat dilaksanakan secara perorangan atau
kelompok, maka yang melaksanakan puja perlu mempersiapkan batinnya untuk
dipusatkan kepada objek tertinggi yaitu Triratna (Buddha, Dhamma, dan Sangha).
Buddha dihormati sebagai objek tertinggi karena kata Buddha mencakup pengertian
pencapaian penerangan sempurna. Buddha adalah penemu jalan kesucian, guru, dan
penunjuk jalan ke kesucian. Dhamma dihormati sebagai objek tertinggi sebagai
kebenaran mutlak yang telah ditemukan oleh Buddha. Sangha dihormati sebagai objek
tertinggi karena Sangha merupakan pasamuan para makhluk suci (Ariya Puggala),
mereka telah mencapai tujuan atau telah memasuki jalan untuk mencapai tujuan. Sikap
fisik dalam melaksanakan Puja :
1) Anjali, yaitu merangkapkan kedua belah tangan di depan dada, membentuk kuncup
bunga teratai, baik dalam posisi berdiri, berjalan, maupun duduk bersimpuh/bersila.
2) Namaskara, yaitu bersujud tiga kali dengan lima titik (lutut, ujung jari-jari kaki, dahi,
siku, telapak tangan) menyentuh lantai, dengan disertai sikap anjali dan membaca
paritta Namaskara-Gatha.
3) Padakhina (pradaksina), yaitu tangan beranjali mengelilingi objek pemujaan dengan
searah jarum jam (dari kiri ke kanan) sebanyak tiga kali dan pikiran terpusat pada
triratna.
1. Paritta, Sutta, Dharani, dan Mantra
Paritta adalah perlindungan. Pembacaan paritta menimbulkan ketenangan batin
bagi mereka yang mendengarkan dan juga bagi yang telah mempunyai
keyakinan akan keberadaan kata-kata Buddha.
Sutta memiliki arti khotbah.
Dharani adalah bentuk yang lebih singkat dari sutta.
Mantra adalah bentuk yang lebih sederhana dari dharani.
2. Vihara (Uposathagara, Dharmasala, Kuti, Perpustakaan, dan Pohon Bodhi)
Vihara merupakan tempat pelaksanaan puja, yang terdiri dari:
BAB II MANUSIA
Setiap agama memiliki pandangannya masing-masing mengenai manusia. Agama Islam, Kristen,
Hindu, dan juga Buddha memiliki pandangan yang berbeda-beda. Bagaimanakah pandangan
Agama Buddha mengenai konsep manusia?
Pengertian manusia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah makhluk
yang berakal budi / mampu menguasai makhluk lain. . Secara biologis, manusia diklasifikasikan
sebagai Homo sapiens, sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak
berkemampuan tinggi. Manusia, menurut ajaran Buddha adalah kumpulan dari energi fisik dan
mental yang selalu dalam keadaan bergerak, yang di sebut pancakhanda atau lima kelompok
kegemaran yaitu Rupakhandha, wedanakhanda, sannakhandha, shankharakhandha dan
vinnanakhandha (Fajri, 2012: 151).
Rupakhandha (kegemaran akan wujud atau bentuk), adalah semua yang terdapat dalam
makhluk yang masih berbentuk (unsur dasar) yang dapat diserap dan dibayangkan oleh indra.
Yang termasuk Rupakhandha adalah hal- hal yang berhubungan dengan lima indra dengan obyek
seperti bentuk yang terlihat, terdengar, terasa, tercium ataupun tersentuh. Vedanakhandha
(kegemaran akan perasaan), adalah semua perasaan yang timbul karena adanya hubungan lima
indra manusia dengan dunia luar. Baik perasaan senang, susah ataupun netral. Sannakhandha,
adalah kegemaran akan penyerapan yang menyangkut itensitas indra dalam menanggapi
rangsangan dari luar yang menyangkut enam macam penyerapan indrawi seperti bentuk-bentuk
suara, bau-bauan, cita rasa, sentuhan jasmaniah dan pikiran. Shankharakhandha adalah
kegemaran bentuk-bentuk pikiran. Bentuk-bentuk pikiran disini ada 50 macam, seperti lobha
(keserakahan), chanda (keinginan), sadha (keyakinan), viriya (kemauan keras) dan sebagainya.
Vinnanakhandha (kegemaran akan kesadaran) adalah kegemaran terhadap reaksi atau jawaban
yang beradasarkan pada salah satu dari keenam indra dengan obyek dari indra yang
bersangkutan. Kesadaran mata misalnya, mempunyai mata sebagai dasar dan sasaran benda-
benda yang dapat dilihat. Kesadaran tersebut mengarah pada yang buruk, yang baik atau netral.1
2.1.2 Untuk terlahir sebagai manusia adalah kesempatan yang sangat sulit
Sungguh sulit untuk dapat terlahir sebagai manusia, sungguh sulit untuk dapat bertahan hidup,
sungguh sulit untuk dapat mendengarkan Dhamma, sungguh jarang terjadi kelahiran para
Buddha.
(Dhammapada 182)
Sangatlah sulit untuk terlahir sebagai manusia, Sang Buddha mengatakan bahwa hal itu
bahkan lebih sulit jika dibandingkan dengan kemungkinan seekor penyu buta yang muncul ke
permukaan samudera setiap serratus tahun sekali untuk dapat muncul tepat di lubang sebuah
pelampung kayu yang terombang-ambing. Untuk terlahir lagi menjadi manusia membutuhkan
karma baik berupa sila atau moralitas yang bagi, hal tersebutlah yang mendorong terjadinya lahir
kembali di alam manusia.2
2.1.3 Manusia tidak hanya di bumi ini saja (Sistem Tata Surya dari Anguttara Nikaya
Ananda Vagga bagian Abhibhu). Sadharma Pundarika Sutta, Pancavimsati Sahassrika
Mahaprajnaparamita Sutra.
Menurut perkataan Sang Bhagava, sejauh matahari dan bulan berotasi pada garis
orbitnya, dan sejauh pancaran sinar matahari dan bulan di angkasa, sejauh itulah luas seribu tata
surya. Didalam seribu tata surya terdapat seribu matahari, seribu bulan, seribu gunung sineru,
seribu jambudipa, seribu Apara yojana, seribu Uttarakuru, seribu Pubbavidehana, empat ribu
maha samudera, empat ribu maha raja, seribu Catummaharajika, seribu Tavatimsa, seribu
Yamma, seribu Tusita, seribu Nimmanarati,seribu Parinimmita vassavati, dan seribu alam
Brahma. Sehingga dapat disimpulkan bahwa manusia tidak hanya di bumi ini saja.
Di dalam khotbahNya yang berjudul Nakhasikha Sutta, Sang Buddha menjelaskan betapa
sulitnya untuk dapat terlahir sebagai manusia dengan perumpamaan debu yang ada di ujung kuku
Sang Buddha. Sang Buddha mengambil secuil debu dari tanah dan menempelkannya di kukuNya
dan bertanya kepada para bhikkhu lebih banyak mana jumlah debu yang ada di kukuNya jika
dibandingkan dengan jumlah debu yang ada di tanah, para bhikkhu menjawab bahwa jumlah
debu yang ada di ujung kuku Sang Buddha itu terlalu sedikit dan dapat diabaikan bila
dibandingkan dengan jumlah debu yang ada di tanah yang jumlahnya jauh lebih banyak,
kemudian Sang Buddha melanjutkan bahwa bagi mereka yang terlahir sebagai manusia, setelah
kematiannya untuk dapat terlahir kembali sebagai manusia adalah sangat sedikit sekali seperti
jumlah debu yang ada di ujung kukuNya, sedangkan mereka yang akan terlahir kembali di alam-
alam rendah/apaya yaitu alam neraka, alam binatang, alam setan/ peta, dan alam raksasa setelah
kematiannya sebagai manusia adalah sebanyak debu yang ada di tanah.4
2.1.5 Manusia yang sekarang merupakan resultante dari jumlah kehidupan di berbagai
bumi dan banyak kehidupan bumi ini.
Dalam Agama Buddha, tidak dikenal adanya penciptaan. Manusia berasal dari Tanha
atau nafsu keinginan (rasa ingin tahu). Pada saat kehancuran bumi, Sebagian makhluk terlahir
kembali di Alam Abhassara atau Alam Cahaya. Pada saat bumi terbentuk kembali, makhluk-
makhluk yang meninggal di Alam Abhassara terlahir kembali di bumi. Pada awalnya
terbemtuknya bumi, hanya tampak kegelapan, tidak ada bulan, matahari, Bintang, siang dan
malam, tidak ada laki-laki dan Perempuan, dan makhluk-makhluk hanya dikenal sebagai
makhluk-makhluk saja. Seiring berjalannya waktu, tanah dengan sarinya yang lezat muncul di
atas permukaan air dalam bentuk buih tanpa bau, namun rasanya seperti mentega murni bagai
madu murni.Tumbuhlah Tanha (rasa ingin tahu) dari makhluk-makhluk tersebut, lalu mencicipi
buih-buih tersebut dan menciptakan kemelekatan terhadap hal tersebut. Hal tersebut
menyebabkan panna berkurang dan makhluk-makhluk tersebut tidak dapat lagi hidup dari
ciptaan batinnya sendiri dan tak bercahaya. Perlahan, muncullah bulan, matahari, siang dan
malam, bulan, minggu, tahun, serta musim. Muncul juga perbedaan penampilan, bentuk tubuh,
sifat sombong, angkuh, serta laki-laki dan perempuan.
2.1.6 Pria dan Wanita muncul di bumi ini secara bersama oleh sebab itu pria dan wanita
adalah mitra.
Buddha berpandangan bahwa laki-laki dan Perempuan sama saja. Tidak ada system
kasta, orang yang mulia ialah orang yang mampu menjalankan Dhamma terlepas dia laki-laki
atau Perempuan. Menurut Agama Buddha, manusia ter5diri dari laki-laki dan perempuan yang
muncul bersamaan karena adanya Tanha (rasa ingin tahu).
Manusia menurut Buddha Dharma adalah seseorang yang telah melenyapkan kekotoran
batin atau sekurang-kurangnya telah mencapai Sottapanna. Sottapanna merupakan tingkatan
kesucian pertama dimana seseorang telah berhasil melenyapkan tiga belenggu (samyojana) dari
sepuluh belenggu batin. Manusia merupakan perpaduan antara 5 gugus kehidupan
(pandakhanda) yang terdiri dari: kelompok jasmani (rupa), perasaan (vedanna), pencerapan
(sanna), bentukan kehendak (sankhara), dan kesadaran (vinnana). Manusia sendiri merupakan
individu yang memiliki potensi yang tak terbatas, tetapi sayangnya potensi tersebut sering tak
dipergunakan oleh manusia, selama manusia tak menyadari potensi yang dimilikinya akan sulit
untuk memenuhi tujuan utama umat Buddha, yaitu mencapai Nibbana (Kebahagiaan Tertinggi).
Puggala berarti makhluk. Pada umumnya, Puggala atau makhluk itu terdiri atas nama
atau batin dan rupa atau jasmani. Setiap Puggala atau makhluk itu pasti dilahirkan oleh Janaka
Kamma dan kehidupannya diatur oleh Kamma Niyama atau hukum karma. Puggala atau
makhluk itu berdiam di dalam tiga puluh satu alam kehidupan.
Puggala atau makhluk itu seluruhnya berjumlah dua belas jenis. Dua belas jenis Puggala
ini dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah Puthujjana, yaitu
makhluk-makhluk yang belum mencapai tingkat-tingkat kesucian. Sedangkan kelompok kedua
adalah Ariya Puggala atau kelompok makhluk-makhluk yang telah mencapai tingkat-tingkat
kesucian. Kedua kelompok makhluk ini tentu berdiam di alam-alam kehidupan yang sesuai
dengan keadaannya. Misalnya, Puthujjana atau makhluk-makhluk yang belum mencapai tingkat-
tingkat kesucian masih bisa bertumimbal lahir di alam-alam Apaya, tetapi Ariya Puggala atau
makhluk-makhluk yang telah mencapai tingkat-tingkat kesucian tidak mungkin lagi bertumimbal
lahir di alam-alam Apaya.
Apaya Bhumi
Niraya Bhumi : Alam Neraka
Tiracchana Bhumi : Alam Binatang
Peta Bhumi : Alam Setan
Asurakaya Bhumi : Alam Raksasa Asura
Kamasugati Bhumi (7 alam kehidupan nafsu yang menyenangkan
Manussa : Alam Manusia
Catummaharajika Bhumi : Alam Empat Dewa Raja
Tavatimsa Bhumi : Alam 33 Dewa
Yama Bhumi : Alam Dewa Yama
Tusita Bhumi : Alam Kenikmatan
Nimmanarati Bhumi : Alam Dewa yang menikmati ciptaannya
Paranimmita vasavatti Bhumi : Alam Dewa yang membantu
menyempurnakan
Sebagai manusia, kita memiliki tanggung jawab moral dalam berperan di kehidupan ini.
Perilaku sebagai umat Buddha hendaknya mencerminkan kepribadian yang bersifat sesuai
dengan Dhamma agung Sang Buddha. Metta (cinta kasih), Karuna (belas kasih), Mudita
(empati), serta Upekkha (keseimbangan batin) merupakan dasar utama perilaku kita agar tetap
dapat melaksanakan sila, samadhi, panna.
Dalam Agama Buddha, Sila merupakan dasar utama dalam pelaksanaan ajaran agama,
mencakup semua perilaku dan sifat-sifat baik yang termasuk dalam ajaran moral dan etika
agama Buddha. Sila adalah langkah pertama yang sangat penting untuk sebagai bentuk latihan
dasar atau sebagai untuk mengembangkan diri.
2. Definisi Moral
Moral merupakan suatu sikap atau tindakan yang dimiliki tiap individu yang memiliki nilai
positif seperti bersopan santun sesuai dengan norma yang ada di suatu masyarakat. Dengan
memiliki moral manusia bisa menjalin hubungan yang baik dengan individu yang lain. Secara
umum moral merupakan sesuatu yang berhubungan dengan prinsip-prinsip tingkah laku; akhlak,
budi pekerti, dan mental, yang membentuk karakter dalam diri seseorang sehingga dapat menilai
dengan benar apa yang baik dan buruk.
• Sati
Sati adalah bentuk kondisi batin sadar, waspada, dan penuh perhatian terhadap hal-hal yang baik
dan bermanfaat.
Dalam ajaran Buddha, kesadaran (sati) memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga
pengendalian pikiran. Hal ini meliputi kesadaran terhadap kondisi eksternal yaitu obyek-obyek
atau kondisi dari luar tubuh seperti cuaca, fenomena alam atau kejadian-kejadian tersebut di
atas, maupun kondisi internal seperti kesadaran terhadap kondisi tubuh, perasaan, maupun
mental atau pikiran.
• Sampajanna
Sampajanna artinya menyadari, yaitu menyadari dengan baik apapun yang berlaku pada
keseluruhan indera.
Di dalam kitab suci Patikavagga terdapat 4 ciri khas dari Sampajanna yakni: 1.
Sadar akan manfaat dari perbuatan yang sedang dilakukan
2. Sadar bahwa perbuatan yang sedang dilakukan, sesuai atau tidak dengan diri sendiri
3. Sadar bahwa perbuatan yang sedang dilakukan, akan menimbulkan Sukkha (kebahagiaan)
atau Dukkha (penderitaan)
4. Sadar bahwa perbuatan yang sedang dilakukan, merupakan kebodohan atau kepandaian
Hiri
Hiri adalah perasaan malu, sikap batin yang merasa jika melakukan kesalahan atau kejahatan. •
Ottapa
Ottapa adalah takut pada akibat perbuatan salah atau kejahatan.
2. Patimokkha Sila
4. Paccayasannissita Sila
Cula sila adalah cara pengendalian diri dari segala perbuatan dan ucapan yang tidak baik.
Disebut Cula Sila karena jumlah sila tersebut paling sedikit yaitu lima sila yang dilaksanakan
oleh umat biasa atau upasaka dan upasika.
Majjhima Sila adalah sila yang sedang dalam jumlah peraturan. Sila ini terdiri dari sepuluh
latihan (Dasasila) dilaksanakan oleh samanera.
Maha Sila adalah sila yang banyak/berat dalam jumlah peraturan. Sila ini disebut
Patimokkhasila dilaksanakan oleh para bhikkhu berjumlah 227 latihan dan bhikkhuni berjumlah
311 latihan.
Bila kelima sila ini dilaksanakan dengan sungguh-sungguh maka akan memiliki 5 macam
kekayaan, antara lain:
• Keyakinan terhadap Triratna dan diri sendiri
• Kemurnian sila dan pelaksanaannya
• Keyakinan terhadap hukum karma
• Mencari kebaikan di dalam dhamma
• Berbuat baik sesuai dengan dhamma
7.2 Sila bagi Samanera-Samaneri
Sila bagi Samanera-samaneri adalah majjhima sila (sila menengah). Untuk aliran Theravada
melaksanakan 10 sila dan 75 sekhiya. Untuk aliran Mahayana melaksanakan 10 sila dan 100
siksakaranya.
Sila para bhikkhu dan bhikkhuni disebut patimokkhasila atau panita sila (sila yang tinggi). Sila
bagi bhikkhu Theravada berjumlah 227 sila, bhikkhuni 311 sila. Khusus sila bagi para bhikkhuni
Theravada telah dihapuskan sejak tahun 1257m karena dalam aliran Theravada tidak ada lagi
sangha bhikkhuni. Sila bagi bhikkhu Mahayana berjumlah 250 sila dan bhikkhuni 348 sila.
Bodhisattva Sila adalah suatu perpaduan antara Pratimoksa dengan peraturan kebhikshuan untuk
tata kelakukan umum dari bhikshu yang mengabdikan dirinya pada Buddhisme Utara demi
memperkembangkan mereka sendiri ke dalam Bodhisattva-Sangha.
Dalam Mahayana Sila adalah 250 sila untuk bhikkhu, 348 sila untuk bhikkhuni. 8.
Panca Sila dan Panca Dhamma
• Panca Sila
Pancasila Buddhis adalah ajaran dasar Agama Buddha yang mengajarkan umatnya untuk
menjalankan kelima Sila yang ada. Pancasila berasal dari 2 kata yaitu ‘Panca’ yang berarti lima,
dan ‘Sila’ yang berarti moral, watak, ataupun perilaku seseorang.
1. Sila pertama: Pāṇātipātā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi. Yang artinya: Aku bertekad
melatih diri untuk menghindari pembunuhan makhluk hidup.
2. Sila kedua: Adinnādānā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi. Yang artinya: Aku bertekad
melatih diri untuk tidak mengambil barang yang tidak diberikan.
3. Sila ketiga: Kāmesu micchācārā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi. Yang artinya: Aku
bertekad melatih diri untuk menghindari perbuatan asusila.
Pancasila bersifat pasif, sebaliknya Pancadharma bersifat aktif. Sifat aktif inilah yang membuat
Pancadharma sering disebut sebagai Kalyanadharma yang memuliakan seseorang yang
mempraktekkannya dengan kesungguhan. Isi Pancadhamma:
a. Metta-Karuna
Yaitu perasaan cinta kasih dan welas asih yang terwujud melalui suatu keinginan untuk
membantu makhluk lain mencapai kebahagiaan seperti yang dialami oleh dirinya sendiri. b.
Samma ajiva
Yaitu kesabaran dalam cara berpenghidupan benar.
c. Santutthi
Yaitu perasaan puas terhadap apa yang telah menjadi miliknya.
d. Sacca
Yaitu kejujuran yang diwujudkan sebagai keadilan, kemurnian, kesetiaan, dan perasaan terima
kasih.
e. Satisampajanna
Yaitu kesadaran dan pengertian benar.
Filsafat Ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang membahas berbagai macam hal yang
berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Sebagai filsafat, Filsafat Ilmu Pengetahuan berusaha
membahas ilmu pengetahuan sebagai obyeknya secara rasional (kritis, logis, dan sistematis),
menyeluruh dan mendasar.
Nilai merupakan sesuatu yang dikaitkan ke suatu benda atau suatu hal yang dirasakan mempunya
kepentingan (worth). Nilai suatu benda itu ditentukan dari seberapa pentingnya manfaat benda
tersebut untuk manusia.
Etika
Nilai etika dapat disebut juga sebagai nilai moral. Etika membicarakan tentang
pertimbangan baik buruknya suatu tindakan, dan susila atau tidak susila antar hubungan
manusia.
Estetika
Nilai estetika adalah filsafat yang membicarakan tentang keindahaan, misalnya gambar,
bangunan, seni, dll.
Filsafat matematika adalah cabang dari filsafat yang mengkaji anggapan-anggapan filsafat,
dasar-dasar dan dampak-dampak matematika. Tujuan dari filsafat matematika adalah untuk
memberikan rekaman sifat dan metodologi matematika dan untuk memahami kedudukan
matematika di dalam kehidupan manusia.
Amal = hal yang dilakukan dengan tujuan untuk berbuat baik terhadap sesama manusia.
Gambaran kesatuan iman, ilmu, dan amal dapat digambarkan sebagai sebuah pohon yang baik.
Iman sebagai akar dari pohon tersebut yang menopang tegaknya ajaran agama, ilmu sebagai
batang pohon yang mengeluarkan dahan, dan amal sebagai buah yang didapat dari ilmu, seperti
teknologi dan seni.IPTEK yang dikembangkan dengan dasar diatas akan menghasilkan amal
yang baik.
Ilmu pengetahuan yang tidak dibatasi oleh agama dapat menjadi sangat berbahaya dan
merugikan sesama manusia, contohnya seperti bom yang dijatuhkan di Hiroshima dan
Nagasaki pada tahun 1945 merengut banyak nyawa manusia baik yang berdosa maupun
tidak berdosa.
Memiliki pengetahuan luas dan keterampilan adalah berkah utama (Mańgala Sutta). Dalam
Natha Sutta, Dasakanipata, Anguttara Nikaya; Buddha menyatakan bahwa dengan memiliki
pengetahuan luas, seseorang berarti telah membuat pelindung bagi dirinya sehingga dapat
terhindar dari kehidupan yang penuh penderitaan. Orang yang tidak mau belajar akan menjadi
tua seperti sapi, dagingnya bertambah tetapi kebijaksanaannya tidak berkembang. (Dhammapada
152). Seseorang semakin beranjak tua sepantasnya bertambah dalam kebijaksanaannya. Tetapi
sebagaimana usia kronologis tidak selalu persis sama dengan usia biologis atau waktu fisiologis
dengan waktu psikplogis, demikian pula halnya dengan ketuaan atau usia lanjut bukan jaminan
terdapatnya kebijaksanaan atau kesucian. Seseorang tidak disebut thera (orang lebih tua) hanya
karena rambutnya telah memutih. Biarpun usianya sudah lanjut, dapat saja ia disebut orang tua
yang tidak berguna. (Dhammapada 260). Orang yang memiliki kebenaran dan kebijakan, tidak
kejam, terkendali dan terlatih dari noda-noda, sesungguhnya ia patut disebut thera (orang yang
lebih tua). (Dhammapada 261)
Krisis lingkungan yang terjadi belakangan ini, dikarenakan adanya ketidakpedulian dan
ketidakbijaksanaan yang didasari oleh ketidaktaatan, keserakahan dan ketidakpedulian manusia
terhadap karunia besar kehidupan dalam mengelola dan menjaga lingkungan ini. Paradigma
perlindungan dan pengelolaan lingkungan menurut ajaran agama Budha tercermin dari ayat suci
ini, “Bagai seekor lebah yang tidak merusak kuntum bunga, baik warna maupun baunya, pergi
setelah memperoleh madu, begitulah hendaknya orang bijaksana mengembara dari desa ke
desa” (Sang Buddha, Dhammapada: Bunga-Bunga, ayat 49). Hal tersebut dimaksudkan bahwa,
dalam ekosistem lebah tidak hanya mengambil keuntungan dari bunga, tetapi juga sekaligus
membayarnya dengan membantu penyerbukan. Perilaku lebah memberi inspirasi, bagaimana
seharusnya menggunakan sumber daya alam yang terbatas. Buddhadharma menghubungkan
lingkungan alam dan hubungan manusia yang berguna untuk menciptakan suatu atmosfir
kebahagiaan dalam kehidupan di atas bumi.
Mangala Sutta
Sekhiya Sila
Shekiya sila merupakan Latihan yang harus dilaksakan oleh Bikkhu untuk melatih diri
Pengaruh Sains terhadap semakin tinggi tingkat intelektual seseorang, semakin memudahkan
seseorang memahami Buddha-Dharma. Buddha menjelaskan bahwa seringkali panca indera kita
memberikan pengetahuan yang tidak tepat dan menyesatkan. Apakah pengetahuan semacam ini
perlu? Tentu kalau kita tidak mau menjadi orang buta yang meraba gajah lalu mendebatkannya
(Udana, 68-69). Sains dan Teknologi memberi pengaruh banyak terhadap pernyiaran Buddha
Dharma; seperti penemuan kertas, teknologi cetak, digital,arsitektur, media audio, media
elektrik, internet dll.
Hakikat negara adalah penjelasan mengenai negara yang mencakup pengertian, sifat,
fungsi, dan unsur-unsur negara. Segala aspek tersebut wajib dipahami oleh setiap warga
negara. Dalam konteks berbangsa dan bernegara, kerukunan antar umat beragama adalah
suatu keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling
pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dan bekerja sama saling bahu
membahu dalam membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Brahmavihara adalah empat keadaan batin yang mulia yang diajarkan Sang Buddha
sebagai cara untuk bertindak dan bersikap yang benar kepada semua makhluk hidup.
Keempat keadaan batin tersebut adalah Metta (cinta kasih), Karuna (belas kasihan),
Mudita (kegembiraan atas kebahagiaan orang lain), dan Upekkha (keseimbangan batin).
4. Prasasti Asoka
Raja Asoka adalah penguasa Kekaisaran Maurya Gupta (273-232 SM) yang terkenal
akan upayanya dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama. Pada masa
pemerintahannya, Raja Asoka mengamalkan ajaran cinta kasih Sang Buddha dalam
memerintah kerajaannya dan menjaga toleransi dan kerukunan hidup umat beragama.
Salah satu upaya Raja Asoka dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama adalah
dengan memahatkan dekret mengenai kerukunan hidup beragama dalam prasasti Batu
Kalingga No. XXII. Prasasti ini dibuat pada abad ketiga sebelum Masehi yang
bertuliskan “Janganlah kita hanya menghormati agama sendiri dan mencela agama orang
lain, tanpa dasar dan alasan yang kuat. Sebaliknya agama orang lain pun hendaknya kita
hormati berdasarkan atas alasan dan dasar yang kuat pula. Oleh karena itu, kerukunan
yang dianjurkan dengan pengertian bahwa semua orang hendaknya mau mendengarkan
dan bersedia mendengarkan ajaran agama yang dianut orang lain.”
5. Saraniyadhamma Sutta
Saraniyadhamma Sutta merupakan salah satu ajaran Sang Buddha yang menjelaskan
tentang enam prinsip yang dapat membantu menciptakan kerukunan dan persahabatan
antar umat beragama. Keenam prinsip tersebut adalah Metta-kayakamma (perbuatan
kasih sayang), Metta-vacikamma (ucapan kasih sayang), Metta-manokamma (pikiran
kasih sayang), Sadharana-bhogi (berbagi pada sesama), Sila-samannata (menjalankan
kehidupan bermoral), dan Ditthi-samannata (kesetaraan dalam pandangan).
6. Toleransi
Toleransi adalah sikap yang harus ada dalam diri seseorang untuk menciptakan
kerukunan antar umat beragama. Toleransi berarti kesediaan untuk menerima perbedaan
dan menghormati keyakinan orang lain, meskipun berbeda dengan keyakinan kita.
Toleransi juga membutuhkan pengorbanan baik secara material maupun spiritual, secara
fisik maupun emosional.
BAB VI MASYARAKAT
1. Definisi masyarakat
1
Masyarakat merupakan manusia yang senantiasa berhubungan (berinteraksi) dengan
manusia lain dalam suatu kelompok (Setiadi, 2013: 5). Kehidupan masyarakat yang
selalu berubah (dinamis) merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Contoh kecil
sebuah masyarakat adalah sekolah yaitu sebuah institusi atau lembaga pendidikan untuk
mentransfer ilmu pengetahuan dengan berjenjang dari SD, SMP, SMA hingga perguruan
tinggi.
2. 4 sikap harmonis
2
Keharmonisan pada umumnya diharapkan semua orang, tak seorang pun yang tidak
menginginkannya. Untuk memunculkan sikap yang harmonis terkadang tidak mudah
apalagi jika bertemu dengan orang yang tidak disukai atau orang yang memiliki
perbedaan dengan dirinya. 3 Dalam agama Buddha ada 4 sikap harmonis, yaitu:
Saddha (keyakinan)
4
Keyakinan (saddhā) merupakan pondasi yang penting guna mengatasi berbagai
rintangan dan hambatan dalam kehidupan ini. Juga sebagai landasan pijakan yang kokoh
untuk mencapai dan meraih kebahagiaan yang dicita-citakan. Saddhā dalam agama
Buddha dikenal sebagai prinsip ehipassiko yang berarti “mengundang untuk dibuktikan”.
Sebuah keyakinan yang tumbuh dalam diri setiap umat Buddha, dan didasari oleh
penyelidikan dan pengalaman mereka sendiri untuk mempraktikkan Ajaran Buddha.
Caga (Kemurahan Hati)
3
Caga berarti kedermawanan, kasih sayang, yang dinyatakan dalam bentuk pertolongan
melalui perbuatan atau kata kata, serta tanpa ada perasaan bermusuhan dan iri hati, agar
makhluk lain dapat hidup dengan tenang, damai dan bahagia. Mengembangkan caga
dalam batin harus sering mengembangkan kasih sayangnya dengan menyatakan dalam
batin “semoga semua makhluk berbahagia, bebas dari penderitaan, kebencian, kesakitan,
dan kesukaran. Semoga mereka dapat membahagiakan diri mereka sendiri.” Selalu
memiliki kecenderungan batin untuk membahagiakan orang lain, pada waktu menolong
atau membantu orang lain kita akan merasa gembira dan senang karena melihat orang
yang kita tolong bahagia.
Sila (Pelaksanaan latihan peraturan moral)
5
Sīla bukan peraturan larangan, tetapi suatu ajaran moral yang mengajarkan umat
Buddha agar bertanggungjawab penuh pada setiap perilakunya (pikiran, ucapan dan
jasmani). Untuk itu setiap umat Buddha hendaknya bertindak dewasa dan bijaksana
dalam perilakunya. Bagi umat Buddha, khususnya perumah tangga; dasar pelaksanaan
moralitas yang diwajibkan untuk dilatih adalah lima pelatihan sīla (Pañcasīla). Pañcasīla
sebagai dasar moralitas umat Buddha menjadi landasan hidup umat Buddha agar
memiliki moral yang baik. Pañcasīla bertujuan untuk melatih kesadaran dan kewaspadaan
kita terhadap segala hal yang dapat memperlemah pengendalian diri. Jika kita
mempraktikkan Pañcasīla secara tekun dan konsisten, maka akan dapat meningkatkan
pengendalian diri. Dengan memiliki pengendalian diri, maka kedamaian dan kebahagiaan
dalam masyarakat akan terwujud serta menjadi titik awal kepada perkembangan spiritual
menuju Kebahagiaan Tertinggi (Nibbana).
Panna (Kebijaksanaan)
6
Kebijaksanaan dalam Buddhisme sering mengacu pada kata paññā. Mahavedalla Sutta
di Majjhima Nikāya memberikan petunjuk untuk memahami kata paññā. Secara
etimologi, paññā berasal dari dua kata yaitu pa + ñā. Kata pa merupakan awalan yang
mengacu pada tepat, penuh. Sementara kata ñā merupakan akar dengan bentuk verbalnya
sebagai “pājānāti” yang berarti untuk mengetahui, untuk memahami. Sehingga secara
harfiah paññā berarti untuk memahami atau untuk mengetahui secara penuh atau
tepat. Tanpa ada kebijaksanaan kita tidak akan bisa memahami ajaran Buddha. Ajaran
Buddha diperuntukkan oleh mereka yang bijaksana, bukan untuk orang yang bijaksana.
Oleh karena itu, berjuanglah untuk memperoleh kebijaksanaan karena memperoleh
kebijaksanaan merupakan kebahagiaan.
3. Dhammawijaya
7
Berasal dari kata Dharma dan Wijaya Dharma berarti pedoman pemerintah Wijaya yang
berarti kemenangan atau kejayaan sebagai arah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.
Dalam Konsep Dhammawijaya dijelaskan bahwa untuk meningkatkan hubungan
masyarakat yang demokratis dibutuhkan konsep masyarakat madani. Masyarakat madani
atau Civil society diartikan sebagai masyarakat sipil yang menjunjung tinggi nilai,
norma, hukum yang ditopang oleh penguasaan iman, ilmu dan teknologi yang
berperadaban. Isi dari konsep Dharmawijaya, yaitu:
1. Persamaan hak dan kebebasan bagi setiap orang untuk menjadi dirinya sendiri
(Dhammapada 380)
2. Kebebasan berpikir (Anguttara-nikayaI, 188-192)
3. Ia mematahkan otoritas dan monopoli seseorang atau segolongan orang atas kebenaran
(MajhimanikayaII, 171)
4. Ajarannya adalah adalah ajaran yang terbuka dan menghargai keterbukaan (Digha-
nikayaII, 100)
5. Pengambilan keputusan bersama, kemerdekaan mengeluarkan pendapat
(VinayaPitakaI, 115)
6. Memberi kesempatan bagi perbedaan pendapat dan kritik (Digha-nikayaI, 3)
4. Karaniya sutta
7
Karaniya Metta Sutta merupakan Sutta yang menggambarkan cinta kasih dan belas
kasihan kepada semua makhluk. Sutta ini pertama sekali di ucapkan langsung olehSang
Buddha kepada lima ratus orang murid-Nya yang diganggu oleh makhluk
yangmenyeramkan sewaktu mereka diperintahkan oleh Sang Buddha untuk melatih diri
dihutan. Untuk membantu para siswa-Nya, Sang Buddha kemudian mengucapkan
syairyang kemudian kita kenal dengan Karaniya Metta Sutta. Dengan bekal Karaniya
Metta Sutta ini, siswa Sang Buddha kemudian kembali ke hutan yang menjadi tempat
melatih diri mereka. Sejak itu, mereka tidak lagi dilihati/diganggu makhluk yang
menyeramkan.
8
Teks Karaniya Metta Sutta (bahasa Pali)
Karaṇīyam-attha-kusalena yantaṁ santaṁ padaṁ abhisamecca, Sakko ujū ca suhujū ca suvaco
cassa mudu anatimānī,
Santussako ca subharo ca appakicco ca sallahuka-vutti, Santindriyo ca nipako ca appagabbho
kulesu ananugiddho.
Na ca khuddaṁ samācare kiñci yena viññū pare upavadeyyum. Sukhino vā khemino hontu sabbe
sattā bhavantu sukhitattā.
Ye keci pāna-bhūtatthi tasā vā thāvarā vā anavasesā, Dīghā vā ye mahantā vā majjhimā rassakā
anuka-thūlā,
Ditthā vā ye aditthā ye ca dūre vasanti avidūre, Bhūtā vā sambhavesī vā sabbe sattā bhavantu
sukhitattā.
Na paro paraṁ nikubbetha nātimaññetha katthaci naṁ kanci, Byārosanā patīgha-saññā nāñña-
maññassa dukkham-iccheyya.
Mātā yathā niyaṁ puttaṁ āyusā eka-putta-manurakkhe, Evampi sabba-bhūtesu mānasam-
bhāvaye aparimānaṁ.
Mettañca sabba-lokasmim mānasam-bhāvaye aparimānaṁ, Uddhaṁ adho ca tiriyañca
asambādhaṁ averaṁ asapattaṁ.
Titthañcaraṁ nisinno vā sayāno vā yāva tassa vigata-middho, Etaṁ satiṁ adhittheyya
brahmametaṁ vihāraṁ idhamāhu.
Ditthiñca anupagamma sīlavā dassanena sampanno, Kāmesu vineyya gedhaṁ na hi jātu gabbha-
seyyaṁ punaretī ti.
Umat Awam Umumnya masyarakat akan memberikan label umat awam kepada orang
yang baru mempelajari suatu hal atau agama dalam konteks ini. Jika ada orang yang
cocok dengan ajaran Buddha dan mulai mempelajarinya , maka secara global itu
disebut umat awam.
Upasakkha dan Upasikkha Umat awam yang jika tadinya disepakati adalah orang
yang baru mengenal ajaran Buddha , maka upasakkha dan pandita adalah orang yang
sudah mendalami ajaran Buddha.Umat Buddha secara resmi adalah umat yang sudah
menyatakan berlindung pada Buddha , Dhamma , dan Sangha serta Menjalankan
Pancasila ataupun Atthasila.
Viharawan :
Bhikkhu dan Bhikkhuni sebelum menjadi seorang Bhikkhu ada fase dimana
disebut samanera (calon bhikkhu). Samanera menjalankan dasa sila. Dalam
kelompok ini , bhikkhu dan samanera tidak boleh berumah tangga. Konsep yang
menonjol adalah konsep tentang melepaskan kehidupan duniawi.
Definisi Budaya
Budaya adalah cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang
dan diiwariskan dari generasi ke generasi namun tidak turun temurun. Sedangkan kebudayaan
berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi
(budia atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
Budaya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang
cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Seseorang bisa berkomunikasi dengan
orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaan diantara mereka,
sehingga membuktikan bahwa budaya bisa dipelajari.
Pengaruh budaya India masuk ke Jawa karena adanya hubungan perdagangan di antara keduanya
yang terjalin sekitar abad ke-4 hingga abad ke-15. Awalnya Indonesia hanya memiliki ketua dan
pemimpin di setiap daerahnya, tidak ada sistem kerajaan. Diawali dengan datangnya budaya
India yang berbentuk kerajaan, maka beralihnya pemimpin kepala suku menjadi raja. Sistem
kerajaan merupakan pengaruh budaya dari India.
Pengaruh budaya India dalam bidang kesenian di Indonesia dapat kita lihat pada senin bangunan,
seni ukir dan seni patung. Bangsa India mengenalkan konsep candi, relief dan arca kepada
masyarakat Indonesia. Contoh akulturasi kesenian antara India dan Indonesia terlihat dari candi
Indonesia yang berbentuk punden berundak
Candi Cangkuang adalah salah satu Candi yang ada di Indonesia, Candi ini juga pertama kali
ditemukan di Tatar Sunda serta merupakan satu-satunya Candi Hindu di Tatar Sunda. Candi
ini bersebelahan dengan makam Embah Dalem Arief Muhammad, sebuah makam kuno
pemuka agama Islam yang dipercaya sebagai leluhur penduduk Desa Cangkuang. Nama dari
Candi ini diambil dari nama desa tempat Candi ini berada. Selain itu, Candi Cangkuang ini
terdapat di sebuah pulau kecil yang bentuknya memanjang dari barat ke timur dengan luas
16,5 ha. Pulau kecil ini terdapat di tengah danau Cangkuang. Bangunan Candi Cangkuang
yang sekarang merupakan hasil dari pemugaran yang diresmikan pada tahun 1978, bangunan
asli Candi ini hanya sekitar 40 persen. Sehingga bentuk asli Candi Cangkuang ini tidak
diketahui.
Candi ini bercorak agama Hindu yang diduga dibangun pada masa-masa akhir era Majapahit.
Candi ini berada di lereng Gunung Lawu pada ketinggian 1496 m diatas permukaan laut.
Kompleks Candi ini digunakan oleh penduduk setempat dan juga peziarah yang beragama
Hindu sebagai tempat pemujaan, selain itu Candi ini juga merupakan tempat pertapaan bagi
kalangan penganut kepercayaan asli Jawa atau Kejawen.
Candi Dieng adalah salah satu Candi yang ada di Indonesia dimana Candi Hindu abad ke-7
ini terletak di Dataran Tinggi Dieng. Dataran tinggi ini adalah tempat berdirinya delapan
Candi Hindu kecil yang merupakan salah satu bangunan keagamaan tertua yang masih
bertahan yang pernah dibangun di Jawa. Nama sebenarnya dari Candi ini, sejarah dan raja
yang bertanggung jawab atas pembangunan Candi-candi ini tidak diketahui. Hal ini
dikarenakan kelangkaan data dan prasasti yang terkait dengan pembangunan Candi-candi ini.
Para penduduk Jawa lokal pun menamai setiap Candi sesuai dengan tokoh Wayang Jawa
yang kebanyakan diambil dari epos Mahabharata.
4. Candi Gedong Songo – Semarang, Jawa Tengah
Candi Gedong Songo adalah nama sebuah kompleks bangunan Candi peninggalan Hindu
yang terletak di lereng Gunung Ungaran. Di kompleks Candi ini terdapat sembilan buah
Candi yang memiliki pemandangan alam yang indah. Selain itu, objek wisata ini juga
dilengkapi dengan pemandian air panas dari mata air yang mengandung belerang, area
perkemahan dan wisata.
5. Candi Gunung Sari – Magelang, Jawa Tengah
Candi Gunung Sari adalah salah satu Candi yang ada di Indonesia, Candi Hindu Siwa ini
berada di puncak Bukit Sari yang tidak jauh dari Candi Gunung Wukir. Candi Gunung Sari
ini diduga merupakan peninggalan abad ke-6 hingga ke-8 yang membuatnya menjadi Candi
tertua di tanah Jawa, lebih tua dari Candi Borobudur dan Candi Prambanan.
6. Candi Gunung Wukir – Magelang, Jawa Tengah
Candi ini berada di atas Bukit Wukir yang oleh masyarakat sekitar disebutGunung Wukir.
Candi ini merupakan Candi tertua yang dapat dihubungkan dengan angka tahun. Berdasarkan
prasasti Canggal yang ditemukan pada tahun 1879 di reruntuhan, Candi ini didirikan pada
saat pemerintahan Raja Sanjaya dari zaman Kerajaan Mataram Kuno yaitu pada tahun 732
M. Bangunan Candi ini terbuat dari jenis batu andesit setidaknya terdiri dari satu Candi induk
dan tiga Candi Perwara. Di kompleks Candi ini tak hanya ada prasasti saja namun juga lingga
yoni dan arca lembu (Nandi).
7. Candi Jago – Malang, Jawa Timur
Menurut kitab Negarakertagama nama Candi Jago sebenarnya berasal dari kata “Jajaghu”
yang didirikan pada masa Kerajaan Singhasari pada abad ke-13. Jajaghu sendiri artinya
adalah “Keagungan”. Candi ini cukup unik karena bagian atasnya hanya tersisa sebagian dan
menurut cerita setempat karena tersambar petir. Di Candi ini terdapat relief-relief
Kunjarakarna dan Pancatantra dan seluruh bangunan Candi ini tersusun atas bahan batu
andesit.
8. Candi Prambanan – Sleman, Yogyakarta
Candi Prambanan atau Candi Roro Jonggrang adalah kompleks Candi Hindu terbesar di
Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti
yaitu Dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai Dewa pencipta, Wisnu sebagai Dewa
pemelihara dan Siwa sebagai Dewa pelebur. Candi ini termasuk Situs Warisan Dunia
UNESCO, Candi Hindu terbesar di Indonesia sekaligus salah satu Candi terindah di Asia
Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan ramping sesuai dengan arsitektur
Hindu pada umumnya dengan Candi Siwa sebagai Candi Utama yang memiliki ketinggian
mencapai 47 meter menjulang di tengaj kompleks gugusan Candi-Candi yang lebih kecil.
Menurut prasasti Siwagrha, Candi ini mulai dibangun pada tahun 850 masehi oleh Rakai
Pikatan dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu pada masa
Kerajaan Medang Mataram.
9. Candi Penataran – Blitar, Jawa Timur
Candi Penataran adalah salah satu Candi yang ada di Indonesia, dimana Candi ini termegah
dan terluas di Jawa Timur yang terletak di lereng barat daya Gunung Kelud. Dari prasasti
yang tersimpan di bagian Candi, diperkirakan Candi ini dibangun pada masa Raja Srengga
dari Kerajaan Kediri sekitar tahun 1200 Masehi dan berlanjut digunakan sampai masa
pemerintahan Wikramawardhana, Raja Majapahit sekitar tahun 1415. Pada kitab
Desawarnana atau Nagarakertagama yang ditulis pada tahun 1365, Candi ini disebut sebagai
bangunan suci “Palah” yang dikunjungi Raja Hayam Wuruk dalam perjalanan kerajaan
bertamasya berkeliling Jawa Timur.
10. Candi Sukuh – Karanganyar, Jawa Tengah
Candi Sukuh adalah sebuah kompleks Candi Hindu yang ada di Indonesia. Candi ini
memiliki bentuk yang kurang lazim karena penggambaran alat-alat kelamin manusia secara
eksplisit pada beberapa figurnya. Bangunan Candi Sukuh ini memberikan kesan keserhanaan
yang mencolok pada para pengunjung. Kesan yang didapatkan dari Candi ini sungguh
berbeda dengan Candi-candi besar di Jawa Tengah lainnya. Bentuk bangunan Candi Sukuh
cenderung mirip dengan peninggalan budaya Maya di Meskiko atau peninggalan budaya Inca
di Peru.
11. Candi Borobudur – Magelang, Jawa Tengah
Candi Borobudur adalah salah satu Candi yang ada di Indonesia, dimana Candi ini berbentuk
stupa yang didirikan oleh para penganut agama Budha Mahayana sekitar tahun 800-an
Masehi pada masa pemerintahan Wangsa Syailendra. Candi Borobudur ini menjadi Candi
Budha terbesar di dunia dan salah satu monumen Budha terbesar di dunia. Candi ini terdiri
dari enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar
pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Budha.
Candi Borobudur ini memiliki koleksi relief Budha terlengkap dan terbanyak di dunia.
12. Candi Brahu – Mojokerto, Jawa Timur
Candi satu ini terletak di dalam kawasan situs arkeologi Trowulan, bekas ibu kota Majapahit.
Nama Candi ini yaitu “Brahu” yang diduga berasal dari kata wanaru atau warahu. Nama ini
didapat dari sebutan sebuah bangunan suci yang disebut dalam Prasasti Alasantan. Candi
Brahu ini dibangun dengan batu bata merah menghadao ke arah barat dan berukuran panjang
sekitar 22,5 m dengan lebar 18 m dan berketinggian 20 meter.
13. Candi Banyunibo – Sleman, Yogyakarta
Candi Banyunibo ini berada tidak jauh dari Candi Ratu Boko, Candi ini dibangun sekitar
abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Pada bagian atas Candi ini terdapat sebuah
stupa yang merupakan ciri khas agama Budha. Candi ini termasuk bangunan suci Budha
yang cukup kaya akan hiasan, hampir setiap bagian Candi diisi dengan berbagai macam
hiasan dan relief.
14. Candi Bahal – Padang Lawas, Sumatera Utara
Candi Bahal adalah kompleks Candi Budha aliran Vajrayana, Candi ini terbuat dari bahan
batu bata merah dan diduga berasal dari abad ke-11. Candi ini memiliki tiga bangunan kuno
yaitu Biaro Bahal I, II dan III. Bangunan Candi ini saling berhubungan dan terdiri dalam satu
garis yang lurus.
15. Candi Jabung – Probolinggo, Jawa Timur
Candi Jabung adalah salah satu Candi yang ada di Indonesia, Candi Hindu ini merupakan
peninggalan Kerajaan Majapahit. Struktur bangunan Candi ini hanya dari bata merah yang
mampu bertahan ratusan tahun. Arsitektur bangunan Candi ini hampir sama dengan Candi
Bahal yang ada di Bahal, Sumatra Utara. Candi Jabung ini berdiri di sebidang tanah
berukuran 35 meter x 40 meter, pemugaran secara fisik pada tahun 1983 – 1987. Penataan
lingkungan luasnya bertambah 20,042 meter persegi dan terletak pada ketinggian 8 meter di
atas permukaan air laut. Candi ini terdiri dari dua bangunan utama yang terdiri dari satu
bangunan besar dan satu bangunan kecil yang biasa disebut Candi Sudut.
16. Candi Kalasan – Slema, Yogyakarta
Candi Kalasan adalah sebuah bangunan Cagar Budaya yang dikategorikan sebagai Candi
Budha. Candi ini memiliki 52 stupa dan berada di sisi selatan jalan raya antara Yogyakarta
dan Solo. Pada awalnya hanya Candi Kalasan ini yang ditemukan pada kawasan situs ini,
namun setelah digali lebih dalam ditemukan lebih banyak lagi bangunan-bangunan
pendukung di sekitar Candi ini. Selain Candi Kalasan dan bangunan-bangunan pendukung
lainnya ada juga tiga buah Candi kecil di luar bangunan Candi Utama berupa stupa.
17. Candi Mendut – Magelang, Jawa Tengah
Candi Mendut adalah Candi bercorak Budha yang didirikan semasa pemerintahan Raja Indra
dari dinasti Syailendra. Bahan bangunan Candi ini sebenarnya adalah batu bata yang ditutupi
dengan batu alam. Bangunan ini terletak pada sebuah basement yang tinggi sehingga tampak
lebih anggun dan kokoh. Tangga naik dan pintu masuk menghadap ke barat daya. Di atas
basement terdapat lorong yang mengelilingi tubuh Candi, atapnya bertingkat tiga dan dihiasi
dengan stupa-stupa kecil berjumlah 48 buah.
18. Candi Muara Takus – Kampar, Riau
Candi Muara Takus adalah salah satu Candi yang ada di Indonesia, Candi ini dikelilingi
dengan tembok berukuran 74 x 74 meter yang terbuat dari batu putih dengan tinggi tembok
sekitar 80 cm. Di luar areanya juga terdapat tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer. Di
dalam kompleks ini terdapat beberapa bangunan Candi yang disebut dengan Candi
Sulung/Tua, Candi Bungsi, Mahligai Stupa dan Palangka. Pada tahun 2009, Candi Muara
Takus dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO.
19. Candi Pawon – Magelang, Jawa Tengah
Candi Pawon adalah sebuah Candi yang berada dianatar Candi Mendut dan Candi
Borobudur. Di dalam bilik Canci ini sudah tidak ditemukan lagi arca sehingga sulit
mengidentifikasikannya lebih jauh. Hal yang menarik dari Candi Pawon ini adalah ragam
hiasnya. Dinding-dinding luar candi dihias dengan relief pohon hayati (kalpataru) yang diapit
pundi-pundi dan kinara-kinari.
20. Candi Sewu – Sleman, Yogyakarta
Candi Sewu adalah Candi Budha yang dibangun pada abad ke-8, Candi Sewu ini menjadi
kompleks Candi Budha terbesar kedua setelah Candi Borobudur. Candi ini berusia lebih tua
daripada Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Meskipun aslinya memiliki 249 Candi
oleh masyarakat setempat Candi ini dinamakan Sewu yang berarti seribu dalam bahasa Jawa.
Penamaan ini berdasarkan kisah legenda Loro Jonggrang.
Mpu Tantular adalah seorang pujangga ternama Sastra Jawa. Ia hidup pada pemerintahan raja
Hayam Wuruk. Tantular adalah seorang penganut agama Buddha, tetapi ia orangnya terbuka
terhadap agama lainnya, terutama agama Hindu-Siwa. Salah satu karyanya adalah Kitab
Sutasoma dan Kakawin Arjunawijaya.
Kitab Sutasoma ditulis oleh Mpu Tantular sekitar akhir abad ke-14, tepatnya saat era keemasan
Kerajaan Majapahit. Dalam riwayatnya, kakawin ini ditulis dalam bahasa Jawa kuno. Kitab
Sutasoma berisi kisah upaya Sutasoma sebagai titisan Sang Hyang Buddha untuk menegakkan
dharma. . Sutasoma adalah putra Prabu Mahaketu dari Kerajaan Astina yang lebih menyukai
memperdalam ajaran Buddha Mahayana daripada harus menggantikan ayahnya menjadi raja.
Dengan melakukan semedi di suatu candi. Sutasoma mendapatkan anugerah dan pergi ke
pegunungan Himalaya. Sekembalinya dari sana, Sutasoma dinobatkan sebagai raja bergelar
Prabu Sutasoma. Kata Bhinneka Tunggal Ika diambil kutipan kitab Sutasoma. Bhinneka Tunggal
Ika merupakan semboyan yang melekat pada lambing Garuda yang bermakna berbeda-beda
tetapi tetap satu. Dalam Kitab Sutasoma, Mpu Tantular menyebutkan bahwa Bhinneka Tunggal
Ika dijadikan sebagai titik temu agama-agama yang berbeda di Nusantara. Kitab ini
menggambarkan toleransi beragama yang sudah lama terjalin di Kerajaan Majapahit. Semangan
toleransi ini kemudian dijadikan semboyan bangsa Indonesia.
Cetasika adalah faktor batin atau penyerta batin, yaitu fenomena batin yang bersekutu dengan
kesadaran.
Kontak merupakan faktor batin yang pekerjaannya seperti sebuah pilar yang bertindak
sebagai pendukung yang kuat untuk struktur gedung secara keseluruhan.
2. Vedana = perasaan
Perasaan merupakan padanan kata yang lebih tepat untuk vedana dibandingkan dengan
sensasi seperti yang dijumpai. Seperti halnya kontak, perasaan merupakan sebuah kekayaan
penting bagi setiap kesadaran.
3. Sanna = pencerapan/persepsi
Karakteristik utama dari sanna ini adalah kognisi atas objek dengan cara menandai seperti
biru, hitam, dsb.
4. Cetana = kehendak
Merupakan faktor batin yang berfungsi didalam koordinasi dan akumulasi. Cetana
mengkoordinasikan faktor faktor batin yang berhubungan dengannya dalam berespons
terhadap objek. Cetana memegang peranan penting didalam semua jenis aksi, baik moral
maupun immoral.
Merupakan faktor batin yang mengkonsentrasikan batin terhadap satu objek. Faktor batin ini
membuat kokoh batin di dalam mengalami obyek.
7. Manasikara = perhatian
Faktor batin yang mengarahkan faktor batin lainnya kepada objek secara spontan
2. Akusala Cetasika 14
a. Mocatuka cetasika : 4 cetasika kelompok Moha
14. Moha cetasika = kebodohan batin/kegelapan batin, faktor batin yang menyebabkan batin
tidak dapat melihat objek secara jelas dan membutakan batin sehingga tidak dapat
melihat jelas kusala maupun akusala.
15. Ahirika cetasika = tidak malu akan kejahatan, faktor batin yang menyebabkan batin tidak
malu berbuat jahat
16. Anottappa cetasika = tidak takut akibat perbuatan jahat, faktor batin yang menyebabkan
batin tidak menyadari akibat perbuatan jahat.
17. Uddhacca cetasika = kegelisahan/ketenangan batin, faktor batin yang tidak dapat
memegang objek dengan baik.
b. Lotika cetasika = 3 cetasika kelompok Lobha :
18. Lobha cetasika = keserakahan, faktor batin yang menyebabkan terikat terhadap objek
19. Ditthi cetasika = pandangan. Ditti diartikan pandangan keliru.
20. Mana cetasika = kesombongan, faktor batin yang menginduksi makhluk dalam
perbandingan diri yang lebih rendah, lebih tinggi atau membandingkan sama dengan
makhluk lainnya.
c. Docatuka cetasika = 4 cetasika kelompok Dosa
21. Dosa cetasika = kebencian, faktor batin yang menolak objek
22. Issa cetasika = faktor batin yang menyebabkan iri/cemburu terhadap objek
23. Macchariya cetasika = kekikiran faktor batin
24. Kukkucca cetasika = kekhawatiran, faktor batin penyesalan terhadap perbuatan yang
telah dilakukan
d. Thina-Middha cetasika 2 :
25. Thina cetasika = kemalasan, kesakitan batin
26. Middha cetasika = kelambanan, tidak aktif, inert, berlawanan dengan viriya
27. Vicikiccha cetasika = keraguan, skeptis
3. Sobhana cetasika 25 ( 25 faktor batin yang indah ) :
a. Sobhanasadharana cetasika 19 ( 19 faktor batin indah yang terdapat di semua jenis
Kusala Citta)
b. Virati cetasika 3 ( 3 faktor batin yang bertanggung jawab didalam 3 jenis pantangan
c. Appamanna cetasika 2 (2 faktor batin tanpa batas)
d. Pannindria cetasika 1 ( 1 faktor batin kebijaksanaan )
c. Appamanna cetasika 2 = faktor batin tanpa batas. Faktor batin ini disebut juga
sebagai brahma vihara.
50. Karuna cetasika = faktor batin yg bertanggung jawab terhadap sikap belas kasihan
terhadap semua makhluk yg menderita
51. Mudita cetasika = faktor batin yg bertanggung jawab terhadap sikap ‘appreciate’ akan
kusala kamma / kusala vipaka yg terjadi pada makhluk lain.
d.
52. Pannindriya cetasika = faktor batin bijaksana di dlm memandang hakekat sesungguhnya
segala sesuatu.
1. Politik
Politik adalah kegiatan yang berhubungan dengan kendali pembuatan keputusan publik
dalam masyarakat tertentu di wilayah tertentu. Politik juga bisa dibilang sebagai usaha
untuk mencapai hidup bermasyarakat yang lebih baik.
2. Ilmu politik
Menurut Prof.Moh Yamin, Ilmu politik adalah ilmu pengetahuan masyarakat yang
mempelajari tentang masalah kekuasaan dalam masyarakat, sifat hakekatnya, dasar-
dasar, proses berlangsungnya, luas lingkungannya, dan hasil akibatnya.
3. Cakkavattisihanada Sutta
Cakkavattisihanada Sutta adalah bagian dari kitab Digha Nikaya, salah satu dari ;ima
koleksi besar ajaran Buddha yang terdapat dalam kanon Pali yang merupakan salah satu
sumber utama ajaran Buddha Theravada.
Sutta ini mengisahkan percakapan antara Buddha Gautama dengan seorang penganut
bernama Potthapada. Isi utama dari sutta tersebut adalah penjelasan tentang gagasan
Cakkavatti yang merupakan salah satu konsep agama Buddha. Cakkavatti adalah seorang
penguasa yang diberikan kekuatan oleh dewa dan memiliki kemampuan untuk memimpin
dunia dengan adil dan bijaksana. Ia juga sosok yang mampu menciptakan kedamaian dan
kesejahteraan didunia.
Dalam sutta ini, Buddha menjelaskan ciri dan tanda datangnya seorang Cakkavatti dan
dampak positif darinya. Namun, Buddha juga menegaskan bahwa pencapaian pemutaran
cakrawala bukan solusi akhir bagi penderitaan manusia karena penderitaan akhirnya akan
terus berlanjut dalam siklus kelahiran dan kematian yang tak terputus kecuali, seseorang
dapat mencapai nirwana.
4. Kutadanta Sutta
Kutadanta sutta adalah salah satu bagian dari Kitab Digha Nikaya. Sutta ini mengisahkan
tentang percakapan Buddha Gautama dengan seorang Brahmana bernama Kutadanta.
Kutadanta adalah seorang brahmana yang ingin mengadakan upacara pengorbanan besar
(yajna) untuk mencari pemecahan dari masalah sosial dan politik yang sedang terjadi di
kerajaannya.
Sutta ini mengilustrasikan konsep penting dalam ajaran Buddha tentang pengorbanan
yang benar dan pemahaman yang mendalam tentang karma. Dalam sutta ini, seorang raja
bernama Kutadanta ingin melakukan korban besar-besaran untuk mendapatkan
kesejahteraan bagi kerajaannya. Namun, Buddha mengajarkan bahwa pengorbanan yang
benar bukan terbatas tindakan fisik namun juga pemahaman yang mendalam tentang
moral dan kebijaksanaan.
6. Sigalovada Sutta
Sigalovada sutta adalah sutta yang ditemukan dalam Vinaya Pitaka (salah satu bagian
dari Tipitaka). Sutta ini menggambarkan ajaran Buddha kepada seorang pemuda bernama
Sigala. Dalam sutta ini, Buddha memberikan nasihat tentang etika dan tanggung jawab
sosial dalam kehidupan sehari-hari. Sutta ini menguraikan berbagai kewajiban dan
hubungan sosial yang penting dalam kehidupan sehari-hari, mengajarkan nilai-nilai
seperti kejujuran, kerja keras, dan penghormatan terhadap yang lebih tua.
BAB IX HUKUM
Hukum adalah kumpulan peraturan yang terdiri atas norma dan sanksi-sanksi. Hukum
merupakan keseluruhan kaedah-kaedah serta asas-asas yang mengatur ketertiban yang meliputi
lembaga-lembaga dan proses-proses guna mewujudkan berlakunya kaedah itu sebagai kenyataan
dalam masyarakat.