Anda di halaman 1dari 19

KETUHANAN YANG MAHA ESA

DALAM AJARAN BUDDHA

1. Saddha (Keimanan)
Saddha atau Sradha mempunyai arti kata keyakinan. Keyakinan
disini bukan berarti kepercayaan yang membabi buta atau asal
percaya saja, akan tetapi suatu Keyakinan yang didasarkan pada
pengertian yang muncul karena bertanya dan
menyelidiki(Vimamsaka Sutta, MN)
Keyakinan itu muncul karena pengertian, maka keyakinan umat
Buddha pada sesuatu yang diyakini adalah tidak sama
kualitasnya. Tidak ada pengertian yang sama dari orang yang
berbeda-beda, akibatnya kualitas keyakinan setiap individu
berbeda. Contohnya: walaupun sama-sama siswa SMA beragama
Buddha, namun karena pengetahuan dan pengertian seorang
siswa tentang agama Buddha tidak sama dengan temannya, maka
hal ini mengakibatkan kualitas keyakinan mereka berbeda.
1. 1. Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
1. 2. Keyakinan terhadap Tri Ratna/ Tiratana
1. 3. Keyakinan terhadap adanya Bodhisattva,
Arahat dan Dewa
1. 4. Keyakinan terhadap Hukum Kesunyataan
1. 5. Keyakinan terhadap Kitab Suci
1. 6. Keyakinan terhadap Nirvana/Nibbana

2. Puja (bakti, ketaqwaan)


Upacara pemujaan atau penghormatan kepada sesuatu atau benda
yang dianggap suci maupun keramat.
Dalam agama Buddha, kata Puja berbeda arti, makna, cakupan,
serta penulisannya.
2. 1. Amisa Puja dan Patipati Puja
Amisa Puja, artinya menghormat dengan materi atau
benda, misalnya dengan mempersembahkan bunga, lilin,
cendana/dupa, dsb.
Amisa Puja dilaksanakan bermula dari kebiasaan
bhikkhu Ananda yang setiap hari mengatur tempat tidur,
membersihkan tempat tinggal, membakar dupa, menata
bunga dan lain-lain, mengatur penggiliran umat untuk
menemui atau menyampaikan dana makanan kepada
Sang Buddha.
Patipati Puja, artinya menghormat dengan
melaksanakan dhamma (ajaran), mempraktekkan sila,
samadhi, dan panna.
Kebaktian merupakan salah satu praktik Patipati Puja.
Patipati Puja merupakan cara menghormati yang paling
tinggi kepada Buddha. Dengan melaksanakan ajaran
Buddha, berarti telah menghormati Buddha. Seperti
kisah bhikkhu Atadata yang berusaha keras mencapai
arahat sebelum Sang Buddha parinibbana.
2. 2. Sarana Puja
Sikap batin dalam melaksanakan Puja: puja dapat
dilakukan secara perorangan atau kelompok, maka yang
melaksanakan puja perlu mempersiapkan batinnya untuk
dipusatkan kepala objek tertinggi, yaitu: Triratna
(Buddha, Dhamma, dan Sangha)
Buddha dihormati sebagai objek tertinggi karena kata
Buddha yang dimaksud adalah mencakup pengertian
pencapaian penerangan sempurna. Buddha adalah
penemu jalan kesucian, guru, dan penunjuk ke jalan
kesucian. Dhamma dihormati sebagai objek tertinggi
sebagai kebenaran mutlak yang telah ditemukan oleh
Buddha.

2. 2. 1. Paritta, Sutra, Dharani dan Mantra


Paritta secara bahasa berarti perlindungan, dan isi
paritta biasanya berupa syair-syair dalam bahasa Pali.
Paritta dipercaya dapat menenangkan jiwa karena setiap
bunyi paritta memiliki efek getaran yang dapat
meredakan kegelisahan dan menimbulkan ketenangan
pikiran serta membawa kedamaian secara menyeluruh.
Sutta mempunyai pengertian penguntai atau
penyambung bersama-sama adalah menghubungkan
seluruh pengertian yang dibicarakan untuk membuat
suatu Sutta, bagaikan seutas benang yang digunakan
untuk menguntai atau menyambung seluruh pengertian
secara bersama-sama.
Dharani adalah bentuk yang lebih singkat dari Sutta.
Bentuk yang lebih kecil dari Dharani adalah mantra.
Keduanya ini tidak dapat dipahami, dibayangkan atau
digambarkan, tetapi dapat dirasakan kekuatannya.

2. 2. 2. Vihara ( Uposathagara, Dhammasala,


Kuti, Perpustakaan dan Pohon Bodhi)
Tempat pelaksanaan Puja yang merupakan kompleks
bangunan mempunyai sarana lengkap, yang meliputi:
Uposathagara (gedung Uposatha): memiliki
kegunaan sebagai tempat untuk melaksanakan
upacara pentabisan bhikkhu/bhikkhuni.
Samanera/samaneri: tempat mempersembahkan
jubah Kathina
Tempat membacakan Patimokkha: tempat membahas
pelanggaran yang dilakukan bhikkhu/bhikkhuni
Dhammasala: tempat untuk mendengarkan dhamma
dan juga tempat untuk melaksanakan puja bakti
Kuti: tempat bhikkhu/bhikkhuni berdiam atau tinggal
Perpustakaan: tempat untuk menyimpan satu set
Tripitaka

2. 2. 3. Cetya atau altar


Cetya adalah bangunan yang lebih kecil daripada vihara,
yang biasanya hanya terdapat bhakti sala untuk
melaksanakan kebaktian. Ada beberapa macam cetya:
Dhamma Cetya: memiliki satu set Tripitaka lengkap
Dhatu Cetya: memiliki relik Buddha
Paribhoga Cetya: memiliki barang-barang
peninggalan Buddha
Uddesika Cetya: hanya memiliki gambar Buddha
ataupun rupang Buddha
Altar merupakan tempat meletakkan simbol-simbol atau
lambang-lambang kesucian agama Buddha, seperti:
Patung Buddha, melambangkan penghormatan
kepada Sang Buddha
Lilin, melambangkan penerangan dhamma Sang
Buddha
Dupa/hio, melambangkan keharuman dhamma Sang
Buddha
Bunga, melambangkan anicca atau ketidakkekalan
Air, yang dianggap memiliki sifat-sifat seperti: dapat
membersihkan noda-noda, dapat memberikan tenaga
kepada makhluk-makhluk, dapat menyesuaikan diri
dengan semua keadaan, selalu mencari tempat yang
rendah (tidak sombong)
Buah, melambangkan buah dari kamma-kamma kita,
selain itu juga sebagai lambang dari rasa terima kasih

2. 2. 4. Stupa
Bentuk stupa melambangkan pikiran terpusat. Stupa
merupakan tempat untuk menyimpan relik Buddha atau
para arahat.

2. 3. Hari Raya Agama Buddha


2. 3. 1. Magha Puja
Magha adalah nama bulan lunar yang jatuh pada bulan
Februari, dan kebaktian untuk memperingati peristiwa di
bulan Magha ini disebut Magha Puja. Hari Besar Magha
memperingati suatu peristiwa yang terjadi pada purnama
sidhi di bulan Magha, peristiwa itu adalah:
disabdakannya Ovadha Patimokkha, inti ajaran Sang
Buddha, dan etika pokok para bhikkhu. Sabda Sang
Buddha dibabarkan di Viahara Veluvana di Rajagaha,
dihadapan 1.250 arahat. Kesemua arahat tersebut
ditahbiskan sendiri oleh Sang Buddha (Ehi Bhikkhu).
Kehadiran para arahat tersebut tanpa diundang dan tanpa
ada perjanjian satu dengan lainnya terlebih dahulu.

2. 3. 2. Waisak
Hari Raya Waisak pada umumnya jatuh pada
purnamasidhi di bulan Mei, namun kadang kala pada
hari-hari pertama bulan Juni bila jatuh pada tahun
kabisat lunar. Hari Waisak memperingati Tiga Peristiwa
Agung, yaitu:
Lahirnya Bodhisattva (calon Buddha) di Taman
Lumbini, Nepal, pada tahun 623 S. M.
Pengeran Sidharta, yang kemudian menjadi pertapa
di bawah Pohon Bodhi di Buddha-Gaya, India,
dengan kekuatan sendiri mencapai penerangan agung
dan menjadi Buddha
Sesudah 45 tahun lamanya mengembara dan
memberi pelayanan dhamma kepada umat manusia
dan para dewa, Sang Buddha wafat atau parinibbana
pada usia 80 tahun di Kusinara, India, pada tahun 543
S. M.
2. 3. 3. Asadha
Asadha adalah nama bulan kedelapan, dari bahasa
Sansekerta. Sedangkan bahasa Pali-nya adalah Asalha.
Kebaktian untuk memperingati Hari Besar Asadha
disebut Asadha Puja/Asalha Puja. Hari besar Asadha
diperingati dua bulan setelah Hari Raya Waisak.
Biasanya jatuh pada bulan Juli, guna memperingati
kejadian yang menyangkut kehidupan Sang Buddha dan
ajaranNya, yaitu:
1. Untuk pertama kali Sang Buddha membabarkan
dhamma kepada 5 pertapa. Bertempat di Taman Rusa
Isipatana, dekat Vanasari, India, pada purnama sidhi
di bulan Asalha. Khotbah pertama Sang Buddha ini
terdapat dalam Kitab Suci Tipitaka dengan nama
Dhammacakkappavattana Sutta.
2. Kelima pertapa itu adalah Asajji, Mahanama,
Kondanna, Bhadiya, Vappa. Dengan adanya 5 pertapa
yang menjadi murid Sang Buddha, maka kemudian
terbentuklah Sangha. Dengan demikian, lengkaplah
tiga perlindungan umat Buddha, yaitu: Buddha,
Dhamma, dan Sangha atau yang disebut Tiratana (tiga
perlindungan)

2. 3. 4. Kathina
Pada purnama sidhi tiga bulan setelah Hari Besar
Asadha, yang jatuh kira-kira pada bulan Oktober-
November, para bhikkhu telah menyelesaikan masa
Vassa, para umat melakukan persembahan jubah
Kathina pada Sangha. Persembahan tersebut dilakukan
sebagai ungkapan rasa terima kasih umat kepada
bhikkhu yang telah melakukan Vassa di daerah mereka.

2. 3. 5. Hari Raya Buddhis Mahayana


1. Upacara hari lahirnya Pangeran Siddharta yang jatuh
pada tanggal 8 bulan 4 penanggalan lunar. Biasanya
pada hari tersebut diadakan puja bhakti pencurahan air
bunga pada rupang bayi Pangeran Siddharta.
2. Hari-hari besar Buddha dan Bodhisatva lainnya, di
antaranya: hari besar Bhaisajaguru Buddha (akhir bulan
9 penanggalan lunar), Amitabha Buddha (tanggal 17
bulan 11 penanggalan lunar), Maitreya Bodhisatva
(tanggal 1 bulan 1 penanggalan lunar) bertepatan
dengan tahun baru Imlek, Avalokitesvara Bodhisatva
(tanggal 19 bulan 2, 6, dan 9 penanggalan lunar),
Mahastmaprapta Bodhisatva (tanggal 3 bulan 7
penanggalan lunar), Ksitigarbha Bodhisatva (akhir
bulan 7 penanggalan lunar).
3. Hari Ulambana, yang dalam tradisi Theravada disebut
Kathina, yaitu hari persembahan empat kebutuhan
pokok kepada anggota Sangha.
3. Buddha, Bodhisattva dan Arahat
Secara etimilogi, Bodhisattva terdiri dari kata bodhi; suci dan
satwa; makhluk. Jadi, Bodhisattva berarti makhluk suci.
Secara harfiah, Bodhisattva berarti orang yang hakikat atau
tabiatnya adalah bodhi (hikmat) yang sempurna. Orang yang
mempersiapkan diri untuk mencapai tingkat Buddha.
Bodhisattva berdasarkan sifatnya:
Bodhisattva Saddhadika ialah Bodhisattva yang di dalam
usahanya untuk mencapai tingkat ke-Buddha-an lebih
mengutamakan keyakinan (saddha) terhadap dhamma yang
diajarkan oleh Buddha. Dengan mengembangkan
keyakinan terhadap apa yang diajarkan oleh Buddha, maka
tercapailah tingkat Buddha.
Bodhisattva Viriyadika ialah Bodhisattva yang di dalam
usahanya untuk mencapai tingkat ke-Buddha-an, lebih
mengutamakan pengabdian kepada penderitaan semua
makhluk dengan kemauan keras. Sebelum Mahayana
timbul, pengertian Bodhisattva sudah dikenalkan juga
kepada Buddha Gautama sebelum beliau menjadi Buddha.
Di situ Bodhisattva berarti orang yang sedang dalam
perjalanan untuk mencapai hikmat yang sempurna, yaitu
orang yang akan menjadi Buddha. Jadi, semula
Bodhisattva adalah sebuah gelar bagi tokoh yang
ditetapkan untuk mencapai Buddha.
Arahat adalah orang yang telah berhasil membebaskan diri
dari dukkha mencapai tingkat kesucian tertinggi arahat juga
merupakan orang yang sudah bebas dari segala keinginan
untuk dilahirkan kembali, baik dalam dunia yang tidak
berbentuk maupun dunia yang berbentuk, ia juga sudah
terbebas dari segala ketinggian hati, kebenaran diri dalam
ketidaktahuan.
Proses tercapainya tingkat kesucian arahat adalah terlebih
dahulu harus menjadi Bodhisattva Saddhadika, setelah itu
dalam usahanya lebih mengutamakan keyakinan terhadap
dhamma yang diajarkan oleh Buddha Gautama dan akhirnya
tercapailah penerangan sempurna. Ini disebut dengan Savaka
Bodhi dan kemudian menjadi Savaka Buddha atau disebut
juga arahat.

4. Dhammaniyama
4. 1. Utu Niyama
Dunia materi terbentuk dari empat unsur utama (mahabhuta),
yaitu: unsur pathavi (secara harfiah berarti tanah)
merupakan unsur yang bersifat luasan dan liat, yang
berfungsi menjadi unsur basis lainnya; unsur apo (secara
harfiah berarti air) merupakan unsur yang bersifat kohesif
(ikat-mengikat) dan dapat menyesuaikan diri, yang berfungsi
memberikan sifat mengikat pada unsur lainnya; unsur tejo
(secara harfiah berarti api) merupakan unsur yang bersifat
panas, yang memberikan unsur panas dan dingin pada unsur
lainnya. Karena unsur ini, semua materi dapat dihasilkan
kembali untuk tumbuh dan berkembang setelah mencapai
kematangan; unsur vayo (secara harfiah berarti udara)
merupakan unsur yang bersifat gerakan dan memberikan
fungsi gerak pada unsur lainnya. Unsur gerak ini membentuk
kekuatan dan tolakan pada semua materi.

4. 1. 1. Alam Semesta
4. 1. 2. Kejadian Bumi dan Manusia
4. 1. 3. Kehancuran Bumi
4. 2. Bija Niyama
Bija berarti benih, dimana tumbuhan tumbuh dan
berkembang darinya dalam berbagai bentuk.
Dari pandangan filosofi, hukum pembenihan hanyalah bentuk
lain dari hukum energi. Dengan demikian, pengatur
perkembangan dan pertumbuhan dunia pertumbuhan
merupakan hukum energi yang cenderung mewujudkan
kehidupan tumbuhan dan disebut Bija Niyama.
Hukum pembenihan menentukan kecambah, tunas, batang,
cabang, ranting, daun, bunga, dan buah dimana dapat tumbuh.
Dengan demikian, biji jambu tidak akan berhenti
menghasilkan keturunan species jambu yang sama. Hal ini
juga berlaku untuk semua jenis tumbuhan lainnya dan tidak
ada sosok pencipta yang mengaturnya.

4. 3. Kamma Niyama
Perbuatan (kamma) merupakan perbuatan baik maupun buruk
yang dilakukan seseorang yang disertai kehendak (cetana).
Seperti yang disebutkan dalam kitab Pali: Para bhikkhu,
kehendak itulah yang kusebut perbuatan. Melalui kehendaklah
seseorang melakukan sesuatu dalam bentuk perbuatan,
ucapan, maupun pikiran (Anguttara Nikaya, iii:415)
Di sini kehendak merupakan kemauan (tindakan mental).
Dalam melakukan sesuatu, baik maupun buruk, kehendak
mempertimbangkan dan memutuskan langkah-langkah yang
diambil, menjadi pemimpin semua fungsi mental yang terlibat
dalam perbuatan tersebut. Ia menyediakan tekanan mental
pada fungsi-fungsi ini terhadap objek yang diinginkan.

4. 4. Citta Niyama
4. 5. Dhamma Niyama
Dhamma adalah sesuatu yang menghasilkan sifat dasarnya
sendiri, yaitu kekerasannya sendiri ketika disentuh, sifat
khusus sekaligus sifat universalnya adalah berkembang,
melapuk, hancur, dan seterusnya. Dhamma yang
dikategorikan dalam hubungan sebab menghasilkan fungsi
hubungan sebab tersebut, dan yang dikategorikan dalam
hubungan akibat menghasilkan fungsi akibat atau hasil.
Pengertian ini meliputi semua yang dibahas dalam Suttanta
dan Abhidhamma Pitaka. Ini juga meliputi hal-hal yang
disebutkan dalam Vianaya Pitaka dengan nama tubuh aturan
(silakhandha).

5. Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Ajaran


Buddha
5. 1. Lokattara dan Ariya
5. 2. Kitab Udana VIII. 3
Ketahuilah para bhikkhu bahwa ada sesuatu yang tidak
dilahirkan, yang tidak menjelma, yang tidak tercipta,
yang mutlak. Duhai para bhikkhu, apabila tidak ada yang
tidak dilahirkan, yang tidak menjelma, yang tidak
diciptakan, yang mutlak, maka tidak akan mungkin kita
dapat terbebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan,
pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para bhikkhu, karena
ada yang tidak dilahirkan, yang tidak menjelma, yang
tidak diciptakan, yang mutlak, maka ada kemungkinan
untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan,
pemunculan dari sebab yang lalu.

6. Samadhi, sebagai landasan memahami &


mengerti Ketuhanan YME
6. 1. Bhavana
Bhavana adalah pengembangan, yaitu suatu pengembangan
batin yang mengarah pada ketenangan batin atau untuk
membebaskan diri dari penderitaan (dukkha) yang berakar
dari tanha sifat ke-lobha-an, kebencian, dan kebodohan.
Bhavana juga sering disebut dengan samadhi, yang mana juga
merupakan pengenbangan batin dengan cara memusatkan
perhatian atau pada umumnya diketahui oleh khalayak
Buddhis adalah konsentrasi pada suatu objek dan hanya satu
objek saja dari konsentrasi itu akan timbul pemusatan pikiran
yang disebut juga Jhana. Ini dapat memunculkan kekuatan-
kekuatan yang disebut abhinna (ketenangan), ketenangan ini
juga dapat mengantarkan seseorang ke tingkat kesucian.

6. 1. 1. Vipassana Bhavana
Vipassana Bhavana adalah pengembangan batin dengan
objek yang ada pada kita (nama dan rupa) dan 4
satipathana. Vipassana Bhavana ini dilakukan untuk
melenyapkan/memusnahkan dan mencabut akar-akar
sebab penderitaan dengan memahami Anicca, Dukkha,
Anatta dan melihat segala sesuatu dengan apa adanya
atau sesuai dengan kenyataan.

6. 1. 2. Samattha Bhavana
Samatha Bhavana adalah pengembangan batin dengan
objek di luar diri meditator/di dalam diri meditator yang
berjumlah 40 objek. Samatha Bhavana ini dilakukan
untuk menekan atau mengendapkan 5 rintangan batin
(nivarana) dan 10 gangguan (10 Palibhoda)

6. 2. Nivarana, Jhana, Abinna


Nivarana adalah rintangan batin atau yang merupakan suatu
penghalang/penghambat kemajuan batin dalam melaksanakan
meditasi.
Jhana secara harfiah berarti api, atau cemerlang. Jadi Jhana
bisa diterjemahkan sebagai keadaan mental yang cemerlang.
Sungguh waspada dan terpusat. Ketika seseorang mencapai
Jhana, pikirannya tertumpu pada satu objek saja, tidak
terpencar, dan benar-benar penuh kewaspadaan dan terpusat.
Abinna berarti kemampuan atau kekuatan batin yang luar
biasa, atau tenaga batin. Abinna akan timbul dalam diri
seseorang yang telah mencapai Jhana, dimana Jhana tingkat
keempat (catuttha-jhana) merupakan dasar untuk timbulnya
Abinna.

6. 3. Visuddhi dan Samyojana


Visuddhi Magga: jalan kesucian.
Visuddhi Magga terdiri dari tujuh tahap, yaitu:
1. Sila Visuddhi
Adalah kesucian pelaksanaan sila. Di dalam hal ini
berarti seseorang melaksanakan sila dengan sempurna,
yaitu tidak ada sila yang dilanggar. Bagi umat buddha
(Upasakka dan Upasikka) melaksanakan Pancasila atau
Atthasila. Sedangkan bagi Viharawan (Anagarini,
Anagarika, Samanera, Samaneri, Bhikkhu, dan
Bhikkhuni) melaksanakan Atthasila, Dasasila, dan
Patimokkha sila.
2. Citta Visuddhi
Adalah kesucian batin. Visuddhi ini dipenuhi dengan
bermeditasi hingga mencapai Jhana iv (Abhidhamma
Pitaka = Jhana v). Dengan menguasai (vasita) seseorang
memungkinkan memiliki satu atau beberapa Abinna.
3. Ditthi Visuddhi
Adalah kesucian pandangan terang. Tahap ini dicapai
dengan pandangan seseorang menjadi suci. Sesuai
dengan kenyataan, ia mengerti tentang batin dan jasmani
(nama-rupa) atau pancakhandha. Ia menolak pandangan
salah tentang konsep individu, menjadi bebas dari
kemelekatan pada ke-Aku-annya.
4. Kanakhavitarana Visuddhi
Adalah kesucian mengatasi keragu-raguan. Kesucian ini
dicapai dengan mengerti tentang kondisi-kondisi batin
dan jasmani, serta telah mengatasi keragu-raguan
sehubungan dengan masa lampau, sekarang, dan akan
datang, yang ternyata itu semua dipengaruhi karma.
5. Maggamaggananadassana Visuddhi
Adalah kesucian oleh pengetahuan dan penglihatan
tentang jalan dan bukan jalan. Kesucian ini dicapai
setelah ia mengatasi vipassana kilesa, yaitu gangguan
yang muncul pada saat melaksanakan vipassana.
Munculnya vipassana kilesa sering membuat seseorang
beranggapan bahwa ia telah mencapai kesucian, karena
vipassana kilesa ini memang sangat menarik.
Vipassana kilesa terdiri dari 10 pengalaman batin, yaitu:
Cahaya gemilang (obhisa)
Pengetahuan (nanna)
Kenikmatan (piti)
Ketenangan (passadhi)
Kebahagiaan (sukkha)
Tekad (adhimokkha)
Semangat (paggaha)
Sadar (upatthana)
Keseimbangan (upekkha)
Senang (nikanti)
6. Patipadananadassana Visuddhi
Adalah kesucian pengetahuan dan penglihatan tentang
praktik. Kesucian ini adalah kebijaksanaan yang
disempurnakan dengan sembilan pengetahuan (nanna).
Secara ringkas, 9 pengetahuan itu adalah:
Perenungan tentang muncul dan lenyap
Perenungan tentang pelenyapan
Perenungan tentang ketakutan
Menyadari tentang derita
Perenungan tentang ketidaksenangan
Keinginan untuk pembebasan
Perenungan tentang refleksi
Kesimbangan terhadap segala fenomena
Pengadaptasian kebenaran
Pengetahuan ini direalisasikan dengan mengerti secara
mendalam sekali tentang Tilakhana (anicca, dukkha,
anatta) yang berlaku pada segala sesuatu, sehingga
seseorang melihat segala sesuatu itu adalah kosong. Ia
terbebas dari ketakutan dan kesenangan, ia menjadi tak
terpengaruh dan seimbang terhadap semua fenomena, ia
tak menganggap mereka sebagai saya atau milikku.
Ketika seseorang mencapai tahap pencapaian arah dari
Nibbana, ia merenungkan tentang tilakhana, maka ia
disebut telah memasuki Tiga Gerbang Kebebasan.
Ada 3 gerbang kearah pembebasan dari dunia seperti
tersebut dalam Patisambhida:
Pengertian benar tentang keterbatasan dan proses dari
segala fenomena (muncul dan lenyapanicca) serta
kegiatan pikiran ke dalam Animitta Dhatu (keadaan
tanpa bayangan atau gambaran batin)
Ketidaksenangan batin (dukkha) terhadap segala
fenomena, serta pikiran ke dalam Appanihita Dhatu
(keadaan tanpa keinginan)
Pengertian benar terhadap segala fenomena adalah tanpa
aku (anatta), serta kegiatan ke dalam Sunnata Dhatu
(keadaan kekosongan)
7. Nanadassa Visuddhi
Adalah kesucian pengetahuan dan penglihatan. Pada
tahap ini, seseorang telah memasuki kesucian, ia
menjadi Ariya Puggala (makhluk suci)
10 belenggu (samyojana) kehidupan. 10 belenggu
menyebabkan para makhluk berputar-putar dalam Samsara.
1. Sakkayadithi: pandangan sesat tentang adanya pribadi, jiwa
atau aku yang kekal.
2. Vicikiccha: keragu-raguan terhadap Sang Buddha dan
ajaranNya.
3. Silabhataparamasa: percaya tahayul bahwa upacara agama
saja dapat membebaskan manusia dari penderitaan.
4. Kamaraga: nafsu indriya
5. Vyapada: benci, keinginan tidak baik.
6. Ruparaga: kemelekatan atau kehausan untuk terlahir dalam
bentuk (rupa-raga).
7. Aruparaga: kemelekatan atau kehausan untuk terlahir di
alam tanpa bentuk.
8. Mana: ketinggian hati yang halus, perasaan untuk
membandingkan diri sendiri dengan orang lain.
9. Udhacca: batin yang belum benar-benar seimbang.
10. Avijja: kegelapan batin, suatu kondisi batin yang halus
sekali karena yang bersangkutan belum mencapai tingkat
kebebasan sempurna (arahat).
6. 4. Ariya Puggala
Ariya Puggala berarti orang suci. Ariya Puggala terdapat 4
tingkatan, yaitu:
6. 4. 1. Sotapanna
Sotapanna terdiri dari 3 macam, yaitu:
4. Sattakhattu-parama-Sotapanna: Sotapanna paling
banyak tujuh kali lagi lahir di alam Sugati Bhumi.
Jika Sotapanna tersebut tidak mempunyai Jhana, paling
banyak tujuh kali lagi lahir di alam Kamasugati Bhumi.
Jika Sotapanna tersebut mempunyai Jhana, paling
banyak tujuh kali lagi lahir di alam Brahma Bhumi.
5. Kolankola-Sotapanna: Sotapanna yang akan dilahirkan
dua sampai enam kali lagi, setelah itu mencapai Arahat
atau Parinibbana.
6. Ekabiji-Sotapanna: Sotapanna yang akan dilahirkan
hanya sekali lagi, setelah itu akan menjadi Arahat atau
Parinibbana.
6. 4. 2. Sakadagami
Sakadagami terdiri dari lima macam, yaitu:
1. Idha patva idha oarinibbayi: mencapai Sakadagami-
Phala di alam manusia dan mencapai Arahatta-Phala
(Arahat) di alam manusia, juga dalam kehidupan yang
sama.
2. Tattha patva tattha parinibbayi: mencapai Sakadagami-
Phala di alam dewa dan mencapai Arahatta-Phala
(Arahat) di alam dewa, juga pada kehidupan yang sama.
3. Idha patva tattha parinibbayi: mencapai Sakadagami-
Phala di alam manusia, setelah itu meninggal dan
terlahir di alam dewa dan mencapai Arahatta-Phala
(Arahat) di alam dewa.
4. Tattha patva idha parinibbayi: mencapai Sakadagami-
Phala di alam dewa, setelah itu meninggal dan terlahir
di alam dewa dan mencapai Arahatta-Phala (Arahat) di
alam manusia.
5. Idha patva tattha nibbattitva idha parinibbayi: mencapai
Sakadagami-Phala di alam manusia, setelah itu
meninggal dan terlahir di alam dewa. Setelah itu
meninggal dari alam dewa dan dilahirkan kembali di
alam manusia dan mencapai Arahatta-Phala (Arahat) di
alam manusia.
6. 4. 3. Anagami
Anagami terdiri dari 5 macam, yaitu:
1. Antaraparinibbayi: anagami yang mencapai Arahat dan
Parinibbana dalam usia yang belum mencapai setengah
usia.
2. Upahaccaparinibbayi: anagami yang mencapai Arahat
dan Parinibbana dalam usia yang hampir mencapai
batas usia.
3. Asangkharaparinibbayi: anagami yang mencapai Arahat
dan Parinibbana dengan tidak perlu berusaha keras.
4. Sasangkharaparinibbayi: anagami yang mencapai
Arahat dan Parinibbana dengan usaha keras.
5. Uddhangsoto akanitthgami: anagami yang mencapai
Arahat dan Parinibbana di alam Akanittha Bhumi.
6. 4. 4. Arahat
Arahat adalah orang yang telah berhasil membebaskan
diri dari dukkha dan mencapai tingkat kesucian tertinggi.
Arahat juga merupakan orang yang sudah bebas dari
segala keinginan untuk dilahirkan kembali, baik dalam
dunia yang berbentuk maupun tidak berbentuk, ia juga
sudah bebas dari segala ketinggian hati, kebenaran diri,
dan ketidaktahuan.
Proses tercapainya tingkat kesucian arahat adalah
terlebih dahulu harus menjadi Bodhisattva Saddhadika,
setelah itu dalam usahanya lebih mengutamakan
keyakinan terhadap dhamma yang diajarkan oleh
Buddha Gautama dan akhirnya tercapailah penerangan
sempurna, ialah yang disebut savaka bodhi dan
kemudian menjadi savaka buddha, yaitu disebut juga
Arahat.
7. Konsep Keselamatan
7. 1. Ortodoks (keselamatan sepenuhnya tergantung
dari pengampunan)
7. 2. Heterodoks (Keselamatan dapat terjadi sebab
adanya pengampunan & usaha manusia)
7. 3. Independen (Keselamatan sepenuhnya
tergantung dari usaha manusia)

Sumber:
http://www.academia.edu/17096873/Hubungan_Buddha_dengan_Sila
_1_Pancasila
http://www.wihara.com/topic/40821-apa-itu-jhana/
http://artikel-evaluasi.blogspot.co.id/2012/07/pengenalan-mahayana-
dan-ritualnya.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai