Anda di halaman 1dari 95

DISUSUN OLEH :

(FTA) ELLISA LINATA - 170406083

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2017
Daftar Isi

Cover...........................................................................................................................................i

Daftar Isi....................................................................................................................................ii

I.Isi..............................................................................................................................................1

1. BAB 1.............................................................................................................................1
2. BAB 2...........................................................................................................................15
3. BAB 3...........................................................................................................................24
4. BAB 4..........................................................................................................................33
5. BAB 5...........................................................................................................................45
6. BAB 6...........................................................................................................................54
7. BAB 7...........................................................................................................................67
8. BAB 8...........................................................................................................................81
9. BAB 9...........................................................................................................................88
II. Daftar Pustaka....................................................................................................................93
BAB 1.KETUHANAN YANG MAHA ESA DALAM AJARAN BUDDHA

1. Saddha (Keimanan)
Saddha atau Sradha mempunyai arti kata keyakinan. Keyakinan disini bukan berarti
kepercayaan yang membabi buta atau asal percaya saja, akan tetapi suatu ‘Keyakinan
yang didasarkan pada pengertian yang muncul karena bertanya dan
menyelidiki’(Vimamsaka Sutta, MN)
Keyakinan itu muncul karena pengertian, maka keyakinan umat Buddha pada sesuatu
yang diyakini adalah tidak sama kualitasnya. Tidak ada pengertian yang sama dari
orang yang berbeda-beda, akibatnya kualitas keyakinan setiap individu berbeda.
Contohnya: walaupun sama-sama siswa SMA beragama Buddha, namun karena
pengetahuan dan pengertian seorang siswa tentang agama Buddha tidak sama dengan
temannya, maka hal ini mengakibatkan kualitas keyakinan mereka berbeda.
1. 1. Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
1. 2. Keyakinan terhadap Tri Ratna/ Tiratana
1. 3. Keyakinan terhadap adanya Bodhisattva, Arahat dan Dewa
1. 4. Keyakinan terhadap Hukum Kesunyataan
1. 5. Keyakinan terhadap Kitab Suci
1. 6. Keyakinan terhadap Nirvana/Nibbana

2. Puja (bakti, ketaqwaan)


Upacara pemujaan atau penghormatan kepada sesuatu atau benda yang dianggap suci
maupun keramat.
Dalam agama Buddha, kata Puja berbeda arti, makna, cakupan, serta penulisannya.
2. 1. Amisa Puja dan Patipati Puja
Amisa Puja, artinya menghormat dengan materi atau benda, misalnya
dengan mempersembahkan bunga, lilin, cendana/dupa, dsb.
Amisa Puja dilaksanakan bermula dari kebiasaan bhikkhu Ananda yang
setiap hari mengatur tempat tidur, membersihkan tempat tinggal, membakar
dupa, menata bunga dan lain-lain, mengatur penggiliran umat untuk
menemui atau menyampaikan dana makanan kepada Sang Buddha.
Patipati Puja, artinya menghormat dengan melaksanakan dhamma
(ajaran), mempraktekkan sila, samadhi, dan panna.
Kebaktian merupakan salah satu praktik Patipati Puja.
Patipati Puja merupakan cara menghormati yang paling tinggi kepada
Buddha. Dengan melaksanakan ajaran Buddha, berarti telah menghormati
Buddha. Seperti kisah bhikkhu Atadata yang berusaha keras mencapai
arahat sebelum Sang Buddha parinibbana.
2. 2. Sarana Puja

Sikap batin dalam melaksanakan Puja: puja dapat dilakukan secara


perorangan atau kelompok, maka yang melaksanakan puja perlu
mempersiapkan batinnya untuk dipusatkan kepala objek tertinggi, yaitu:
Triratna (Buddha, Dhamma, dan Sangha)

Buddha dihormati sebagai objek tertinggi karena kata Buddha yang


dimaksud adalah mencakup pengertian pencapaian penerangan sempurna.
Buddha adalah penemu jalan kesucian, guru, dan penunjuk ke jalan
kesucian. Dhamma dihormati sebagai objek tertinggi sebagai kebenaran
mutlak yang telah ditemukan oleh Buddha.

2. 2. 1. Paritta, Sutra, Dharani dan Mantra

Paritta secara bahasa berarti perlindungan, dan isi paritta biasanya berupa
syair-syair dalam bahasa Pali. Paritta dipercaya dapat menenangkan jiwa
karena setiap bunyi paritta memiliki efek getaran yang dapat meredakan
kegelisahan dan menimbulkan ketenangan pikiran serta membawa
kedamaian secara menyeluruh.

Sutta mempunyai pengertian penguntai atau penyambung bersama-sama


adalah menghubungkan seluruh pengertian yang dibicarakan untuk
membuat suatu Sutta, bagaikan seutas benang yang digunakan untuk
menguntai atau menyambung seluruh pengertian secara bersama-sama.

Dharani adalah bentuk yang lebih singkat dari Sutta. Bentuk yang lebih
kecil dari Dharani adalah mantra. Keduanya ini tidak dapat dipahami,
dibayangkan atau digambarkan, tetapi dapat dirasakan kekuatannya.

2. 2. 2. Vihara ( Uposathagara, Dhammasala, Kuti, Perpustakaan dan


Pohon Bodhi)

Tempat pelaksanaan Puja yang merupakan kompleks bangunan mempunyai


sarana lengkap, yang meliputi:

 Uposathagara (gedung Uposatha): memiliki kegunaan sebagai tempat


untuk melaksanakan upacara pentabisan bhikkhu/bhikkhuni.
 Samanera/samaneri: tempat mempersembahkan jubah Kathina
 Tempat membacakan Patimokkha: tempat membahas pelanggaran yang
dilakukan bhikkhu/bhikkhuni
 Dhammasala: tempat untuk mendengarkan dhamma dan juga tempat
untuk melaksanakan puja bakti
 Kuti: tempat bhikkhu/bhikkhuni berdiam atau tinggal
 Perpustakaan: tempat untuk menyimpan satu set Tripitaka

2. 2. 3. Cetya atau altar

Cetya adalah bangunan yang lebih kecil daripada vihara, yang biasanya
hanya terdapat bhakti sala untuk melaksanakan kebaktian. Ada beberapa
macam cetya:
 Dhamma Cetya: memiliki satu set Tripitaka lengkap
 Dhatu Cetya: memiliki relik Buddha
 Paribhoga Cetya: memiliki barang-barang peninggalan Buddha
 Uddesika Cetya: hanya memiliki gambar Buddha ataupun rupang
Buddha

Altar merupakan tempat meletakkan simbol-simbol atau lambang-lambang


kesucian agama Buddha, seperti:

 Patung Buddha, melambangkan penghormatan kepada Sang Buddha


 Lilin, melambangkan penerangan dhamma Sang Buddha
 Dupa/hio, melambangkan keharuman dhamma Sang Buddha
 Bunga, melambangkan anicca atau ketidakkekalan
 Air, yang dianggap memiliki sifat-sifat seperti: dapat membersihkan
noda-noda, dapat memberikan tenaga kepada makhluk-makhluk, dapat
menyesuaikan diri dengan semua keadaan, selalu mencari tempat yang
rendah (tidak sombong)
 Buah, melambangkan buah dari kamma-kamma kita, selain itu juga
sebagai lambang dari rasa terima kasih

2. 2. 4. Stupa

Bentuk stupa melambangkan pikiran terpusat. Stupa merupakan tempat


untuk menyimpan relik Buddha atau para arahat.

2. 3. Hari Raya Agama Buddha

2. 3. 1. Magha Puja

Magha adalah nama bulan lunar yang jatuh pada bulan Februari, dan
kebaktian untuk memperingati peristiwa di bulan Magha ini disebut Magha
Puja. Hari Besar Magha memperingati suatu peristiwa yang terjadi pada
purnama sidhi di bulan Magha, peristiwa itu adalah: disabdakannya Ovadha
Patimokkha, inti ajaran Sang Buddha, dan etika pokok para bhikkhu. Sabda
Sang Buddha dibabarkan di Viahara Veluvana di Rajagaha, dihadapan
1.250 arahat. Kesemua arahat tersebut ditahbiskan sendiri oleh Sang
Buddha (Ehi Bhikkhu). Kehadiran para arahat tersebut tanpa diundang dan
tanpa ada perjanjian satu dengan lainnya terlebih dahulu.

2. 3. 2. Waisak

Hari Raya Waisak pada umumnya jatuh pada purnamasidhi di bulan Mei,
namun kadang kala pada hari-hari pertama bulan Juni bila jatuh pada tahun
kabisat lunar. Hari Waisak memperingati Tiga Peristiwa Agung, yaitu:

 Lahirnya Bodhisattva (calon Buddha) di Taman Lumbini, Nepal, pada


tahun 623 S. M.
 Pengeran Sidharta, yang kemudian menjadi pertapa di bawah Pohon
Bodhi di Buddha-Gaya, India, dengan kekuatan sendiri mencapai
penerangan agung dan menjadi Buddha
 Sesudah 45 tahun lamanya mengembara dan memberi pelayanan
dhamma kepada umat manusia dan para dewa, Sang Buddha wafat atau
parinibbana pada usia 80 tahun di Kusinara, India, pada tahun 543 S.
M.
2. 3. 3. Asadha
Asadha adalah nama bulan kedelapan, dari bahasa Sansekerta. Sedangkan
bahasa Pali-nya adalah Asalha. Kebaktian untuk memperingati Hari Besar
Asadha disebut Asadha Puja/Asalha Puja. Hari besar Asadha diperingati
dua bulan setelah Hari Raya Waisak. Biasanya jatuh pada bulan Juli, guna
memperingati kejadian yang menyangkut kehidupan Sang Buddha dan
ajaranNya, yaitu:
1. Untuk pertama kali Sang Buddha membabarkan dhamma kepada 5
pertapa. Bertempat di Taman Rusa Isipatana, dekat Vanasari, India,
pada purnama sidhi di bulan Asalha. Khotbah pertama Sang Buddha ini
terdapat dalam Kitab Suci Tipitaka dengan nama
Dhammacakkappavattana Sutta.
2. Kelima pertapa itu adalah Asajji, Mahanama, Kondanna, Bhadiya,
Vappa. Dengan adanya 5 pertapa yang menjadi murid Sang Buddha,
maka kemudian terbentuklah Sangha. Dengan demikian, lengkaplah
tiga perlindungan umat Buddha, yaitu: Buddha, Dhamma, dan Sangha
atau yang disebut Tiratana (tiga perlindungan)

2. 3. 4. Kathina

Pada purnama sidhi tiga bulan setelah Hari Besar Asadha, yang jatuh kira-
kira pada bulan Oktober-November, para bhikkhu telah menyelesaikan
masa Vassa, para umat melakukan persembahan jubah Kathina pada
Sangha. Persembahan tersebut dilakukan sebagai ungkapan rasa terima
kasih umat kepada bhikkhu yang telah melakukan Vassa di daerah mereka.

2. 3. 5. Hari Raya Buddhis Mahayana

1. Upacara hari lahirnya Pangeran Siddharta yang jatuh pada tanggal 8 bulan
4 penanggalan lunar. Biasanya pada hari tersebut diadakan puja bhakti
pencurahan air bunga pada rupang bayi Pangeran Siddharta.
2. Hari-hari besar Buddha dan Bodhisatva lainnya, di antaranya: hari besar
Bhaisajaguru Buddha (akhir bulan 9 penanggalan lunar), Amitabha
Buddha (tanggal 17 bulan 11 penanggalan lunar), Maitreya Bodhisatva
(tanggal 1 bulan 1 penanggalan lunar) bertepatan dengan tahun baru Imlek,
Avalokitesvara Bodhisatva (tanggal 19 bulan 2, 6, dan 9 penanggalan
lunar), Mahastmaprapta Bodhisatva (tanggal 3 bulan 7 penanggalan lunar),
Ksitigarbha Bodhisatva (akhir bulan 7 penanggalan lunar).
3. Hari Ulambana, yang dalam tradisi Theravada disebut Kathina, yaitu hari
persembahan empat kebutuhan pokok kepada anggota Sangha.

3. Buddha, Bodhisattva dan Arahat

Secara etimilogi, Bodhisattva terdiri dari kata bodhi; suci dan satwa; makhluk.
Jadi, Bodhisattva berarti makhluk suci.
Secara harfiah, Bodhisattva berarti orang yang hakikat atau tabiatnya adalah bodhi
(hikmat) yang sempurna. Orang yang mempersiapkan diri untuk mencapai tingkat
Buddha.
Bodhisattva berdasarkan sifatnya:
 Bodhisattva Saddhadika ialah Bodhisattva yang di dalam usahanya untuk
mencapai tingkat ke-Buddha-an lebih mengutamakan keyakinan (saddha)
terhadap dhamma yang diajarkan oleh Buddha. Dengan mengembangkan
keyakinan terhadap apa yang diajarkan oleh Buddha, maka tercapailah tingkat
Buddha.
 Bodhisattva Viriyadika ialah Bodhisattva yang di dalam usahanya untuk
mencapai tingkat ke-Buddha-an, lebih mengutamakan pengabdian kepada
penderitaan semua makhluk dengan kemauan keras. Sebelum Mahayana
timbul, pengertian Bodhisattva sudah dikenalkan juga kepada Buddha
Gautama sebelum beliau menjadi Buddha. Di situ Bodhisattva berarti orang
yang sedang dalam perjalanan untuk mencapai hikmat yang sempurna, yaitu
orang yang akan menjadi Buddha. Jadi, semula Bodhisattva adalah sebuah
gelar bagi tokoh yang ditetapkan untuk mencapai Buddha.

Arahat adalah orang yang telah berhasil membebaskan diri dari dukkha mencapai
tingkat kesucian tertinggi arahat juga merupakan orang yang sudah bebas dari
segala keinginan untuk dilahirkan kembali, baik dalam dunia yang tidak berbentuk
maupun dunia yang berbentuk, ia juga sudah terbebas dari segala ketinggian hati,
kebenaran diri dalam ketidaktahuan.

Proses tercapainya tingkat kesucian arahat adalah terlebih dahulu harus menjadi
Bodhisattva Saddhadika, setelah itu dalam usahanya lebih mengutamakan
keyakinan terhadap dhamma yang diajarkan oleh Buddha Gautama dan akhirnya
tercapailah penerangan sempurna. Ini disebut dengan Savaka Bodhi dan kemudian
menjadi Savaka Buddha atau disebut juga arahat.

4. Dhammaniyama

4. 1. Utu Niyama

Dunia materi terbentuk dari empat unsur utama (mahabhuta), yaitu: unsur pathavi
(secara harfiah berarti ‘tanah’) merupakan unsur yang bersifat ‘luasan’ dan liat,
yang berfungsi menjadi unsur basis lainnya; unsur apo (secara harfiah berarti ‘air’)
merupakan unsur yang bersifat kohesif (ikat-mengikat) dan dapat menyesuaikan
diri, yang berfungsi memberikan sifat mengikat pada unsur lainnya; unsur tejo
(secara harfiah berarti ‘api’) merupakan unsur yang bersifat panas, yang
memberikan unsur panas dan dingin pada unsur lainnya. Karena unsur ini, semua
materi dapat dihasilkan kembali untuk tumbuh dan berkembang setelah mencapai
kematangan; unsur vayo (secara harfiah berarti ‘udara’) merupakan unsur yang
bersifat gerakan dan memberikan fungsi gerak pada unsur lainnya. Unsur gerak ini
membentuk kekuatan dan tolakan pada semua materi.

4. 1. 1. Alam Semesta

4. 1. 2. Kejadian Bumi dan Manusia

4. 1. 3. Kehancuran Bumi

4. 2. Bija Niyama

Bija berarti ‘benih’, dimana tumbuhan tumbuh dan berkembang darinya dalam
berbagai bentuk.

Dari pandangan filosofi, hukum pembenihan hanyalah bentuk lain dari hukum
energi. Dengan demikian, pengatur perkembangan dan pertumbuhan dunia
pertumbuhan merupakan hukum energi yang cenderung mewujudkan kehidupan
tumbuhan dan disebut Bija Niyama.

Hukum pembenihan menentukan kecambah, tunas, batang, cabang, ranting, daun,


bunga, dan buah dimana dapat tumbuh. Dengan demikian, biji jambu tidak akan
berhenti menghasilkan keturunan species jambu yang sama. Hal ini juga berlaku
untuk semua jenis tumbuhan lainnya dan tidak ada sosok pencipta yang
mengaturnya.

4. 3. Kamma Niyama

Perbuatan (kamma) merupakan perbuatan baik maupun buruk yang dilakukan


seseorang yang disertai kehendak (cetana). Seperti yang disebutkan dalam kitab
Pali: “Para bhikkhu, kehendak itulah yang kusebut perbuatan. Melalui kehendaklah
seseorang melakukan sesuatu dalam bentuk perbuatan, ucapan, maupun pikiran”
(Anguttara Nikaya, iii:415)

Di sini kehendak merupakan kemauan (tindakan mental). Dalam melakukan


sesuatu, baik maupun buruk, kehendak mempertimbangkan dan memutuskan
langkah-langkah yang diambil, menjadi pemimpin semua fungsi mental yang
terlibat dalam perbuatan tersebut. Ia menyediakan tekanan mental pada fungsi-
fungsi ini terhadap objek yang diinginkan.

4. 4. Citta Niyama

4. 5. Dhamma Niyama
Dhamma adalah sesuatu yang menghasilkan sifat dasarnya sendiri, yaitu
kekerasannya sendiri ketika disentuh, sifat khusus sekaligus sifat universalnya
adalah berkembang, melapuk, hancur, dan seterusnya. Dhamma yang
dikategorikan dalam hubungan sebab ‘menghasilkan’ fungsi hubungan sebab
tersebut, dan yang dikategorikan dalam hubungan akibat ‘menghasilkan’ fungsi
akibat atau hasil. Pengertian ini meliputi semua yang dibahas dalam Suttanta dan
Abhidhamma Pitaka. Ini juga meliputi hal-hal yang disebutkan dalam Vianaya
Pitaka dengan nama ‘tubuh aturan’ (silakhandha).

5. Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Ajaran Buddha

5. 1. Lokattara dan Ariya

5. 2. Kitab Udana VIII. 3

Ketahuilah para bhikkhu bahwa ada sesuatu ‘yang tidak dilahirkan’, ‘yang tidak
menjelma’, ‘yang tidak tercipta’, ‘yang mutlak’. Duhai para bhikkhu, apabila
tidak ada yang tidak dilahirkan, yang tidak menjelma, yang tidak diciptakan,
yang mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat terbebas dari kelahiran,
penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para bhikkhu,
karena ada yang tidak dilahirkan, yang tidak menjelma, yang tidak diciptakan,
yang mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan,
pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.

6. Samadhi, sebagai landasan memahami & mengerti Ketuhanan YME

6. 1. Bhavana

Bhavana adalah pengembangan, yaitu suatu pengembangan batin yang mengarah


pada ketenangan batin atau untuk membebaskan diri dari penderitaan (dukkha)
yang berakar dari tanha sifat ke-lobha-an, kebencian, dan kebodohan. Bhavana
juga sering disebut dengan samadhi, yang mana juga merupakan pengenbangan
batin dengan cara memusatkan perhatian atau pada umumnya diketahui oleh
khalayak Buddhis adalah konsentrasi pada suatu objek dan hanya satu objek saja
dari konsentrasi itu akan timbul pemusatan pikiran yang disebut juga Jhana. Ini
dapat memunculkan kekuatan-kekuatan yang disebut abhinna (ketenangan),
ketenangan ini juga dapat mengantarkan seseorang ke tingkat kesucian.

6. 1. 1. Vipassana Bhavana

Vipassana Bhavana adalah pengembangan batin dengan objek yang ada


pada kita (nama dan rupa) dan 4 satipathana. Vipassana Bhavana ini
dilakukan untuk melenyapkan/memusnahkan dan mencabut akar-akar sebab
penderitaan dengan memahami Anicca, Dukkha, Anatta dan melihat segala
sesuatu dengan apa adanya atau sesuai dengan kenyataan.

6. 1. 2. Samattha Bhavana
Samatha Bhavana adalah pengembangan batin dengan objek di luar diri
meditator/di dalam diri meditator yang berjumlah 40 objek. Samatha
Bhavana ini dilakukan untuk menekan atau mengendapkan 5 rintangan
batin (nivarana) dan 10 gangguan (10 Palibhoda)

6. 2. Nivarana, Jhana, Abinna

Nivarana adalah rintangan batin atau yang merupakan suatu


penghalang/penghambat kemajuan batin dalam melaksanakan meditasi.

Jhana secara harfiah berarti api, atau cemerlang. Jadi Jhana bisa diterjemahkan
sebagai keadaan mental yang cemerlang. Sungguh waspada dan terpusat. Ketika
seseorang mencapai Jhana, pikirannya tertumpu pada satu objek saja, tidak
terpencar, dan benar-benar penuh kewaspadaan dan terpusat.

Abinna berarti kemampuan atau kekuatan batin yang luar biasa, atau tenaga batin.
Abinna akan timbul dalam diri seseorang yang telah mencapai Jhana, dimana Jhana
tingkat keempat (catuttha-jhana) merupakan dasar untuk timbulnya Abinna.

6. 3. Visuddhi dan Samyojana

Visuddhi Magga: jalan kesucian.

Visuddhi Magga terdiri dari tujuh tahap, yaitu:

1. Sila Visuddhi
Adalah kesucian pelaksanaan sila. Di dalam hal ini berarti seseorang
melaksanakan sila dengan sempurna, yaitu tidak ada sila yang dilanggar.
Bagi umat buddha (Upasakka dan Upasikka) melaksanakan Pancasila atau
Atthasila. Sedangkan bagi Viharawan (Anagarini, Anagarika, Samanera,
Samaneri, Bhikkhu, dan Bhikkhuni) melaksanakan Atthasila, Dasasila, dan
Patimokkha sila.
2. Citta Visuddhi
Adalah kesucian batin. Visuddhi ini dipenuhi dengan bermeditasi hingga
mencapai Jhana iv (Abhidhamma Pitaka = Jhana v). Dengan menguasai
(vasita) seseorang memungkinkan memiliki satu atau beberapa Abinna.
3. Ditthi Visuddhi
Adalah kesucian pandangan terang. Tahap ini dicapai dengan pandangan
seseorang menjadi suci. Sesuai dengan kenyataan, ia mengerti tentang batin
dan jasmani (nama-rupa) atau pancakhandha. Ia menolak pandangan salah
tentang konsep individu, menjadi bebas dari kemelekatan pada ke-Aku-
annya.
4. Kanakhavitarana Visuddhi
Adalah kesucian mengatasi keragu-raguan. Kesucian ini dicapai dengan
mengerti tentang kondisi-kondisi batin dan jasmani, serta telah mengatasi
keragu-raguan sehubungan dengan masa lampau, sekarang, dan akan
datang, yang ternyata itu semua dipengaruhi karma.
5. Maggamaggananadassana Visuddhi
Adalah kesucian oleh pengetahuan dan penglihatan tentang jalan dan bukan
jalan. Kesucian ini dicapai setelah ia mengatasi vipassana kilesa, yaitu
gangguan yang muncul pada saat melaksanakan vipassana. Munculnya
vipassana kilesa sering membuat seseorang beranggapan bahwa ia telah
mencapai kesucian, karena vipassana kilesa ini memang sangat menarik.
Vipassana kilesa terdiri dari 10 pengalaman batin, yaitu:
 Cahaya gemilang (obhisa)
 Pengetahuan (nanna)
 Kenikmatan (piti)
 Ketenangan (passadhi)
 Kebahagiaan (sukkha)
 Tekad (adhimokkha)
 Semangat (paggaha)
 Sadar (upatthana)
 Keseimbangan (upekkha)
 Senang (nikanti)
6. Patipadananadassana Visuddhi
Adalah kesucian pengetahuan dan penglihatan tentang praktik. Kesucian ini
adalah kebijaksanaan yang disempurnakan dengan sembilan pengetahuan
(nanna).
Secara ringkas, 9 pengetahuan itu adalah:
 Perenungan tentang muncul dan lenyap
 Perenungan tentang pelenyapan
 Perenungan tentang ketakutan
 Menyadari tentang derita
 Perenungan tentang ketidaksenangan
 Keinginan untuk pembebasan
 Perenungan tentang refleksi
 Kesimbangan terhadap segala fenomena
 Pengadaptasian kebenaran
Pengetahuan ini direalisasikan dengan mengerti secara mendalam sekali
tentang Tilakhana (anicca, dukkha, anatta) yang berlaku pada segala sesuatu,
sehingga seseorang melihat segala sesuatu itu adalah kosong. Ia terbebas dari
ketakutan dan kesenangan, ia menjadi tak terpengaruh dan seimbang terhadap
semua fenomena, ia tak menganggap mereka sebagai ‘saya’ atau ‘milikku’.
Ketika seseorang mencapai tahap pencapaian ‘arah’ dari Nibbana, ia
merenungkan tentang tilakhana, maka ia disebut telah memasuki Tiga
Gerbang Kebebasan.
Ada 3 gerbang kearah pembebasan dari dunia seperti tersebut dalam
Patisambhida:
 Pengertian benar tentang keterbatasan dan proses dari segala fenomena
(muncul dan lenyap−anicca) serta kegiatan pikiran ke dalam Animitta
Dhatu (keadaan tanpa bayangan atau gambaran batin)
 Ketidaksenangan batin (dukkha) terhadap segala fenomena, serta pikiran
ke dalam Appanihita Dhatu (keadaan tanpa keinginan)
 Pengertian benar terhadap segala fenomena adalah tanpa ‘aku’ (anatta),
serta kegiatan ke dalam Sunnata Dhatu (keadaan kekosongan)
7. Nanadassa Visuddhi
Adalah kesucian pengetahuan dan penglihatan. Pada tahap ini, seseorang
telah memasuki kesucian, ia menjadi Ariya Puggala (makhluk suci)

10 belenggu (samyojana) kehidupan. 10 belenggu menyebabkan para makhluk


berputar-putar dalam Samsara.

1. Sakkayadithi: pandangan sesat tentang adanya pribadi, jiwa atau aku yang
kekal.
2. Vicikiccha: keragu-raguan terhadap Sang Buddha dan ajaranNya.
3. Silabhataparamasa: percaya tahayul bahwa upacara agama saja dapat
membebaskan manusia dari penderitaan.
4. Kamaraga: nafsu indriya
5. Vyapada: benci, keinginan tidak baik.
6. Ruparaga: kemelekatan atau kehausan untuk terlahir dalam bentuk (rupa-raga).
7. Aruparaga: kemelekatan atau kehausan untuk terlahir di alam tanpa bentuk.
8. Mana: ketinggian hati yang halus, perasaan untuk membandingkan diri sendiri
dengan orang lain.
9. Udhacca: batin yang belum benar-benar seimbang.
10. Avijja: kegelapan batin, suatu kondisi batin yang halus sekali karena yang
bersangkutan belum mencapai tingkat kebebasan sempurna (arahat).
6. 4. Ariya Puggala
Ariya Puggala berarti orang suci. Ariya Puggala terdapat 4 tingkatan, yaitu:
6. 4. 1. Sotapanna
Sotapanna terdiri dari 3 macam, yaitu:
4. Sattakhattu-parama-Sotapanna: Sotapanna paling banyak tujuh kali lagi
lahir di alam Sugati Bhumi.
Jika Sotapanna tersebut tidak mempunyai Jhana, paling banyak tujuh kali
lagi lahir di alam Kamasugati Bhumi.
Jika Sotapanna tersebut mempunyai Jhana, paling banyak tujuh kali lagi
lahir di alam Brahma Bhumi.
5. Kolankola-Sotapanna: Sotapanna yang akan dilahirkan dua sampai enam
kali lagi, setelah itu mencapai Arahat atau Parinibbana.
6. Ekabiji-Sotapanna: Sotapanna yang akan dilahirkan hanya sekali lagi,
setelah itu akan menjadi Arahat atau Parinibbana.
6. 4. 2. Sakadagami
Sakadagami terdiri dari lima macam, yaitu:
1. Idha patva idha oarinibbayi: mencapai Sakadagami-Phala di alam manusia
dan mencapai Arahatta-Phala (Arahat) di alam manusia, juga dalam
kehidupan yang sama.
2. Tattha patva tattha parinibbayi: mencapai Sakadagami-Phala di alam dewa
dan mencapai Arahatta-Phala (Arahat) di alam dewa, juga pada kehidupan
yang sama.
3. Idha patva tattha parinibbayi: mencapai Sakadagami-Phala di alam
manusia, setelah itu meninggal dan terlahir di alam dewa dan mencapai
Arahatta-Phala (Arahat) di alam dewa.
4. Tattha patva idha parinibbayi: mencapai Sakadagami-Phala di alam dewa,
setelah itu meninggal dan terlahir di alam dewa dan mencapai Arahatta-
Phala (Arahat) di alam manusia.
5. Idha patva tattha nibbattitva idha parinibbayi: mencapai Sakadagami-Phala
di alam manusia, setelah itu meninggal dan terlahir di alam dewa. Setelah
itu meninggal dari alam dewa dan dilahirkan kembali di alam manusia dan
mencapai Arahatta-Phala (Arahat) di alam manusia.
6. 4. 3. Anagami
Anagami terdiri dari 5 macam, yaitu:
1. Antaraparinibbayi: anagami yang mencapai Arahat dan Parinibbana dalam
usia yang belum mencapai ‘setengah usia’.
2. Upahaccaparinibbayi: anagami yang mencapai Arahat dan Parinibbana
dalam usia yang hampir mencapai ‘batas usia’.
3. Asangkharaparinibbayi: anagami yang mencapai Arahat dan Parinibbana
dengan tidak perlu berusaha keras.
4. Sasangkharaparinibbayi: anagami yang mencapai Arahat dan Parinibbana
dengan usaha keras.
5. Uddhangsoto akanitthgami: anagami yang mencapai Arahat dan
Parinibbana di alam Akanittha Bhumi.
6. 4. 4. Arahat
Arahat adalah orang yang telah berhasil membebaskan diri dari dukkha dan
mencapai tingkat kesucian tertinggi. Arahat juga merupakan orang yang
sudah bebas dari segala keinginan untuk dilahirkan kembali, baik dalam
dunia yang berbentuk maupun tidak berbentuk, ia juga sudah bebas dari
segala ketinggian hati, kebenaran diri, dan ketidaktahuan.
Proses tercapainya tingkat kesucian arahat adalah terlebih dahulu harus
menjadi Bodhisattva Saddhadika, setelah itu dalam usahanya lebih
mengutamakan keyakinan terhadap dhamma yang diajarkan oleh Buddha
Gautama dan akhirnya tercapailah penerangan sempurna, ialah yang disebut
savaka bodhi dan kemudian menjadi savaka buddha, yaitu disebut juga
Arahat.
7. Konsep Keselamatan
7. 1. Ortodoks (keselamatan sepenuhnya tergantung dari pengampunan)
7. 2. Heterodoks (Keselamatan dapat terjadi sebab adanya pengampunan &
usaha manusia)
7. 3. Independen (Keselamatan sepenuhnya tergantung dari usaha manusia)
SOAL:

1. Saddha atau Sradha mempunyai arti kata keyakinan. Keyakinan itu muncul karena
pengertian, maka keyakinan umat Buddha pada sesuatu yang diyakini adalah tidak
sama kualitasnya. Tidak ada pengertian yang sama dari orang yang berbeda-beda,
akibatnya kualitas keyakinan setiap individu berbeda.
Contoh dari pernyataan di atas yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
adalah .........
1. Damar paham dengan apa yang diajarkan oleh guru matematika di kelas,
sehingga ia yakin bisa menjawab saat ditanya.
2. Pengertian Agus dan Budi pada ajaran Buddha berbeda, sehingga keyakinan
mereka terhadap ajaran tersebut pun berbeda.
3. Monika tidak mengerti pelajaran Akuntansi, sehingga ia tidak yakin mampu
menjawab seluruh soal ujian.
4. Cendrawati tidak yakin dengan jawaban tugas Fisika-nya karena ia kurang
mengerti pelajaran itu, maka ia pun bertanya kepada guru Fisika supaya
jawaban yang salah bisa dikoreksi.

2. Yang termasuk dalam Patipati Puja adalah .........


1. Toni mengikuti nasehat Didi untuk mengurangi berkata bohong walaupun itu
untuk hal yang baik.
2. Rudy terpaksa mencuri uang Tina karena ibunya masuk Rumah Sakit dan
administrasinya harus segera dilunasi agar dapat segera diobati.
3. Tiffany melakukan samadhi secara rutin setiap minggu.
4. Dennis mengikuti Vania ke Vihara karena bosan di rumah.

3. Sikap batin dalam melaksanakan Puja: puja dapat dilakukan secara perorangan atau
kelompok, maka yang melaksanakan puja perlu mempersiapkan batinnya untuk
dipusatkan kepala objek tertinggi, yaitu: Triratna (Buddha, Dhamma, dan Sangha).
Mengapa Buddha dihormati sebagai objek tertinggi?
1. Karena mencakup pengertian pencapaian penerangan sempurna.
2. Karena Buddha adalah penemu jalan kesucian.
3. Karena Buddha adalah guru besar bagi umat Buddha.
4. Karena Buddha yang telah menemukan kebenaran mutlak.

4. Uddesika Cetya adalah cetya yang memiliki .........


1. Rupang Buddha.
2. Gambar Buddha.
3. Patung Buddha.
4. Relik Buddha.

5. Salah satu peristiwa yang diperingati pada hari raya ini adalah lengkapnya tiga
perlindungan umat Buddha, yaitu: Buddha, Dhamma, dan Sangha atau yang disebut
Tiratana (tiga perlindungan), hari raya apakah itu?
1. Kathina
2. Asalha
3. kathinnha
4. Asadha
6. Dunia materi terbentuk dari empat unsur utama (mahabhuta). Unsur yang bersifat
gerakan dan memberikan fungsi gerak pada unsur lainnya disebut .........
a. Pathavi
b. Apo
c. Tejo
d. Vayo
e. Iron

7. Bhavana adalah pengembangan, yaitu suatu pengembangan batin yang mengarah pada
ketenangan batin atau untuk membebaskan diri dari penderitaan (dukkha) yang
berakar dari tanha sifat ke-lobha-an, kebencian, dan kebodohan.
Dari penjelasan di atas, Bhavana dapat juga disebut dengan .........
a. Sila
b. Panna
c. Samadhi
d. Cetana
e. Tanha
8. Rintangan batin atau yang merupakan suatu penghalang/penghambat kemajuan batin
dalam melaksanakan meditasi, adalah definisi dari .........
a. Nirvarana
b. Tanha
c. Jhana
d. Panna
e. Dukkha
9. Samyojana kehidupan yang menyebabkan para makhluk berputar-putar dalam
Samsara, terdiri dari berapa belenggu?
a. 9
b. 11
c. 10
d. 7
e. 5
10. Anagami yang mencapai Arahat dan Parinibbana di alam Akanittha Bhumi,
disebut .........
a. Uddhangsoto akanitthgami
b. Antaraparinibbayi
c. Upahaccaparinibbayi
d. Asangkharaparinibbayi
e. Sasangkharaparinibbayi
1. A 6. D
2. B 7. C
3. A 8. A
4. A 9. C
5. C 10. A

BAB 2

MANUSIA
2. 1. Pendahuluan

Dalam ajaran agama Buddha, manusia menempati kedudukan yang khusus. Juga tampak
memberikan corak yang dominan pada hampir seluruh ajarannya. Kenyataan yang dihadapi
manusia dalam kehidupan sehari-hari merupakan titik tolak dan dasar dari seluruh ajaran
Buddha.

2. 1. 1. Devinisi Manusia

Manusia menurut ajaran Buddha, adalah kumpulan dari energi fisik dan mental yang selalu
dalam keadaan bergerak, yang disebut Pancakhanda (lima kelompok kegemaran), yaitu:
Rupakhanda (jasmani), Vedanakhanda (perasaan), Sannakhandha (pencerapan),
Shankharakhandha (bentuk-bentuk pikiran), dan Vinnanakhandha (kesadaran). Kelima
kelompok tersebut saling berkaitan dan bergantung satu sama lain dalam proses berangkai.

Kesadaran ada karena adanya pikiran, pikiran timbul disebabkan oleh adanya pencerapan,
pencerapan tercipta karena adanya perasaan, dan pencerahan timbul karena adanya wujud
atau rupa.

Kelima khanda tersebut juga sering diringkas menjadi dua, yaitu: nama dan rupa. Yang
termasuk dari unsur nama adalah perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk pikiran, dan kesadaran
(unsur yang tidak berwujud atau rohaniah) sementara yang termasuk unsur rupa adalah
jasmani yang terdiri dari empat unsur; tanah, air, api, dan udara (hawa).

Kedua unsur di atas adalah dasar dari manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam buku filsafat
Whitehead tentang jati diri manusia bahwa, emosi, kenikmatan, harapan, kekurangan,
penyesalan, dan macam-macam pengalaman mental, adalah unsur-unsur pembentuk jiwa
manusia. Jiwa manusia adalah kesatuan yang kompleks dari kegiatan-kegiatan mental, dari
yang paling rendah hingga yang bersifat intelektual.

Tujuan akhir dari seorang manusia adalah mencapai pencerahan (Nibbana), dengan
tercapainya itu, tidak ada lagi keinginan yang diharapkan oleh manusia. Tidak ada harapan
apapun, tidak lagi memikirkan kelangsungan dirinya.

Dengan tercapai tahap Nibbana, manusia sudah tidak lagi memiliki nafsu-nafsu kotor, sudah
lepas dari ikatan duniawi dan ikatan karma.

Manusia memiliki potensi tidak terbatas, dimana potensi tersebut banyak tidak dipergunakan.
Selama manusia tidak menyadari potensi yang dimilikinya, maka akan sulit baginya untuk
mencapai tujuan akhir (dalam ajaran Buddha), yaitu: Nibbana.

Nibbana adalah suatu keadaan yang pasti setelah keinginan lenyap. Api menjadi padam
karena kehabisan bahan bakar. Nibbana adalah padamnya keingianan, ikatan-ikatan, nafsu,
dan kekotoran batin. Dengan demikian, Nibbana adalah kesunyataan abadi, tidak dilahirkan
(na uppado-pannayati), tidak termusnah (na vayo-pannayati), dan tidak berubah
(nathitassannahattan-pannayati). Nibbana disebut juga asankhata-dhamma (keadaan tanpa
syarat/tidak berkondisi). Dalam Paramathadi Panitika disebutkan Natthi Vnam Etthani
Nibbanam (keadaan tenang yang timbul dengan terbebasnya dari tanha atau keinginan rendah
disebut Nibbana).

Jalan untuk mencapai Nibbana tertuang dalam delapan jalan utama (Hasta Arya Marga) yang
terdiri dari tiga usaha besar yang harus dijalankan setiap hari, yaitu: Panna (kebijaksanaan),
Sila (tata susila hidup bermasyarakat), dan Samadhi (membebaskan diri dari nafsu
keinginan).

Mereka yang mencapai Nibbana tidak lagi menaruh perhatian pada kelangsungan dirinya.
Kematian dapat tiba menurut kehendaknya atau setelah umurnya selesai. Mereka tidak lagi
menimbun karma baru, melainkan sekedar menghabiskan sisa karma masa lampaunya.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai Nibbana, yaitu:

1. Kita harus menyadari bahwa umat manusia memiliki potensi tidak terbatas. Jika
manusia diaratikan sebagai makhluk lemah dan tidak berdaya yang terus terombang-
ambimg oleh aliran takdir, maka tidak ada kemungkinan mencapai Nibbana. Ajaran
Buddha menyadari sepenuhnya kebaikan manusia yang tidak terbatas.
2. Adanya dorongan yang kuat dari dalam batin untuk mencapai Nibbana. Keinginan
yang kuat bukan berasal dari luar, tetapi dari kesadaran diri sendiri. Nibbana adalah
tanggung jawab, sekaligus hak.
3. Harus ada kesadaran apabila umat manusia akan mendapatkan hasil kalau ia berusaha
terlebih dahulu. Ini berarti, jika anda telah menebar benih, maka anda berhak menuai
benih.

Dari tiga hal tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk mencapai Nibbana,
manusia harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: menyadari ketidakterbatasan
potensi, memiliki keinginan untuk mencapainya, dan berusaha mewujudkan keinginan
tersebut.

2. 1. 2. Untuk terlahir sebagai manusia adalah Sangat sulit (Dhammapada dan Karaka
Chapa atau Sutta Penyubuta)

Untuk mendapatkan kehidupan anda seperti sekarang ini adalah hal yang sangat sulit. Alam
manusia adalah alam kehidupan bahagia disamping alam dewa/surga. Di samping alam-alam
kehidupan bahagia, ada juga alam-alam kehidupan menyedihkan dimana para makhluk yang
terlahir di alam-alam ini jauh dari kesenangan atau kebahagiaan, penuh dengan penderitaan,
kesukaran, ketidaknyamanan, dan hal-hal tidak menyenangkan lainnya. Alam-alam
kehidupan menyedihkan ini terdiri dari: alam neraka, alam binatang, alam setan (peta), dan
alam raksasa. Semua makhluk hidup−termasuk kita−pernah terlahir di alam rendah (apaya)
jauh lebih banyak jumlahnya daripada kelahiran kita di alam-alam bahagia. Hal ini berarti
bahwa kita lebih banyak menghabiskan waktu menderita di alam rendah, maka dari itu, kita
harus bersyukur telah terlahir di alam manusia karena untuk terlahir sebagai manusia adalah
sangat sulit.

2. 1. 3. Manusia tidak hanya di bumi ini saja (sistem tata surya dari Anguttara Nikaya
Ananda Vagga bagian Abhibhu)

Pada suatu ketika, Bhikkhu Ananda pergi menemui Sang Bhagava. Saat bertemu, ia
menghormat Sang Bhagava, lalu duduk di sampingNya. Setelah duduk, ia berkata, “ Bhante,
saya sendiri mendengar dari Sang Bhagava, di depan Sang Bhagava saya menerima kata-kata
ini;

“Ananda, murid Buddha Sikki bernama Abhibhu berada di alam Brahma (Brahma Loka) dan
ia dapat menyebabkan suaranya di dengar sampai sejauh seribu tata surya yang lain. Bhante,
berapa jauh seribu tata surya yang lain? Bhante, berapa jauh seorang arahat
sammasambuddha dapat memperdengarkan suaranya?”

“Ananda, Abhibhu masih seorang murid, Suara Tathagata adalah tidak terukur
jangkauannya.”

Untuk kedua kali dan sampai ketiga kalinya, Ananda menanyakan hal tersebut, maka Sang
Bhagava menjawab:

“Ananda, apakah kau pernah mendengar tentang seribu Culanika Lokadhatu (tata surya
kecil)?”

“Sekarang saatnya Bhagava, sekarang saatnya Sugata, bagi Sang Buddha bekata. Para
bhikkhu akan memperhatikan dengan sungguh-sungguh apa yang Sang Bhagava sabdakan.”

“Maka dengarkanlah Ananda, perhatikanlah, saya akan bicara.”

“Ya, Bhante.” Jawab Ananda.

Kemudian Sang Bhagava bersabda:

“Ananda, sejauh matahari dan bulan berotasi pada garis orbitnya, dan sejauh pancaran sinar
matahari dan bulan di angkasa, seluas itulah seribu tata surya. Di dalam seribu tata surya
terdapat seribu matahari, seribu bulan, seribu Gunung Sineru, seribu Jambudipa, seribu Apara
Yojana, seribu Uttarakuru, seribu Pubbavidehana, empat ribu maha samudera, empat ribu
maha raja, seribu Catummaharajika, seribu Tavatimsa, seribu Yamma, seribu Tusita, seribu
Nimmanarati, seribu Parinimmita Vassavati, dan seribu alam Brahma. Inilah Ananda, yang
dinamakan seribu tata surya kecil (Sahasi Culanika Lokadhatu). Ananda, seribu kali Sahasi
Culanika Lokadhatu dinamakan Dvisahassa Majjhimanika Lokadhatu, Ananda, seribu
Dvisahassa Majjhimanika Lokadhatu, dinamakan Tisahassi Mahasahassi Lokadhatu. Ananda,
bilamana Sang Tathagata mau, maka ia dapat memperdengarkan suaraNya sampai terdengar
di Tisahassi Mahasahassi Lokadhatu ataupun melebihi itu lagi.”
“Bhante, bagaimana hal itu terjadi?”

“Ananda, dalam hal ini Sang Tathagata diliputi cahaya Tisahassi Mahasahassi Lokadhatu.
Bila makhluk-makhluk di tata surya itu melihat cahaya ini, maka Sang Tathagata akan
berkata-kata dan suaranya dapat didengar mereka. Demikianlah hal ini terjadi.”

Setelah mendengar hal ini, Bhikkhu Ananda berkata kepada Bhikkhu Udayi, “suatu
keuntungan bagiku, pendapat yang baik sekali bagiku karena guruku memiliki kekuatan dan
kemampuan yang hebat sekali.”

Lalu Bhikkhu Udayi berkata kepada Bhikkhu Ananda, “Avuso, Ananda, apakah manfaatnya
bagimu, walaupun gurumu memiliki kekuatan dan kemampuan yang hebat seperti itu?”

Mendengar kata-kata ini, Sang Bhagava berkata kepada Bhikkhu Udayi, “janganlah berkata
begitu Udayi, janganlah berkata begitu, andaikata Ananda meninggal tanpa mencapai
kebebasan, tapi dengan keyakinan teguh ini ia akan tujuh kali menguasai para dewata, tujuh
kali ia akan menjadi maharaja Jambudipa ini, tetapi Udayi, pada kehidupan ini Ananda akan
mencapai Parinibbana. (Ananda Vagga, Angutara Nikaya)

2. 1. 4. Jumlah manusia yang ada di bumi ini sangat sedikit apabila dibandingkan
dengan jumlah makhluk dalam alam semesta (Nakharika Sutta atau Sutta Ujung
Kuku)

Terlahir sebagai manusia adalah suatu hal yang sangat menguntungkan dan membahagiakan.
Mengapa? Karena untuk dapat terlahir sebagai manusia itu tidak mudah, sangat sulit.
Bagaimana sulitnya? Di dalam khotbahNya yang berjudul Nakhasikha Sutta, Sang Buddha
menjelaskan betapa sulitnya untuk dapat terlahir sebagai manusia dengan perumpamaan debu
yang ada di ujung kuku Sang Buddha. Sang Buddha mengambil secuil debu dari tanah dan
menempelkannya di kukuNya, jika dibandingkan dengan jumlah debu yang ada di tanah, para
bhikkhu menjawab bahwa jumlah debu yang ada di ujumg kuku Sang Buddha itu terlalu
sedikit dan dapat diabaikan bila dibandingkan dengan jumlah debu yang ada di tanah yang
jumlahnya lebih banyak. Kemudian Sang Buddha melanjutkan bahwa mereka yang terlahir
sebagai manusia, setelah kematiannya untuk dapat terlahir kembali sebagai manusia adalah
sangat sedikit, seperti jumlah debu yang ada di ujung kukuNya. Sementara itu, mereka yang
akan terlahir kembali di alam-alam rendah (apaya), yaitu: alam neraka, alam binatang, alam
setan (peta), dan alam raksasa setelah kematiannya sebagai manusia adalah sebanyak debu
yang ada di tanah. Jadi betapa sulitnya untuk dapat terlahir sebagai manusia telah ditunjukkan
dengan jelas dalam khotbah Sang Buddha tersebut.

2. 1. 5. Manusia yang sekarang merupakan resultante dari jumlah kehidupannya di


berbagai bumi dan banyak kehidupan di bumi ini

Menurut agama Buddha, sebelum bumi yang kita tinggali ini ada, sudah terbentuk banyak
dunia-dunia yang tak terhitung jumlahnya. Keadaan alam sekitar kita, termasuk manusia, juga
dipengaruhi oleh makhluk hidup penghuninya, dimana alam akan hancur apabila
penghuninya memiliki pola pikir dan perbuatan yang jahat dan juga berlaku sebaliknya.
2. 1. 6. Pria dan wanita muncul di bumi ini secara bersama, oleh sebab itu pria dan
wanita mitra

Menurut Agama Buddha, manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan yang muncul bersama
di bumi ini, dan dia dapat terlahir sesuai karmanya masing-masing, sehingga kedudukan laki-
laki dan perempuan dalam Agama Buddha tidak dibicarakan sebagai sesuatu yang
bermasalah. Agama Buddha membimbing umatnya kepada lebih menghargai gender. Dalam
Paninivana Sutta, Sang Buddha mengatakan, seluruh umat manusia tanpa tertinggal memiliki
jiwa Buddha. Laki-laki dan perempuan mempunyai tugas hidup yang agung, karenanya agar
terjadi keseimbangan dalam menjalankan fungsi kehidupannya, maka keduanya mempunyai
karakter yang tampak berlawanan, tetapi justru karena hal inilah muncul keseimbangan.

2. 2. Ajaran Buddha tentang Manusia

Dalam buku-buku agama di dunia, dijelaskan bahwa manusia, menurut ajaran Buddha, adalah
kumpulan dari kelompok energi fisik dan mental yang selalu dalam keadaan bergerak,
disebut pancakhandha atau lima kelompok kegemaran, yaitu: Rupakhanda (jasmani),
Vedanakhanda (perasaan), Sannakhandha (pencerapan), Shankharakhandha (bentuk-bentuk
pikiran), dan Vinnanakhandha (kesadaran).

Manusia dianggap merupakan kumpulan dari lima kandha tanpa adanya roh atau atma di
dalamnya. Agama Buddha menyangkal adanya roh atau atma yang kekal dalam diri manusia.
Ajaran ini di sebut anatman atau anatta.

2. 2. 1. Manusia sebagai makhluk (puggala)

Puggala berarti makhluk. Pada umumnya, Puggala atau makhluk itu terdiri atas nama atau
batin dan rupa atau jasmani. Setiap makhluk pasti dilahirkan oleh Janaka Kamma dan
kehidupannya diatur oleh Kamma Niyama atau hukum karma.

2. 2. 2. 31 Bhumi (alam Kehidupan)

a. 11 Kamma Bhumi

Kamma Bhumi adalah alam kehidupan dimana makhluk-makhluknya masih senang


dengan nafsu-nafsu indera dan terikat dengan panca indera. Kamma Bhumi terdiri
dari;

- 4 Apaya Bhumi (4 alam kehidupan yang menyedihkan), yaitu:


 Niraya Bhumi (alam binatang), terbagi menjadi beberapa kelompok di
antaranya yang disebut kelompok Maha Neraka 8 (sanjiva neraka, kalasutta
neraka, sanghata neraka, roruva neraka, maharoruva neraka, tapana neraka,
mahatapana neraka, avici neraka).
 Tiracchana Bhumi (alam binatang), terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu:
 Apadatiracchana: kelompok binatang yang tidak mempunyai kaki
 Dvipadatiracchana: kelompok binatang berkaki dua
 Catupadatiracchana: kelompok binatang berkaki empat
 Bahuppadatiracchana: kelompok binatang berkaki banyak
 Peta Bhumi (alam setan), terdiri dari beberapa kelompok yang disebut peta 4,
peta 12, dan peta 21.
 Asurakaya Bhumi (alam raksasa), terdiri dari:
 Deva asura: kelompok dewa yang disebut asura
 Peta asura: kelompok setan yang disebut asura
 Niraya asura: kelompok makhluk neraka yang disebut asura
- 7 Kamasugati Bhumi (7 alam kehidupan nafsu yang menyenangkan), yaitu:
 Manussa Bhumi (alam manusia)
 Catummaharajika Bhumi (alam 4 raja dewa: Dhatarattha, Virulaka,
Virupakka, dan Kuvera), terbagi dalam tiga kelompok:
 Bhumamattha Devata: para dewa yang berdiam di atas tanah (gunung,
sungai, laut, rumah, vihara, dsb.)
 Rukakkhattha Devata: para dewa yang berdiam di atas pohon
 Akasattha Devata: para dewa yang berdiam di angkasa (bulan, bintang,
dsb.)
 Tavatimsa Bhumi (alam 33 dewa), disebut alam 33 dewa karena dahulu kala
ada sekelompok pria yang berjumlah 33 orang yang selalu bekerja sama
melakukan kebaikan. Sewaktu meninggal, mereka semua terlahir dalam
(masing-masing) satu alam dewa.
 Yama Bhumi (alam dewa Yama), para dewa di alam ini terbebas dari
kesulitan.
 Tusita Bhumi (alam kenikmatan), para dewa di alam ini terbebas dari
‘kepanasan hati’, yang ada hanya kesenangan dan kenikmatan.
 Nimmanarati Bhumi (alam yang menikmati ciptaanya), para dewa di alam ini
menikmati kesenangan panca indera yang mereka ciptakan sendiri.
 Paranimmitavasavatti Bhumi (alam dewa yang menyempurnakan ciptaan
dewa lain), para dewa di alam ini selain menikmati kesenangan panca indera,
juga mampu menyemprnakan ciptaan dewa lainnya.

b. 16 Rupa Bhumi

- Pathama Jhana Bhumi 3 (3 alam kehidupan Jhana pertama), yaitu:


 Brahma Parissaja Bhumi (alam pengikut-pengikut Brahma)
 Brahma Purohita Bhumi (alam para mentrinya Brahma)
 Maha Brahma Bhumi (alam Brahma yang besar)
- Dutiya Jhana Bhumi 3 (3 alam kehidupan Jhana kedua), yaitu:
 Brahma Parittabha Bhumi (alam para Brahma yang kurang cahaya)
 Brahma Appamanabha Bhumi (alam para Brahma yang tidak terbatas
cahayanya)
 Brahma Abhassara Bhumi (alam para Brahma yang gemerlap cahayanya)
- Tatiya Jhana Bhumi 3 (3 alam kehidupan Jhana ketiga), yaitu:
 Brahma Parittasubha Bhumi (alam para Brahma yang kurang auranya)
 Brahma Appamanasubha Bhumi (alam para Brahma yang tidak terbatas
auranya)
 Brahma Sibhakinha Bhumi (alam para Brahma yang auranya penuh dan tetap)
- Catuttha Jhana Bhumi 7 (7 alam kehidupan Jhana keempat)
 Brahma Vehapphala Bhumi (alam para Brahma yang besar pahalanya)
 Brahma Asannasatta Bhumi (alam para Brahma yang kosong dari kesadaran)
 Alam Suddhavasa 5 (5 alam kediaman yang murni), terdiri dari:
 Brahma Aviha Bhumi (alam para Brahma yang tidak bergerak atau alam
bagi Anagami yang kuat dalam keyakinan/saddhindriya)
 Brahma Atappa Bhumi (alam para Brahma yang suci atau alam bagi
Anagami yang kuat dalam usaha/viriyindriya)
 Brahma Sudassa Bhumi (alam para Brahma yang indah atau alam bagi
Anagami yang kuat dalam kesadaran/satindriya)
 Brahma Sudassi Bhumi (alam para Brahma yang berpandangan terang atau
alam bagi Anagami yang kuat dalam konsentrasi/samadindriya)
 Brahma Akanittha Bhumi (alam para Brahma yang luhur atau alam bagi
Anagami yang kuat dalam kebijaksanaan/pannindriya)

b. 4 Arupa Bhumi

- Akasanancayatana Bhumi (keadaan dari konsepsi ruangan tanpa batas)


- Vinnanancayatana Bhumi (keadaan dari konsepsi kesadaran tanpa batas)
- Akincannayatana Bhumi (keadaan dari konsepsi kekosongan)
- Nevasannanasannayatana Bhumi (keadaan dari konsepsi bukan pencerapan
maupun bukan tidak pencerapan)

2. 2. 3. Jenis-jenis makhluk (puggala): 31 alam kehidupan terbagi menjadi 12 macam

1. Puthujjana Paggala (makhluk awam/belum merealisasikan kesucian)

a. Duggati Ahetuka Puggala


b. Sugati Ahetuka Puggala
c. Dvihetuka Puggala
d. Tihetuka Puggala

2. Ariya Puggala (makhluk suci)

a. Sotapatti Magga Puggala


b. Sotapatti Phala Puggala
c. Sakadagami Magga Puggala
d. Sakadagami Phala Puggala
e. Anagami Magga Puggala
f. Anagami Phala Puggala
g. Arahatta Magga Puggala
h. Arahatta Phala Puggala
3. Hakikat dan Martabat Manusia

Arti: Manusia memiliki kualitas batin yang berbeda-beda (yang diakibatkan oleh
karma lampau dan sekarang) sehingga berbeda pula tanggapan mereka dalam
menghadapi setiap situasi yang timbul dalam kehidupan mereka.

4.Tanggung jawab manusia

Arti: manusia yg kualitas batinnya baik memiliki tanggung jawab moral dalam
berperan di kehidupan ini.

SOAL:

1. Apa-apa saja yang termasuk di dalam pancakhanda atau lima kelompok kegemaran?
1. Jasmani, perasaan, pencerahan, pikiran, kesadaraan.
2. Jasmani, perasaan, pencerapan, pikiran, kesadaran.
3. Jasmani, perasaan, pencerapan, pikiran, keinginan.
4. Jasmani, perasaan, pencerapan, akal budi, kesadaran.
2. ......... ada karena adanya pikiran, pikiran timbul disebabkan oleh adanya pencerapan,
pencerapan tercipta karena adanya perasaan, dan pencerahan timbul karena
adanya ..........
1. Keinginan, wujud.
2. Kesadaran, raga.
3. Kemauan, bentuk.
4. Kesadaran, wujud.
3. Alasan/alasan-alasan manusia disebut memiliki potensi tidak terbatas .........
1. Manusia adalah makhluk yang dapat melakukan apapun dengan harta mereka.
2. Manusia memiliki akal budi.
3. Otak manusia sering disebut ‘kartu memori’ dengan daya tampung (hampir) tidak
terbatas.
4. Kecerdasan manusia adalah sesuatu yang tidak terkalahkan.
4. Mengapa agar dapat mencapai Nibbana, harus terlahir sebagai manusia?
1. Karena manusia bisa berbuat kebaikan.
2. Karena manusia dapat mendengarkan dhamma
3. Karena manusia adalah makhluk yang berakal budi.
4. Karena manusia memiliki kesempatan kedua.
5. Siapakah murid Buddha Sikki yang berada di Brahma Loka (alam brahma) yang
suaranya dapat terdengar sampai ke seribu tata surya?
1. Udayi dan Ananda
2. Ananda
3. Abhibhu dan Ananda
4. Abhibhu
6. ‘Jumlah manusia yang ada di bumi ini sangat sedikit apabila dibandingkan dengan
jumlah makhluk dalam alam semesta.’ Pernyataan di atas diumpamakan Sang Buddha
di dalam sutta .........
a. Ujung jari
b. Ujung kaki
c. Ujung kuku
d. Ujung rambut
e. Ujung dunia
7. Dalam Paninivana Sutta, Sang Buddha mengatakan ........
a. Laki-laki dan perempuan muncul secara bersamaan
b. Laki-laki dan perempuan adalah makhluk mulia
c. Laki-laki dan perempuan saling menyeimbangkan
d. Laki-laki dan perempuan saling melengkapi
e. Laki-laki dan perempuan adalah sama
8. Alam binatang, terbagi menjadi 4 kelompok, sebutkan salah satunya!
a. Apadatiracchana
b. Sanjiva neraka
c. Dhatarattha
d. Catuparadatiracchana
e. Avici neraka

9. Yang termasuk di dalam Dutiya Jhana Bhumi 3 atau 3 alam kehidupan Jhana kedua
adalah ........
a. Brahma Parittabha Bhumi, Brahma Appamanabha Bhumi, Brahma
Parittasubha Bhumi
b. Brahma Parittabha Bhumi, Brahma Appamanabha Bhumi, Brahma
Abhassara Bhumi
c. Brahma Appamanasubha Bhumi, Brahma Sibhakinha Bhumi, Brahma
Vehapphala Bhumi
d. Brahma Vehapphala Bhumi, Brahma Asannasatta Bhumi, Brahma Aviha
Bhumi
e. Brahma Aviha Bhumi, Brahma Atappa Bhumi, Brahma Sudassa Bhumi
10. Yang termasuk Puthujjana Paggala adalah .........
a. Sotapatti Phala Puggala
b. Sakadagami Phala Puggala
c. Sugati Ahetuka Puggala
d. Anagami Phala Puggala
e. Arahatta Phala Puggala

1. C 6. C
2. C 7. C
3. E 8. A
4. A 9. B
5. D 10. C

SILA & MORAL

1. Sila (dalam agama Buddha)


Sila adalah etika atau moral yang dilakukan berdasarkan cetana atau kehendak. Etika
berasal dari bahasa Yunani yaitu ETHOS yang artinya kebiasaan atau adat. Oleh karena
itu etika sering dijelaskan sebagai moral. Dalam pandangan Buddhis sila memiliki
banyak arti antara lain: norma (kaidah), peraturan, perintah, sikap, keadaan, perilaku,
sopan santun, dan sebagainya. Sila pertama kali diajarkan Buddha kepada lima orang
pertapa ketika menyampaikan khotbah pertama di Taman Rusa Isipatana. Dalam
khotbah tersebut dijelaskan tentang jalan menuju lenyapnya dukkha yang dinamakan
jalan tengah. Dalam jalan tengah sila memiliki kelompok Ucapan benar, Perbuatan
benar dan Mata Pencaharian benar. Sila merupakan dasar yang paling utama dalam
pengamalan kehidupan beragama. Dengan memiliki agama merupakan langkah awal
yang sangat penting untuk mencapai kehidupan yang luhur. Hal tersebut disampaikan
dalam Kitab Samyutta Nikaya V, 143, antara lain : “Apakah permulaan dari batin yang
luhur? Sila yang sempurna.”

2. Definisi moral
Menurut KBBI, moral berarti (ajaran tentang) baik-buruk yang diterima umum
mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dsb: akhlak; budi pekerti; susila.

‘Sila’ dalam agama Buddha sering diterjemahkan sebagai ‘moral, kebajikan, atau
perbuatan baik.’ Ajaran Buddha tentang sila adalah etika Buddhis, petunjuk dan latihan
moral yang membentuk perilaku yang baik. Menurut kosakata bahasa Pali, ‘sila’ dalam
pengertian luas padanannya adalah ‘etika’ dan dalam pengertian sempit padanannya
adalah ‘moral’.

Landasan moral dalam agama Buddha pada dasarnya bukan berupa perintah atau
peraturan, melainkan pengertian yang mendalam tentang apa yang baik dan apa yang
buruk terkait dengan sebab dan akibat (kamma). Fakta sederhana bahwa etika umat
Buddha berakarkan hukum alam membuat prinsip-prinsipnya bermanfaat dan dapat
diterima oleh dunia modern.

3. Dasar dasar pelaksanaan Sila


3. 1. Sati dan Sampajanna
Sati artinya cetusan keadaan batin, misalnya cetusan batin untuk membaca buku.
Dalam pelaksanaan Dhamma dan aktivitas sehari-hari sati dimaksudkan sebagai
ingatan, perhatian, kewaspadaan, serta kesadaran sebelum melakukan perbuatan.
Lawan dari sati adalah “lupa”. Agar tidak melalaikan pekerjaan karena lupa maka
sati harus dijaga setiap saat. Contoh sati dalam kehidupan sehari-hari adalah :

1. Si A ingat bahwa membuang sampah sembarangan adalah karma buruk.


2. Si B ingat bahwa menyelewengkan uang SPP adalah termasuk mencuri.
3. Si C ingat bahwa mencontek adalah perbuatan bodoh, dll.

Sati merupakan faktor yang sangat penting untuk mendukung sila (perbuatan baik)
seseorang. Orang yang tidak memiliki sati atau kehilangan sati diibaratkan seperti
orang yang “sakit jiwa” karena orang yang sakit jiwa Citta (pikiran)-nya dapat
bekerja, tetapi sati (ingatan) nya tidak dapat bekerja sehingga tidak mempunyai
pengendalian diri.
Sati sebenarnya tidak mudah luntur walaupun kita sakit bertahun-tahun, tidak
makan berhari-hari, bekerja keras, dan lain-lain. Sati akan luntur dan hilang dari
diri seseorang, jika ia minum minuman keras dan sejenisnya. Larangan untuk tidak
minum minuman keras dan sejenisnya adalah penegasan pentingnya sati dalam
kehidupan sehari-hari. Sati dapat dikembangkan dengan berbagai cara, misalnya
dengan membuat buku catatan harian, memasang bel, memasang/menempel kertas
di suatu tempat, menghindari barang-barang yang memabukkan, melakukan
meditasi perenungan, dll.

Sampajanna yaitu muncul kesadaran ketika sedang melakukan kegiatan. Dhamma


ini sangat membantu untuk tumbuhnya kebaikan sama seperti halnya sati. Pada
umumnya kesadaran demikian membawa manfaat, misalnya mereka menyadari
bahwa mereka sedang melakukan kejahatan dan berusaha melakukan sebaik
mungkin serta berhati-hati. Mereka menyadari bahwa mereka sedang berbohong
dan berusha agar pembicaraan itu dipercaya oleh orang lain.
Sampajanna yang dimaksudkan disini adalah bukan kesadaran ketika melakukan
kejahatan, tetapi kesadaran yang membawa manfaat bagi diri sendiri dan orang
lain. Jenis kesadaran ini (sampajanna) adalah bila disertai dengan empat ciri
dari Sampajanna yaitu:
1) Menyadari manfaat yang sedang kita lakukan.
2) Menyadari bahwa apa yang sedang kita lakukan sesuai atau tidak dengan diri
kita sendiri.
3) Menyadari bahwa apa yang kita lakukan akan menimbulkan suka atau duka.
4) Menyadari bahwa apa yang kita lakukan itu merupakan suatu kebodohan atau
didasari pengertian yang benar.

Keempat faktor kesadaran tersebut merupakan faktor dari sampajanna dan


memberikan kesadaran bagi kita untuk tidak mengerjakan pekerjaan yang sia-sia,
tidak sesuai dengan posisi kita, serta dengan cara yang keliru. Dengan adanya
kesadaran ini maka kita dapat menyesuaikan diri dan menambah kebajikan. Bila
tidak memiliki kesadaran maka dapat terjadi hal-hal misalnya seperti, murid-murid
tidak akan naik kelas jika selalu melamun dan tidak mengerti apa yang diajarkan
guru.

3. 2. Hiri dan Ottapa


Hiri bersumber dari dalam diri sendiri, bersifat otonom, timbul sendiri, berbentuk
rasa malu, ditandai adanya sifat konsisten dengan kebenaran, sumber subyektif dari
hiri adalah pandangan dari ide-ide yang berhubungan dengan kelahiran (misalnya
saya lahir dari keluarga baik-baik maka seharusnya malu untuk berbuat jahat), usia
(misalnya saya sudah dewasa maka saya malu untuk berbuat kejahatan),
kedudukan sosial (misalnya saya adalah seorang pelajar maka saya malu kalau
melakukan kejahatan), kehormtan diri (misalnya saya adalah orang yang dihargai
masyarakat saya akan malu kalau saya berbuat jahat), dan tingkat pendidikan
(misalnya saya adalah orang yang berpendidikan maka saya malu kalau saya
melakukan kejahatan).

Maka seseorang yang memilik hiri akan berfikir “hanya orang-orang bodoh, anak-
anak dan orang yang tidak perpendidikan yang tidak memiliki rasa malu untuk
berbuat jahat”. Oleh karena itu saya akan menghindari pendangan yang salah dan
melakukan perbuatan baik. Dengan hiri, seseorang bercermin kepada kehormatan
dirinya, kelahirannya, gurunya, kedudukannya, pendidikannya, atau masyarakat
dimana berada. Apabila seseorang memiliki hiri, maka dirinya sendirilah yang
paling tepat menjadi guru dan pengawasnya yang terbaik.

Ottapa yang berarti memiliki rasa takut untuk berbuat jahat lebih bersumber dan
dipengaruhi oleh hal-hal luar diri kita, bersifat heteromus, lebih dipengaruhi oleh
lingkungan dan masyarakat. Jika hiri terbentuk oelh rasa malu, tetapi ottapa
dibentuk oleh rasa takut. Ottapa ditandai dengan adanya kemampuan mengenal
bahaya dan takut melakukan kesalahan.

Sumber eksternal dari ottapa adalah pandangan dan ide-ide bahwa sesuatu yang
“berkuasa” akan mempersalahkannya, maka ia menghindari perbuatan yang salah.
Dengan ottapa, seseorang takut pada dirinya sendrir, takut dipersalahkan orang
lain, dll. Apabila seseorang lebih sensitive terhadap ottapa, maka sebaiknya
mengikuti bimbingan dan peraturan dari seseorang ataupun dari suatu ajaran yang
baik yang diyakininya.

Perilaku benar menurut padangan agama Buddha pada dasarnya adalah perilaku
yang sesuai dengan aturan moral atau sila yaitu pancasila. Untuk menunjang
pelaksanaan sila pada diri seseorang. Hiri dan ottapa akan sangat membantu. Hiri
adalah perasaan malu, sikap batin yang merasa malu bila melaksanakan kesalahan
atau kejahatan.  Ottapa artinya enggan berbuat salah atau jahat. Sikap batin yang
merasa enggan atau takut akan akibat perbuatan salah atau jahat yang akan
dilakukan. Hiri dan Ottapa merupakan sebab terdekat timbulnya sila.

4. Pembagian Sila
4. 1. Sila menurut jenisnya
4. 1. 1. Pakati Sila
Pakati Sila artinya sila alamiah (sila yang tidak dibuat oleh manusia).
Contohnya hukum tertib kosmis (utu, bija, kamma, dhamma, citta niyama).
4. 1. 2. Pannati Sila
Pannati Sila adalah sila yang dibuat oleh manusia berdasarkan kesepakatan
atas dasa tujuan tertentu. Contoh : peraturan kebhikkhuan, adat istiadat,
peraturan Negara, dan lain-lain.
4. 2. Sila menurut cara pelaksanaannya
4. 2. 1. Sikkhapada sila
Sikkhapada sila yaitu melakukan latihan pengendalian diri.
4. 2. 2. Carita Sila
Carita sila yaitu sila dalam aspek positif (mengembangkan 10 perbuatan
baik).
4. 2. 3. Varita Sila
Varita sila yaitu sila dalam aspek negatif (10 karma buruk).

5. Empat Sila untuk kemurnian anggota Sangha (Catuparisuddhi Sila)


1. Indriya Samvara Sila (kemoralan dengan mengendalikan indera)
2. Patimokka Samvara Sila (kemoralan dengan pengendalian melalui peraturan
moralitas awam atau bhikkhu, Patimokka Sila)
3. Ajiva Parisuddhi Sila (kemoralan dalam pengendalian mendapatkan/menggunakan
kebutuhan penghidupan, seperti makanan, obat, pakaian, tempat tinggal)
4. Paccayasannissita Sila (kemoralan dengan pengendalian untuk tidak
mempergunakan 4 kebutuhan pokok [jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-
obatan] karena keserakahan)

6. Sila menurut jumlah latihannya


6. 1. Cula Sila
adalah sila yang jumlahnya kecil/sedikit, terdiri dari Pancasila dan Atthasila.
Pancasila terdiri dari lima latihan kemoralan yang berisi tentang :

1. Melatih diri untuk tidak membunuh


Yang harus dihindari dalam sila I adalah : membunuh manusia dan hewan,
menyiksa manusia dan binatang, menyakiti (jasmani) manusia dan binatang.

Syarat terjadinya pembunuhan a.l: adanya makhluk hidup, tahu bahwa makhluk itu
hidup, ada niat, ada usaha untuk membunuh, makhluk tersebut mati sebagai hasil
pembunuhan.

Akibat membunuh : umur pendek, berpenyakitan, senantiasa dalam kesedihan.

2. Melatih diri untuk tidak mencuri


Yang harus dihindari dari sila ke II adalah : merampok, korupsi, mencopet,
manipulasi, penggelapan barang atau uang, berjudi, taruhan, dsb.

Syarat terjadinya pencurian a.l. : adanya barang nilik orang lain, tahu bahwa barang
tersebut bukan miliknya, ada niat, ada usaha, barang tersebut berpindah tempat.

Akibat mencuri : hidup dalam kemiskinan, dinista dan dihina, hidup tergantung
pada orang lain.

3. Melatih diri untuk tidak berbuat asusila


Yang harus dihindari dari sila ke III adalah : melakukan hubungan kelamin yang
bukan suami/istri, berciuman dengan lain jenis ditempat ramai/sepi, mencolek,
meraba lawan jenis dengan sengaja.

Syarat terjadinya berbuat asusila a.l. : ada obyek, ada niat, ada usaha melakukan,
berhasil melakukan.

Akibat berbuat asusila : beristri/bersuami dengan orang yang tidak disenangi,


terlahir dalam keadaan Waria, memiliki banyak musuh.

4. Melatih diri untuk tidak berkata kasar atau berbohong


Yang harus dihindari dari sila ke IV adalah : Menipu, memfitnah, omong kosong,
menuduh dan sejenisnya.
Syarat terjadinya berbohong a.l.: ada hal yang tidak benar, ada niat, ada usaha, ada
orang lain yang mempercayai.

Akibat berbohong : menjadi sasaran pembicaraan orang lain, tidak dipercaya


ucapannya, sering dituduh yang bukan-bukan, akan kehilangan sahabat tanpa sebab
yang berarti, bagian dari jasmani akan berfungsi tidak baik, menerima suara yang
tidak enak didengar.

5. Melatih diri untuk tidak minum-minuman keras atau mengkonsumsi obat-


obatan terlarang.
Yang harus dihindari dari sila ke V adalah : menggunakan obat yang tidak
seharusnya, minum-minuman yang menyebabkan ketagihan.

Syarat terjadinya minum/mengkonsumsi obat a.l. : ada barang, ada niat, usaha
melakukan, melaksanakan.

Akibat minum-minuman/makan obat terlarang : dibicarakan banyak orang,


kecerdasan menurun, tergantung pada orang lain.

Atthasila terdiri dari delapan latihan kemoralan yang berisi :


1. Lima Latihan kemoralan dalam Pancasila Buddhis.
2. Melatih diri untuk tidak makan setelah jam 12 siang.
3. Melatih diri untuk tidak memdengarkan musik, TV, tidak menggunakan wangi-
wangian, tidak berdandan, dll.
4. Melatih diri untuk tidak menggunakan tempat duduk/tidur yang lebih tinggi dan
mewah.
Hina Sila merupakan peraturan latihan yang dijalankan oleh umat Buddha perumah
tangga (upasaka/upasika). Atthasila biasanya dilaksanakan pada hari Uposatha
(pada saat penanggalan bulan) yang jatuh pada tanggal 1, 8, 15, 23 setiap
bulannya. Tetapi ada juga yang melaksanakan Atthasila setiap tanggal 1 dan 30 (ce
it dan cap go).

6. 2. Majjhima Sila
adalah sila menengah (Dasasila). Sila ini terdiri dari 10 latihan yang wajib
dilaksanakan oleh Samanera dan Samaneri. Seorang Samanera dan Samaneri hidup
sebagai Pabbajita. Pabbajita artinya hidup meninggalkan keluarga dengan cara
menjadi samana. Samana artinya pertapa yang hidupnya mengembara.

6. 3. Maha Sila
adalah sila yang jumlah latihannya besar/tinggi. Dalam hal ini yang dimaksud
adalah Patimokkha sila (peraturan yang dilaksanakan oleh bhikkhu dan bhikkhuni).
Bhikkhu melaksanakan sila berjumlah 227 latihan, sedangkan bhikkhuni
melaksanakan 311 latihan. Bhikkhu dan bhikkhuni juga disebut Samana/Pertapa.
BAB 3

SILA & MORAL

SOAL:

1. Budi adalah seorang mahasiswa di salah satu universitas ternama di


Indonesia. Meskipun sudah menyandang status ‘mahasiswa’, tetapi prilaku
Budi tidak mencerminkan sifat-sifat seorang mahasiswa. Ia sering membolos
kelas, dan tidak jarang pula datang hanya untuk absen. Berbeda dengan Andi
yang mencerminkan sikap mahasiswa yang baik; rajin datang, aktif di kelas,
dan berprestasi.
Sikap Andi di atas dapat digolongkan sebagai .........
1. Moral
2. Etika
3. Sila
4. Cetana (kehendak)

2. Landasan moral dalam agama Buddha pada dasarnya bukan berupa perintah
atau peraturan, melainkan pengertian yang mendalam tentang apa yang baik
dan apa yang buruk terkait dengan sebab dan akibat (kamma).
Dari kalimat di atas, contoh menerapannya dalam keseharian dapat
berupa .........
1. Sejak kecil Jessica sudah diajarkan untuk selalu menolong satu sama lain.
2. Peter adalah siswa yang kurang mampu di kelas IX-6, tapi saat teman-
temannya berencana membeli kado yang mahal untuk Wali Kelas mereka,
Peter ikut menyumbang untuk patungan.
3. Kevin sering ikut berpartisipasi dalam kegiatan Pelestarian Hewan Langka
4. Saat ujian, Wendy yang belum belajar sama sekali meminta jawaban pada
teman sebangkunya, Dennis. Tetapi Dennis tidak ingin memberikan
jawabannya. Seminggu kemudian, Wendy balas dendam dengan cara
menuangkan jus jambu ke wajah Dennis.

3. Dalam pelaksanaan Dhamma dan aktivitas sehari-hari sati dimaksudkan


sebagai ingatan, perhatian, kewaspadaan, serta kesadaran sebelum melakukan
perbuatan.
Dari keterangan di atas, yang tidak tergolong sati adalah ........
1. Seorang bapak-bapak yang suka mabuk-mabukan.
2. Lili membalas pesan penting dari ibunya di tengah keramaian.
3. Seorang siswa SMA didiagnosis dokter mengalami sakit jiwa.
4. Elita refleks memukul Joan karena terkejut.
4. Hiri bersumber dari dalam diri sendiri, bersifat otonom, timbul sendiri,
berbentuk rasa malu, ditandai adanya sifat konsisten dengan kebenaran.
Contoh Hiri dalam kehidupan sehari-hari adalah .........
1. Vania terlahir di keluarga baik-baik, sehingga sampai sekarang ia enggan
melakukan hal jahat.
2. Yuni sering bersikap kekanakan meskipun usianya sudah kepala tiga.
3. Jocelyn tidak pernah menyontek saat ujian, karena ia adalah salah satu
siswi berprestasi.
4. Jono adalah seorang Camat, tetapi ia sering terlihat bermain kartu di
warung sampai larut malam.

5. Sila menurut jenisnya adalah .........


1. Pakati Sila
2. Sikkhapada sila
3. Pannati Sila
4. Carita Sila

6. “Apakah permulaan dari batin yang luhur? Sila yang sempurna.”


Kutipan di atas diambil dari .........
a. Kitab Samyutta Nikaya V, 143
b. Kitab Samyutta Nikaya V, 134
c. Kitab Samyutta Nikaya V, 144
d. Kitab Samyutta Nikaya VI, 143
e. Kitab Samyutta Nikaya VI, 143
7. Memiliki rasa takut untuk berbuat jahat, lebih bersumber dan dipengaruhi oleh
hal-hal luar diri kita, bersifat heteromus, lebih dipengaruhi oleh lingkungan
dan masyarakat.
Kalimat di atas adalah pengertian dari .........
a. Hiri
b. Ottapa
c. Sila
d. Sampajanna
e. Kamma
8. Nama lain dari salah satu dari Indriya Samvara Sila adalah .........
a. Kemoralan dengan mengendalikan indera
b. Kemoralan dengan pengendalian melalui peraturan moralitas awam
atau bhikkhu
c. Kemoralan dalam pengendalian mendapatkan/menggunakan
kebutuhan penghidupan, seperti makanan, obat, pakaian, tempat
tinggal
d. Kemoralan dengan pengendalian untuk tidak mempergunakan 4
kebutuhan pokok [jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan]
karena keserakahan
e. Kemoralan dengan mengendalikan keinginan pada hal-hal yang
bersifat keduniawian

9. Melatih diri untuk tidak mencuri, adalah sila ke .... dari Pancasila.
a. I
b. II
c. III
d. IV
e. V

10. Sila ini terdiri dari 10 latihan yang wajib dilaksanakan oleh Samanera dan
Samaneri. Seorang Samanera dan Samaneri hidup sebagai Pabbajita. Pabbajita
artinya hidup meninggalkan keluarga dengan cara menjadi samana. Samana
artinya pertapa yang hidupnya mengembara.

Sila yang dimaksud di atas adalah .........

a. Maha Sila
b. Majjhima Sila
c. Atthasila
d. Cula Sila
e. Varita Sila

1. A 6. A
2. B 7. B
3. E 8. A
4. B 9. B
5. B 10. B
IPTEK DAN SENI

1. Filsafat Ilmu Pengetahuan


Pengertian Ilmu Pengetahuan (sains) adalah “suatu sistem pengetahuan yang
berhubungan dengan dunia fisik beserta fenomena-fenomenanya yang memerlukan
suatu pengamatan yang tidak didasari prasangka apapun melainkan berdasarkan
eksperimen yang sistematik. Secara umum, sains melibatkan penggunaan kebenaran-
kebenaran umum atau bekerjanya hukum-hukum yang mendasar untuk memahami
corak fenomena” (Encyclopedia Britannica).

2. Filsafat Nilai
2. 1. Etika
Etika dalam ajaran Buddha tidak berlandaskan pada adat sosial yang berubah tetapi
pada hukum alam yang tidak berubah. Nilai-nilai etika dalam ajaran Buddha pada
hakikatnya adalah bagian dari alam dan hukum tetap sebab-akibat moral (kamma).
Fakta sederhana bahwa etika dalam ajaran Buddha berakarkan hukum alam membuat
prinsip-prinsipnya bermanfaat dan dapat diterima oleh dunia modern. Walaupun kode
etika ajaran Buddha disusun lebih dari 2500 tahun yang lalu, keabadian sifatnya tidak
berkurang.

2. 2. Estetika
Estetika atau keindahan dalam Buddhisme dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
jasmani (eksternal) dan moral (spiritual) atau internal. Menurut Buddhisme,
keindahan eksternal merupakan keindahan yang mudah untuk dilihat. Misalnya,
kecantikan seorang wanita, bahwa kecantikan tersebut akan terlihat dari wajahnya
yang cantik, fisiknya yang indah, dan keindahan lain yang berasal dari jasmaninya.
Keindahan yang berasal dari dalam (spiritual) ini lah yang sulit dilihat langsung,
karena seseorang yang dari luar atau fisiknya cantik, belum tentu keindahan dari
dalamnya juga demikian. Keindahan internal seseorang akan terlihat dari moral yang
dimilikinya.

3. Filsafat Metafisika
Pada mulanya istilah metafisika digunakan di Yunani untuk merujuk pada karya-
karya tertentu Aristoteles (384-322 SM). Namun sebenarnya istilah metafisika
bukanlah dari Aristoteles, metafisika oleh Aristoteles disebut sebagai filsafat pertama
atau theologia, dalam pandangan Aristoteles, metafisika belum begitu jelas dibedakan
dengan fisika. Istilah metafisika yang kita kenal sekarang, berasal dari bahasa Yunani
ta meta ta physika yang artinya “yang datang setelah fisik”. Istilah tersebut diberikan
oleh Andronikos dari Rhodos (70 SM) terhadap karya-karya Aristoteles yang disusun
sesudah (meta) buku fisika. (Loren Bagus, Metafisika, (Jakarta: Gramedia, 1991),
hlm 18)
Aristoteles dalam bukunya yang berjudul Metaphysica mengemukakan beberapa
gagasannya tentang metafisika antara lain:
 Metafisika sebagai kebijaksanaan (sophia), ilmu pengetahuan yang mencari
prinsip-prinsip fundamental  dan penyebab-penyebab pertama.
 Metafisika sebagai ilmu yang bertugas mempelajari yang ada sebagai yang ada
(being qua being) yaitu keseluruhan kenyataan.
 Metafisika sebagai ilmu tertinggi yang mempunyai obyek paling luhur dan
sempurna dan menjadi landasan bagi seluruh keadaan, yang mana ilmu ini sering
disebut dengan theologia.

4. Iman, Ilmu, dan amal sebagai kesatuan


Albert Einstein memberi penghormatan kepada ajaran Buddha saat ia berkata dalam
otobiografinya : 
“Religion without science is blind. Science without religion is lame. The religion of
the future will be a cosmic religion. It should transcend a personal god and avoid
dogmas and theology. Covering both the natural and the spiritual it should be based
on a religious sense arising from the experience of all things, natural and spiritual as
meaningful unity. Buddhism answers this description.”
“ Agama tanpa ilmu pengetahuan adalah buta. Ilmu pengetahuan tanpa agama tidak
bisa berjalan / lumpuh. Agama di masa mendatang adalah agama kosmik. Agama
tersebut seharusnya melampaui konsep Tuhan yang bersifat pribadi dan menghindari
dogma-dogma dan teologi. Dengan mencakup bidang alam dan spiritual, agama itu
harus didasari pada makna agama yang lahir dari pengalaman terhadap segala
fenomena alam, spiritual sebagai suatu kesatuan yang bermakna. Ajaran Buddha
menjawab deskripsi ini.”
Bila ada agama yang dapat mengatasi kebutuhan pengetahuan modern, agama
tersebut adalah agama Buddha. Ajaran Buddha tidak memerlukan revisi untuk
membuatnya up to date dengan penemuan ilmiah modern. Ajaran Buddha tidak
menyerahkan pandangannya kepada ilmu pengetahuan karena ajaran Buddha
mencakup dan melampaui ilmu pengetahuan. Ajaran Buddha adalah jembatan antara
pemikiran religius dan ilmiah, dengan memicu manusia untuk menemukan potensi-
potensi laten dalam dirinya sendiri dan lingkungannya. Ajaran Buddha tidak lekang
oleh waktu. 
5. Kewajiban menuntut Ilmu dan Mengamalkan Ilmu
6. Tanggung Jawab Terhadap Alam dan Lingkungan
Buddhhisme menganggap bahwa alam dan sekitarnya sebagai Dharmadhatu, yaitu
suatu kesatuan mutlak (totalitas), dimana suatu peristiwa yang terjadi di jagad raya ini
akan berpengaruh baik secara langsung terjadi maupun tidak langsung terhadap
komponen lainnya. Oleh karenanya secara umum alam adalah segala sesuatu yang
dapat ditanggapi oleh panca indera atau perasaan dan pikiran manusia walaupun
masih dalam keadaan samar-samar. Dalam agama Buddha, alam dibagi menjadi enam
lapisan, alam dewa, alam manusia, alam binatang, alam roh lapar, alam roh cemburu,
dan alam apaya atau alam neraka.
Sang Buddha bersabda: “segala sesuatu itu selalu berubah” . Demikian juga dengan
alam. Alam selalu mengalami perubahan dan berproses secara seimbang. Segala
sesuatu yang berkondisi bersifat tidak kekal (anicatta), tidak memuaskan (dukkhata)
dan tanpa inti yang kekal (anattata). Segala sesuatu yang berkondisi juga memiliki
sifat anicca, dukkha dan anatta (konsep tilakkhana). Menurut ajaran Buddha, semua
fenomena yang terjadi di alam merupakan sebab‐musabab yang saling berkaitan. Hal
ini dirumuskan dalam Hukum Paticca Samuppada yang telah diringkaskan sebagai
berikut: Dengan adanya ini, maka terjadilah itu; dengan timbulnya ini, maka
timbullah itu. Dengan tidak adanya ini, maka tidak adalah itu; dengan lenyapnya ini,
maka lenyaplah itu. Dari prinsip inilah maka kita dapat melihat bahwa segala sesuatu
tidak lebih dari sekedar hubungan (relation). Semua yang ada di bumi ini saling
bergatung satu sama lainnya untuk saling mempertahankan eksistensinya dan tetap
sadar bahwa di dunia ini tidak ada yang permanen. Manusia dengan makhluk lainnya
mesti saling melindungi dan tidak saling merusak.
Dunia ini seakan telah mengalami kekacauan yang sangat berat.  Nilai etika tidak lagi
berada di tempat yang sesuai. Namun, siapapun yang peduli dengan dirinya sendiri,
budayanya merupakan landasan awal menuju kehidupan akhir tertinggi setiap
Buddhis. Setiap individu diharapkan mengupayakan pembebasanya sendiri dengan
pemahaman dan usaha. Keselamatan umat Buddha adalah hasil pengembangan moral
orang itu sendiri tanpa perantara orang lain.
Jika kita melihat yang ada di sekitar kita, lingkungan yang semakin tak berbentuk.
Sampah dimana-mana, beterbangan dijalan yang dapat menambah polusi udara,
menyumbat saluran air yang akan berakkibat pada banjir, tanah longsor dan bencana
alam lainnya yang sebenarnya jika kita dapat menganalisis dapat dengan mudah kita
cegah. Semua ini adalah bagian dadri kebersihan lingkungan yang memang telah
sangat meresahkan masyarakat, masa depan kita, anak dan cucu kita. Dalam
Buddhisme, hal ini telah diberikan contoh dari ajaran-ajaran para Bikkhu dan
Bikkhuni dalam aturan yang sangat jelas, 
"Seorang bhikshu harus belajar untuk tidak membuang air kecil, air besar, atau
meludah ke dalam air..."
Dari kutipan di atas telah jelas bahwa air adalah bagian dari lingkungan kita, bahkan
air adalah suatu benda yang sangat penting dalam kehidupan kita. Tanpa air, kita tak
akan hidup seperti yang kita alami ini. Buddhisme juga mengecam perusakan hutan
dan lingkungan, seperti permasalahan pembalakan liar atau penebangan pohon
sembarangan yang dapat mengakibatkan bencana alam lainnya seperti banjir, polusi
udara maupun pemanasan global. Sebagaimana tercantum dalam potongan ayat di
bawah ini:
"Samana Gotama (maksudnya Buddha – penulis) tidak merusak biji-bijian yang
masih dapat tumbuh dan tidak mau merusak tumbuh-tumbuhan."
Dari kutipan di atas, maka Buddhisme mengajarkan kita untuk mencintai alam ini dan
tidak merusaknya. Lebih jauh lagi dalam aturan kebiaraan (vinaya) bagian Prayascitta
nomor 60, yang berbunyi sebagai berikut:
"Jika seorang bhikshu menyebabkan tumbuh-tumbuhan tercabut dari
tempatnya tumbuh, maka ia melakukan pelanggaran."
Demikianlah, ternyata ditinjau dari sudut pandang Buddhisme, terdapat ajaran untuk
menghargai dan menjaga kelestarian alam ini, tetapi mengapa hal tersebut masih
sering dilanggar? Penulis akan mencoba menjawab pertanyaan tersebut. Apabila kita
menganalisa secara mendalam, maka eksploitasi terhadap alam berakar pada
keserakahan. Sifat serakah tersebutlah yang membutakan manusia akan bahaya
penebangan dan perusakan hutan secara berlebihan. Buddhisme memang
mengajarkan bahwa salah satu dari tiga akar kejahatan adalah keserakahan (lobha)
dan ini hanya dapat diatasi dengan latihan-latihan spiritual tertentu, misalnya dengan
mempraktekkan athasila (delapan aturan kemoralan), sebagaimana yang telah
disinggung pada bagian terdahulu. Selanjutnya, kita juga patut mengakui bahwa para
pemuka agama jarang membicarakan tema-tema semacam ini. Oleh karenanya, kita
harus merubah kebiasaan ini, dimana para pemuka agama harus lebih rajin
mengkampanyekan pelestarian lingkungan. Bila dirasa perlu, dapat diadakan
seminar-seminar yang berhubungan dengan hal tersebut. Kita dapat pula membentuk
lembaga swadaya masyarakat yang berkeliling ke desa-desa untuk memberikan
penyuluhan dengan disertai pemuka agama setempat. Kita dapat pula menggerakkan
masyarakat untuk bersama-sama menghijaukan kembali hutan, dengan mengatakan
bahwa tindakan tersebut juga bagian dari ibadah.
Permasalahan ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, melainkan di seluruh negara
berkembang, dimana kesadaran terhadap wawasan ekologis masih sangat kurang.
Banyak industri yang membuang begitu saja limbahnya ke sungai, tanpa penanganan
yang memadai. Limbah tersebut seharusnya dinetralisir terlebih dahulu kandungan
zat-zat berbahayanya (misalnya logam berat) sebelum dibuang. Proses penetralisiran
ini memang membutuhkan biaya, sehingga para pemilik pabrik enggan
melakukannya. Marilah kita telaah akibat-akibat buruk dari pencemaran lingkungan
yang terjadi. Akibat pertama adalah matinya makhluk-makhluk hidup penghuni
lingkungan yang telah tercemar itu. Makhluk-makhluk hidup yang mati (misalnya
ikan) dapat menimbulkan bau busuk yang sangat menganggu, ini efek langsung dari
peristiwa tersebut. Efek tidak langsung dapat dilihat dari terganggunya rantai
makanan, sebagai akibat dari kematian hewan-hewan itu. Jika air sungai yang telah
tercemar diminum atau dipakai mandi oleh manusia, maka dapat mengakibatkan
timbulnya penyakit mematikan seperti misalnya kanker. Buddhisme menganjurkan
untuk tidak membunuh makhluk apapun. Ada lima peraturan kemoralan (disebut
dengan Pancasila Buddhis) yang perlu dijalankan oleh umat awam, dimana aturan
pertama berisi anjuran untuk menahan diri dari pembunuhan. Buddhisme
mengajarkan prinsip hukum karma atau sebab akibat, yang berbunyi sebagai berikut:
"Sebagaimana benih yang ditabur, maka itulah buah yang akan dituai. Pelaku
kejahatan akan menuai kejahatan, sebaliknya pelaku kebajikan akan menuai
kebajikan."
Jadi kesimpulannya, apabila seseorang dengan sengaja melakukan kejahatan pada
alam, maka cepat atau lambat ia akan menuai akibatnya. Oleh karena itu, agar dapat
hidup berbahagia di muka bumi, maka kita harus senantiasa melakukan kebajikan,
termasuk kebajikan pada alam. Salah satu bentuk kebajikan pada alam adalah dengan
bertekad untuk tidak merugikan atau menyakiti makhluk hidup lainnya, yakni
sebagaimana yang dituangkan dalam kitab Metta Sutta di bawah ini:
"Tidak melakukan apapun yang dicela oleh para bijaksana. Semoga semua
makhluk bahagia dan damai. Semoga hati mereka penuh kebajikan. Makhluk
hidup apa pun juga yang ada, yang lemah atau kuat, tinggi, gemuk, atau sedang,
pendek, kecil atau besar, tanpa kecuali, yang terlihat atau tidak terlihat, yang
tinggal jauh maupun dekat, yang sudah lahir atau pun yang akan lahir, semoga
semua makhluk bahagia!Bagaikan seorang ibu mau melindungi anaknya yang
tunggal dengan mengorbankan kehidupannya sendiri, demikian pula hendaklah
ia mengembangkan hati yang tak terbatas kepada semua makhluk.Hendaklah
pikirannya dipenuhi cinta kasih yang tak terbatas, menyelimuti seluruh dunia.
Ke atas, ke bawah dan ke sekeliling, tanpa rintangan, tanpa kebencian, tanpa
rasa permusuhan apapun."
Seseorang yang menjalankan prinsip-prinsip dalam Metta Sutta di atas, tidak akan
dengan sengaja dan sadar mencemari lingkungannya, karena ia mengetahui bahwa hal
itu akan melukai, menyakiti, serta membunuh makhluk lainnya. Kini kita telah
memahami bahwa apabila agama dijalankan serta dipahami dengan benar, maka tidak
akan ada pencemaran lingkungan. Kita dapat hidup dalam harmoni nan indah dengan
alam sekitar kita. Salah satu program yang dapat dijalankan adalah mengundang para
pengusaha dan penentu kebijaksanaan perusahaan untuk berdialog. Yang juga perlu
hadir dalam dialog itu adalah para ahli lingkungan hidup, yang mewakili kalangan
cendekiawan, dan kaum agamawan. Kita mencoba membangkitkan pengertian untuk
menciptakan bidang usaha yang ramah lingkungan, meskipun itu berarti pengeluaran
ekstra. Uang yang dikeluarkan tidaklah sebanding dengan manfaat yang
ditimbulkannya.

7. Mangala Sutta
Sutta ini sangat terkenal dan merupakan ringkasan yang singkat tetapi menyeluruh
mengenai etika Buddhis, secara individu maupun sosial. Tiga puluh delapan Berkah
Tertinggi yang terdapat di dalamnya merupakan penuntun yang pasti dalam
kehidupan manusia. Dimulai dengan “Janganlah berhubungan dengan orang yang
dungu” (dungu di sini tidak hanya berarti bodoh atau tidak berbudaya, tetapi juga
yang mempunyai kekejian dalam pikiran, perkataan dan perbuatan) yang penting
untuk kemajuan moral dan spiritual; diakhiri dengan pencapaian batin yang terbebas
dari nafsu, tak tergoncangkan dalam ketenangan. Sutta ini merupakan sutta yang
sangat sering dibacakan oleh umat Buddha dalam berbagai kesempatan yang
berbahagia seperti pada pernikahan, pemberkahan, pelantikan dan sebagainya.
Kata mangala berarti yang mendatangkan kebahagiaan dan kemakmuran (“which is
conducive to happiness dan prosperity”). Berasal dari : “Man” (keadaan yang tidak
menyenangkan), “ga” (pergi) dan “la” (memotong), kata itu berarti yang menghalangi
jalan menuju penderitaan (that which obstructs the way to states of misery”).
Dikisahkan pada suatu waktu terjadi perdebatan mengenai apa yang sebenarnya
disebut Berkah (Mangala). Ada yang menafsirkan bahwa mangala adalah sesuatu
yang indah dilihat misalnya pemandangan yang syahdu Anda pagi hari (seperti
seorang wanita dengan anaknya, anak laki-laki kecil , lembu jantan putih dan
sebagainya). Ada yang berpendapat bahwa mangala adalah suara yang indah didengar
seperti “penuh”, “keberuntungan” dan sebagainya. Lainnya lagi berpendapat bahwa
mangala adalah suatu pengalaman yang menyenangkan seperti bau harumnya bunga,
sentuhan ke tanah dan sebagainya.
Perdebatan itu tidak mencapai kata sepakat dan berlangsung terus dan meluas bahkan
sampai ke alam dewa. Para dewa, yang tidak merasa puas sebelum masalah ini
terpecahkan, menemui pemimpin mereka, yaitu Dewa Sakka. Sebagai dewa yang
bijaksana, Dewa Sakka memerintahkan seorang dewa untuk menanyakan hal tersebut
kepada Sang Buddha yang pada saat itu sedang berdiam di Vihara Anathapindika di
Jetavana dekat Savatthi. Lalu, Sang Buddha pun mengkhotbahkan Mangala Sutta.
S. Tachibana dalam bukunya “The Ethics of Buddhism” menyatakan : “Maha
Mangala Sutta menunjukkan bahwa ajaran Sang Buddha tidaklah selalu diberikan
dalam bentuk negatif, tidak selalu dalam bentuk seri klasifikasi dan analisis atau
berkaitan semata-mata dengan moralitas kebhikkhuan. Dalam sutta ini kita jumpai
moralitas keluarga yang dinyatakan dalam syair-syair yang paling indah. Kita dapat
membayangkan kehidupan rumah tangga yang penuh kebahagiaan yang dicapai
sebagai hasil pelaksanaan ajaran ini”.

EVAMME SUTAM, 
EKAM SAMAYAM BHAGAVA, SAVATTHIYAM VIHARATI, JETAVANE
ANATHAPINDIKASSA ARAME. ATHA KHO ANATHARA DEVATA,
ABHIKKANTAYA RATTIYA ABHIKKANTAVANNA KEVALAKAPPAM
JETAVANAM OBHASETVA. YENA BHAGAVA TENUPASANKAMI,
UPASANKAMITVA BHAGAVANTAM ABHIVADETVA EKAMANTAM
ATTHASI, EKAMANTAM THITA KHO SA DEVATA BHAGAVANTAM
GATHAYA AJJHABASI:

Demikianlah telah kudengar: 


Pada suatu ketika Sang Bhagava menetap di dekat Savatthi, dihutan Jeta di Vihara
Anathapindika. Maka datanglah dewa, ketika hari menjelang pagi, dengan cahaya
yang cemerlang menerangi seluruh hutan Jeta menghampiri Sang Bhagava,
menghormat Beliau lalu berdiri di satu sisi. Sambil berdiri disatu sisi, dewa itu
berkata kepada Sang Bhagava dalam syair ini:

BAHU DEVA MANUSSA CA 


MANGALANI ACINTAYUM 
AKANKHAMANA SOTTHANAM 
BRUHI MANGALAMUTTAMAM 

ASEVANA CA BALANAM 
PANDITANANCA SEVANA 
PUJA CA PUJANIYANAM 
ETAMMANGALAMUTTAMAM

PATIRUPADESAVASO CA 
PUBBE CA KATAPUNNATA 
ATTASAMMAPANIDHI CA 
ETAMMANGALAMUTTAMAM 

BAHUSACCAN CA SIPPAN CA 


VINAYO CA SUSIKKHITO 
SUBHASITA CA YA VACA 
ETAMMANGALAMUTTAMAM 

MATAPITU UPATTHANAM 
PUTTADARASSA SANGAHO 
ANAKULA CA KAMMANTA 
ETAMMANGALAMUTTAMAM 

DANANCA DHAMMACARIYA CA 


NATAKANANCA SANGAHO 
ANAVAJJANI KAMMANI 
ETAMMANGALAMUTTAMAM 

ARATI VIRATI PAPA 


MAJJAPANA CA SANNAMO 
APPAMADO CA DHAMMESU 
ETAMMANGALAMUTTAMAM 

GARAVO CA NIVATO CA 


SANTUTTHI CA KATANNUTA 
KALENA DHAMMASAVANAM 
ETAMMANGALAMUTTAMAM 

KHANTI CA SOVACASSATA 
SAMANANANCA DASSANAM 
KALENA DHAMMASAKACCHA 
ETAMMANGALAMUTTAMAM 

TAPO CA BRAHMACARIYANCA 
ARIYASACCANA DASSANAM 
NIBBANASACCHIKIRIYA CA 
ETAMMANGALAMUTTAMAM 

PHUTTHASSA LOKADHAMMEHI 
CITTAM YASSA NA KAMPATI 
ASOKAM VIRAJAM KHEMAM 
ETAMMANGALAMUTTAMAM 

ETADISANI KATVANA 
SABBATTHAMAPARAJITA 
SABBATTHA SOTTHIM GACCHANTITAN
TESAM MANGALAMUTTAMAM` TI.

Banyak Dewa dan manusia 


Berselisih paham tentang berkah 
Yang diharapkan membawa keselamatan;
Terangkanlah, apa Berkah Utama itu?

Tidak bergaul dengan orang yang tidak bijaksana 


Bergaul dengan mereka yang bijaksana. 
Menghormat mereka yang patut dihormat,
Itulah Berkah Utama

Hidup di tempat yang sesuai 


Berkat jasa-jasa dalam hidup yang lampau 
Menuntun diri ke arah yang benar 
Itulah Berkah Utama 

Memiliki pengetahuan dan keterampilan 


Terlatih baik dalam tata susila 
Ramah tamah dalam ucapan 
Itulah Berkah Utama 

Membantu ayah dan ibu 


Menyokong anak dan isteri 
Bekerja bebas dari pertentangan 
Itulah Berkah Utama 

Berdana dan hidup sesuai dengan Dhamma 


Menolong sanak keluarga 
Bekerja tanpa cela 
Itulah Berkah Utama 

Menjauhi, tidak melakukan kejahatan 


Menghindari minuman keras 
Tekun melaksanakan Dhamma 
Itulah Berkah Utama 
Selalu menghormat dan rendah hati 
Merasa puas dan berterima kasih 
Mendengarkan Dhamma pada saat yang sesuai 
Itulah Berkah Utama 

Sabar, rendah hati bila diperingatkan 


Mengunjungi para pertapa 
Membahas Dhamma pada saat yang sesuai 
Itulah Berkah Utama 

Bersemangat dalam menjalankan hidup suci 


Menembus Empat Kesunyataan Mulia 
Serta mencapai Nibanna 
Itulah Berkah Utama 

Meski tergoda oleh hal-hal duniawi 


Namun batin tak tergoyahkan, 
Tiada susah, tanpa noda, penuh damai 
Itulah Berkah Utama 

Karena dengan mengusahakan hal-hal itu 


Manusia tak terkalahkan di mana pun juga 
Serta berjalan aman ke mana juga 
Itulah Berkah Utama.
8. Keselarasan antara perkembangan IPTEK dan Moral
Pengertian Ilmu Pengetahuan (sains) adalah “suatu sistem pengetahuan yang
berhubungan dengan dunia fisik beserta fenomena-fenomenanya yang memerlukan
suatu pengamatan yang tidak didasari prasangka apapun melainkan berdasarkan
eksperimen yang sistematik.
Teknologi adalah cara dan keterampilan untuk membuat sesuatu. Yang dimaksudkan
adalan sains terapan. Sains membutuhkan ; pengamatan atau observasi.
Buddha bersabda: “... Oleh karena itu, warga suku kalama, janganlah percaya begitu
saja berita yang disampaikan kepadamu, atau oleh karena sesuatu yang sudah
merupakan tradisi, atau sesuatu yang di desas desuskan. Janganlah percaya begitu
saja apa yang ditulis di dalam kitab-kitab suci, juga apa yang dikatakan sesuai logika
atau kesimpulan belaka, juga apa yang dikatakannya telah direnungkan dengan
seksama, juga apa yang cocok dengan pandanganmu atau karena ingin menghormat
seorang pertapa yang menjadi gurumu... Tetapi terimalah kalau engkau sudah
membuktikannya sendiri” (Kalama sutta).
Kaitan Sains dengan Moral IPTEK dipandang tidak mampu membuat manusia
menjadi lebih baik atau bermoral. Egoisme dan keserakahan manusia, berpotensi
merendahkan martabat bahkan menghancurkan. Menurut Buddha, pengetahuan bagi
si dungu membawa kesengsaraan, menghancurkan kebaikannya, dan membelah
kepalanya sendiri (Dhp. 72). Perkembangan IPTEK telah menjadi agenda agama
pula, khususnya menyangkut etika dan moral.

BAB 4

IPTEK & SENI

SOAL:

1. Contoh nilai estetika menurut Budhisme adalah .........


1. Penampilan seorang model yang sangat cantik.
2. Seorang guru yang tetap semangat mengajar meskipun digaji rendah.
3. Para artis yang identik dengan barang-barang mahal.
4. Petani yang bersyukur bisa makan secukupnya.

2. Hal-hal yang bisa dilakukan untuk bertanggung jawab terhadap alam dan lingkungan
adalah .........
1. Menebang pohon untuk diolah menjadi alat kebutuhan manusia, kemudian
menanam pohon yang baru untuk menggantikan pohon yang ditebang.
2. Para bhikkhu/bhikkhuni yang menetap di vihara saat musim hujan agar
hewan-hewan kecil yang keluar dari tanah tidak terinjak.
3. Perusahaan bahan-bahan kimia yang menyediakan instalansi untuk
penanganan limbah.
4. Membuang sampah tidak terurai pada tempat khusus.

3. Sang Buddha bersabda: “... Oleh karena itu, warga suku kalama, janganlah percaya
begitu saja berita yang disampaikan kepadamu, atau oleh karena sesuatu yang sudah
merupakan tradisi, atau sesuatu yang di desas desuskan. Janganlah percaya begitu saja
apa yang ditulis di dalam kitab-kitab suci, juga apa yang dikatakan sesuai logika atau
kesimpulan belaka, juga apa yang dikatakannya telah direnungkan dengan seksama,
juga apa yang cocok dengan pandanganmu atau karena ingin menghormat seorang
pertapa yang menjadi gurumu... Tetapi terimalah kalau engkau sudah
membuktikannya sendiri”
Contoh penerapan sabda di atas dalam kehidupan sehari-hari adalah .........
1. Mika selalu memastikan segala sesuatu dari sumber terpercaya.
2. Sebagai mahasiswa, Dito diharuskan untuk mampu mencari sendiri materi-
materi mata kuliah. Sering kali ia mendapat materi tersebut dari berbagai
sumber, dan tak jarang pula apa yang ia dapat itu tidak sesuai dengan bahan
untuk pembelajaran.
3. Henny kurang suka membeli barang-barang melalui online shop karena
kualitasnya belum tentu terjamin.
4. Bu Ina selalu menyuruh murid-muridnya mencari materi dari buku-buku yang
ada di perpustakaan kampus, karena sumbernya banyak dan terpercaya.

4. Buddhhisme menganggap bahwa alam dan sekitarnya sebagai Dharmadhatu, yaitu


suatu kesatuan mutlak (totalitas), dimana suatu peristiwa yang terjadi di jagad raya ini
akan berpengaruh baik secara langsung terjadi maupun tidak langsung terhadap
komponen lainnya.
Contoh dari kalimat di atas adalah .........
1. Ketiadaan pohon menyebabkan cuaca panas pada musim kemarau.
2. Letusan dahsyat gunung api menyebabkan perubahan iklim di belahan dunia.
3. Gempa bumi menyebabkan tsunami.
4. Akar pohon menyebabkan keretakan jalan.

5. Yang dapat dikatakan sebagai Berkah Utama adalah .........


1. Tidak bergaul dengan orang yang tidak bijaksana.
2. Hidup di tempat yang sesuai.
3. Memiliki pengetahuan dan keterampilan.
4. Membantu ayah dan ibu.

6. Sutta ini merupakan sutta yang sangat sering dibacakan oleh umat Buddha dalam
berbagai kesempatan yang berbahagia seperti pada pernikahan, pemberkahan,
pelantikan dan sebagainya.
Apakah nama dari Sutta di atas?
a. Saraniyadhamma Sutta
b. Mangala Sutta
c. Parinibbana Sutta
d. Sutta Pitaka
e. Kalama Sutta

7. Rosi adalah seseorang yang sangat up to date pada perkembangan teknologi karena ia
bekerja pada bidang tersebut. Meskipun pengaruh teknologi sudah seperti makanan
sehari-hari baginya, ia tetaplah seseorang yang religius karena sejak kecil ibunya
sudah mengajarinya untuk taat beragama.
Dari sedikit cerita di atas, dapat dikatakan Rosi adalah seseorang yang menganut
keselarasan antara .........
a. IPTEK dan agama
b. IPTEK dan moral
c. IPTEK dan ketaatan pada orangtua
d. IPTEK dan sila
e. IPTEK dan spiritual
8. Michael adalah seorang model yang terkenal dengan wajahnya yang tampan juga
postur tubuhnya yang sangat ideal, namanya di dunia hiburan sudah tidak asing lagi,
bahkan sampai kancah Internasional. Di luar itu, Michael ternyata adalah seseorang
yang sangat berbakti pada orangtua dan juga sangat rendah hati pada setiap
penggemarnya.
Sifat Michael di atas, merupakan kombinasi antara nilai .........
a. Etika dan estetika
b. Estetika internal dan estetika eksternal
c. Etika dan moral
d. Estetika dan moral
e. Etika dan sila
9. Tokoh yang mempopulerkan kata ‘metafisika’ adalah .........
a. Plato
b. Aritoteles
c. Andronikos
d. Phytagoras
e. Dante Alighieri
10. Seorang ilmuwan ternama yang memberikan penghormatan pada ajaran Sang Buddha
adalah .........
a. Stephen Hawking
b. Marie Curie
c. Albert Einstein
d. Isaac Newton
e. Galileo Galilei

1. A 6. B
2. E 7. B
3. A 8. B
4. E 9. B
5. E 10. C
BAB 4

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

1. Definisi dan Hakikat Agama

Pendidikan mempunyai arti proses pengubahan sikap atau tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan. Dalam arti singkat adalah proses atau cara dalam mendidik. Sedangkan kata
“buddhis” menurut KBBI artinya penganut buddhisme (ajaran Buddha Gautama). Jadi
pendidikan buddhis dapat diartikan sebagai suatu proses atau cara mendidik yang
berlandaskan pemahaman terhadap ajaran Buddha. Selanjutnya, dalam tulisan ini
pengertian pendidikan buddhis mengacu pada arti tersebut.
Pendidikan Agama adalah salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di sekolah
formal yang bertujuan agar membuat peserta didik selain berkembang ilmu
pengetahuannya sekaligus berkembang pula spiritualnya. Konsep pendidikan dalam
Agama Buddha meliputi tiga tahap, ketiga tahapan tersebut yaitu:
a. Pariyatti
Pariyatti adalah proses belajar siswa yang menghasilkan pengertian
b. Patipati
Patipati adalah praktek yang dilakukan setelah siswa memperoleh pengertian
dari belajar
c. Pativedha
Pativedha adalah tujuan atau hasil akhir yang dicapai setelah siswa memiliki
pengertian dan melaksanakan praktek dari ajaran itu sendiri.
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan,
maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau
tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa mempelajari sesuatu
yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa
keadaan alam, benda-benda atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Tindakan
belajar dari suatu hal tersebut nampak sebagai perilaku belajar yang nampak dari luar.

2. Pelaksanaan Sila demi terwujudnya kerukunan kehidupan beragama


Pengertian Kerukunan Umat Beragama
“Suatu kondisi sosial dimana semua golongan agama bisa hidup bersama-sama tanpa
mengurangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya.”
Masing-masing dapat hidup sebagai pemeluk agama yang baik dalam keadaan rukun
dan damai.

Secara pasif makna kerukunan adalah menjaga agar hidup rukun, sedangkan secara
pasif berarti melakukan praktik atau usaha yang dapat mengakibatkan timbulnya
kerukunan. Makna secara aktif ini dapat dilakukan dengan kegiatan yang bersifat
sosial kemanusiaan, diskusi, dan musyawarah.

Kerukunan dalam Agama Buddha


Agama Buddha dalam sejarah perkembangannya telah menunjukkan bahwa agama
Buddha pada masa kejayaan Sriwijaya, Majapahit maupun pada masa kerajaan
Mataram Kuno telah mampu mempersatukan dan membina kerukunan hidup antar
umat beragama, sehingga terwujud persatuan dan kesatuan bangsa.

Hal ini menujukkan bahwa di mana telah terbina kerukanan hidup antar umat
beragama, maka di sana akan terwujud persatuan dan kesatuan dan selanjutnya
apabila persatuan dan kesatuan telah terwujud maka di situ akan dapat dibangun
sebuah kerajaan yang jaya.

Memahami arti pentingnya kerukunan hidup antar umat beragama dan persatuan dan
kesatuan, maka dipandang perlu untuk diuraikan fakta sejarah perkembangan agama
Buddha dalam memberikan konstribusi bagi terwujudnya sebuah kerukunan.

3. Brahmavihara
BRAHMA VIHARA (Empat Sifat Luhur)
Brahma vihara adalah sifat batin yang luhur atau mulia atau tempat berdiamnya
makhluk Brahma (makhluk dewa yang telah mencapai kesucian batin). Sifat ini
terdapat dalam diri manusia baik yang jahat maupun yang baik. Manusia menurut
pandangan Buddhis terdapat 7 sifat terdiri dari :
  2  sifat baik (keyakinan dan kebijaksanaan)
 4  sifat tidak baik (serakah, kenafsuan, kebencian, mudah tersinggung)
 1  sifat campuran dari 6 sifat diatas.
Perbuatan Baik Perbuatan Buruk
1. Metta: Cinta Kasih 1. Lobha: Keserakahan
2. Karun: Belas kasihan 2.Dosa: Kebencian/Kemarahan

3. Mudita: Perasaan Simpati 3. Moha: Kebodohan

4. Upekkha: Keseimbangan Batin 4. Irsia: Irihati

Moha tidak sama dengan Avijja (kegelapan batin). Moha adalah orang yang malas
melakukan segala sesuatu, sedangkan Avijja adalah orang yang sudah mengerti
berpura-pura tidak mengerti. Lobha dapat dihilangkan dengan mengembangkan
Karuna, Dosa dapat dihilangkan dengan mengembangkan Metta, Moha dapat
dihilangkan dengan mengembangkan Panna (Kebijaksanaan), Irsia dapat dihilangkan
dengan mengembangkan Mudita. Bila  manusia memiliki sifat terikat pada apa yang
disenangi, dan sifat menolak pada apa yang tidak disenangi dapat dihilangkan dengan
mengembangkan Upekkha.
Sifat luhur ini hendaknya dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari agar kita dapat
menjadi manusia yang mulia baik dalam tingkah laku, pikiran dan ucapan. Keempat
sifat luhur(baik) tersebut merupakan keadaan tanpa batas (appamana). Disebut
demikian karena tidak ada yang merintangi atau yang membatasi semua makhluk
termasuk dalam alam menyedihkan untuk mengembangkan sifat luhur tersebut.

A. METTA (CINTA KASIH)


Sifat luhur yang pertama adalah Metta (cinta kasih) yang universal (menyeluruh
terhadap semua makhluk. Metta bukan berarti cinta kasih yang dilandasi oleh nafsu
atau kecenderungan pribadi, karena kedua hal ini akan menimbulkan kesedihan. Metta
dapat diumpamakan sebagai: “ seorang ibu yang melindungi anaknya yang tunggal,
sekalipun mengorbankan kehidupannya, seharusnya seseorang yang memelihara cinta
kasih yang tidak terbatas itu kepada semua makhluk “. Nasihat sang Buddha tersebut
adalah perasaan cinta kasih yang tidak  didasarkan pada nafsu seorang ibu terhadap
anaknya, melainkan keinginan yang murni untuk membahagiakan anaknya.
Sifat yang baik dan mulia adalah corak yang khas dari metta
Orang yang melatih metta selalu gembira dalam memajukan kesejahteraan orang lain. 
Pahala melaksanakan metta, a.l:
1. Orang yang penuh metta akan tidur dengan tenang dan bahagia.
2. Wajah berseri-seri.
3. Tidur dengan nyenyak.
4. Dicintai banyak orang.
5. Disayang oleh makhluk lain (termasuk binatang).
6. Kebal terhadap ilmu hitam (kecuali karma buruknya sedang berbuah).
7. Akan dilindungi oleh para dewa.
8. Dengan mudah memusatkan pikirannya.
9. Dengan mudah memusatkan pikirannya.
10. Dengan pancaran cinta kasih bila meninggal wajahnya berseri-seri.
Cara melatih metta adalah :
Pertama kali metta harus dilatih terhadap dirinya sendiri. Ketika melatih metta pikiran
harus tenang, positif, bahagia. Setelah itu ia harus merenungkan agar hidup tenang,
terbebas dari penderitaan, kesakitan, kegelisahan, ketakutan, dan seterusnya dengan
pikiran tidak melekat dengan apa yang kita pikirkan. Hal ini harus dilatih sesering
mungkin agar mendapatkan hasil yang maksimal. Sang Buddha bersabda : “
Ditengah-tengah orang yang membenci, hendaklah seseorang hidup bebas dari
kebencian”. Sasaran utama mengembangkan metta adalah terhadap semua makhluk.
 
B. KARUNA (BELAS KASIHAN)
Sifat luhur yang kedua adalah Karuna (belas kasihan), yang dirumuskan sebagai
sesuatu yang dapat menggetarkan hati ke arah rasa kasihan bila mengetahui orang lain
sedang menderita, atau kehendak untuk meringankan penderitaan orang lain. Dalam
Jataka diceritakan, Dimana Sutasoma sebagai seorang Bodhisatva telah
mengorbankan dirinya demi menolong seekor
macan betina kelaparan yang ingin memakan anak-anaknya sendiri yang masih kecil-
kecil guna menghilangkan laparnya. Bodhisatva Sutasoma mencegah niat macan itu,
dan sebagai gantinya ia memberikan tubuhnya sendiri untuk dimakan.
Sesungguhnya, unsur kasih sayang-lah yang mendorong seseorang menolong orang
lain dengan ketulusan hati. Orang yang memiliki kasih sayang yang murni tidak hidup
untuk dirinya sendiri, melainkan untuk semua makhluk. Orang-orang yang pantas kita
beri belas kasihan tidak hanya orang miskin saja tetapi juga orang yang kejam,
pendendam, serakah, irihati, pemarah, serakah, mau menang sendiri, sakit, senang dan
lain-lain. Sasaran utama mengembangkan karuna adalah terhadap makhluk yang
sengsara dan menderita.

C. MUDITA (PERASAAN SIMPATI)


            Sifat luhur yang ketiga adalah Mudita (perasaan simpati), yaitu ikut senang melihat
orang lain senang atau perasaan gembira atas keberhasilan orang lain. Namun tidak bisa kita
pungkiri bahwa sifat manusia yang menonjol adalah sifat irihati, karena untuk memberi
ucapan selamat kepada orang yang berhasil tersebut kita tidak pernah melakukannya, jika ada
jumlahnya sangat sedikit sekali.  Salah satu cara untuk menghilangkan perasaan irihati ini
adalah mengembangkan mudita, karena mudita  dapat mencabut akar irihati yang merusak.
Mudita juga dapat menolong orang lain mencapai kebahagiaan. Sasaran utama
mengembangkan mudita adalah terhadap semua makhluk yang makmur dan sejahtera.

D. UPEKKHA (KESEIMBANGAN BATIN)


            Sifat luhur yang keempat adalah Upekkha (keseimbangan batin). Keseimbangan batin
penting sekali terutama bagi umat awam yang hidup dalam dunia yang kacau balau, ditengah
gelombang keadaan yang naik turun tidak menentu ini. Sang Buddha bersabda : “ Orang
bijaksana tidak menunjukkan rasa gembira maupun kecewa dengan pujian dan
celaan. Mereka tetap teguh bagaikan batu karang yang tak tergoyahkan oleh badai”.
Demikianlah mereka melatih keseimbangan batin.
Contoh Cerita : Pada suatu ketika Sang Buddha diundang oleh seorang Brahmana
untuk bersantap dirumahnya, oleh karena diundang, maka Sang Buddha datang ke rumah
Brahmana tersebut, tetapi ia bukannya menjamu Sang Buddha, melainkan malah mencerca
Sang Buddha dengan kata-kata yang sangat kotor. Sang Buddha dikatakan seperti babi jalang,
anjing, buaya, bangsat, dan sebagainya. Tetapi Sang Buddha tidak sedikitpun merasa terkejut,
marah, membantah, dan sang Buddha sama sekali tidak dendam.

4. Prasasti Asoka

Raja Asoka dalam menjalankan pemerintahannya benar-benar menjaga toleransi dan


kerukunan hidup beragama, semua agama yang berkembang saat itu diperlakukan adil.
Untuk mewujudkan kerukunan hidup beragama tersebut, Raja Asoka telah mencanangkan
Kerukunan Hidup Beragama yang terkenal dengan “Prasasti Batu Kalinga No. XXII Raja
Asoka”.

PRASASTI RAJA ASOKA

“Janganlah kita hanya menghormati agama sendiri dan mencela agama orang lain tanpa
suatu dasar yang kuat. Sebaliknya agama orang lain pun hendaknya dihormati atas dasar-
dasar tertentu.
Dengan berbuat demikian kita telah membantu agama kita sendiri, untuk berkembang di
samping menguntungkan pula agama orang lain. Dengan berbuat sebaliknya kita telah
merugikan agama kita sendiri, di samping merugikan agama orang lain.

Oleh karena itu, barang siapa menghormati agamanya sendiri dan mencela agama orang
lain, semata-mata karena didorong oleh rasa bakti pada agamanya sendiri dengan
berpikir; bagaimana aku dapat memuliakan agamaku sendiri. Dengan berbuat demikian ia
malah amat merugikan agamanya sendiri. Oleh karena itu, kerukunanlah yang dianjurkan
dengan pengertian bahwa semua orang hendaknya mendengarkan dan bersedia
mendengar ajaran orang lain”. (Proyek Bimbingan P4, 1983/1984,: 28, SM Rasyid,
1988).

5. Saraniyadhamma Sutta

6. Toleransi
Toleransi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai dua kelompok yang
berbeda kebudayaan yang bermakna ”Sifat atau sikap toleran”, (Tim penyusun, 2007:
1204). Sedangkan menurut Mukti toleransi adalah kesediaan untuk menerima
kehadiran orang yang berkeyakinan lain, menghormati keyakinan yang lain, walaupun
bertentangan dengan keyakinan sendiri dan tidak memaksakan suatu agama atau
kepercayaan kepada orang lain, (Mukti, 2003: 150). Sedangkan kata ”agama” dalam
buku Ensiklopedia Buddha Dhamma Keyakinan Umat Buddha lebih dikenal dengn
sebutan ”Sasana atau Dhamma”, yang secara harafiah berarti ”Kebenaran”, (Ing,
2008: 6). Hal tersebut mengandung arti bahwa ajaran yang menghantarkan seseorang
yang melaksanakan-Nya untuk dapat hidup berbahagia di dunia, sehingga dapat
mencapai tujuan akhir Nibbana. Berdasarkan kutipan tersebut, bahwa toleransi
beragama dapat memberikan kesejahteraan bagi umat beragama, dan tidak hanya
untuk kepentingan satu agama Buddha namun untuk semua umat beragama, sehingga
umat beragama merasa hidup dalam ketenangan dan keharmonisan serta dapat hidup
bahagia dan sejahtera secara berdampingan.

Proses kehidupan bertoleransi dapat dilihat dari adanya partisipasi seluruh umat
beragama, karena toleransi menjunjung tinggi kebebasan dan kesamaan yang
menyeluruh, yaitu tidak ada diskriminasi. Toleransi sebagai pandangan hidup manusia
menuntut manusia untuk menerapkan perilaku hormat menghormati pada setiap
tindakan dan aktivitasnya, sehingga akan tercipta suatu masyarakat yang memiliki
kultur toleransi. Masyarakat yang penuh dengan sikap toleransi adalah masyarakat
yang mempunyai perilaku hidup, baik dalam keseharian dan tindakan yang dilandasi
oleh unsur-unsur hidup bertoleransi. Penerapan sikap dan unsur-unsur toleransi pada
setiap tindakan sehari-hari meliputi: menghargai dan memahami keanekaragaman,
menghormati kebebasan, pelaksanaan musyawarah, dan mengakui persamaan.
Tegaknya toleransi sebagai sebuah tatanan kehidupan sosial yang penuh dengan sikap
hidup bertoleransi, yaitu sikap hidup berdampingan yang rukun dan harmonis diantara
banyak agama sangat bergantung kepada unsur penopang toleransi beragama itu
sendiri. Suatu tatanan kehidupan dikatakan penuh dengan toleransi hidup beragama
apabila dalam mekanisme kemasyarakatan yang pluralisme mewujudkan unsur-unsur
sikap hidup yang saling hormat menghormati antara sesama pemeluk agama. Menurut
pandangan Abdillah (dalam Rosyada, dkk, 2003: 122) unsur-unsur toleransi terdiri
dari persamaan, kebebasan, dan pluralisme. Sementara itu, Inu Kencana merinci unsur
toleransi dari beberapa unsur yang telah dirinci salah satunya yaitu, musyawarah
(Rosyada dkk, 2003: 122).

BAB 5

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

SOAL:

1. Konsep pendidikan dalam Agama Buddha meliputi tiga tahap, salah satunya adalah
Pariyatti (proses belajar siswa yang menghasilkan pengertian)
Contoh dari Pariyatti adalah .........
1. Seorang guru menjelaskan dengan metode metode gambar agar mudah
dimengerti.
2. Murid menanyakan pelajaran yang tidak dimengerti pada gurunya.
3. Guru memberikan soal-soal latihan agar murid-murid semakin mengerti materi
yang dijelaskan.
4. Andrew sering ditegur karena sering salah dalam hitungan, ia pun
memutuskan untuk lebih giat belajar hitungan agar kesalahannya berkurang.

2. Contoh kerukunan umat beragama secara aktif adalah .........


1. Umat yang berbeda agama saling bantu menyumbangkan dana pada korban
bencana.
2. Antara umat yang berbeda agama saling menghormati.
3. Organisasi agama yang berbeda melakukan diskusi bertema ‘Pelestarian
Lingkungan’.
4. Seseorang yang mengejek agama lain.
3. Manusia menurut pandangan Buddhis terdapat 7 sifat; 2 sifat baik, 4 sifat tidak baik,
dan 1 campuran antara baik dan tidak baik. Yang termasuk sifat baik adalah .........
1. Metta.
2. Karuna.
3. Mudita.
4. Panna.

4. Pahala melaksanakan Metta adalah .........


1. Wajah berseri-seri.
2. Tidur dengan nyenyak.
3. Mudah memusatkan pikiran.
4. Dicintai banyak orang.

5. Contoh sikap karuna (belas kasihan) adalah .........


1. Seorang ibu yang rela tidak makan demi anaknya.
2. Seseorang yang turut bahagia atas kebahagian temannya.
3. Pemuda yang memberikan makanan pada pengemis.
4. Tika yang iri melihat keberhasilan teman sebangkunya.

6. Lawan dari Irsia (iri hati) adalah .........


a. Upekkha
b. Karuna
c. Metta
d. Mudita
e. Panna

7. Sang Buddha bersabda : “ Orang bijaksana tidak menunjukkan rasa gembira maupun
kecewa dengan pujian dan celaan. Mereka tetap teguh bagaikan batu karang yang tak
tergoyahkan oleh badai”
Sabda Sang Buddha di atas berkenaan pada sifat .........
a. Panna
b. Upekkha
c. Metta
d. Mudita
e. Karuna

8. “Janganlah kita hanya menghormati agama sendiri dan mencela agama orang lain
tanpa suatu dasar yang kuat. Sebaliknya agama orang lain pun hendaknya dihormati
atas dasar-dasar tertentu.
Dengan berbuat demikian kita telah membantu agama kita sendiri, untuk berkembang
di samping menguntungkan pula agama orang lain. Dengan berbuat sebaliknya kita
telah merugikan agama kita sendiri, di samping merugikan agama orang lain”
Potongan paragraf dari Prasasti Asoka di atas mengandung inti agar umat antar agama
harus saling .........
a. Toleransi
b. Rukun
c. Menghargai
d. Menyayangi
e. Melindungi

9. Karena tanggung waktu istirahat tinggal lima menit lagi, Andre memutuskan untuk
menghentikan kegiatannya mengerjakan soal-soal latihan dari guru matematikanya.
Sifat Andre di atas tergolong .........
a. Dosa
b. Lobha
c. Moha
d. Avijja
e. Irsia

10. Sang Buddha bersabda : “ Ditengah-tengah orang yang membenci, hendaklah


seseorang hidup bebas dari kebencian”
Sabda Sang Buddha di atas tergolong .........
a. Metta
b. Karuna
c. Mudita
d. Upekkha
e. Panna

1. E 6. D
2. B 7. B
3. E 8. A
4. E 9. C
5. B 10. A
Bab 6

MASYARAKAT

1.Definisi masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup
atau sebaliknya, dimana kebanyakan interaksi adalah antara individu-individu yang terdapat
dalam kelompok tersebut. Arti yang lebih luasnya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan
hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah kelompok atau
komunitas yang interdependen atau individu yang saling bergantung antara yang satu
dengan lainnya. Pada umumnya sebutan masyarakat dipakai untuk mengacu sekelompok
individu yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
“Demi untuk kesejahteraan, kebahagiaan dan kebahagiaan banyak orang, demi kasih
sayang bagi dunia, demi kebaikan dan kedamaian serta kebahagiaan para dewa dan
manusia” (D. iii.127) sebagai dasar merupakan sikap kedisiplinan moralitas dan etika dalam
masyarakat.

Sebagai umat Buddha yang berada di tengah-tengah masyarakat yang luas, sangat
erat hubungannya dengan segala bentuk kehidupan sosial. Suatu pandangan yang berat
sebelah apabila mengatakan Agama Buddha hanya bersangkut-paut dengan pembebasan
diri sendiri, terhadap kehidupan spiritual. Kemudian mendorong orang untuk melepaskan
diri sama sekali dari keterlibatan kehidupan vihara atau mengasingkan diri, tanpa
memperdulikan orang lain dan tanpa berbuat sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi
masyarakat.

Sang Buddha dan Bhikkhu meninggalkan keramaian masyarakat dengan tujuan


untuk memperoleh pengertian yang baru mengenai kehidupan. Untuk mendapatkan
kedudukan mereka yang menguntungkan di luar masyarakat diharapkan akan dapat
mempengaruhi masyarakat yang ditinggalkan, sehingga untuk bersama-sama merenungkan
keadaan atau permasalahan masyarakat yang dihadapinya, mengembangkan dan
mengendalikan pikiran menuju cita-cita dalam kehidupan ini yang lebih baik.

Kehidupan masyarakat Buddhis, interaksi pribadi dan masyarakat adalah sangat


berkaitan dan saling mendukung, karena kemajuan pribadi tidak bisa terlepas dengan
keadaan orang lain.

2. 4 sikap harmonis
Beberapa sikap yang dapat kita lakukan untuk menjaga keharmonisan dalam masyarakat,
antara lain:
1. Adanya kesadaran mengenai perbedaan sikap, watak, dan sifat.
2. Menghargai berbagai macam karakteristik masyarakat.
3. Bersikap ramah dengan orang lain
4. Selalu berfikir positif.
3.Konsep Dharmawijaya
Kerajaan Kalinga ditaklukkan oleh Raja Asoka sendiri setelah pertempuran
berdarah pada tahun 262 SM. Setelah menyaksikan penghancuran kehidupan serta
penderitaan yang tak tertahankan dalam perang Kalinga pada tahun ke-8 pemerintahannya,
Raja Asoka mendapat pengaruh yang baik dari Sangha dan menjadi orang yang sama sekali
berbeda. Beliau menggantungkan pedangnya yang tidak pernah dicabutnya kembali dan
memberitakan perhatian yang penuh pada kehidupan yang berdasarkan moral dan spiritual
yang disebut Dharma Wijaya.

4.Konsep Karaniya Metta


Karaniya Metta berarti mempraktikkan kebaikkan. Tidak ada gunanya jika sebelum
kita tidur kita melafalkan Karaniya Metta Sutta. Sutra tersebut berisi kegiatan yang
dilakukan saat masih terjaga.
Karaniya Metta Sutta merupakan Sutta yang menggambarkan cinta kasih dan belas
kasihan kepada semua makhluk. Sutta ini pertama sekali di ucapkan langsung oleh Sang
Buddha kepada lima ratus orang murid-Nya yang diganggu oleh makhluk yang
menyeramkan sewaktu mereka diperintahkan oleh Sang Buddha untuk melatih diri di
hutan. Untuk membantu para siswa-Nya, Sang Buddha kemudian mengucapkan syair yang
kemudian kita kenal dengan Karaniya Metta Sutta. Dengan bekal Karaniya Metta Sutta ini,
siswa Sang Buddha kemudian kembali ke hutan yang menjadi tempat melatih diri mereka.
Sejak itu, mereka tidak lagi dilihati / diganggu makhluk yang menyeramkan. Syair
Karaniya Metta Sutta :
” Inilah yang harus dilaksanakan oleh mereka yang tekun dalam kebaikan dan telah
mencapai ketenangan bathin. Ia harus pandai, jujur, sangat jujur, rendah hati, lemah
lembut, tiada sombong, merasa puas, mudah dirawat tiada sibuk, sederhana hidupnya,
tenang indrianya, selalu waspada, tahu malu, tidak melekat pada keluarga, tak berbuat
kesalahan walaupun kecil yang dapat dicela oleh para bijaksana. Hendaklah ia selalu
berpikir: “Semoga semua makhluk sejahtera dan damai, semoga semua makhluk
berbahagia”. Makhluk apapun juga baik yang lemah atau yang kuat tanpa kecuali. Yang
panjang atau yang besar yang sedang, pendek, kurus atau gemuk. Yang terlihat atau tidak
terlihat. Yang jauh maupun yang deka.t Yang telah terlahir atau yang akan dilahirkan.
Semoga semuanya berbahagia. Jangan menipu orang lain atau menghina siapa saja.
Janganlah karena marah dan benci mengharapkan orang lain mendapat celaka. Bagaikan
seorang ibu mempertaruhkan nyawanya untuk melindungi anaknya yang tunggal.
Demikianlah terhadap semua makhluk. Dipancarkannya pikiran kasih sayang tanpa batas.
Hendaknya pikiran kasih sayang dipancarkannya ke seluruh penjuru alam, ke atas, ke
bawah, dan ke sekeliling tanpa rintangan, tanpa benci, atau permusuhan. Sewaktu berdiri,
berjalan, atau duduk atau berbaring sesaat sebelum tidur Ia tekun mengembangkan
kesadaran ini yang dinamakan “Kediaman Brahma”. Tidak berpegang pada pandangan
yang salah, tekun dalam sila dan memiliki kebijaksanaan, hingga bathinnya bersih dari
segala nafsu indria, maka ia tak akan lahir lagi dalam rahim manapun juga.”

5.Susunan
5.Susunan Masyarakat Buddhis:
Dalam susunan masyarakat Buddhis terdiri atas kelompok (parisa) yaitu; kelompok
masyarakat kevihāraan/Pabbajita (bhikkhu-bhikkhuni) dan kelompok masyarakat
awam/Gharavasa (perumah-tangga). Perbedaan ini didasarkan pada kedudukan sosial
mereka masing-masing dan bukan berarti semacam kasta. Agama Buddha tidak
menghendaki adanya kasta dalam masyarakat.

i.Masyarakat awam dan viharawan


Upāsaka dan upāsika adalah umat Buddha laki-laki dan perempuan yang
menjalankan kehidupan keduniawian.
Syarat menjadi Upasaka-Upasika;
1. Visudhi secara formal
Seseorang yang ingin menjadi Upasaka-Upasika haruslah datang ke vihara mempelajari
ajaran Buddha. Setelah mengerti Dhamma lalu mendaftarkan diri untuk di visudhi oleh
bhikkhu/pandita. Pada hari yang disepakati calon Upasaka-Upasika datang ke vihara
untuk menerima Tisarana (Tiga Perlindungan). Bhikkhu/Pandita memberikan tekad 5 sila
untuk di jalankan agar mendapatkan kebahagiaan duniawi dan kebahagiaan sejati. Setelah
itu Bhikkhu/Pandita memberikan pemberkahan serta nama buddhis. Sejak saat itu
Upasaka dan Upasika baru mulai mempraktikkan 5-8 sila setiap harinya.
2. Visudhi secara alamiah
Sesungguhnya apabila seseorang laki-laki maupun wanita mengerti dengan benar tentang
Tiratana dan mereka mempraktikkan 5-8 sila. Ia sebenarnya telah menjadi Upasaka-
Upasika.

Pandita memiliki 2 pengertian:


1. Pandita dalam bahasa Pali adalah ‘Orang Bijaksana yang biasanya disebut Pandit
2. Pandita dalam pengertian, orang yang dilantik dalam organisasi Buddhis sebagai
pemimpin agama Buddha dalam hal umat perumah tangga. Pandita dalam agama Buddha
disebut Upasaka & Upasika. Sebutan untuk Pandita laki-laki ialah Romo yang artinya
Bapak. Sebutan untuk Pandita wanita ialah Ramani yang artinya Ibu.
Pandita dalam organisasi Buddhis terdiri dari 2 jenis yaitu: Pandita yang bertugas
memimpin upacara dalam agama Buddha disebut Pandita Lokapalasraya dan Pandita yang
memberikan wejangan Dhamma disebut Pandita Dhammaduta.
Pandita dalam organisasi Buddhis terdiri dari 3 tingkatan yaitu:
a.       Pandita Muda (PMd) yaitu Navaka Pandita
b.      Pandita Menengah (PMy) yaitu Pandita Madya
c.       Pandita Tinggi (Pdt) yaitu Maha Pandita
Samanera dan Samaneri ialah anak pertapa. Akar katanya Samana dan Nera. Samana
berarti pertapa dan nera ialah putra. Samanera artinya Anak pertapa. Samanera (laki-laki)
dan Samaneri (wanita). Samanera di zaman Buddha Gotama ialah Pangeran Rahula yang
merupakan anak dari Pangeran Siddharta putri Yasodhara.
Syarat-syarat menjadi Samanera dan Samaneri
1.       Mencukur rambut, alis, kumis, dan jenggot
2.       Memiliki jubah, mangkuk dan wali/sponsor
3.       Duduk bertumpu lutut dan beranjali mengucapkan Tisarana
4.       Tidak memiliki hutang atau dalam penyelesaian masalah
5.       Memiliki izin dari orang tua atau wali
6.       Tidak cacat mental/tubuh

Bhikkhu dan bhikkhuni adalah umat Buddha yang melatih diri menjalankan
kehidupan suci yang ditunjukkan Buddha untuk mengakhiri penderitaan. Mereka sering
disebut sebagai umat Buddha pabbajitā (yang meninggalkan kehidupan berumah tangga).
Syarat-syarat menjadi bhikkhu/penahbisan bhikkhu
1. Melalui upacara pentahbisan atau penerimaan seseorang menjadi bhikkhu yang disebut
Upsampada. Ada 3 macam upasampada yaitu:
i. Ehi Bhikkhu Upasampada
Upasampada ini dilakukan oleh Sang Buddha langsung dengan cara memanggil calon
bhikkhu dengan sebutan ‘Ehi Bhikkhu’ yang artinya “Kemarilah Bhikkhu”. Dalam
Vinaya Pitaka I.12 lengkapnya berbunyi: “Ehi Bhikkhu, svakkhato dhammo cara
brahmacariyam samma ukkhassa antakiriyaya’ti artinya: Marilah bhikkhu, Dhamma
telah diajarkan dengan sempurna jalanilah cara hidup suci untuk mengakhiri seluruh
dukkha.
ii. Tisaranagamana Upasampada
Cara ini dipakai oleh murid-murid Sang Buddha sebagai penahbis (upajjhaya) untuk
menahbiskan calon bhikkhu. Calon bhikkhu mengulang ucapan kata-kata tersebut:
“Kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha sebagai pelindungku, aku pergi berlindung
(Vinaya Pitaka I.21). Upasampada ini sekarang dilakukan untuk menahbiskan
seseorang menjadi samanera.
iii. Ñatticattutthakamma Upasampada
Sang Buddha telah berhenti melakukan pentahbisan dan para bhikkhu pribadi pun
telah berhenti melakukan pentahbisan. Lalu Sang Buddha memberikan izin atau
wewenang kepada Sangha untuk mentahbiskan seseorang menjadi seorang bhikkhu
dengan ketentuan:
*Calon bhikkhu berumur lebih dari 20 tahun, tidak cacat fisik dan mental, tidak dalam
proses pengadilan atau hutang piutang.
*Sangha yang mentahbis minimal 4 orang bhikkhu Thera (Cattuvagga) atau pun dapat
lebih dari 4 orang, antara lain: 10 bhikkhu Thera (Dasa Vagga), 5 Thera (Panca
Vagga), dan 20 orang Thera (Visati Vagga).
*Ditahbis di dalam garis Sima (batas-batas yang telah ditentukan).
*Seorang guru (Acariya) mengusulkan calon bhikkhu agar ditahbiskan kemudian
menyusul 3X pertanyaan yang menerangkan dan mempertahankan usul pertama,
diajukan kepada Sangha untuk disetujui.
*Setelah disetujui oleh para bhikkhu peserta, penahbisan baru dapat dilaksanakan.

Empat syarat yang harus dipenuhi untuk pelaksanaan upasampada yang dilakukan oleh
Sangha:
        1. Kesempurnaan Materi (Vatthu Sampatti)
        2. Kesempurnaan Pesamuan (Parissa Sampatti)
        3. Kesempurnaan Batas (Sima Sampatti)
        4. Kesempurnaan Pernyataan (Kammavaca Sampatti)

Tingkatan dalam kebhikkhuan


1. Navaka Bhikkhu (1-6 tahun umur kebhikkhuan)
2. Majjhima Bhikkhu (6-9 tahun umur kebhikkhuan)
3. Thera (10 tahun lebih umur kebhikkhuan)
Di zaman Buddha, untuk sebutan Thera merupakan sebutan untuk siswa-siswa Buddha,
yang telah meraih kesucian tertinggi yaitu Arahat. Karena kata Da Thera berarti “Sesepuh.”

ii.Kemoralan masyarakat awam dan masyarakat viharawan


Sila bagi para umat awam, yaitu Panca Sila atau Atthanga Sila (pada waktu-waktu
tertentu). Panca Sila terdiri dari 5 Sila dan Atthanga Sila terdiri dari 8 Sila yang dilakukan
setiap hari atau pada saat-saat dan hari-hari tertentu.
Sila bagi para samanera dan samaneri, yaitu Dasa Sila yang terdiri dari 10 Sila.
Semua tata tertib yang ditetapkan oleh Sang Buddha kepada para bhikkhu. Bhikkhu
Sila ada 227, yaitu Patimokkha Sila. Para bhikkhu menjalankan/mempraktikkan
Patimokkha setiap harinya, yaitu: Parajika 4, Sanghadisesa 13, Aniyata 2, Nissagiya
Pacittiya 30, Suddhika Paccittiya 92, Patidesaniya 4, Sekhiyavatta 75, Adhikarana Samatha
7.
Semua tata tertib yang ditetapkan oleh Sang Buddha kepada para bhikkhuni.
Bikkhuni Sila ada 311, yaitu Patimokkha Sila untuk Bhikkhuni.

iii.Hubungan umat awam dan umat viharawan


Hubungan antara Bhikkhu dengan umat awam merupakan hubungan yang bersifat
moral religius semata-mata dan bersifat timbal balik sebagaimana dijelaskan Sang Buddha
Gautama dalam Sigalovada Sutta :
"Umat awam hendaknya menghormati Bhikkhu dengan : membantu dan
memberlakukan mereka dengan perbuatan , kata-kata dan pikiran baik, membiarkan pintu
terbuka bagi mereka dan memberikan makanan serta keperluan yang sesuai dengan
mereka.
Sebaliknya para Bhikkhu yang mendapat penghormatan demikian mempunyai
kewajiban terhadap umat awam , yaitu : melindungi dan mencegah seseorang dari
perbuatan jahat, memberi petunjuk untuk melakukan perbuatan baik, mencintai mereka
dengan hati yang tulus, menerangkan ajaran yang belum didengar atau diketahui,
menjelaskan apa yang belum dimengerti, dan menunjukkan Jalan untuk menuju
pembebasan".
Dengan demikian, para Bhikkhu yang benar-benar menjalankan Dhamma Vinaya
adalah sahabat yang baik (Kalyana Mitta), yang sepatutnya mendapat pelayanan dan
penghormatan yang layak dari umat awam.

 Keberadaan dan perkembangan Buddha Sasana tergantung pada hubungan antar dua


kelompok ini. Tetapi, Sangha memegang tanggung jawab langsung atas Sasana atau
sistem Buddhis. Umat awam menopang Sangha agar Buddha Sasana tetap berjalan.
Pendekatan Buddha Sasana memiliki tiga unsur:
1. pariyatti (pelajaran tentang doktrin Buddhis)
2. patipatti (praktik Dhamma dalam kehidupan sehari-hari)
3. pativedha (penembusan, yang menunjukkan perwujudan dan Empat Kebenaran
Mulia seperti yang diterangkan oleh Sang Buddha. Anggota Sangha sepanjang
hidupnya harus mengerahkan diri dalam praktik untuk menerapkan, mengajarkan,
mengkotbahkan, dan menyebarkan ajaran Sang Buddha)
       
Ini menjelaskan bahwa Sangha harus mengkhususkan diri terutama dalam belajar,
mengajar, berkotbah dan menjabarkan Buddha Dharma.
Umat awam tidak pernah lalai memenuhi tugas-tugas mereka terhadap para
bhikkhu, seperti nasehat Sang Buddha dalam Sigalovada sutta:
"Seorang anggota keluarga (umat awam) harus melakukan kewajibannya terhadap para
pertapa dan brahmana sebagai arah atas (zenith) dalam lima cara:
dengan tindakan penuh welas asih;
dengan kata-kata penuh welas asih;
dengan pikiran penuh welas asih;
dengan membuka pintu rumah bagi mereka;
dengan memberikan kebutuhan/bantuan kepada mereka.
Karena diperlakukan sebagai arah atas, para pertapa dan brahmana menunjukkan cinta
kasih mereka kepada para anggota keluarga umat dalam 6 cara:
mencegah mereka dari berbuat kejahatan;
menasehati mereka untuk berbuat kebajikan;
mencintai mereka dengan pikiran yang baik;
mengajarkan apa yang belum mereka ketahui;
membetulkan dan meningkatkan apa yang telah mereka pelajari;
menunjukkan pada mereka jalan ke surga.
Dengan cara ini zenith terlindungi dan dijadikan aman serta mantap baginya".

iv.Masalah otoritas tertinggi dalam agama Buddha


Dalam kerangka ajaran Sang Buddha Gautama, sejauh berhubungan dengan
pembebasan dari derita, tidak dikenal adanya "lembaga pemegang otoritas tertinggi".
Hal ini dapat dibuktikan dalam sabda Sang Buddha Gautama yang terdapat dalam
Kalama Sutta dan Maha Parinibbana Sutta.
Hubungan yang wajar dan sepatutnya antara umat awam dengan para Bhikkhu
telah digariskan dengan jelas oleh Sang Buddha Gautama dalam Sigalovada Sutta:
"Jangan engkau menerima segala sesuatu hanya karena itu berdasarkan atas laporan,
tradisi, kabar angin, tertulis di dalam kitab-kitab suci ... atau hanya karena hormat terhadap
guru (pandita). Akan tetapi, bilamana engkau ketahui sendiri... "hal-hal ini tidak baik,
tercela, tidak dibenarkan oleh para bijaksana, tidak sesuai untuk dilaksanakan,
menimbulkan kerugian dan penderitaan, maka engkau harus meninggalkannya ... bilamana
engkau ketahui sendiri ... "hal-hal ini baik, tidak tercela, dipuji oleh para bijaksana, sesuai
untuk dilaksanakan, membawa pada kesejahteraan dan kebahagiaan, maka terimalah hal-
hal itu dan laksanakanlah dalam hidupmu". ~Anguttara Nikaya I, 189.
Dalam Maha Parinibbana Sutta (Digha Nikaya 16) antara lain dikatakan "apa yang
telah Kutunjukkan dan Kuajarkan (Dhamma Vinaya) inilah yang akan menjadi gurumu
setelah Aku tiada".

DISKUSI
Bagaimana agama Buddha menangani berbagai permasalahan penyakit masyarakat
seperti:
1.Kemiskinan
Penanggulangan kemiskinan yang selama ini terjadi memperlihatkan beberapa kekeliruan
paradigmatik, antara lain masih berorientasi pada aspek ekonomi daripada aspek
multidimensional. Dalam konteks budaya, orang miskin diindikasikan dengan
terlembaganya nilai-nilai seperti apatis, apolitis, fatalistik, serta berbagai bentuk
ketidakberdayaan. Sementara dalam konteks dimensi struktural atau politik, orang yang
mengalami kemiskinan ekonomi pada hakekatnya karena mengalami kemiskinan struktural
dan politis. Berdasarkan sabda Buddha dalam Cakkavattisihanada Sutta terdapat hubungan
sebab akibat antara kemiskinan materil dan kemerosotan sosial dan sistem pemerintahan
suatu negara (D.III.69-70). Cerita dari Cakkavati Sihanada Sutta adalah gambaran sistem
kepedulian sosial suatu negara yang kurang sebagai pemicu utama kemiskinan dan berbagai
tindak kejahatan. Penegasan yang lain terdapat dalamsabda Buddha ”jika penguasa bersikap
adil dan baik maka para menteri berlaku adil dan baik, jika para menteri berlaku adil dan
baik maka para pejabat eselon akan berlaku adil dan baik, jika para pejabat eselon akan
berlaku adil dan baik maka para bawahan bersikap adil dan baik, jika para bawahan
bersikap adil dan baik maka rakyat menjadi adil dan baik” (D.III. 26).Mengatasi
kemiskinan sebagai masalah yang komplek harus melibatkan berbagai faktor termasuk
moralitas penguasa negara, penegakan hukum dan berbagai fenomena sosial (D.III.69-70).
Warga miskin tidak hanya diperlakukan sebagai objek tetapi sebagai subyek yang dituntut
poduktivitas agar tidak bergantung pada pihak lain (A IV.281) dan kepedulian terhadap
sesama.

2.Penyakit
Kita tidak seharusnya menganggap penyakit dan penderitaan sebagai suatu hal yang akan
menghancurkan kita sampai benar-benar habis, dan karenanya kita menyerah menjadi
putus-asa dan patah semangat. Sebaliknya kita (sebagai penganut Buddhis) dapat
melihatnya sebagai suatu tes untuk mengetahui pemahaman kita akan ajaran-ajaran Sang
Buddha, dan seberapa baik kita dapat menerapkan pengetahuan yang telah kita pelajari
tersebut. Jika kita tidak dapat secara mental mengatasinya, maka hal ini menunjukkan
bahwa pemahaman kita akan Dhamma, pelatihan kita, masih lemah.
Selain itu, penyakit adalah suatu kesempatan bagi kita untuk meningkatkan lebih
lanjut latihan kita dalam hal kesabaran dan toleransi. Pada intinya, tidak ada pelarian. Kita
harus mengerti dan menerima kenyataan ini, sehingga ketika hal itu benar-benar terjadi dan
kita harus kalah, kita dapat gugur dengan sebaik mungkin. Tak perlu diragukan lagi, kita
akan berusaha mengobati penyakit sebaik mungkin, namun jika kita telah berusaha
melakukan yang terbaik dan kita tetap kalah serta penyakit terus berkembang, kita harus
dapat menerima dan pasrah pada hal yang tidak menguntungkan tersebut. Yang penting
bukanlah lamanya kita hidup tetapi seberapa baik kita menjalani hidup, dan ini termasuk
seberapa baik kita dapat menerima penyakit kita dan pada akhirnya seberapa baik kita
meninggal.

3.Narkoba
Dalam penyelesaian masalah narkoba yang mudah disembunyikan, tidak hanya terletak
pada hukuman yang berat bagi penyalur obat bius. Perhatian harus juga ditujukan untuk
mendidik masyarakat akan bahaya dari penggunaan obat bius. Selain itu alternatif yang
dapat dilakukan adalah memberikan kesempatan kepada kaum muda untuk keluar dari rasa
frustasinya melalui kegiatan yang berguna dan tidak berbahaya. Dalam hal ini Agama
dapat dan harus memainkan peranannya. Sebagai contoh, sekolah minggu atau vihara-
vihara merupakan tempat yang baik untuk menghabiskan waktu seseorang sekaligus untuk
menahan diri dari penggunaan obat bius dan kemabukan. Tempat seperti itu menyediakan
pendidikan umat Buddha untuk hidup damai dan mengatur dirinya dalam hidup sehari-hari
menurut Sila yang akan mengangkat standar hidupnya. Buddhisme mengajarkan suatu
nilai moral dasar dan tidak hanya menolong diri sendiri tapi juga masyarakat agar hidup
dalam dasar-dasar tersebut (Sila). Pemerintah dapat mengadakan pendidikan demikian
untuk melenyapkan bahaya yang dihasilkan dari kecanduan warga negaranya terhadap
alkohol dan obat bius.

4.Pelacuran
Diperlukannya kesadaran dalam diri bahwa pelacuran itu sangatlah salah dalam agama
Buddha. Selain itu juga diperlukannya keteguhan dalam melaksanakan Sila, pengarahan
dan pemberitahuan yang benar tentang akibat yang dapat ditimbulkan serta usaha untuk
mencari pekerjaan lain yang sesuai dengan jalan mulia berunsur delapan yang diajarkan
Buddha. Disamping itu, pembuatan hukum yang melarang pelacuran juga sangat
diperlukan agar masyarakat dapat menjadi lebih terkendali.

5.Judi
Diperlukannya kesadaran dalam diri bahwa judi itu sangatlah salah dalam agama Buddha.
Selain itu juga diperlukannya keteguhan dalam melaksanakan Sila, pengarahan dan
pemberitahuan yang benar tentang akibat yang dapat ditimbulkan serta usaha untuk mencari
sumber pendapatan yang sesuai dengan jalan mulia berunsur delapan yang diajarkan
Buddha. Disamping itu, pembuatan hukum yang melarang pelacuran juga sangat diperlukan
agar masyarakat dapat menjadi lebih terkendali. Untuk masalah perjudian, diperlukan
penanaman sifat berkerja keras, jujur, dan tahan banting dalam mencari uang, serta
menghindari perilaku hidup boros, malas, dan manja yang berlebihan yang menginginkan
segala sesuatu secara instan dan cepat.

6.dll
Diperlukannya sikap jujur, bertanggung jawab, hiri dan ottapa, kesadaran, kesabaran, dan
berpegang teguh pada Sila dan menghadapi berbagai permasalahan yang ada. Dalam
menghadapi keragaman budaya yang ada pada masyarakat, diperlunya toleransi dan sikap
saling menghargai antar anggota masyarakat. Diperlukan juga hukum-hukum yang
mengatur batas-batas yang dapat mengatur sikap dan perilaku seseorang dalam
bermasyarakat. Pemahaman, kepedulian, kesadaran, dan kebijaksanaan menjadi kunci
terpenting dalam menghadapi setiap tantangan dan masalah yang ada dalam kehidupan diri
sendiri dan lingkungan sekitar, termasuk dalam bermasyarakat.

TUGAS
1.Buat karangan pendek tentang kehidupan bermasyarakat
Dalam bermasyarakat, diperlukannya sikap jujur, bertanggung jawab, hiri dan ottapa,
kesadaran, kesabaran, dan berpegang teguh pada Sila dan menghadapi berbagai
permasalahan yang ada. Dalam menghadapi keragaman budaya yang ada pada masyarakat,
diperlunya toleransi dan sikap saling menghargai antar anggota masyarakat. Diperlukan
juga hukum-hukum yang mengatur batas-batas yang dapat mengatur sikap dan perilaku
seseorang dalam bermasyarakat. Pemahaman, kepedulian, kesadaran, dan kebijaksanaan
menjadi kunci terpenting dalam menghadapi setiap tantangan dan masalah yang ada dalam
kehidupan diri sendiri dan lingkungan sekitar, termasuk dalam bermasyarakat.
Sebagai contoh yang paling konkret adalah bagaimana warga Palestina yang
mendukung pemeluk agama lain saat bersembahyang. Umat Kristen melindungi Umat
Islam yang Sholat dan sebaliknya. Ketika suatu masyarakat menjalankan tugas dan
kewajibannya dengan sungguh-sungguh, akan tercipta masyarakat yang adil dan sejahtera
seperti yang diidam-idamkan seluruh masyarakat yang ada di dunia.

2.Jelaskan konsep pemimpin ideal dalam ajaran Buddha


Dalam kitab Jataka, Sang Buddha memberikan sepuluh persyaratan seorang pemimpin
yang baik (Dasa Raja Dharma) yaitu,
1. Dana (bermurah hati) ; seorang pemimpin tidak boleh terlalu terikat dengan
kekayaannya, dia memberikan pertolongan baik berupa materi maupun non materi
bahkan bersedia mengorbankan hartanya demi kepentingan anggotanya.
2. Sila (bermoral); pemimpin harus memiliki sikap yang baik dengan pikiran, ucapan,
perbuatan dan hidup berperilaku sesuai dengan aturan moralitas.
3. Paricagga (berkorban) ; seorang pemimpin harus rela mengorbankan kesenangan
atau kepentingan pribadi demi kepentingan orang banyak.
4. Ajjava (tulus hati dan bersih) ; memiliki kejujuran, ketulusan sikap maupun pikiran
dan kebersihan tujuan serta cita-cita dalam kepemimpinannya.
5. Maddava (ramah tamah dan sopan santun) ; memiliki sikap ramah tamah, simpatik
dan menjaga sopan santun melalui pikiran, ucapan dan perbuatan.
6. Tapa (sederhana) ; membiasakan diri dalam hidup kesederhanaan dan tidak berlebih-
lebihan dalam kebutuhan hidup.
7. Akkodha (tidak berniat jahat, bermusuhan dan membenci) ; memiliki sifat pemaaf
dan bersahabat, menjauhi niat jahat, permusuhan dan kebencian.
8. Avihimsa (tanpa kekerasan) ; tidak menyakiti hati orang lain, memelihara sikap
kekeluargaan, senang pada perdamaian, menjauhi segala sikap kekerasan dan
penghancuran hidup.
9. Khanti (sabar dan rendah hati) ; memiliki kesabaran pada saat mengalami halangan
dan kesulitan. Memiliki kerendahan hati pada saat menghadapi hinaan dan celaan,
sehingga menimbulkan pengertian dan kebijaksanaan pada saat menentukan
keputusan.
10.Avirodhana (tidak menimbulkan atau mencari pertentangan) ; tidak menentang dan
menghalangi kehendak mereka yang dipimpinnya untuk memperoleh kemajuan sesuai
dengan tujuan dan cita-cita kepemimpinannya. Ia harus hidup bersatu dengan anggota
sesuai dengan tuntutan hati nurani.

Kesepuluh syarat di atas, sebagian besar berisikan pengendalian diri sendiri. Sang Buddha
mengajarkan cara menguasai diri sendiri sebagai dasar agar dapat menjadi pemimpin yang
baik, bukan cara menguasai atau memaksa orang lain yang dipimpin. Seni kepemimpinan
Buddhis adalah seni memimpin diri sendiri baru kemudian orang lain. Karena keteladanan
adalah cara yang paling ampuh dalam memimpin sekelompok orang atau organisasi.

Kesimpulannya, seorang pemimpin yang baik haruslah mengutamakan kepentingan


kelompoknya tanpa mengabaikan kebenaran walaupun kebenaran tersebut sangat
bertentangan dengan kepentingan kelompoknya. Yang paling penting ialah
“kebijaksanaan” dalam melihat segala sesuatu yang ada, sehingga kelompok yang
dipimpinnya akan menjadi lebih teratur dan damai.

3. 10 soal pilihan berganda


1. 1. Adanya kesadaran mengenai perbedaan sikap, watak, dan sifat.
2. Menghargai berbagai macam karakteristik masyarakat.
3. Bersikap ramah dengan orang lain
4. Selalu berfikir positif.
Berikut adalah sikap – sikap yang perlu dikembangkan untuk menjaga keharmonisan
dalam bermsyarakat, yaitu E

2. 1. Mempraktikkan kebaikkan

2. Menghafalkan Sutta

3. Mengembangkan cinta kasih dan welas asih

4. Menghindari perbuatan melanggar hukum

Yang paling tepat dalam melaksanakan Karaniya Metta ialah B

3. 1. Pabbajita

2. Gharavasa

3. Viharawan

4. Upasaka-Upasika

Yang termasuk masyarakat Buddhis umat Awam adalah C

4. 1. Navaka Pandita

2. Pandita Madya
3. Maha Pandita

4. Citta Pandita

Yang termasuk dalam Pandita yang terdapat pada organisasi Buddhis yaitu A

5. 1. Mencukur rambut, alis, kumis, dan jenggot

2. Memiliki jubah, mangkuk dan wali/sponsor

3. Duduk bertumpu lutut dan beranjali mengucapkan Tisarana

4. Memiliki izin dari orang tua atau wali

Yang termasuk syarat-syarat menjadi Samanera-Samaneri adalah E

6. Perhatian yang penuh pada kehidupan yang berdasarkan moral dan spiritual yang
disebut…

a. Dharma Wijaya

b. Dharma Yatra

c. Dharma Vinaya

d. Dharma Ratna

e. Dharma Pitaka

7. Yang meninggalkan kehidupan berumah tangga disebut juga..

a. Gharavasa

b. Parisa

c. Pabbajitā

d. Parinibbana

e. Cetasika

8. Empat syarat yang harus dipenuhi untuk pelaksanaan upasampada yang dilakukan oleh
Sangha, kecuali..

a. Kesempurnaan Materi (Vatthu Sampatti)


b. Kesempurnaan Pesamuan (Parissa Sampatti)
c. Kesempurnaan Batas (Sima Sampatti)
d. Kesempurnaan Sila (Sila Sampatti)
e. Kesempurnaan Pernyataan (Kammavaca Sampatti)

9. Sila yang secara umum dilaksanakan samanera-samaneri disebut…

a. Panca Sila

b. Dasa Sila

c. Atthanga Sila

d. Patimokkha Sila

e. Suddhika Sila

10. Yang tidak termasuk dalam Dasa Raja Dharma adalah..

a. Dana

b. Ajjava

c. Ajjiva

d. Khanti

e. Sila
BAB 7.Budaya

1.Definisi Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk
dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung
menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi
dengan orang-orang yang berbeda budaya, dan menyesuaikan perbedaan-
perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks,
abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.
Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi
dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu
perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung
pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-
bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika,
"keselarasan individu dengan alam" di Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina.
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya
dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai
logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk
memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren
untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan
perilaku orang lain.

Definisi budaya menurut Ki Hajar Dewantara:


Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua
pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia
untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya
guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan
damai.

2.Budaya sebagai hasil berfikir positif


i.Mekanisme pikiran (mind) menurut ajaran yoga
Buddha mendefinisikan realitas dalam hal pikiran dan sering merujuk kepada
kebenaran hakiki sebagai Satu Pikiran atau sifat asli dari pikiran. Dalam pikiran Yoga
(manas) dianggap sebagai instrumen kesadaran yang Diri. Ini berbicara tentang Pribadi
Satu dan banyak pikiran yang kendaraan. Karena pikiran bukan merupakan prinsip
ultimate tetapi aspek penciptaan.
Jika kita memeriksa pikiran dan Self istilah dalam dua tradisi tampak bahwa
apa yang Yoga mengkritik sebagai lampiran untuk pikiran dan ego jauh seperti kritik
Buddha lampiran dengan diri, sementara apa Vedanta panggilan Diri Agung mirip
dengan Buddha gagasan sifat asli atau Satu Pikiran Mind. Diri adalah, realitas belum
lahir uncreate mirip dengan apa yang Buddhisme mengacu sebagai aspek transenden of
Mind. Pikiran yang tercerahkan yang berdiam di dalam jantung Buddha (Bodhicitta)
menyerupai Diri Agung (Paramatman) yang juga berdiam di dalam hati. Namun
kesamaan ini samping, formulasi dan metodologi dari dua sistem dalam hal ini dapat
sangat berbeda India. Klasik Buddha teks tidak membuat korelasi tersebut baik, tetapi
bersikeras bahwa Diri Vedanta berbeda dari Pikiran Salah satu Buddha. 

ii.Sifat dualistis pikiran: advaya (advaita)

Buddha mendefinisikan realitas dalam hal pikiran dan sering merujuk kepada kebenaran
hakiki sebagai Satu Pikiran atau sifat asli dari pikiran. Dalam pikiran Yoga (manas)
dianggap sebagai instrumen kesadaran yang Diri. Ini berbicara tentang Pribadi Satu dan
banyak pikiran yang kendaraan. Karena pikiran bukan merupakan prinsip ultimate
tetapi aspek penciptaan. 
Jika kita memeriksa pikiran dan Self istilah dalam dua tradisi tampak bahwa apa yang
Yoga mengkritik sebagai lampiran untuk pikiran dan ego jauh seperti kritik Buddha
lampiran dengan diri, sementara apa Vedanta panggilan Diri Agung mirip dengan
Buddha gagasan sifat asli atau Satu Pikiran Mind. Diri adalah, realitas belum lahir
uncreate mirip dengan apa yang Buddhisme mengacu sebagai aspek transenden of
Mind. Pikiran yang tercerahkan yang berdiam di dalam jantung Buddha (Bodhicitta)
menyerupai Diri Agung (Paramatman) yang juga berdiam di dalam hati. Namun
kesamaan ini samping, formulasi dan metodologi dari dua sistem dalam hal ini dapat
sangat berbeda India. Klasik Buddha teks tidak membuat korelasi tersebut baik, tetapi
bersikeras bahwa Diri Vedanta berbeda dari Pikiran Salah satu Buddha. 

Vedanta mendefinisikan mutlak sebagai prinsip metafisik Menjadi-Kesadaran-Bliss,


atau Brahman di mana ada damai yang sempurna dan pembebasan. Buddha tidak
mengakui Absolute, yang non-dual dan melampaui semua kelahiran dan kematian.
Namun Buddhisme umumnya tidak mengizinkan hal itu definisi apa pun dan
menganggapnya sebagai kekosongan. Kadang-kadang disebut Dharmakaya atau tubuh
dharma, meskipun teks-teks Sansekerta Buddhis tidak pernah menyebutnya Brahman. 
Buddhisme umumnya menolak Self (Atma atau Purusha) dari Yoga-Vedanta dan
menekankan Self-non (anatman). Ia mengatakan bahwa tidak ada diri pada apa pun dan
oleh karena itu bahwa diri sendiri hanyalah fiksi pikiran. Apa pun yang kita tunjukkan
sebagai Diri, negara Buddhis, hanya beberapa kesan, pikiran atau perasaan, tetapi tidak
ada entitas homogen seperti seperti Diri dapat ditemukan di mana saja. Buddhisme telah
cenderung benjolan Diri dari Vedanta sebagai bentuk lain dari ego atau kesalahpahaman
bahwa ada suatu Diri. 
The-Vedanta menekankan tradisi Yoga Self-realisasi atau perwujudan sifat sejati kita.
Ini menyatakan bahwa diri sendiri tidak ada dalam apa pun eksternal. Jika kita tidak
dapat menemukan diri dalam sesuatu itu tak heran, karena jika kita tidak menemukan
diri dalam sesuatu itu tidak akan menjadi diri tapi itu hal tertentu. Kita tidak bisa
menunjukkan apa-apa sebagai Diri karena Diri adalah orang yang poin segala sesuatu
keluar. Diri yang melampaui pikiran-tubuh yang kompleks, tapi ini tidak berarti bahwa
itu tidak ada. Tanpa Diri kita tidak akan ada. Kami bahkan tidak akan dapat mengajukan
pertanyaan. 
Yoga-Vedanta membedakan antara Diri (Atman), yang adalah sifat sejati kita sebagai
kesadaran, dan ego (umumnya disebut Ahamkara), yang merupakan identifikasi palsu
alam sejati kita dengan pikiran-tubuh yang kompleks. The Atman dari Vedanta tidak
ego tetapi kesadaran tercerahkan yang melampaui waktu dan ruang. 
Namun sejumlah tradisi Buddhis, khususnya tradisi di luar India, seperti Chan dan
tradisi Zen dari Cina, telah menggunakan istilah seperti Self-pikiran, asli alam satu, sifat
asli kesadaran atau asli wajah satu, yang mirip dengan Diri dari Vedanta. 
Advaya, non-dualitas kebenaran yang lazim dan pokok dalam Madhyamaka
Buddhisme. Dalam Buddhis Madhyamaka, advaya berarti bahwa tidak ada yang
mutlak, yang melampaui realitas di luar realitas kita sehari-hari, dan ketika sesuatu itu
ada, mereka pada akhirnya "kosong" dari keberadaan apapun pada mereka sendiri.
Dalam Yogacara, advaya mengacu pada gagasan kesadaran nondualisme dan apa yang
disadari
Advaita, yang menyatakan bahwa semua alam semesta adalah satu realitas penting, dan
bahwa semua segi dan aspek alam semesta yang pada akhirnya ekspresi atau
penampilan yang satu realitas. Ini merupakan pendekatan ontologis untuk nondualisme,
dan menegaskan bukanlah perbedaan antara Atman (jiwa) dan Brahman (Mutlak).
Gagasan ini paling dikenal dari Advaita Vedanta, tetapi juga ditemukan dalam tradisi
Hindu lainnya seperti Kashmir Shaivism, guru populer seperti Ramana Maharshi dan
Nisargadatta Maharaj;
"Kesadaran yang non dualisme", non-dualitas subjek dan objek; ini dapat ditemukan
dalam spiritualitas modern.
“Ketika murid-muridnya bertanya lebih lanjut, Sutasoma menjawab jenis yoga yang
dilakukan oleh aliran Siva dan yang terdiri atas enam tahap. Namun praktek itu ada
bahaya bahwa seseorang mungkin terjerat dalam kedelapan sifat kesaktian yang
diperoleh lewat yoga itu, sama seperti seseorang terbelenggu oleh panca indra dalam
tahap sebelumnya. Jika bahaya itu dapat dihindari, maka ini merupakan salah satu jalan
yang menuju ketujuan yang tertinggi ialah kekosongan (sùnyarùpa). Jalan yang lebih
pendek lagi aman ialah advàyayoga (yoga yang tidak dualistis) seperti yang dilakukan
oleh para pengikut Buddhisme Mahàyana. Yang menjadi tujuan mereka ialah Buddha
tertinggi (paramàrtha Buddha) dan berakar pada advàya (keadaan yang tak dualistis)
dan Prajnaparamita (pengetahuan yang tak berganda). Orang harus tahu kedua jalan itu.
Baik seorang pertapa yang mengikuti Buddha maupun seorang pertapa yang
menyembah Siva dapat dipersalahkan, bila ia tidak maklum akan cara pihak lain
memahami Yang mutlak, yakni sebagai Sivatwa (ke-Siva-an, hakekat Siva) dan
Buddhatwa (ke-buddha-an, hakekat Buddha) masing-masing.

iii.Yoga adalah padamnya pikiran


Dalam hal kesadaran, digambarkan bahwa samadhi menekankan non-dualistik, di
mana kesadaran subjek menjadi satu dengan objek yang dialami atau yang ada di
luarnya, dan di saat ini juga pikiran menjadi diam, terfokus pada satu hal atau
terkonsentrasi sementara orang tetap sadar. Sedangkan dalam ajaran Buddha . Hal ini
dapat juga merujuk keadaan patuh di mana pikiran menjadi sangat tenang dan sama
sekali tidak menyatu dengan objek perhatian, dengan demikian dapat diperoleh
wawasan dan aliran perubahan mengenai pengalaman.
Ajaran Buddha mengatakan jika seseorang mengalami peningkatan dalam melakukan
samadhi jiwa dan pikirannya akan bersih dari segala noda, lebih tenang, damai, dan
bercahaya. Selain itu, jika sang meditator memiliki daya konsentrasi yang kuat maka
batinnya telah siap untuk melihat kebenaran sejati dari seisi dunia.
Hanya saja, di dalam ajaran Budha kebahagiaan dunia bukanlah tujuan utama dalam
melakukan Samadhi, tetapi tetap saja hal itu merupakan alat untuk memperoleh
pencerahan.  Seiring berkembangnya ilmu mengenai samadhi, aliran Budha mulai
membuka berbagai macam meditasi samadhi yang berbeda-beda demi mencapai
derajat ketenangan batin dibandingkan memperoleh pengetahuan sejati. Meski
demikian perkembangan ajaran samadhi yang dibawakan oleh tiap-tiap aliran tidak
melenceng dari Empat Pondasi Kedamaian ajaran Budha yang disebut dengan Jhana.

3.Pertemuan kebudayaan india-Jawa


Agama dan kebudayaan Hindu–Buddha lahir dan berkembang di India.
Agama dan kebudayaan Hindu–Buddha mewarnai kehidupan sosial, budaya, ekonomi,
dan politik masyarakat India. Agama dan kebudayaan Hindu di India mencapai puncak
kejayaan semasa pemerintahan Candragupta dari Dinasti Maurya. Agama Buddha
mencapai puncak kejayaannya semasa pemerintahan Raja Asoka. Dari India, agama
dan kebudayaan Hindu–Buddha kemudian berkembang ke Asia Selatan, Asia Timur
dan Asia Tenggara termasuk juga ke Indonesia.
Sejak zaman prasejarah penduduk Indonesia dikenal sebagai pelaut ulung
yang sanggup mengarungi lautan lepas. Pada permulaan pertama tarikh Masehi, telah
terjalin hubungan dagang antara Indonesia dengan India. Hubungan ini kemudian juga
berkembang ke hubungan agama dan budaya. Hal ini disebabkan para pedagang dari
India tidak hanya membawa barang dagangannya, tetapi juga membawa agama dan
kebudayaan mereka sehingga menimbulkan perubahan kehidupan dalam masyarakat
Indonesia, yakni sebagai berikut.
1. Semula hanya mengenal kepercayaan animisme dan dinamisme, kemudian
mengenal dan menganut agama Hindu–Buddha.
2. Semula belum mengenal aksara/tulisan, menjadi mengenal aksara/tulisan dan
Indonesia memasuki zaman Sejarah.
Pada awal abad tarikh Masehi, negeri Kepulauan Nusantara telah menjalin
hubungan dengan bangsa-bangsa di Asia. Bentuk hubungan dagang yang berlangsung
pada saat itu bermula dari kegiatan perdagangan dan pelayaran. Sebagai akibat dari
hubungan perdagangan dan pelayaran, timbullah pertemuan kebudayaan yang
melahirkan kebudayaan baru bagi masyarakat Nusantara. Proses percampuran antara
dua atau lebih kebudayaan yang saling bertemu dan mempengaruhi itu disebut
akulturasi kebudayaan.
 
i.Pengayaan kosakata bahasa jawa
Bahasa Jawa Kuno memiliki dua sifat yang nampak. Pertama, banyak
mendapat pengaruh dari bahasa Sansekerta. Pengaruh ini terutama pada kekayaan
kosakata. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perbandingan kosakata bahasa
Sansekerta yang digunakan dalam bahasa Jawa Kuno begitu besar, melebihi
perbandingan kosakata Sansekerta pada bahasa Nusantara lainnya. Meskipun berasal
dari rumpun yang berbeda dan memiliki ciri linguistik yang berbeda,namun pengaruh
yang kuat dari bahasa Sansekerta tidak sampai merubah karakteristik bahasa Jawa Kuno,
melainkan malah memperkaya kosakatanya. Mengenai bagaimana masuknya pengaruh
dari India ke Jawa tidak dapat diketahui secara pasti, namun hanya dapat diperkirakan
berdasarkan pengkajian informasi. Ada beberapa pendapat yang mencoba menjelaskan
perihal ini. Yang paling banyak diyakini para sarjana adalah penjelasan bahwa pengaruh
India dibawa oleh para pedagang dan lambat laun bercampur dengan pribumi. Pendapat
lain mengatakan bahwa kasta kşatria yang bertualang, menanamkan kekuasaan dan
menjadi rajadi Jawa. Atau dari ulama-ulama yang menebarkan pengaruhnya pada raja-
raja dan kalangan keraton atau kalangan terpelajar.
Pengaruh India Terhadap Bahasa Jawa Kuno, Peranan Bahasa Sansekerta

Pengaruh India yang paling besar adalah pengaruh dari bahasa Sansekerta. Pada masa
ketika Jawa mulai mendapat pengaruh yang besar, bahasa Sansekerta sudah tidak
digunakan sebagai bahasa pengantar dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa ini adalah
bahasa sastra, dan hanya digunakan lapisan atas masyarakat, istana, dan dalam acara
keagamaan. Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari terdapat beberapa bahasa daerah
yang digunakan di tempatnya masing-masing.
Mengingat begitu banyaknya pengaruh, terutama dalam hal kosakata bahasa Sansekerta
terhadap bahasa Jawa Kuno, maka akan terlihat suatu kejanggalan. Yakni dari mana pun
pengaruh dari India datang ke Jawa, pada masa itu tidak seharusnya bahasa Sansekerta
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga tidak seharusnya masyarakat Jawa
pada saat itu mengetahui cara pengucapan kosakata bahasa Sansekerta yang banyak
mereka tiru. Walaupun kita juga tidak mengetahui bagaimana cara pengucapan bahasa
Jawa Kuno oleh masyarakat pada saat itu. Kita hanya mengetahui perihal bahasa Jawa
Kuno dari bukti tertulis. Sehingga kita hanya mengetahui bahasa Jawa Kuno sebagai
bahasa sastra. Namun kemungkinan bahwa terdapat bahasa lain atau bentuk lain bahasa
Jawa Kuno yang digunakan untuk percakapan sehari-hari kurang dapat diterima.
Ada hal lain yang menarik perhatian dalam penyerapan bahasa Sansekerta pada bahasa
Jawa Kuno. Kategori kata yang dipinjam dari bahasa Sansekerta hampir semuanya
termasuk dalam kategori kata benda dan kata sifat. Kata-kata itu kemudian diperlakukan
tidak sesuai dengan aturan bahasa asalnya, namun sesuai dengan tata bahasa Jawa Kuna.
Misalnya adalah kosakata bahasa Sansekerta yang dibubuhi afiksasi Jawa Kuna.
Kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pengaruh asing masuk ke dalam bahasa Jawa
Kuno sedemikian rupa sehingga tidak merubah sifat asalnya. Di sisi lain, penyerapan
bahasa Sansekerta tidak pernah disertai dengan perubahan fonetisnya. Tidak ada bunyi-
bunyi asing yang ejaannya disesuaikan dengan ejaan Jawa Kuno. Karena kita hanya
mengetahui mengenai bahasa Jawa Kuno melalui sumber tertulis, maka kita juga hanya
dapat mengetahui perihal ejaan ini dari cara penulisannya. Ejaan yang tidak terdapat
pada bahasa Jawa Kuno seperti bunyi-bunyi beraspirasi (kh, th, ph, dan sebagainya),
vokal panjang dan pendek (a-ā, i-ī), perbedaan bunyi ai dan e, serta perbedaan desis (ś, ş,
dan s) tetap ditulis apa adanya. Kemungkinan ini disebabkan karena keinginan untuk
menyamakan dengan aslinya.
Sebenarnya tidak diketahui alasan penggunaan pengaruh bahasa Sansekerta pada bahasa
Jawa Kuno. Tidak ditemukan keperluan untuk mengadakan perubahan pada bahasa Jawa
Kuno. Namun bahasa Sansekerta merupakan bagian yang penting dari kebudayaan baru
yang ingin mereka miliki. Sastra Sansekerta dianggap sebagai mode, untuk dicontoh dan
ditiru sambil dipungut kosakatanya. Dapat menggunakannya berarti meninggikan gengsi.
Alasan lain yang mungkin adalah kebutuhan para sastrawan pada saat itu untuk
memperkaya kosakata, untuk kepentingan pemenuhan aturan-aturan ketat pada puisi
Jawa tentang rima dan laras.
Dalam penyerapan suatu bahasa pada bahasa lain, sangat mungkin terjadi adanya
beberapa perubahan, misalnya perubahan semantis, sehingga tidak sesuai dengan arti
pada bahasa asalnya. Perubahan ini dapat terjadi karena penyesuaian akan keadaan
lingkungan pada masing-masing bahasa yang berbeda. Proses perubahan ini terjadi
secara dan bertahap, dan akan semakin mudah bila kontak dengan bahasa asal semakin
kecil. Perubahan semantis kata-kata asli Sansekerta lebih sering terjadi seiring dengan
makin berkurangnya pengaruh India terhadap bahasa dan kebudayaan Jawa. Dari sini
kita dapat memperkirakan umur suatu naskah berdasarkan bahasanya, semakin jarang
kata-kata Sansekerta, semakin muda teks tersebut. Namun patut pula diperhitungkan
kemungkinan bahwa perubahan semantis itu terjadi di tempat asalnya.
Pengaruh bahasa Sansekerta pada saat itu tidak hanya tertanam di Jawa. Di daerah
Nusantara yang lain pun juga terjadi. Contohnya di Campa, jenis-jenis sastra klasik
Sansekerta dipelajari dengan mendalam, sehingga sastra pribumi diabaikan. Sebenarnya
sumber-sumber teks sastra di Jawa pada masa itu tidak begitu banyak yang ditemukan,
namun bila dibandingkan dengan sumber dari Campa pada masa yang sama, dapat
diketahui perbedaannya. Teks Jawa ditulis dengan menggunakan bahasa Jawa Kuno dan
tidak ditemukan sama sekali teks yang menggunakan bahasa Sansekerta. Sedangkan teks
dari Campa malah menggunakan bahasa Sansekerta seluruhnya, dari pada menggunakan
bahasa pribumi dengan pengaruh Sansekerta. Jadi, bila yang terjadi di Campa adalah
lupakannya sastra pribumi, maka yang di Jawa, adanya pengaruh dari India malah
memperkaya dan memperkuat adanya sastra pribumi.
Meskipun begitu, kita tidak dapat menyimpulkan bahwa di Campa tidak terdapat
kebudayaan pribumi selain pengaruh dari India. Tidak ditemukannya bukti-bukti
keberadaannya kemungkinan terjadi karena kondisi tertentu yang menyebabkan bukti-
bukti tersebut tidak bertahan. Mungkin karena bahannya yang memang tidak dapat
bertahan hingga berabad-abad, atau mungkin juga karena kondisi historis di daerah
tersebut yang sering mengalami peperangan hingga sulit mempertahankan benda-benda
budayanya.
Yang dapat diketahui hingga saat ini adalah, walaupun sulit menemukan bukti tentang
keberadaannya, kita telah mengetahui bahwa sastra Jawa Kuno tetap bertahan, dan
adanya pengaruh dari India bukannya melemahkan, malah memperkaya sastra Jawa
Kuno.

ii.pengetahuan agama / ajaran Hindu dan Buddha


Ketika memasuki zaman sejarah, masyarakat indonesia menganut kepercayaan
animisme dan dinamisme. Masyarakat mulai menerima kepercayaan baru, yaitu agama
Hindu-Budha sejak berinteraksi dengan orang-orang India. Meskipun demikian,
kepercayaan asli tidak hilang akibat tergeser oleh agama Hindhu dan Buddha. Budaya
baru tersebut membawa perubahan pada kehidupan keagamaan, misalnya dalam hal
tata cara krama, upacara-upacara pemujaan dan bentuk tempat peribadatan.
iii.Pengetahuan sistem pemerintahan
Sistem pemerintahan kerajaan dikenalkan oleh orang-orang India. Dalam
sistem ini kelompok-kelompok kecil masyarakat bersatu dengan kepemilikan
wilayah yang luas. Kepala suku yang terbaik dan terkuat berhak atas tampuk
kekuasaan kerajaan. Oleh karena itu lahir kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha
seperti Sriwijaya, Singasari, Mataram Kuno, Kutai, Tarumanegara, dan lain-lain.
Sistem pemerintahan mengikuti pola dari India yaitu kerajaan, dimana kekuasaan
dipegang oleh raja dan bersifat turun temurun. Pergantian penguasaan berdasarkan
keturunan.

Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha, bangsa Indonesia telah mengenal


sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan kepala suku berlangsung secara
demokratis, yaitu salah seorang kepala suku merupakan pemimpin yang dipilih dari
kelompok sukunya, karena memiliki kelebihan dari anggota kelornpok suku lainnya.
Akan tetapi, setelah masuknya pengaruh Hindu-Buddha, tata pemerintahan
disesuaikan dengan sistem kepala pemerintahan yang berkembang di India. Seorang
kepala pemerintahaii bukan lagi seorang kepala suku, melainkan seorang raja, yang
memerintah wilayah kerajaannya secara turun-temurun (Bukan lagi ditentukan oleh
kemampuan, melainkan oleh keturunan).

iv.Pengetahuan tentang kontruksi bangunan suci


Akulturasi dalam seni bangunan tampak pada bentuk bangunan candi.

Di India, candi merupakan kuil untuk memuja para dewa dengan bentuk stupa.

Di Indonesia, candi selain sebagai tempat pemujaan, juga berfungsi sebagai makam
raja atau untuk tempat menyimpan abu jenazah sang raja yang telah
meninggal. Candi sebagai tanda penghormatan masyarakat kerajaan tersebut
terhadap sang raja.

Contohnya:

1.      Candi Kidal (di Malang), merupakan tempat Anusapati di perabukan.


2.      Candi Jago (di Malang), merupakan tempat Wisnuwardhana di perabukan.
3.      Candi Singosari (di Malang) merupakan tempat Kertanegara diperabukan.
Di atas makam sang raja biasanya didirikan patung raja yang mirip (merupakan
perwujudan) dengan dewa yang dipujanya. Hal ini sebagai perpaduaan antara fungsi
candi di India dan tradisi pemakaman dan pemujaan roh nenek moyang di Indonesia.
Sehingga, bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya adalah punden
berundak, yaitu bangunan tempat pemujaan roh nenek moyang.

Contoh ini dapat dilihat pada bangunan candi Borobudur.

Ada perbedaan fungsi antara candi dalam agama Hindu dan candi dalam
agama Buddha. Dalam agama Hindu, candi difungsikan sebagai makam Adapun
dalam agama Buddha, candi berfungsi sebagai tempat pemujaan atau peribadatan.
Meski difungsikan sebagai makam, namun tidak berarti bahwa mayat atau abu
jenazah dikuburkan dalam candi. Benda yang dikuburkan atau dicandikan adalah
macam-macam benda yang disebut pripih. Pripih ini dianggap sebagai lambang zat
jasmaniah yang rohnya sudah bersatu dengan dewa penitisnya. 

Pripih ini diletakkan dalam peti batu di dasar bangunan, kemudian di atasnya
dibuatkan patung dewa sebagai perwujudan sang raja. Arca perwujudan raja itu
umumnya adalah Syiwa atau lambang Syiwa, yaitu lingga. Pada candi Buddha, tidak
terdapat pripih dan arca perwujudan raja. Abu jenazah raja ditanam di sekitar candi
dalam bangunan stupa. Bangunan candi terdiri atas tiga bagian, yaitu kaki, tubuh,
dan atap.

Candi Borobudur
Salah Satu Candi Bercorak Buddha

a. Kaki candi berbentuk persegi (bujur sangkar). Di tengah-tengah kaki candi inilah
ditanam pripih.

b. Tubuh candi terdiri atas sebuah bilik yang berisi arca perwujudan. Dinding luar
sisi bilik diberi relung (ceruk) yang berisi arca. Dinding relung sisi selatan berisi arca
Guru, relung utara berisi arca Durga, dan relung belakang berisi arca Ganesha.
Relung-relung untuk candi yang besar biasanya diubah.

c. Atap candi terdiri atas tiga tingkat. Bagian atasnya lebih kecil dan pada puncaknya
terdapat lingga atau stupa. Bagian dalam atap (puncak bilik) ada sebuah rongga kecil
yang dasarnya berupa batu segi empat dengan gambar teratai merah, melambangkan
takhta dewa. Pada upacara pemujaan, jasad dari pripih dinaikkan rohnya dari rongga
atau diturunkan ke dalam arca perwujudan. Hiduplah arca itu menjadi perwujudan
almarhum sebagai dewa.

4.Kebudayaan materi dan sastra Buddhis


i.Candi-candi Buddhis
No Nama Lokasi
Pembuatan Peninggalan
. Candi Penemuan

Mataram
1 Sewu Jawa Tengah Abad ke-7 M
Lama

Mataram
2 Plaosan Jawa Tengah Abad ke-7 M
Lama

Mataram
3 Mendut Jawa Tengah Abad ke-7 M
Lama

Tahun 770- Mataram


4 Borobudur Jawa Tengah
842 M Lama

Muara Sumatra
5 Abad ke-8 M Sriwijaya
Takus Selatan

Malang, Abad ke-12


6 Jago Singasari
Jawa Timur M

Abad ke-13
7 Sari Jawa Tengah Majapahit
M

Abad ke-13
8 Pawon Jawa Tengah Majapahit
M

Mojokerto, Abad ke-13


9 Tikus Majapahit
Jawa Timur M

Candi Borobudur adalah candi Buddha terbesar. Candi ini terletak di Magelang, Jawa
Tengah. Candi Borobudur dibangun sebelum agama Hindu berkembang di Jawa.
Pembangunannya membutuhkan waktu sekitar 50 tahun. Relief (lukisan timbul) yang
terdapat pada Candi Borobudur panjangnya mencapai 4 km. Tinggi Candi Borobudur
42 meter. Arca atau patung yang terdapat di sana mencapai 500 buah.

ii.Sastra sastra Buddhis


Karya sastra (kitab)

Ada beberapa karya sastra peninggalan sejarah yang bercorak Buddha. Salah satu karya
sastra bercorak Buddha yang terkenal adalah Kitab Sutasoma. Kitab ini dikarang oleh Mpu
Tantular. Kitab Sutasoma menceritakan kisah Raden Sutasoma. Kisah ini mengajarkan
pengorbanan dan belas kasih yang harus ditempuh seseorang untuk mencapai kesempurnaan
tertinggi. Salah satu ungkapan yang terkenal dari Kitab Sutasoma adalah “Bhinneka Tunggal
lka Tan Hana Dharma Mangrwa.” Berikut ini daftar karya sastra atau kitab-kitab peninggalan
sejarah yang bercorak Buddha.

Kitab-kitab peniggalan agama Buddha di Indonesia

No. Nama Kitab Lokasi Penemuan Pembuatan Peninggalan

1 Negara Kertagama Jawa Timur Abad ke-13 M Majapahit

2 Sutasoma Jawa Timur Abad ke-13 M Majapahit

3 Pararaton Jawa Timur Abad ke-13 M Majapahit

4 Ranggalawe Jawa Timur Abad ke-13 M Majapahit

5 Arjunawiwaha Jawa Timur Abad ke-13 M Majapahit

Oleh karena keindahan merupakan pengalaman yang disadari, keindahan itu dapat
diungkapkan baik melalui kata-kata maupun melalui media lain. Dalam menyampaikan
ajaran-Nya Buddha juga berpuisi, namun tentu saja tidak bermaksud menjadi penyair. Apa
yang disebut gatha adalah ajaran yang diucapkan dalam bentuk syair, dan geya adalah
khotbah dengan gaya bahasa prosa yang diikuti sajak sebagai pengulangan dan ringkasan.
Para pujangga menulis tentang apa yang diajarkan dan yang bersemangatkan ajaran Buddha
dengan gayanya sendiri secara kreatif. Karya-karya sastra itu sering dipandang sebagai tafsir
ajaran menurut latar belakang budaya penulisnya. Buddhacarita misalnya, adalah syair
berupa epos yang ditulis oleh Asvaghosha mengenai riwayat hidup Buddha.

Di Jawa tidak ditemukan peninggalan naskah yang menjadi bagian atau


terjemahan dari Kitab Suci Tripitaka tetapi terdapat sejumlah karya sastra dalam bahasa
Kawi. Karya sastra itu antara lain Sanghyang Kamahayanikan, Sanghyang Kamahayanan
Mantrayana, Kunjara Karnna  dan Sutasoma. Ada yang berbentuk prosa, ada yang berbentuk
puisi kakawin. Di Tiongkok dan Jepang tradisi Zen mengembangkan syair-syair yang
menunjukkan sejauh mana pencerahan itu tercapai.

5.Bentuk – bentuk pikiran yang baik (cetasika ) atau brahmavihara


Sobhana cetasika 25 : 25 bentuk batin yang bagus atau baik.
A) sobhanasadharana cetasika 19 : 19 macam bentuk batin yang bersekutu hanya
kepada kesadaran / pikiran yang baik saja.
     28. Saddha : keyakinan
     29. Sati : kesadaran atau ingatan
     30. Hiri : malu untuk berbuat kejahatan
     31. Ottapa : takut akan akibat dari perbuatan jahat
     32. Alobha : tidak serakah
     33. Adosa : tidak benci
     34. Tatramajjhattata : keseimbangan batin
     35. Kayapassaddhi : ketenangan dari bentuk batin
     36. Cittapassaddhi : ketenangan pikiran
     37. Kayalahuta : kegembiraan dari bentuk batin
     38. Cittalahuta : kegembiraan pikiran
     39. Kayamuduta : sifat menurut dari bentuk batin
     40. Cittamuduta : sifat menurut dari bentuk pikiran
     41. Kayakammannata : sifat menyesuaikan diri dari bentuk batin
     42. Cittakammannata : sifat menyesuaikan diri dari pikiran
     43. Kayapagunnata : kemampuan dari bentuk batin
     44. Cittapagunnata : kemampuan dari pikiran
     45. Kayujukata : ketulusan / kejujuran dari bentuk batin
     46. Cittujukata : ketulusan / kejujuran dari pikiran
B) virati cetasika 3 : 3 macam bentuk batin yang terbebas dari kejahatan yang
memimpin.
     47. Samma vaca : bicara benar
     48. Samma kammanata : perbuatan benar
     49. Samma ajiva : pencaharian benar
C) appamanna cetasika 2 : 2 macam bentuk batin yang tidak terbatas.
     50. Karuna : belas kasihan
     51. Mudita : simpati
D) pannindriya cetasika 1 : 1 macam bentuk batin yang bijaksana.
     52. Panna : kebijaksanaan.

Brahmavihara terdiri dari Metta, Karuna, Muditta, dan Upekkha.

Tugas

1. Jelaskan konsep budaya dan kebudayaan dalam sejarah agama Buddha


Sejarah agama Buddha mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari
lahirnya sang Buddha Siddharta Gautama. Dengan ini, ini adalah salah satu agama
tertua yang masih dianut di dunia. Selama masa ini, agama ini sementara
berkembang, unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur
kebudayaan Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara.
Dalam proses perkembangannya ini, agama ini praktis telah menyentuh hampir
seluruh benua Asia. Sejarah agama Buddha juga ditandai dengan perkembangan
banyak aliran dan mazhab, serta perpecahan-perpecahan. Yang utama di antaranya
adalah aliran tradisi Theravada , Mahayana, dan Vajrayana (Bajrayana), yang
sejarahnya ditandai dengan masa pasang dan surut.
Di daerah-daerah sebelah timur anak benua Hindia (sekarang Myanmar),
Budaya India banyak memengaruhi suku bangsa Mon. Dikatakan suku Mon mulai
masuk agama Buddha sekitar tahun 200 SM berkat dakwah maharaja Asoka dari
India, sebelum perpecahan antara aliran Mahayana dan Hinayana. Candi-candi
Buddha Mon awal, seperti Peikthano di Myanmar tengah, ditarikh berasal dari abad
pertama sampai abad ke-5 Masehi.
Seni Buddha suku Mon terutama dipengaruhi seni India kaum Gupta dan
periode pasca Gupta. Gaya manneris mereka menyebar di Asia Tenggara mengikuti
ekspansi kerajaan Mon antara abad ke-5 dan abad ke-8. Aliran Theravada meluas di
bagian utara Asia Tenggara di bawah pengaruh Mon, sampai diganti secara bertahap
dengan aliran Mahayana sejak abad ke-6.
Agama Buddha konon dibawa ke Sri Lanka oleh putra Asoka Mahinda dan
enam kawannya semasa abad ke-2 SM. Mereka berhasil menarik Raja Devanampiva
Tissa dan banyak anggota bangsawan masuk agama Buddha. Inilah waktunya kapan
wihara Mahavihara, pusat aliran Ortodoks Singhala, dibangunt. Kanon Pali dimulai
ditulis di Sri Lanka semasa kekuasaan Raja Vittagamani (memerintah 29–17 SM),
dan tradisi Theravada berkembang di sana. Beberapa komentator agama Buddha juga
bermukim di sana seperti Buddhaghosa (abad ke-4 sampai ke-5). Meski
aliran Mahayana kemudian mendapatkan pengaruh kala itu, akhirnya aliran
Theravada yang berjaya dan Sri Lanka akhirnya menjadi benteng terakhir aliran
Theravada, dari mana aliran ini akan disebarkan lagi ke Asia Tenggara mulai abad
ke-11.
Agama Buddha yang berasal dari India masuk ke Indonesia melalui
perdagangan. Bersamaan dengan itu, kebudayaan India yang sebagian
masyarakatnya memeluk agama Buddha pun ikut menyebar masuk. Masyarakat
Indonesia pun menyesuaikan kebudayaan masuk dengan kebudayaan local yang
sudah ada. Bukti dari adanya akulturasi budaya ini dapat dilihat dari bentuk Candi
dan stupa (paling terlihat pada Candi Borobudur), pengetahuan tentang sistem
pemerintahan, dan Bahasa Sanskerta yang menambah kosa kata Bahasa Jawad dan
Bahasa Indonesia, serta Dhamma yang telah tersebar sehingga kita dapat
mempelajarinya hingga saat ini.

SOAL

1. Berikut yang termasuk unsur terbentuknya budaya adalah ....


1. Politik
2. Geografi
3. Adat istiadat
4. Ekonomi

2. Beberapa alasan mengapa orang-orang kesulitan berkomunikasi dengan orang


dengan budaya lain ....
1. Citra yang memaksa
2. Individualisme kasar
3. Kepatuhan kolektif
4. Toleransi

3. Kebudayaan Hindu-Buddha berkembang di negara-negara berikut, kecuali ....


1. Indonesia
2. Singapura
3. Thailand
4. Jepang

4. Hal-hal positif yang didapat dengan datangnya para pedagang dari India ke
Indonesia adalah ....
1. Masyarakat Indonesia dapat membeli barang-barang yang tidak
tersedia seperti: kain sari dan aksesoris gelang
2. Masyarakat Indonesia mengenal agama
3. Terjadi kerjasama dagang antara Indonesia dan India
4. Masyarakat Indonesia mengenal tulisan

5. Memasuki zaman sejarah, masyarakat Indonesia mulai menerima kepercayaan


baru, yaitu agama Hindu-Buddha sejak berinteraksi dengan orang-orang India.
Meskipun demikian, kepercayaan asli tidak hilang akibat tergeser oleh agama
Hindhu dan Buddha. Budaya baru tersebut membawa perubahan pada
kehidupan keagamaan, misalnya ....
1. Tata krama
2. Upacara pemujaan
3. Arsitektur tempat ibadah
4. Tulisan

6. Proses percampuran antara dua atau lebih kebudayaan yang saling bertemu
dan mempengaruhi itu disebut ....
a. Akulturasi budaya
b. Asimilasi budaya
c. Integrasi budaya
d. Pembauran budaya
e. Disintegrasi budaya
7. Bahasa Jawa Kuno paling dipengaruhi oleh bahasa ....
a. Pali
b. Sansekerta
c. Yunani Kuno
d. India Kuno
e. Kawi
8. Berikut adalah kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha, kecuali ....
a. Sriwijaya
b. Singosari
c. Samudera pasai
d. Mataram kuno
e. Kutai
9. Khotbah dengan gaya bahasa prosa yang diikuti sajak sebagai pengulangan
dan ringkasan disebut ....
a. Epos
b. Geya
c. Gatha
d. Puisi
e. Dharma
10. Berikut adalah candi-candi Buddhis di Indonesia, kecuali ....
a. Mendut
b. Prambanan
c. Borobudur
d. Sewu
e. Muara Takus
BAB 8. POLITIK

1.Politik adalah pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang berwujud


proses pembuatan keputusan, terkhusus pada negara. Pengertian Politik jika ditinjau dari
kepentingan penggunanya dimana pengertian politik terbagi atas dua yaitu pengertian politik
dalam arti kepentingan umum dan pengertian politik dalam arti kebijaksanaan. Pengertian
politik dalam arti kepentingan umum adalah segala usaha demi kepentingan umum baik itu
yang ada dibawah kekuasaan negara maupun pada daerah. Pengertian politik Secara
Singkat atau sederhana adalah teori, metode atau teknik dalam memengaruhi orang sipil atau
individu. Politik merupakan tingkatan suatu kelompok atau individu yang membicarakan
mengenai hal-hal yang terjadi didalam masyarakat atau negara. Seseorang yang menjalankan
atau melakukan kegiatan politik disebut sebagai "Politikus" 

Ilmu Politik adalah cabang ilmu sosial yang membahas mengenai teori dan praktik politik
serta gambaran dan analisis mengenai sistem politik dan perilaku politik. Ilmu politik
mempelajari mengenai alokasi dan transfer kekuasaan dalam pembuatan keputusan, peran
dan sistem pemerintahan yang termasuk dalam pemerintah dan organisasi internasional,
perilaku politik dan kebijakan publik. Ilmu politik mengukur keberhasilan pemerintahan dan
kebijakan khusus dengan melakukan pemeriksaan dari berbagai faktor seperti stabilitas
keadilan, kesejahteraan material dan perdamaian. 

2.Sutta sutta terkait dengan penguasa dan politik :

i.Cakkavattisihanada Sutta

Sutta ini menjelaskan tentang:

Kewajiban seorang Raja ( pemimpin)

v  Seorang penguasa yang baik harus bersikap tidak memihak dan tidak berat sebelah
terhadap rakyatnya.

v  Seorang penguasa yang baik harus bebas dari segala bentuk kebencian terhadap rakyatnya.

v  Seorang penguasa yang baik harus tidak memperlihatkan ketakutan apapun dalam
penyelenggaraan hukum jika itu dapat dibenarkan.

v  Seorang penguasa  yang baik harus memiliki pengertian yang jernih akan hukum yang
diselenggarakan. Hukum harus diselenggarakan tidak hanya karena penguasa mempunyai
wewenang untuk menyelenggarakan hukum, dan dikerjakan dalam suatu sikap yang masuk
akal dan dengan pikiran sehat.

ii.Kutadanta Sutta

Sang Buddha menceritakan kembali kisah raja Mahajivita pada jaman dahulu ingin
mengadakan upacara korban demi   kesejahteraan dan kejayaan  ketika kerajaan dalam
kekacauan.
Kemudian brahmana memberikan beberapa nasehat.

a.         Ada beberapa cara untuk mengatasi kekacauan dalam suatu negara.

1.    Membagikan benih dan makanan ternak kepada mereka yang bermatapencaharian


sebagai petani dan peternak.

2.    Memberikan modal kepada mereka yang berdagang.

3.    Memberikan upah yang sesuai bagi orang yang melayani pemerintahan.

Setelah anjuran itu dilaksanakan negara menjadi aman dan damai, rakyat sejahtera dan
bahagia. Raja kembali ingin melaksanakan Pengorbanan besar sebelum pengorbanan
penasehat raja mengajarkan tiga syarat kepada raja.

·      Merasa menyesal akan upacara pengorbanan ini: “aku akan kehilangan banyak
kekayaan”

·      Selama upacara: “aku sedang kehilangan banyak kekayaan”

·      Setelah upacara: “aku telah kehilangan banyak kekayan”.

Jika demikian , maka raja tidak boleh merasa menyesal.

b.    Selanjutnya Sang Buddha menjelaskan tentang pengorbanan tertinggi.

·         Dimanapun pemberian rutin dari suatu keluarga yang diberikan kepada para pertapa
yang berbudi.

·         Jika siapa saja yang menyediakan tempat tinggal bagi sangha yang datang dari empat
penjuru.

·         Jika siapa saja dengan hati tulus berlindung kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha.

·         Jika siapa saja dengan hati tulus melaksanakan lima sila.

·         Seorang siswa pergi meninggalkan keduniawian dan mempraktikan moralitas,


mencapai empat jhana, dan mencapai pandangan terang yang menghasilkan lenyapnya 

iii.Maha Parinibhana Sutta

Sang Buddha memberikan Khotbah ttg beberapa aspek yg paling mendasar dan penting
dalam ajaran Sang Buddha yaitu :

a. Tujuh Syarat Kesejahteraan Suatu Bangsa :

1) Sering berkumpul mengadakan musyawarah.


2) Dalam musyawarah selalu menganjurkan perdamaian.

3) Menetapkan peraturan baru dan meneruskan peraturan yg lama.

4) Menunjukkan rasa hormat dan bakti kpd orang yg lebih tua.

5) Melarang keras adanya penculikan-penculikan terhadap wanita-wanita dari keluarga

6) Menghormati tempat-tempat suci

7) Menghormati orang-orang yg patut dianggap suci

b. Tujuh Syarat Kesejahteraan Bagi Para Bhikkhu :

1) Sering berkumpul dan bermusyawarah untuk mencapai mufakat.

2) Dalam pertemuan itu selalu menganjurkan persatuan dan kesatuan serta perdamaian.

3) Tidak menetapkan peraturan baru dan menghapus peraturan lama.

4) Selalu berbuat sesuai Vinaya.

5) Menghormati dan berbakti kepada Bhikkhu yg lebih tua.

6) Menyenangi hutan sbg tempat tinggal yg lebih tenang.

7) Mengembangkan pikiran yg baik dengan rekan sepenghidupan

c. Tujuh Sifat Baik :

1) Keyakinan.

2) Rasa malu untuk berbuat jahat.

3) Rasa takut akan akibat dari perbuatan jahat.

4) Banyak pengetahuan.

5) Keteguhan batin.

6) Perhatian yg kuat.

7) Kebijaksanaan.

d. Nasehat Sang Buddha kepada Para Bhikkhu

Sang Buddha memberi nasehat tentang Sila, Samadhi dan Panna. Besar pahala dan kemajuan
bila meditasi dikembangkan berdasarkan sila yang baik. Besar sekali pahala dan kemajuan
bila panna dikembangkan berdasarkan meditasi yang baik. Batin yang dikembangkan
berdasarkan kebiksanaan yang baik akan bebas dari kekotoran batin (nafsu indera, nafsu
untuk menjadi dan pandangan salah)

e. Tujuh macam persepsi :

1) Memiliki pengertian ttg ketidak kekalan (Anicca).

2) Mengembangkan pengertian ttg ketanpa akuan (Anatta).

3) Mengembangkan pengertian ttg ketidak indahan tubuh.

4) Mengembangkan pelenyapan pandangan salah.

5) Mengembangkan pelenyapan kekotoran batin.

6) Mengembangkan pelenyapan nafsu.

7) Mengembangkan penghentian Dukkha.

f. Enam Syarat Yg Harus Diingat :

1) Saling mengasihi dan menyayangi dalam perbuatan.

2) Saling mengasihi dan menyaygi dalam ucapan.

3) Saling mengasihi dan menyaygi dalam pikiran.

4) Membagi perolehan dengan adil.

5) Melaksanakan kehidupan suci dengan sila yg tidak dilanggar/tidak ternoda.

6) Mengembangkan pandangan benar untuk melenyapkan penderitaan.

g. Tujuh Faktor Penerangan Sejati (Bhojanga) :

1) Perhatian (Sati)

2) Penyelidikan Dhamma (Dhamma Vicaya)

3) Bersemangat (Viriya)

4) Keriaan dalam meditasi (Piti)

5) Ketenangan (passsadhi)

6) Meditasi (Samadhi)
iv.Sigalovada sutta

merupakan khotbah Buddha Gautama yang berkaitan dennga etika di masyarakat, yang


bersumber dari adat istiadat, kebudayaan, dan ajaran kebenaran menurut ajaran agama.

Sigalovada Sutta berisikan wejangan Buddha Gautama kepada Sigala, putera


keluarga Buddhis yang tinggal di Rajagaha. Orang tua Sigala adalah penganut agama
Buddhayang taat dan berbakti kepada Buddha, tetapi mereka tidak berhasil mengajak
putranya mengikuti jejak mereka. Ketika ayah Sigala akan meninggal dunia, ia berpesan
kepada Sigala untuk melaksanakan permintaannya untuk menghormati 6 penjuru pada waktu
subuh.

Dalam Sigalovada Sutta, Buddha Gautama menguraikan petunjuk mengenai 6 penjuru yang


perlu disembah, yaitu :

Arah Untuk menghormati

Timur Orang tua

Selata
Guru
n

Barat Istri dan anak

Utara Sahabat dan teman

Bawah Pelayan dan buruh

Atas Para pertapa dan Brahmana

v.Dasa Raja Dhamma

1. Dana (bermurah hati) ; seorang pemimpin tidak boleh terlalu terikat dengan


kekayaannya, dia memberikan pertolongan baik berupa materi maupun non materi bahkan
bersedia mengorbankan hartanya demi kepentingan anggotanya.
2. Sila (bermoral); pemimpin harus memiliki sikap yang baik dengan pikiran, ucapan,
perbuatan dan hidup berperilaku sesuai dengan aturan moralitas.
3. Paricagga (berkorban) ; seorang pemimpin harus rela mengorbankan kesenangan
atau kepentingan pribadi demi kepentingan orang banyak.
4. Ajjava (tulus hati dan bersih) ; memliki kejujuran, ketulusan sikap maupun pikiran
dan kebersihan tujuan serta cita-cita dalam kepemimpinannya.
5. Maddava (ramah tamah dan sopan santun) ; memiliki sikap ramah tamah, simpatik
dan menjaga sopan santun melalui pikiran, ucapan dan perbuatan.
6. Tapa (sederhana) ; membiasakan diri dalam hidup kesederhanaan dan tidak berlebih-
lebihan dalam kebutuhan hidup.
7. Akkodha (tidak berniat jahat, bermusuhan dan membenci) ; memiliki sifat pemaaf
dan bersahabat, menjauhi niat jahat, permusuhan dan kebencian.
8. Avihimsa (tanpa kekerasan) ; tidak menyakiti hati orang lain, memelihara sikap
kekeluargaan, senang pada perdamaian, menjauhi segala sikap kekerasan dan penghancuran
hidup.
9. Khanti (sabar dan rendah hati) ; memiliki kesabaran pada saat mengalami halangan
dan kesulitan. Memiliki kerendahan hati pada saat menghadapi hinaan dan celaan, sehingga
menimbulkan pengertian dan kebijaksanaan pada saat menentukan keputusan.
10. Avirodhana (tidak menimbulkan atau mencari pertentangan) ; tidak menentang dan
menghalangi kehendak mereka yang dipimpinnya untuk memperoleh kemajuan sesuai
dengan tujuan dan cita-cita kepemimpinannya. Ia harus hidup bersatu dengan anggota sesuai
dengan tuntutan hati nurani.
1. Tujuh syarat kesejahteraan suatu bangsa dijelaskan di sutta?
a.Cakkavattisihanada Sutta
b.Kutadanta Sutta
c.Maha Parinibhana Sutta
d.Sigalovada sutta
e.Dasa Raja Dhamma

2. Yang termasuk Tujuh syarat kesejahteraan suatu bangsa adalah kecuali.....


a. Menghormati tempat suci
b. Merasa hormat kepada yang lebih tua
c.Membuang sampah sembarangan
d. Sering mengadakan musyawarah
menganjurkan perdamaian damai musyawarah
3. Yang bukan merupakan tujuh syarat kesejahteraan bagi para bhikkhu?
a.menyenangi hutan sebagai tempat tinggal yang lebih tenang
b.Selalu berbuat sesuai vinaya
c.Memakai uang dana untuk berfoya-foya
d. Mengembangkan pemikiran yang baik
e.tidak menetapkan peraturan baru
4. Keyakinan, Hiri dan ottapa,kebijaksanaan merupakan beberapa contoh dari?
a. Tujuh dosa besar
b. Tujuh sifat baik
c. Tujuh syarat kesejahteraan bagi suatu bangsa
d. Tujuh syarat kesejahteraan bagi bhikku
e.Tujuh sifat jahat
5. Yang tidak termasuk Tujuh sifat baik adalah?
a. Mencuri
b.keteguhan batin
c.hiri
d.ottapa
e.keyakinan
6. Bahasa pali dari rasa malu berbuat jahat adalah?
a.vinaya
b.metta
c.ottapa
d.karuna
e.hiri
7. Bahasa pali dari malu berbuat jahat adalah?
a.vinaya
b.mudita
c.uppekha
d.hiri
e.ottapa
8. Sati adalah bahasa pali dari?
a. Bersemangat
b. Keriaan dala meditasi
c.Penyelidikan dhamma
d.Meditasi
e.perhatian
9. Apa yang bukan merupakan faktor bhojanga?
a.viriya
b.Samadhi
c.Passadhi
d.moha
e.Dhama Vicaya
10. Penjuru yang diajarkan oleh sang Buddha dalam Sigalovada yang disembah untuk
menghormati Pasangan dan anak adalah?
a.Utara
b. Barat
c. Tenggara
d.Timur
e.Selatan
BAB 9

Definisi Hukum Secara Umum

Definisi hukum secara umum mengandung kesatuan dari unsur-unsur yang disebutkan diatas.
Dengan demikian, rumusan definisi hukum secara umum adalah:

Peraturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang
diadakan oleh lembaga yang berwenang, bersifat memaksa dan memiliki sanksi.

Definisi hukum secara umum tersebut diatas, sejalan dengan definisi hukum yang diberikan
oleh Utrecht. Namun, sekali lagi yang paling penting dari definisi hukum itu sendiri adalah
unsur-unsur yang terkandung didalamnya. Demikian uraian singkat mengenai definisi hukum
secara umum, semoga artikel mengenai definisi hukum secara umum dapat bermanfaat bagi
kita semua.

1. Menurut sumbernya
Menurut sumbernya hukum dibedakan menjadi :
a. Hukum undang-undang, yaitu peraturan hukum yang tercantum dalam perundangan-
undangan.
b. Hukum adat, yaitu peraturan-peraturan hukum yang terletak dalam kebiasaan.
c. Hukum traktat, yaitu peraturan hukum yang ditetapkan oleh beberapa negara dalam suatu
perjanjian Negara.
d. Hukum jurisprudensi, yaitu peraturan hukum yang terbentuk oleh putusan hakim.
e. Hukum doktrin, peraturan hukum yang berasal dari dari pendapat para ahli hukum.

2. Menurut bentuknya
Menurut bentuknya hukum dibedakan menjadi :
a. Hukum tertulis, yaitu peraturan hukum yang terdapat pada berbagai

perundangan-undangan.
b. Hukum tidak
tertulis (hukum kebiasaan), yaitu peraturan hukum yang masih hidup dalam keyakinan
sekelompok masyarakat dan ditaati oleh mayarakat tersebut walaupun peraturan tersebut
tidak tertulis dalam bentuk undang-undang.

3. Menurut tempat berlakunya :


Menurut tempat berlakunya hukum dibedakan menjaadi :
a. Hukum nasional, yaitu peraturan hukum yang berlaku dalam suatu wilayah Negara
tertentu.
b. Hukum internasional, yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan dalam dunia
internasional.

4. Menurut waktu berlakunya :


Menurut waktu berlakunya hukum dibedakan menjadi :
a. Ius constitutum (hukum positif), yaitu peraturan hukum yang berlaku pada saat ini bagi
suatu masyarakat dalam suatu daerah tertentu.
b. Ius constituendum, yaitu peraturan hukum yang diharapkan akan berlaku pada masa
mendatang.
c. Hukum asasi (hukum alam), yaitu peraturan hukum yang berlaku pada siapa saja dan kapan
saja diseluruh dunia.

5. Menurut cara mempertahankannya :


Menurut cara mempertahankannya hukum dibedakan menjadi :
a. Hukum material, yaitu peraturan hukum yang berisi perintah dan larangan untuk mengatur
kepentingan bersama.
b. Hukum formal, yaitu peraturan hukum yang mengatur tentang bagaimana cara pelaksaan
hukum material

6. Menurut sifatnya :
Menurut sifatnya hukum dibedakan menjadi :
a. Hukum yang memaksa, yaitu peraturan hukum yang bersifat mutlak.
b. Hukum yang mengatur, yaitu peraturan hukum yang dapat dikesampingkan jika pihak yang
bersangkutan telah membuat peraturan sendiri.

7. Menurut wujudnya :
Menurut wujudnya hukum dibedakan menjadi :
a. Hukum obyektif, yaitu peraturan hukum yang berlaku umum dalam suatu Negara.
b. Hukum subyektif, yaitu peraturan hukum yang muncul dari hukum obyektif teapi hanya
berlaku pada orang tertentu. Hukum subyektif juga disebut sebagai hak.

8. Menurut isinya :
Menurut isinya hukum dibedakan menjadi :
a. Hukum privat, yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu
dengan orang lain yang menitikberatkan kepada kepentingan pribadi.
b. Hukum publik, yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan alat
kelengkapannya dan warga negararanya.
demikianlah sekilas tentang   Pengertian Hukum dan Jenis-jenis Hukum, semoga bermanfaat.

Hukum dalam Agama Buddha

1. Cattari Ariya Saccani


adalah kebenaran yang berlaku bagi siapa saja tanpa membeda-bedakan suku, ras,
budaya, maupun agama. Mengakui atau tidak mengakui, suka atau tidak suka, setiap
manusia mengalami dan diliputi oleh hukum kebenaran ini.
adalah kebenaran yang berlaku bagi siapa saja tanpa membeda-bedakan suku, ras,
budaya, maupun agama. Mengakui atau tidak mengakui, suka atau tidak suka, setiap
manusia mengalami dan diliputi oleh hukum kebenaran ini.)
2. Kamma dan Punarbhava
 Hukum Karma berlaku pada siapa saja,di mana saja,kapan saja.Hukum karma tidak
mengenal waktu,usia,manusia,dewa,hewan,setan atau makhluk apa pun.Apa yang kita
peroleh maka apa yang akan didapat.Seperti kita menanam bibit mangga maka akan
tumbuh pohon mangga.                           Contohnya:Jika kita dirampok maka itu
adalah akibat dari sebab yang lalu berarti pada masa lalu kita pernah merampok orang
laun atau perbuatan buruk lainnya(akusala kamma) begitu juga dengan orang yang
merampoknya juga akan mendapat akibatnya.

Menurut Agama Buddha semua mahkluk akan terlahir kembali di 31 alam


kehidupan.Alam kehidupan ada yang menderita ada juga alam kehidupan yang
bahagia.Terlahir kemana kita kelak tergantung dengan karma(perbuatan) kita pada
masa lampau.Kita dapat terlahir sebagai binatang,setan,iblis ,dan dewa.
3. Tilakkana
Tilakkhana atau Tiga Corak Umum atau kadang disebut Tiga Corak Kehidupan
yaitu anicca, dukkha dan anatta, merupakan tiga corak umum yang ada di setiap
segala sesuatu atau fenomena yang terbentuk dari perpaduan unsur (berkondisi) yang
ada di alam semesta ini, termasuk makhluk hidup. Ciri ini merupakan salah satu
bentuk dari Hukum Kebenaran Mutlak (Paramatha-sacca) karena berlaku dimana saja
dan kapan saja. Oleh karena itu, Tilakkhana merupakan corak yang universal.
Tilakkhana ( 3 sifat universal)  :

·       Sabbe Sankhara AniccA,Sabbe Sankhara Dukkha, Sabbe Dhamma Anatta

4. Paticcasamupada
Ajaran ini menyatakan adanya sebab-musabab yang terjadi dalam kehidupan semua
mahluk, khususnya manusia.

12 (dua belas) Sebab-musabab (Nidana) yang ada dalam setiap mahluk, khususnya
manusia dapat dikategorikan sebagai berikut:

Kehidupan lampau Kehidupan sekarang

>Ketidaktahuan / kebodohan >Kesadaran

>Bentuk-bentuk perbuatan / Kamma >Batin dan Jasmani

>Enam indra

>Kesan-kesan

>Perasaan

>Keinginan / kehausan

>Kemelekatan

>Proses tumimbal lahir

BAB 9
1. Tilakkhana terdiri dari:
a. Anicca,dukkha, annatta
b.Ottapa,Anica,dukkha
c.Sampadi,Hiri,anatta
d.anatta,Paramatta,karma
e.Anicca,Dukkha, Moha
2. Hukum kebenaran mutlak dalam bahasa pali disebut?
a.Tilakkhana
b.Paticcasamupada
c.Samadhi
d.Paramatha-sacca
e.Punarbhava
3. Ada berapa alam kehidupan di Agama Buddha?
a.41
b.25
c.31
d.90
e.18
4. Peraturan hukum yang mengatur hubungan antara satu orang dengan orang yang lain dan
menitik beratkan kepada kepentingan pribadi adalah?
a. Hukum publik
b.Hukum privat
c.Hukum kesunyataan
d.Hukum obyektif
e.Hukum Subyejtif
5. Menurut isinya hukum dibedakan menjadi?
a.Hukum obyektif,Hukum privat
b.Hukum subyektif,Hukum obyektif
c.Hukum karma,Hukum kesunyataan
d.Hukum Privat,Hukum publik
e.Hukum publik,Hukum obyektif
6. Hukum yang memaksa bersifat?
a.memaksa
b.bebas
c.tidak terikat
d.bisa digantikan
e.dapat dikesampingkan
7. Hukum yg berisi perintah dan larangan untuk mengatur kepentingan bersama adalah hukum?
a.formal
b.Material
c.Kesunyataan
d.kamma
e.Objektif
8. Yang bukan termasuk hukum menurut sumbernya adalah?
a.doktrin
b.Jurisprudensi
c.adat
d.tertulis
e.traktat
9. Hukum yang terbentuk oleh putusan hakim yaitu?
a.doktrin
b.yurisprudensi
c.adat
d.Traktat
e.undang-undang

10. Hukum yang terdapt dalam perundang-undangan termasuk hukum?


a. Tertulis
b. Tidak tertulis
d.adat
c.doktrin
e.traktat
DAFTAR PUSTAKA

http://www.academia.edu/17096873/Hubungan_Buddha_dengan_Sila_1_Pancasila

http://www.wihara.com/topic/40821-apa-itu-jhana/

http://artikel-evaluasi.blogspot.co.id/2012/07/pengenalan-mahayana-dan-ritualnya.html?m=1

http://s-moc.blogspot.co.id/2010/07/konsep-manusia-dalam-agama-budha.html?m=1

http://www.dhammacakka.org/?channel=ceramah&mode=detailbd&id=458

http://whitelotuzz.wordpress.com/2008/07/24/ananda-vagga-anguttara-nikaya/

http://jendelagender.blogspot.co.id/2013/11/relasi-gender-dalam-agama-budha.html?m=1

http://daqoiqul.blogspot.co.id/2012/06/ajaran-buddha-tentang-manusia.html?m=1

http://larosberbagibersama.blogspot.co.id/2012/02/puggala.html?m=1

http://www.buddhistonline.com/dsgb/ad21.shtml

http://pelajaridharmasangbuddha.blogspot.com/2012/06/pengertian-sila.html

http://gudangpengetahuanmynews.blogspot.com/2015/06/periaku-benar-menurut-pandangan-
agama.html

http://buddhadharmacenter88.blogspot.com/2015/05/pengertian-sila.html

http://buddhadharmacenter88.blogspot.com/2015/05/pengertian-sila.html

http://hendrath-jmr.blogspot.com/2009/12/filosofi-ajaran-buddha.html

http://littlehokages.blogspot.com/2011/04/ekologi-dalam-buddhisme.html

http://indonesiaindonesia.com/f/34592-mangala-sutta-sutta-berkah-utama/

http://samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/vinaya-upasaka-vinaya-kebhikkhuan/

http://iputugede54.blogspot.com/2014/02/makalah-hakikat-dan-dasar-pendidikan_20.html

http://green-sarijo.blogspot.com/2012/03/kerukunan-umat-beragama-dalam-agama.html

https://sosialsosiologi.blogspot.co.id/2012/12/definisi-masyarakat.html

http://tanhadi.blogspot.co.id/2013/07/konsep-masyarakat-buddhis-hukum-dan-hak.html

http://sandiawan88.blogspot.co.id/2013/05/buddhisme-di-india.html

https://books.google.co.id/books?
id=Ypjyd2th7mkC&pg=PA237&lpg=PA237&dq=karaniya+metta+-sutta+-vihara+-
putu&source=bl&ots=NAbn_USlsl&sig=cqwtc3TblC8OAUM62-
5WLyQBb4k&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwii3KSjmKXQAhVCOI8KHWGMDzQQ6AEIIz
AB#v=onepage&q=karaniya%20metta%20-sutta%20-vihara%20-putu&f=false
https://j3mpol.wordpress.com/2008/06/03/karaniya-metta-sutta/

https://tejamaya.wordpress.com/2012/03/18/hello-world/

http://juanjayadi44.blogspot.co.id/2012/10/kemasyarakatan-umat-buddha.html

http://sasanaonline.tripod.com/dhamma/peransdu.htm

http://vianis117.blogspot.co.id/2013/05/otoritas-tertinggi-dalam-agama-buddha.html

https://smaratungga2005.wordpress.com/2008/01/10/mengatasi-kemiskinan-dalam-
perspektif-buddhis/

http://indonesiaindonesia.com/f/34963-sikap-tepat-mengatasi-penyakit/

http://artikelbuddhist.com/2011/05/agama-dan-penyalahgunaan-narkotika.html

http://www.wihara.com/topic/51024-10-syarat-seorang-pemimpin-yang-baik-dasa-raja-
dharma/

https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya#Definisi_Budaya

http://www.wihara.com/topic/44043-yoga-dan-buddhisme/

http://safi-tri.blogspot.co.id/2011/10/bab-i-masuk-dan-berkembangnya-agama-dan.html

http://irnaa7x.blogspot.co.id/2012/11/masuknya-pengaruh-kebudayaan-india-ke.html

http://izalewat.weebly.com/history/pengaruh-agama-dan-kebudayaan-hindu-budha-di-
indonesia

https://idnews404.wordpress.com/pengetahuan-sosial/peninggalan-sejarah-bercorak-buddha-
di-indonesia/

https://www.cpuik.com/2013/06/pengaruh-kebudayaan-hindu-buddha-di.html

http://nusadwipa.blogspot.co.id/2008/12/kekawin-sutasoma.html
https://en.wikipedia.org/wiki/Nondualism#Definition_1:_Advaya_-
_nonduality_of_the_two_truths
http://khaliefk.blogspot.co.id/2012/09/bahasa-jawa-kuno-dan-sastra-nya.html
http://toni-setiawan-lin.blogspot.co.id/2014/12/52-macam-bentuk-batin-cetasika-52.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Samadhi#Samadhi_dalam_ajaran_Budha
https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_agama_Buddha#Tahap_awal_agama_Buddha

Anda mungkin juga menyukai