Cover...........................................................................................................................................i
Daftar Isi....................................................................................................................................ii
I.Isi..............................................................................................................................................1
1. BAB 1.............................................................................................................................1
2. BAB 2...........................................................................................................................15
3. BAB 3...........................................................................................................................24
4. BAB 4..........................................................................................................................33
5. BAB 5...........................................................................................................................45
6. BAB 6...........................................................................................................................54
7. BAB 7...........................................................................................................................67
8. BAB 8...........................................................................................................................81
9. BAB 9...........................................................................................................................88
II. Daftar Pustaka....................................................................................................................93
BAB 1.KETUHANAN YANG MAHA ESA DALAM AJARAN BUDDHA
1. Saddha (Keimanan)
Saddha atau Sradha mempunyai arti kata keyakinan. Keyakinan disini bukan berarti
kepercayaan yang membabi buta atau asal percaya saja, akan tetapi suatu ‘Keyakinan
yang didasarkan pada pengertian yang muncul karena bertanya dan
menyelidiki’(Vimamsaka Sutta, MN)
Keyakinan itu muncul karena pengertian, maka keyakinan umat Buddha pada sesuatu
yang diyakini adalah tidak sama kualitasnya. Tidak ada pengertian yang sama dari
orang yang berbeda-beda, akibatnya kualitas keyakinan setiap individu berbeda.
Contohnya: walaupun sama-sama siswa SMA beragama Buddha, namun karena
pengetahuan dan pengertian seorang siswa tentang agama Buddha tidak sama dengan
temannya, maka hal ini mengakibatkan kualitas keyakinan mereka berbeda.
1. 1. Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
1. 2. Keyakinan terhadap Tri Ratna/ Tiratana
1. 3. Keyakinan terhadap adanya Bodhisattva, Arahat dan Dewa
1. 4. Keyakinan terhadap Hukum Kesunyataan
1. 5. Keyakinan terhadap Kitab Suci
1. 6. Keyakinan terhadap Nirvana/Nibbana
Paritta secara bahasa berarti perlindungan, dan isi paritta biasanya berupa
syair-syair dalam bahasa Pali. Paritta dipercaya dapat menenangkan jiwa
karena setiap bunyi paritta memiliki efek getaran yang dapat meredakan
kegelisahan dan menimbulkan ketenangan pikiran serta membawa
kedamaian secara menyeluruh.
Dharani adalah bentuk yang lebih singkat dari Sutta. Bentuk yang lebih
kecil dari Dharani adalah mantra. Keduanya ini tidak dapat dipahami,
dibayangkan atau digambarkan, tetapi dapat dirasakan kekuatannya.
Cetya adalah bangunan yang lebih kecil daripada vihara, yang biasanya
hanya terdapat bhakti sala untuk melaksanakan kebaktian. Ada beberapa
macam cetya:
Dhamma Cetya: memiliki satu set Tripitaka lengkap
Dhatu Cetya: memiliki relik Buddha
Paribhoga Cetya: memiliki barang-barang peninggalan Buddha
Uddesika Cetya: hanya memiliki gambar Buddha ataupun rupang
Buddha
2. 2. 4. Stupa
2. 3. 1. Magha Puja
Magha adalah nama bulan lunar yang jatuh pada bulan Februari, dan
kebaktian untuk memperingati peristiwa di bulan Magha ini disebut Magha
Puja. Hari Besar Magha memperingati suatu peristiwa yang terjadi pada
purnama sidhi di bulan Magha, peristiwa itu adalah: disabdakannya Ovadha
Patimokkha, inti ajaran Sang Buddha, dan etika pokok para bhikkhu. Sabda
Sang Buddha dibabarkan di Viahara Veluvana di Rajagaha, dihadapan
1.250 arahat. Kesemua arahat tersebut ditahbiskan sendiri oleh Sang
Buddha (Ehi Bhikkhu). Kehadiran para arahat tersebut tanpa diundang dan
tanpa ada perjanjian satu dengan lainnya terlebih dahulu.
2. 3. 2. Waisak
Hari Raya Waisak pada umumnya jatuh pada purnamasidhi di bulan Mei,
namun kadang kala pada hari-hari pertama bulan Juni bila jatuh pada tahun
kabisat lunar. Hari Waisak memperingati Tiga Peristiwa Agung, yaitu:
2. 3. 4. Kathina
Pada purnama sidhi tiga bulan setelah Hari Besar Asadha, yang jatuh kira-
kira pada bulan Oktober-November, para bhikkhu telah menyelesaikan
masa Vassa, para umat melakukan persembahan jubah Kathina pada
Sangha. Persembahan tersebut dilakukan sebagai ungkapan rasa terima
kasih umat kepada bhikkhu yang telah melakukan Vassa di daerah mereka.
1. Upacara hari lahirnya Pangeran Siddharta yang jatuh pada tanggal 8 bulan
4 penanggalan lunar. Biasanya pada hari tersebut diadakan puja bhakti
pencurahan air bunga pada rupang bayi Pangeran Siddharta.
2. Hari-hari besar Buddha dan Bodhisatva lainnya, di antaranya: hari besar
Bhaisajaguru Buddha (akhir bulan 9 penanggalan lunar), Amitabha
Buddha (tanggal 17 bulan 11 penanggalan lunar), Maitreya Bodhisatva
(tanggal 1 bulan 1 penanggalan lunar) bertepatan dengan tahun baru Imlek,
Avalokitesvara Bodhisatva (tanggal 19 bulan 2, 6, dan 9 penanggalan
lunar), Mahastmaprapta Bodhisatva (tanggal 3 bulan 7 penanggalan lunar),
Ksitigarbha Bodhisatva (akhir bulan 7 penanggalan lunar).
3. Hari Ulambana, yang dalam tradisi Theravada disebut Kathina, yaitu hari
persembahan empat kebutuhan pokok kepada anggota Sangha.
Secara etimilogi, Bodhisattva terdiri dari kata bodhi; suci dan satwa; makhluk.
Jadi, Bodhisattva berarti makhluk suci.
Secara harfiah, Bodhisattva berarti orang yang hakikat atau tabiatnya adalah bodhi
(hikmat) yang sempurna. Orang yang mempersiapkan diri untuk mencapai tingkat
Buddha.
Bodhisattva berdasarkan sifatnya:
Bodhisattva Saddhadika ialah Bodhisattva yang di dalam usahanya untuk
mencapai tingkat ke-Buddha-an lebih mengutamakan keyakinan (saddha)
terhadap dhamma yang diajarkan oleh Buddha. Dengan mengembangkan
keyakinan terhadap apa yang diajarkan oleh Buddha, maka tercapailah tingkat
Buddha.
Bodhisattva Viriyadika ialah Bodhisattva yang di dalam usahanya untuk
mencapai tingkat ke-Buddha-an, lebih mengutamakan pengabdian kepada
penderitaan semua makhluk dengan kemauan keras. Sebelum Mahayana
timbul, pengertian Bodhisattva sudah dikenalkan juga kepada Buddha
Gautama sebelum beliau menjadi Buddha. Di situ Bodhisattva berarti orang
yang sedang dalam perjalanan untuk mencapai hikmat yang sempurna, yaitu
orang yang akan menjadi Buddha. Jadi, semula Bodhisattva adalah sebuah
gelar bagi tokoh yang ditetapkan untuk mencapai Buddha.
Arahat adalah orang yang telah berhasil membebaskan diri dari dukkha mencapai
tingkat kesucian tertinggi arahat juga merupakan orang yang sudah bebas dari
segala keinginan untuk dilahirkan kembali, baik dalam dunia yang tidak berbentuk
maupun dunia yang berbentuk, ia juga sudah terbebas dari segala ketinggian hati,
kebenaran diri dalam ketidaktahuan.
Proses tercapainya tingkat kesucian arahat adalah terlebih dahulu harus menjadi
Bodhisattva Saddhadika, setelah itu dalam usahanya lebih mengutamakan
keyakinan terhadap dhamma yang diajarkan oleh Buddha Gautama dan akhirnya
tercapailah penerangan sempurna. Ini disebut dengan Savaka Bodhi dan kemudian
menjadi Savaka Buddha atau disebut juga arahat.
4. Dhammaniyama
4. 1. Utu Niyama
Dunia materi terbentuk dari empat unsur utama (mahabhuta), yaitu: unsur pathavi
(secara harfiah berarti ‘tanah’) merupakan unsur yang bersifat ‘luasan’ dan liat,
yang berfungsi menjadi unsur basis lainnya; unsur apo (secara harfiah berarti ‘air’)
merupakan unsur yang bersifat kohesif (ikat-mengikat) dan dapat menyesuaikan
diri, yang berfungsi memberikan sifat mengikat pada unsur lainnya; unsur tejo
(secara harfiah berarti ‘api’) merupakan unsur yang bersifat panas, yang
memberikan unsur panas dan dingin pada unsur lainnya. Karena unsur ini, semua
materi dapat dihasilkan kembali untuk tumbuh dan berkembang setelah mencapai
kematangan; unsur vayo (secara harfiah berarti ‘udara’) merupakan unsur yang
bersifat gerakan dan memberikan fungsi gerak pada unsur lainnya. Unsur gerak ini
membentuk kekuatan dan tolakan pada semua materi.
4. 1. 1. Alam Semesta
4. 1. 3. Kehancuran Bumi
4. 2. Bija Niyama
Bija berarti ‘benih’, dimana tumbuhan tumbuh dan berkembang darinya dalam
berbagai bentuk.
Dari pandangan filosofi, hukum pembenihan hanyalah bentuk lain dari hukum
energi. Dengan demikian, pengatur perkembangan dan pertumbuhan dunia
pertumbuhan merupakan hukum energi yang cenderung mewujudkan kehidupan
tumbuhan dan disebut Bija Niyama.
4. 3. Kamma Niyama
4. 4. Citta Niyama
4. 5. Dhamma Niyama
Dhamma adalah sesuatu yang menghasilkan sifat dasarnya sendiri, yaitu
kekerasannya sendiri ketika disentuh, sifat khusus sekaligus sifat universalnya
adalah berkembang, melapuk, hancur, dan seterusnya. Dhamma yang
dikategorikan dalam hubungan sebab ‘menghasilkan’ fungsi hubungan sebab
tersebut, dan yang dikategorikan dalam hubungan akibat ‘menghasilkan’ fungsi
akibat atau hasil. Pengertian ini meliputi semua yang dibahas dalam Suttanta dan
Abhidhamma Pitaka. Ini juga meliputi hal-hal yang disebutkan dalam Vianaya
Pitaka dengan nama ‘tubuh aturan’ (silakhandha).
Ketahuilah para bhikkhu bahwa ada sesuatu ‘yang tidak dilahirkan’, ‘yang tidak
menjelma’, ‘yang tidak tercipta’, ‘yang mutlak’. Duhai para bhikkhu, apabila
tidak ada yang tidak dilahirkan, yang tidak menjelma, yang tidak diciptakan,
yang mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat terbebas dari kelahiran,
penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para bhikkhu,
karena ada yang tidak dilahirkan, yang tidak menjelma, yang tidak diciptakan,
yang mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan,
pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.
6. 1. Bhavana
6. 1. 1. Vipassana Bhavana
6. 1. 2. Samattha Bhavana
Samatha Bhavana adalah pengembangan batin dengan objek di luar diri
meditator/di dalam diri meditator yang berjumlah 40 objek. Samatha
Bhavana ini dilakukan untuk menekan atau mengendapkan 5 rintangan
batin (nivarana) dan 10 gangguan (10 Palibhoda)
Jhana secara harfiah berarti api, atau cemerlang. Jadi Jhana bisa diterjemahkan
sebagai keadaan mental yang cemerlang. Sungguh waspada dan terpusat. Ketika
seseorang mencapai Jhana, pikirannya tertumpu pada satu objek saja, tidak
terpencar, dan benar-benar penuh kewaspadaan dan terpusat.
Abinna berarti kemampuan atau kekuatan batin yang luar biasa, atau tenaga batin.
Abinna akan timbul dalam diri seseorang yang telah mencapai Jhana, dimana Jhana
tingkat keempat (catuttha-jhana) merupakan dasar untuk timbulnya Abinna.
1. Sila Visuddhi
Adalah kesucian pelaksanaan sila. Di dalam hal ini berarti seseorang
melaksanakan sila dengan sempurna, yaitu tidak ada sila yang dilanggar.
Bagi umat buddha (Upasakka dan Upasikka) melaksanakan Pancasila atau
Atthasila. Sedangkan bagi Viharawan (Anagarini, Anagarika, Samanera,
Samaneri, Bhikkhu, dan Bhikkhuni) melaksanakan Atthasila, Dasasila, dan
Patimokkha sila.
2. Citta Visuddhi
Adalah kesucian batin. Visuddhi ini dipenuhi dengan bermeditasi hingga
mencapai Jhana iv (Abhidhamma Pitaka = Jhana v). Dengan menguasai
(vasita) seseorang memungkinkan memiliki satu atau beberapa Abinna.
3. Ditthi Visuddhi
Adalah kesucian pandangan terang. Tahap ini dicapai dengan pandangan
seseorang menjadi suci. Sesuai dengan kenyataan, ia mengerti tentang batin
dan jasmani (nama-rupa) atau pancakhandha. Ia menolak pandangan salah
tentang konsep individu, menjadi bebas dari kemelekatan pada ke-Aku-
annya.
4. Kanakhavitarana Visuddhi
Adalah kesucian mengatasi keragu-raguan. Kesucian ini dicapai dengan
mengerti tentang kondisi-kondisi batin dan jasmani, serta telah mengatasi
keragu-raguan sehubungan dengan masa lampau, sekarang, dan akan
datang, yang ternyata itu semua dipengaruhi karma.
5. Maggamaggananadassana Visuddhi
Adalah kesucian oleh pengetahuan dan penglihatan tentang jalan dan bukan
jalan. Kesucian ini dicapai setelah ia mengatasi vipassana kilesa, yaitu
gangguan yang muncul pada saat melaksanakan vipassana. Munculnya
vipassana kilesa sering membuat seseorang beranggapan bahwa ia telah
mencapai kesucian, karena vipassana kilesa ini memang sangat menarik.
Vipassana kilesa terdiri dari 10 pengalaman batin, yaitu:
Cahaya gemilang (obhisa)
Pengetahuan (nanna)
Kenikmatan (piti)
Ketenangan (passadhi)
Kebahagiaan (sukkha)
Tekad (adhimokkha)
Semangat (paggaha)
Sadar (upatthana)
Keseimbangan (upekkha)
Senang (nikanti)
6. Patipadananadassana Visuddhi
Adalah kesucian pengetahuan dan penglihatan tentang praktik. Kesucian ini
adalah kebijaksanaan yang disempurnakan dengan sembilan pengetahuan
(nanna).
Secara ringkas, 9 pengetahuan itu adalah:
Perenungan tentang muncul dan lenyap
Perenungan tentang pelenyapan
Perenungan tentang ketakutan
Menyadari tentang derita
Perenungan tentang ketidaksenangan
Keinginan untuk pembebasan
Perenungan tentang refleksi
Kesimbangan terhadap segala fenomena
Pengadaptasian kebenaran
Pengetahuan ini direalisasikan dengan mengerti secara mendalam sekali
tentang Tilakhana (anicca, dukkha, anatta) yang berlaku pada segala sesuatu,
sehingga seseorang melihat segala sesuatu itu adalah kosong. Ia terbebas dari
ketakutan dan kesenangan, ia menjadi tak terpengaruh dan seimbang terhadap
semua fenomena, ia tak menganggap mereka sebagai ‘saya’ atau ‘milikku’.
Ketika seseorang mencapai tahap pencapaian ‘arah’ dari Nibbana, ia
merenungkan tentang tilakhana, maka ia disebut telah memasuki Tiga
Gerbang Kebebasan.
Ada 3 gerbang kearah pembebasan dari dunia seperti tersebut dalam
Patisambhida:
Pengertian benar tentang keterbatasan dan proses dari segala fenomena
(muncul dan lenyap−anicca) serta kegiatan pikiran ke dalam Animitta
Dhatu (keadaan tanpa bayangan atau gambaran batin)
Ketidaksenangan batin (dukkha) terhadap segala fenomena, serta pikiran
ke dalam Appanihita Dhatu (keadaan tanpa keinginan)
Pengertian benar terhadap segala fenomena adalah tanpa ‘aku’ (anatta),
serta kegiatan ke dalam Sunnata Dhatu (keadaan kekosongan)
7. Nanadassa Visuddhi
Adalah kesucian pengetahuan dan penglihatan. Pada tahap ini, seseorang
telah memasuki kesucian, ia menjadi Ariya Puggala (makhluk suci)
1. Sakkayadithi: pandangan sesat tentang adanya pribadi, jiwa atau aku yang
kekal.
2. Vicikiccha: keragu-raguan terhadap Sang Buddha dan ajaranNya.
3. Silabhataparamasa: percaya tahayul bahwa upacara agama saja dapat
membebaskan manusia dari penderitaan.
4. Kamaraga: nafsu indriya
5. Vyapada: benci, keinginan tidak baik.
6. Ruparaga: kemelekatan atau kehausan untuk terlahir dalam bentuk (rupa-raga).
7. Aruparaga: kemelekatan atau kehausan untuk terlahir di alam tanpa bentuk.
8. Mana: ketinggian hati yang halus, perasaan untuk membandingkan diri sendiri
dengan orang lain.
9. Udhacca: batin yang belum benar-benar seimbang.
10. Avijja: kegelapan batin, suatu kondisi batin yang halus sekali karena yang
bersangkutan belum mencapai tingkat kebebasan sempurna (arahat).
6. 4. Ariya Puggala
Ariya Puggala berarti orang suci. Ariya Puggala terdapat 4 tingkatan, yaitu:
6. 4. 1. Sotapanna
Sotapanna terdiri dari 3 macam, yaitu:
4. Sattakhattu-parama-Sotapanna: Sotapanna paling banyak tujuh kali lagi
lahir di alam Sugati Bhumi.
Jika Sotapanna tersebut tidak mempunyai Jhana, paling banyak tujuh kali
lagi lahir di alam Kamasugati Bhumi.
Jika Sotapanna tersebut mempunyai Jhana, paling banyak tujuh kali lagi
lahir di alam Brahma Bhumi.
5. Kolankola-Sotapanna: Sotapanna yang akan dilahirkan dua sampai enam
kali lagi, setelah itu mencapai Arahat atau Parinibbana.
6. Ekabiji-Sotapanna: Sotapanna yang akan dilahirkan hanya sekali lagi,
setelah itu akan menjadi Arahat atau Parinibbana.
6. 4. 2. Sakadagami
Sakadagami terdiri dari lima macam, yaitu:
1. Idha patva idha oarinibbayi: mencapai Sakadagami-Phala di alam manusia
dan mencapai Arahatta-Phala (Arahat) di alam manusia, juga dalam
kehidupan yang sama.
2. Tattha patva tattha parinibbayi: mencapai Sakadagami-Phala di alam dewa
dan mencapai Arahatta-Phala (Arahat) di alam dewa, juga pada kehidupan
yang sama.
3. Idha patva tattha parinibbayi: mencapai Sakadagami-Phala di alam
manusia, setelah itu meninggal dan terlahir di alam dewa dan mencapai
Arahatta-Phala (Arahat) di alam dewa.
4. Tattha patva idha parinibbayi: mencapai Sakadagami-Phala di alam dewa,
setelah itu meninggal dan terlahir di alam dewa dan mencapai Arahatta-
Phala (Arahat) di alam manusia.
5. Idha patva tattha nibbattitva idha parinibbayi: mencapai Sakadagami-Phala
di alam manusia, setelah itu meninggal dan terlahir di alam dewa. Setelah
itu meninggal dari alam dewa dan dilahirkan kembali di alam manusia dan
mencapai Arahatta-Phala (Arahat) di alam manusia.
6. 4. 3. Anagami
Anagami terdiri dari 5 macam, yaitu:
1. Antaraparinibbayi: anagami yang mencapai Arahat dan Parinibbana dalam
usia yang belum mencapai ‘setengah usia’.
2. Upahaccaparinibbayi: anagami yang mencapai Arahat dan Parinibbana
dalam usia yang hampir mencapai ‘batas usia’.
3. Asangkharaparinibbayi: anagami yang mencapai Arahat dan Parinibbana
dengan tidak perlu berusaha keras.
4. Sasangkharaparinibbayi: anagami yang mencapai Arahat dan Parinibbana
dengan usaha keras.
5. Uddhangsoto akanitthgami: anagami yang mencapai Arahat dan
Parinibbana di alam Akanittha Bhumi.
6. 4. 4. Arahat
Arahat adalah orang yang telah berhasil membebaskan diri dari dukkha dan
mencapai tingkat kesucian tertinggi. Arahat juga merupakan orang yang
sudah bebas dari segala keinginan untuk dilahirkan kembali, baik dalam
dunia yang berbentuk maupun tidak berbentuk, ia juga sudah bebas dari
segala ketinggian hati, kebenaran diri, dan ketidaktahuan.
Proses tercapainya tingkat kesucian arahat adalah terlebih dahulu harus
menjadi Bodhisattva Saddhadika, setelah itu dalam usahanya lebih
mengutamakan keyakinan terhadap dhamma yang diajarkan oleh Buddha
Gautama dan akhirnya tercapailah penerangan sempurna, ialah yang disebut
savaka bodhi dan kemudian menjadi savaka buddha, yaitu disebut juga
Arahat.
7. Konsep Keselamatan
7. 1. Ortodoks (keselamatan sepenuhnya tergantung dari pengampunan)
7. 2. Heterodoks (Keselamatan dapat terjadi sebab adanya pengampunan &
usaha manusia)
7. 3. Independen (Keselamatan sepenuhnya tergantung dari usaha manusia)
SOAL:
1. Saddha atau Sradha mempunyai arti kata keyakinan. Keyakinan itu muncul karena
pengertian, maka keyakinan umat Buddha pada sesuatu yang diyakini adalah tidak
sama kualitasnya. Tidak ada pengertian yang sama dari orang yang berbeda-beda,
akibatnya kualitas keyakinan setiap individu berbeda.
Contoh dari pernyataan di atas yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
adalah .........
1. Damar paham dengan apa yang diajarkan oleh guru matematika di kelas,
sehingga ia yakin bisa menjawab saat ditanya.
2. Pengertian Agus dan Budi pada ajaran Buddha berbeda, sehingga keyakinan
mereka terhadap ajaran tersebut pun berbeda.
3. Monika tidak mengerti pelajaran Akuntansi, sehingga ia tidak yakin mampu
menjawab seluruh soal ujian.
4. Cendrawati tidak yakin dengan jawaban tugas Fisika-nya karena ia kurang
mengerti pelajaran itu, maka ia pun bertanya kepada guru Fisika supaya
jawaban yang salah bisa dikoreksi.
3. Sikap batin dalam melaksanakan Puja: puja dapat dilakukan secara perorangan atau
kelompok, maka yang melaksanakan puja perlu mempersiapkan batinnya untuk
dipusatkan kepala objek tertinggi, yaitu: Triratna (Buddha, Dhamma, dan Sangha).
Mengapa Buddha dihormati sebagai objek tertinggi?
1. Karena mencakup pengertian pencapaian penerangan sempurna.
2. Karena Buddha adalah penemu jalan kesucian.
3. Karena Buddha adalah guru besar bagi umat Buddha.
4. Karena Buddha yang telah menemukan kebenaran mutlak.
5. Salah satu peristiwa yang diperingati pada hari raya ini adalah lengkapnya tiga
perlindungan umat Buddha, yaitu: Buddha, Dhamma, dan Sangha atau yang disebut
Tiratana (tiga perlindungan), hari raya apakah itu?
1. Kathina
2. Asalha
3. kathinnha
4. Asadha
6. Dunia materi terbentuk dari empat unsur utama (mahabhuta). Unsur yang bersifat
gerakan dan memberikan fungsi gerak pada unsur lainnya disebut .........
a. Pathavi
b. Apo
c. Tejo
d. Vayo
e. Iron
7. Bhavana adalah pengembangan, yaitu suatu pengembangan batin yang mengarah pada
ketenangan batin atau untuk membebaskan diri dari penderitaan (dukkha) yang
berakar dari tanha sifat ke-lobha-an, kebencian, dan kebodohan.
Dari penjelasan di atas, Bhavana dapat juga disebut dengan .........
a. Sila
b. Panna
c. Samadhi
d. Cetana
e. Tanha
8. Rintangan batin atau yang merupakan suatu penghalang/penghambat kemajuan batin
dalam melaksanakan meditasi, adalah definisi dari .........
a. Nirvarana
b. Tanha
c. Jhana
d. Panna
e. Dukkha
9. Samyojana kehidupan yang menyebabkan para makhluk berputar-putar dalam
Samsara, terdiri dari berapa belenggu?
a. 9
b. 11
c. 10
d. 7
e. 5
10. Anagami yang mencapai Arahat dan Parinibbana di alam Akanittha Bhumi,
disebut .........
a. Uddhangsoto akanitthgami
b. Antaraparinibbayi
c. Upahaccaparinibbayi
d. Asangkharaparinibbayi
e. Sasangkharaparinibbayi
1. A 6. D
2. B 7. C
3. A 8. A
4. A 9. C
5. C 10. A
BAB 2
MANUSIA
2. 1. Pendahuluan
Dalam ajaran agama Buddha, manusia menempati kedudukan yang khusus. Juga tampak
memberikan corak yang dominan pada hampir seluruh ajarannya. Kenyataan yang dihadapi
manusia dalam kehidupan sehari-hari merupakan titik tolak dan dasar dari seluruh ajaran
Buddha.
2. 1. 1. Devinisi Manusia
Manusia menurut ajaran Buddha, adalah kumpulan dari energi fisik dan mental yang selalu
dalam keadaan bergerak, yang disebut Pancakhanda (lima kelompok kegemaran), yaitu:
Rupakhanda (jasmani), Vedanakhanda (perasaan), Sannakhandha (pencerapan),
Shankharakhandha (bentuk-bentuk pikiran), dan Vinnanakhandha (kesadaran). Kelima
kelompok tersebut saling berkaitan dan bergantung satu sama lain dalam proses berangkai.
Kesadaran ada karena adanya pikiran, pikiran timbul disebabkan oleh adanya pencerapan,
pencerapan tercipta karena adanya perasaan, dan pencerahan timbul karena adanya wujud
atau rupa.
Kelima khanda tersebut juga sering diringkas menjadi dua, yaitu: nama dan rupa. Yang
termasuk dari unsur nama adalah perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk pikiran, dan kesadaran
(unsur yang tidak berwujud atau rohaniah) sementara yang termasuk unsur rupa adalah
jasmani yang terdiri dari empat unsur; tanah, air, api, dan udara (hawa).
Kedua unsur di atas adalah dasar dari manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam buku filsafat
Whitehead tentang jati diri manusia bahwa, emosi, kenikmatan, harapan, kekurangan,
penyesalan, dan macam-macam pengalaman mental, adalah unsur-unsur pembentuk jiwa
manusia. Jiwa manusia adalah kesatuan yang kompleks dari kegiatan-kegiatan mental, dari
yang paling rendah hingga yang bersifat intelektual.
Tujuan akhir dari seorang manusia adalah mencapai pencerahan (Nibbana), dengan
tercapainya itu, tidak ada lagi keinginan yang diharapkan oleh manusia. Tidak ada harapan
apapun, tidak lagi memikirkan kelangsungan dirinya.
Dengan tercapai tahap Nibbana, manusia sudah tidak lagi memiliki nafsu-nafsu kotor, sudah
lepas dari ikatan duniawi dan ikatan karma.
Manusia memiliki potensi tidak terbatas, dimana potensi tersebut banyak tidak dipergunakan.
Selama manusia tidak menyadari potensi yang dimilikinya, maka akan sulit baginya untuk
mencapai tujuan akhir (dalam ajaran Buddha), yaitu: Nibbana.
Nibbana adalah suatu keadaan yang pasti setelah keinginan lenyap. Api menjadi padam
karena kehabisan bahan bakar. Nibbana adalah padamnya keingianan, ikatan-ikatan, nafsu,
dan kekotoran batin. Dengan demikian, Nibbana adalah kesunyataan abadi, tidak dilahirkan
(na uppado-pannayati), tidak termusnah (na vayo-pannayati), dan tidak berubah
(nathitassannahattan-pannayati). Nibbana disebut juga asankhata-dhamma (keadaan tanpa
syarat/tidak berkondisi). Dalam Paramathadi Panitika disebutkan Natthi Vnam Etthani
Nibbanam (keadaan tenang yang timbul dengan terbebasnya dari tanha atau keinginan rendah
disebut Nibbana).
Jalan untuk mencapai Nibbana tertuang dalam delapan jalan utama (Hasta Arya Marga) yang
terdiri dari tiga usaha besar yang harus dijalankan setiap hari, yaitu: Panna (kebijaksanaan),
Sila (tata susila hidup bermasyarakat), dan Samadhi (membebaskan diri dari nafsu
keinginan).
Mereka yang mencapai Nibbana tidak lagi menaruh perhatian pada kelangsungan dirinya.
Kematian dapat tiba menurut kehendaknya atau setelah umurnya selesai. Mereka tidak lagi
menimbun karma baru, melainkan sekedar menghabiskan sisa karma masa lampaunya.
1. Kita harus menyadari bahwa umat manusia memiliki potensi tidak terbatas. Jika
manusia diaratikan sebagai makhluk lemah dan tidak berdaya yang terus terombang-
ambimg oleh aliran takdir, maka tidak ada kemungkinan mencapai Nibbana. Ajaran
Buddha menyadari sepenuhnya kebaikan manusia yang tidak terbatas.
2. Adanya dorongan yang kuat dari dalam batin untuk mencapai Nibbana. Keinginan
yang kuat bukan berasal dari luar, tetapi dari kesadaran diri sendiri. Nibbana adalah
tanggung jawab, sekaligus hak.
3. Harus ada kesadaran apabila umat manusia akan mendapatkan hasil kalau ia berusaha
terlebih dahulu. Ini berarti, jika anda telah menebar benih, maka anda berhak menuai
benih.
Dari tiga hal tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk mencapai Nibbana,
manusia harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: menyadari ketidakterbatasan
potensi, memiliki keinginan untuk mencapainya, dan berusaha mewujudkan keinginan
tersebut.
2. 1. 2. Untuk terlahir sebagai manusia adalah Sangat sulit (Dhammapada dan Karaka
Chapa atau Sutta Penyubuta)
Untuk mendapatkan kehidupan anda seperti sekarang ini adalah hal yang sangat sulit. Alam
manusia adalah alam kehidupan bahagia disamping alam dewa/surga. Di samping alam-alam
kehidupan bahagia, ada juga alam-alam kehidupan menyedihkan dimana para makhluk yang
terlahir di alam-alam ini jauh dari kesenangan atau kebahagiaan, penuh dengan penderitaan,
kesukaran, ketidaknyamanan, dan hal-hal tidak menyenangkan lainnya. Alam-alam
kehidupan menyedihkan ini terdiri dari: alam neraka, alam binatang, alam setan (peta), dan
alam raksasa. Semua makhluk hidup−termasuk kita−pernah terlahir di alam rendah (apaya)
jauh lebih banyak jumlahnya daripada kelahiran kita di alam-alam bahagia. Hal ini berarti
bahwa kita lebih banyak menghabiskan waktu menderita di alam rendah, maka dari itu, kita
harus bersyukur telah terlahir di alam manusia karena untuk terlahir sebagai manusia adalah
sangat sulit.
2. 1. 3. Manusia tidak hanya di bumi ini saja (sistem tata surya dari Anguttara Nikaya
Ananda Vagga bagian Abhibhu)
Pada suatu ketika, Bhikkhu Ananda pergi menemui Sang Bhagava. Saat bertemu, ia
menghormat Sang Bhagava, lalu duduk di sampingNya. Setelah duduk, ia berkata, “ Bhante,
saya sendiri mendengar dari Sang Bhagava, di depan Sang Bhagava saya menerima kata-kata
ini;
“Ananda, murid Buddha Sikki bernama Abhibhu berada di alam Brahma (Brahma Loka) dan
ia dapat menyebabkan suaranya di dengar sampai sejauh seribu tata surya yang lain. Bhante,
berapa jauh seribu tata surya yang lain? Bhante, berapa jauh seorang arahat
sammasambuddha dapat memperdengarkan suaranya?”
“Ananda, Abhibhu masih seorang murid, Suara Tathagata adalah tidak terukur
jangkauannya.”
Untuk kedua kali dan sampai ketiga kalinya, Ananda menanyakan hal tersebut, maka Sang
Bhagava menjawab:
“Ananda, apakah kau pernah mendengar tentang seribu Culanika Lokadhatu (tata surya
kecil)?”
“Sekarang saatnya Bhagava, sekarang saatnya Sugata, bagi Sang Buddha bekata. Para
bhikkhu akan memperhatikan dengan sungguh-sungguh apa yang Sang Bhagava sabdakan.”
“Ananda, sejauh matahari dan bulan berotasi pada garis orbitnya, dan sejauh pancaran sinar
matahari dan bulan di angkasa, seluas itulah seribu tata surya. Di dalam seribu tata surya
terdapat seribu matahari, seribu bulan, seribu Gunung Sineru, seribu Jambudipa, seribu Apara
Yojana, seribu Uttarakuru, seribu Pubbavidehana, empat ribu maha samudera, empat ribu
maha raja, seribu Catummaharajika, seribu Tavatimsa, seribu Yamma, seribu Tusita, seribu
Nimmanarati, seribu Parinimmita Vassavati, dan seribu alam Brahma. Inilah Ananda, yang
dinamakan seribu tata surya kecil (Sahasi Culanika Lokadhatu). Ananda, seribu kali Sahasi
Culanika Lokadhatu dinamakan Dvisahassa Majjhimanika Lokadhatu, Ananda, seribu
Dvisahassa Majjhimanika Lokadhatu, dinamakan Tisahassi Mahasahassi Lokadhatu. Ananda,
bilamana Sang Tathagata mau, maka ia dapat memperdengarkan suaraNya sampai terdengar
di Tisahassi Mahasahassi Lokadhatu ataupun melebihi itu lagi.”
“Bhante, bagaimana hal itu terjadi?”
“Ananda, dalam hal ini Sang Tathagata diliputi cahaya Tisahassi Mahasahassi Lokadhatu.
Bila makhluk-makhluk di tata surya itu melihat cahaya ini, maka Sang Tathagata akan
berkata-kata dan suaranya dapat didengar mereka. Demikianlah hal ini terjadi.”
Setelah mendengar hal ini, Bhikkhu Ananda berkata kepada Bhikkhu Udayi, “suatu
keuntungan bagiku, pendapat yang baik sekali bagiku karena guruku memiliki kekuatan dan
kemampuan yang hebat sekali.”
Lalu Bhikkhu Udayi berkata kepada Bhikkhu Ananda, “Avuso, Ananda, apakah manfaatnya
bagimu, walaupun gurumu memiliki kekuatan dan kemampuan yang hebat seperti itu?”
Mendengar kata-kata ini, Sang Bhagava berkata kepada Bhikkhu Udayi, “janganlah berkata
begitu Udayi, janganlah berkata begitu, andaikata Ananda meninggal tanpa mencapai
kebebasan, tapi dengan keyakinan teguh ini ia akan tujuh kali menguasai para dewata, tujuh
kali ia akan menjadi maharaja Jambudipa ini, tetapi Udayi, pada kehidupan ini Ananda akan
mencapai Parinibbana. (Ananda Vagga, Angutara Nikaya)
2. 1. 4. Jumlah manusia yang ada di bumi ini sangat sedikit apabila dibandingkan
dengan jumlah makhluk dalam alam semesta (Nakharika Sutta atau Sutta Ujung
Kuku)
Terlahir sebagai manusia adalah suatu hal yang sangat menguntungkan dan membahagiakan.
Mengapa? Karena untuk dapat terlahir sebagai manusia itu tidak mudah, sangat sulit.
Bagaimana sulitnya? Di dalam khotbahNya yang berjudul Nakhasikha Sutta, Sang Buddha
menjelaskan betapa sulitnya untuk dapat terlahir sebagai manusia dengan perumpamaan debu
yang ada di ujung kuku Sang Buddha. Sang Buddha mengambil secuil debu dari tanah dan
menempelkannya di kukuNya, jika dibandingkan dengan jumlah debu yang ada di tanah, para
bhikkhu menjawab bahwa jumlah debu yang ada di ujumg kuku Sang Buddha itu terlalu
sedikit dan dapat diabaikan bila dibandingkan dengan jumlah debu yang ada di tanah yang
jumlahnya lebih banyak. Kemudian Sang Buddha melanjutkan bahwa mereka yang terlahir
sebagai manusia, setelah kematiannya untuk dapat terlahir kembali sebagai manusia adalah
sangat sedikit, seperti jumlah debu yang ada di ujung kukuNya. Sementara itu, mereka yang
akan terlahir kembali di alam-alam rendah (apaya), yaitu: alam neraka, alam binatang, alam
setan (peta), dan alam raksasa setelah kematiannya sebagai manusia adalah sebanyak debu
yang ada di tanah. Jadi betapa sulitnya untuk dapat terlahir sebagai manusia telah ditunjukkan
dengan jelas dalam khotbah Sang Buddha tersebut.
Menurut agama Buddha, sebelum bumi yang kita tinggali ini ada, sudah terbentuk banyak
dunia-dunia yang tak terhitung jumlahnya. Keadaan alam sekitar kita, termasuk manusia, juga
dipengaruhi oleh makhluk hidup penghuninya, dimana alam akan hancur apabila
penghuninya memiliki pola pikir dan perbuatan yang jahat dan juga berlaku sebaliknya.
2. 1. 6. Pria dan wanita muncul di bumi ini secara bersama, oleh sebab itu pria dan
wanita mitra
Menurut Agama Buddha, manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan yang muncul bersama
di bumi ini, dan dia dapat terlahir sesuai karmanya masing-masing, sehingga kedudukan laki-
laki dan perempuan dalam Agama Buddha tidak dibicarakan sebagai sesuatu yang
bermasalah. Agama Buddha membimbing umatnya kepada lebih menghargai gender. Dalam
Paninivana Sutta, Sang Buddha mengatakan, seluruh umat manusia tanpa tertinggal memiliki
jiwa Buddha. Laki-laki dan perempuan mempunyai tugas hidup yang agung, karenanya agar
terjadi keseimbangan dalam menjalankan fungsi kehidupannya, maka keduanya mempunyai
karakter yang tampak berlawanan, tetapi justru karena hal inilah muncul keseimbangan.
Dalam buku-buku agama di dunia, dijelaskan bahwa manusia, menurut ajaran Buddha, adalah
kumpulan dari kelompok energi fisik dan mental yang selalu dalam keadaan bergerak,
disebut pancakhandha atau lima kelompok kegemaran, yaitu: Rupakhanda (jasmani),
Vedanakhanda (perasaan), Sannakhandha (pencerapan), Shankharakhandha (bentuk-bentuk
pikiran), dan Vinnanakhandha (kesadaran).
Manusia dianggap merupakan kumpulan dari lima kandha tanpa adanya roh atau atma di
dalamnya. Agama Buddha menyangkal adanya roh atau atma yang kekal dalam diri manusia.
Ajaran ini di sebut anatman atau anatta.
Puggala berarti makhluk. Pada umumnya, Puggala atau makhluk itu terdiri atas nama atau
batin dan rupa atau jasmani. Setiap makhluk pasti dilahirkan oleh Janaka Kamma dan
kehidupannya diatur oleh Kamma Niyama atau hukum karma.
a. 11 Kamma Bhumi
b. 16 Rupa Bhumi
b. 4 Arupa Bhumi
Arti: Manusia memiliki kualitas batin yang berbeda-beda (yang diakibatkan oleh
karma lampau dan sekarang) sehingga berbeda pula tanggapan mereka dalam
menghadapi setiap situasi yang timbul dalam kehidupan mereka.
Arti: manusia yg kualitas batinnya baik memiliki tanggung jawab moral dalam
berperan di kehidupan ini.
SOAL:
1. Apa-apa saja yang termasuk di dalam pancakhanda atau lima kelompok kegemaran?
1. Jasmani, perasaan, pencerahan, pikiran, kesadaraan.
2. Jasmani, perasaan, pencerapan, pikiran, kesadaran.
3. Jasmani, perasaan, pencerapan, pikiran, keinginan.
4. Jasmani, perasaan, pencerapan, akal budi, kesadaran.
2. ......... ada karena adanya pikiran, pikiran timbul disebabkan oleh adanya pencerapan,
pencerapan tercipta karena adanya perasaan, dan pencerahan timbul karena
adanya ..........
1. Keinginan, wujud.
2. Kesadaran, raga.
3. Kemauan, bentuk.
4. Kesadaran, wujud.
3. Alasan/alasan-alasan manusia disebut memiliki potensi tidak terbatas .........
1. Manusia adalah makhluk yang dapat melakukan apapun dengan harta mereka.
2. Manusia memiliki akal budi.
3. Otak manusia sering disebut ‘kartu memori’ dengan daya tampung (hampir) tidak
terbatas.
4. Kecerdasan manusia adalah sesuatu yang tidak terkalahkan.
4. Mengapa agar dapat mencapai Nibbana, harus terlahir sebagai manusia?
1. Karena manusia bisa berbuat kebaikan.
2. Karena manusia dapat mendengarkan dhamma
3. Karena manusia adalah makhluk yang berakal budi.
4. Karena manusia memiliki kesempatan kedua.
5. Siapakah murid Buddha Sikki yang berada di Brahma Loka (alam brahma) yang
suaranya dapat terdengar sampai ke seribu tata surya?
1. Udayi dan Ananda
2. Ananda
3. Abhibhu dan Ananda
4. Abhibhu
6. ‘Jumlah manusia yang ada di bumi ini sangat sedikit apabila dibandingkan dengan
jumlah makhluk dalam alam semesta.’ Pernyataan di atas diumpamakan Sang Buddha
di dalam sutta .........
a. Ujung jari
b. Ujung kaki
c. Ujung kuku
d. Ujung rambut
e. Ujung dunia
7. Dalam Paninivana Sutta, Sang Buddha mengatakan ........
a. Laki-laki dan perempuan muncul secara bersamaan
b. Laki-laki dan perempuan adalah makhluk mulia
c. Laki-laki dan perempuan saling menyeimbangkan
d. Laki-laki dan perempuan saling melengkapi
e. Laki-laki dan perempuan adalah sama
8. Alam binatang, terbagi menjadi 4 kelompok, sebutkan salah satunya!
a. Apadatiracchana
b. Sanjiva neraka
c. Dhatarattha
d. Catuparadatiracchana
e. Avici neraka
9. Yang termasuk di dalam Dutiya Jhana Bhumi 3 atau 3 alam kehidupan Jhana kedua
adalah ........
a. Brahma Parittabha Bhumi, Brahma Appamanabha Bhumi, Brahma
Parittasubha Bhumi
b. Brahma Parittabha Bhumi, Brahma Appamanabha Bhumi, Brahma
Abhassara Bhumi
c. Brahma Appamanasubha Bhumi, Brahma Sibhakinha Bhumi, Brahma
Vehapphala Bhumi
d. Brahma Vehapphala Bhumi, Brahma Asannasatta Bhumi, Brahma Aviha
Bhumi
e. Brahma Aviha Bhumi, Brahma Atappa Bhumi, Brahma Sudassa Bhumi
10. Yang termasuk Puthujjana Paggala adalah .........
a. Sotapatti Phala Puggala
b. Sakadagami Phala Puggala
c. Sugati Ahetuka Puggala
d. Anagami Phala Puggala
e. Arahatta Phala Puggala
1. C 6. C
2. C 7. C
3. E 8. A
4. A 9. B
5. D 10. C
2. Definisi moral
Menurut KBBI, moral berarti (ajaran tentang) baik-buruk yang diterima umum
mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dsb: akhlak; budi pekerti; susila.
‘Sila’ dalam agama Buddha sering diterjemahkan sebagai ‘moral, kebajikan, atau
perbuatan baik.’ Ajaran Buddha tentang sila adalah etika Buddhis, petunjuk dan latihan
moral yang membentuk perilaku yang baik. Menurut kosakata bahasa Pali, ‘sila’ dalam
pengertian luas padanannya adalah ‘etika’ dan dalam pengertian sempit padanannya
adalah ‘moral’.
Landasan moral dalam agama Buddha pada dasarnya bukan berupa perintah atau
peraturan, melainkan pengertian yang mendalam tentang apa yang baik dan apa yang
buruk terkait dengan sebab dan akibat (kamma). Fakta sederhana bahwa etika umat
Buddha berakarkan hukum alam membuat prinsip-prinsipnya bermanfaat dan dapat
diterima oleh dunia modern.
Sati merupakan faktor yang sangat penting untuk mendukung sila (perbuatan baik)
seseorang. Orang yang tidak memiliki sati atau kehilangan sati diibaratkan seperti
orang yang “sakit jiwa” karena orang yang sakit jiwa Citta (pikiran)-nya dapat
bekerja, tetapi sati (ingatan) nya tidak dapat bekerja sehingga tidak mempunyai
pengendalian diri.
Sati sebenarnya tidak mudah luntur walaupun kita sakit bertahun-tahun, tidak
makan berhari-hari, bekerja keras, dan lain-lain. Sati akan luntur dan hilang dari
diri seseorang, jika ia minum minuman keras dan sejenisnya. Larangan untuk tidak
minum minuman keras dan sejenisnya adalah penegasan pentingnya sati dalam
kehidupan sehari-hari. Sati dapat dikembangkan dengan berbagai cara, misalnya
dengan membuat buku catatan harian, memasang bel, memasang/menempel kertas
di suatu tempat, menghindari barang-barang yang memabukkan, melakukan
meditasi perenungan, dll.
Maka seseorang yang memilik hiri akan berfikir “hanya orang-orang bodoh, anak-
anak dan orang yang tidak perpendidikan yang tidak memiliki rasa malu untuk
berbuat jahat”. Oleh karena itu saya akan menghindari pendangan yang salah dan
melakukan perbuatan baik. Dengan hiri, seseorang bercermin kepada kehormatan
dirinya, kelahirannya, gurunya, kedudukannya, pendidikannya, atau masyarakat
dimana berada. Apabila seseorang memiliki hiri, maka dirinya sendirilah yang
paling tepat menjadi guru dan pengawasnya yang terbaik.
Ottapa yang berarti memiliki rasa takut untuk berbuat jahat lebih bersumber dan
dipengaruhi oleh hal-hal luar diri kita, bersifat heteromus, lebih dipengaruhi oleh
lingkungan dan masyarakat. Jika hiri terbentuk oelh rasa malu, tetapi ottapa
dibentuk oleh rasa takut. Ottapa ditandai dengan adanya kemampuan mengenal
bahaya dan takut melakukan kesalahan.
Sumber eksternal dari ottapa adalah pandangan dan ide-ide bahwa sesuatu yang
“berkuasa” akan mempersalahkannya, maka ia menghindari perbuatan yang salah.
Dengan ottapa, seseorang takut pada dirinya sendrir, takut dipersalahkan orang
lain, dll. Apabila seseorang lebih sensitive terhadap ottapa, maka sebaiknya
mengikuti bimbingan dan peraturan dari seseorang ataupun dari suatu ajaran yang
baik yang diyakininya.
Perilaku benar menurut padangan agama Buddha pada dasarnya adalah perilaku
yang sesuai dengan aturan moral atau sila yaitu pancasila. Untuk menunjang
pelaksanaan sila pada diri seseorang. Hiri dan ottapa akan sangat membantu. Hiri
adalah perasaan malu, sikap batin yang merasa malu bila melaksanakan kesalahan
atau kejahatan. Ottapa artinya enggan berbuat salah atau jahat. Sikap batin yang
merasa enggan atau takut akan akibat perbuatan salah atau jahat yang akan
dilakukan. Hiri dan Ottapa merupakan sebab terdekat timbulnya sila.
4. Pembagian Sila
4. 1. Sila menurut jenisnya
4. 1. 1. Pakati Sila
Pakati Sila artinya sila alamiah (sila yang tidak dibuat oleh manusia).
Contohnya hukum tertib kosmis (utu, bija, kamma, dhamma, citta niyama).
4. 1. 2. Pannati Sila
Pannati Sila adalah sila yang dibuat oleh manusia berdasarkan kesepakatan
atas dasa tujuan tertentu. Contoh : peraturan kebhikkhuan, adat istiadat,
peraturan Negara, dan lain-lain.
4. 2. Sila menurut cara pelaksanaannya
4. 2. 1. Sikkhapada sila
Sikkhapada sila yaitu melakukan latihan pengendalian diri.
4. 2. 2. Carita Sila
Carita sila yaitu sila dalam aspek positif (mengembangkan 10 perbuatan
baik).
4. 2. 3. Varita Sila
Varita sila yaitu sila dalam aspek negatif (10 karma buruk).
Syarat terjadinya pembunuhan a.l: adanya makhluk hidup, tahu bahwa makhluk itu
hidup, ada niat, ada usaha untuk membunuh, makhluk tersebut mati sebagai hasil
pembunuhan.
Syarat terjadinya pencurian a.l. : adanya barang nilik orang lain, tahu bahwa barang
tersebut bukan miliknya, ada niat, ada usaha, barang tersebut berpindah tempat.
Akibat mencuri : hidup dalam kemiskinan, dinista dan dihina, hidup tergantung
pada orang lain.
Syarat terjadinya berbuat asusila a.l. : ada obyek, ada niat, ada usaha melakukan,
berhasil melakukan.
Syarat terjadinya minum/mengkonsumsi obat a.l. : ada barang, ada niat, usaha
melakukan, melaksanakan.
6. 2. Majjhima Sila
adalah sila menengah (Dasasila). Sila ini terdiri dari 10 latihan yang wajib
dilaksanakan oleh Samanera dan Samaneri. Seorang Samanera dan Samaneri hidup
sebagai Pabbajita. Pabbajita artinya hidup meninggalkan keluarga dengan cara
menjadi samana. Samana artinya pertapa yang hidupnya mengembara.
6. 3. Maha Sila
adalah sila yang jumlah latihannya besar/tinggi. Dalam hal ini yang dimaksud
adalah Patimokkha sila (peraturan yang dilaksanakan oleh bhikkhu dan bhikkhuni).
Bhikkhu melaksanakan sila berjumlah 227 latihan, sedangkan bhikkhuni
melaksanakan 311 latihan. Bhikkhu dan bhikkhuni juga disebut Samana/Pertapa.
BAB 3
SOAL:
2. Landasan moral dalam agama Buddha pada dasarnya bukan berupa perintah
atau peraturan, melainkan pengertian yang mendalam tentang apa yang baik
dan apa yang buruk terkait dengan sebab dan akibat (kamma).
Dari kalimat di atas, contoh menerapannya dalam keseharian dapat
berupa .........
1. Sejak kecil Jessica sudah diajarkan untuk selalu menolong satu sama lain.
2. Peter adalah siswa yang kurang mampu di kelas IX-6, tapi saat teman-
temannya berencana membeli kado yang mahal untuk Wali Kelas mereka,
Peter ikut menyumbang untuk patungan.
3. Kevin sering ikut berpartisipasi dalam kegiatan Pelestarian Hewan Langka
4. Saat ujian, Wendy yang belum belajar sama sekali meminta jawaban pada
teman sebangkunya, Dennis. Tetapi Dennis tidak ingin memberikan
jawabannya. Seminggu kemudian, Wendy balas dendam dengan cara
menuangkan jus jambu ke wajah Dennis.
9. Melatih diri untuk tidak mencuri, adalah sila ke .... dari Pancasila.
a. I
b. II
c. III
d. IV
e. V
10. Sila ini terdiri dari 10 latihan yang wajib dilaksanakan oleh Samanera dan
Samaneri. Seorang Samanera dan Samaneri hidup sebagai Pabbajita. Pabbajita
artinya hidup meninggalkan keluarga dengan cara menjadi samana. Samana
artinya pertapa yang hidupnya mengembara.
a. Maha Sila
b. Majjhima Sila
c. Atthasila
d. Cula Sila
e. Varita Sila
1. A 6. A
2. B 7. B
3. E 8. A
4. B 9. B
5. B 10. B
IPTEK DAN SENI
2. Filsafat Nilai
2. 1. Etika
Etika dalam ajaran Buddha tidak berlandaskan pada adat sosial yang berubah tetapi
pada hukum alam yang tidak berubah. Nilai-nilai etika dalam ajaran Buddha pada
hakikatnya adalah bagian dari alam dan hukum tetap sebab-akibat moral (kamma).
Fakta sederhana bahwa etika dalam ajaran Buddha berakarkan hukum alam membuat
prinsip-prinsipnya bermanfaat dan dapat diterima oleh dunia modern. Walaupun kode
etika ajaran Buddha disusun lebih dari 2500 tahun yang lalu, keabadian sifatnya tidak
berkurang.
2. 2. Estetika
Estetika atau keindahan dalam Buddhisme dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
jasmani (eksternal) dan moral (spiritual) atau internal. Menurut Buddhisme,
keindahan eksternal merupakan keindahan yang mudah untuk dilihat. Misalnya,
kecantikan seorang wanita, bahwa kecantikan tersebut akan terlihat dari wajahnya
yang cantik, fisiknya yang indah, dan keindahan lain yang berasal dari jasmaninya.
Keindahan yang berasal dari dalam (spiritual) ini lah yang sulit dilihat langsung,
karena seseorang yang dari luar atau fisiknya cantik, belum tentu keindahan dari
dalamnya juga demikian. Keindahan internal seseorang akan terlihat dari moral yang
dimilikinya.
3. Filsafat Metafisika
Pada mulanya istilah metafisika digunakan di Yunani untuk merujuk pada karya-
karya tertentu Aristoteles (384-322 SM). Namun sebenarnya istilah metafisika
bukanlah dari Aristoteles, metafisika oleh Aristoteles disebut sebagai filsafat pertama
atau theologia, dalam pandangan Aristoteles, metafisika belum begitu jelas dibedakan
dengan fisika. Istilah metafisika yang kita kenal sekarang, berasal dari bahasa Yunani
ta meta ta physika yang artinya “yang datang setelah fisik”. Istilah tersebut diberikan
oleh Andronikos dari Rhodos (70 SM) terhadap karya-karya Aristoteles yang disusun
sesudah (meta) buku fisika. (Loren Bagus, Metafisika, (Jakarta: Gramedia, 1991),
hlm 18)
Aristoteles dalam bukunya yang berjudul Metaphysica mengemukakan beberapa
gagasannya tentang metafisika antara lain:
Metafisika sebagai kebijaksanaan (sophia), ilmu pengetahuan yang mencari
prinsip-prinsip fundamental dan penyebab-penyebab pertama.
Metafisika sebagai ilmu yang bertugas mempelajari yang ada sebagai yang ada
(being qua being) yaitu keseluruhan kenyataan.
Metafisika sebagai ilmu tertinggi yang mempunyai obyek paling luhur dan
sempurna dan menjadi landasan bagi seluruh keadaan, yang mana ilmu ini sering
disebut dengan theologia.
7. Mangala Sutta
Sutta ini sangat terkenal dan merupakan ringkasan yang singkat tetapi menyeluruh
mengenai etika Buddhis, secara individu maupun sosial. Tiga puluh delapan Berkah
Tertinggi yang terdapat di dalamnya merupakan penuntun yang pasti dalam
kehidupan manusia. Dimulai dengan “Janganlah berhubungan dengan orang yang
dungu” (dungu di sini tidak hanya berarti bodoh atau tidak berbudaya, tetapi juga
yang mempunyai kekejian dalam pikiran, perkataan dan perbuatan) yang penting
untuk kemajuan moral dan spiritual; diakhiri dengan pencapaian batin yang terbebas
dari nafsu, tak tergoncangkan dalam ketenangan. Sutta ini merupakan sutta yang
sangat sering dibacakan oleh umat Buddha dalam berbagai kesempatan yang
berbahagia seperti pada pernikahan, pemberkahan, pelantikan dan sebagainya.
Kata mangala berarti yang mendatangkan kebahagiaan dan kemakmuran (“which is
conducive to happiness dan prosperity”). Berasal dari : “Man” (keadaan yang tidak
menyenangkan), “ga” (pergi) dan “la” (memotong), kata itu berarti yang menghalangi
jalan menuju penderitaan (that which obstructs the way to states of misery”).
Dikisahkan pada suatu waktu terjadi perdebatan mengenai apa yang sebenarnya
disebut Berkah (Mangala). Ada yang menafsirkan bahwa mangala adalah sesuatu
yang indah dilihat misalnya pemandangan yang syahdu Anda pagi hari (seperti
seorang wanita dengan anaknya, anak laki-laki kecil , lembu jantan putih dan
sebagainya). Ada yang berpendapat bahwa mangala adalah suara yang indah didengar
seperti “penuh”, “keberuntungan” dan sebagainya. Lainnya lagi berpendapat bahwa
mangala adalah suatu pengalaman yang menyenangkan seperti bau harumnya bunga,
sentuhan ke tanah dan sebagainya.
Perdebatan itu tidak mencapai kata sepakat dan berlangsung terus dan meluas bahkan
sampai ke alam dewa. Para dewa, yang tidak merasa puas sebelum masalah ini
terpecahkan, menemui pemimpin mereka, yaitu Dewa Sakka. Sebagai dewa yang
bijaksana, Dewa Sakka memerintahkan seorang dewa untuk menanyakan hal tersebut
kepada Sang Buddha yang pada saat itu sedang berdiam di Vihara Anathapindika di
Jetavana dekat Savatthi. Lalu, Sang Buddha pun mengkhotbahkan Mangala Sutta.
S. Tachibana dalam bukunya “The Ethics of Buddhism” menyatakan : “Maha
Mangala Sutta menunjukkan bahwa ajaran Sang Buddha tidaklah selalu diberikan
dalam bentuk negatif, tidak selalu dalam bentuk seri klasifikasi dan analisis atau
berkaitan semata-mata dengan moralitas kebhikkhuan. Dalam sutta ini kita jumpai
moralitas keluarga yang dinyatakan dalam syair-syair yang paling indah. Kita dapat
membayangkan kehidupan rumah tangga yang penuh kebahagiaan yang dicapai
sebagai hasil pelaksanaan ajaran ini”.
EVAMME SUTAM,
EKAM SAMAYAM BHAGAVA, SAVATTHIYAM VIHARATI, JETAVANE
ANATHAPINDIKASSA ARAME. ATHA KHO ANATHARA DEVATA,
ABHIKKANTAYA RATTIYA ABHIKKANTAVANNA KEVALAKAPPAM
JETAVANAM OBHASETVA. YENA BHAGAVA TENUPASANKAMI,
UPASANKAMITVA BHAGAVANTAM ABHIVADETVA EKAMANTAM
ATTHASI, EKAMANTAM THITA KHO SA DEVATA BHAGAVANTAM
GATHAYA AJJHABASI:
ASEVANA CA BALANAM
PANDITANANCA SEVANA
PUJA CA PUJANIYANAM
ETAMMANGALAMUTTAMAM
PATIRUPADESAVASO CA
PUBBE CA KATAPUNNATA
ATTASAMMAPANIDHI CA
ETAMMANGALAMUTTAMAM
MATAPITU UPATTHANAM
PUTTADARASSA SANGAHO
ANAKULA CA KAMMANTA
ETAMMANGALAMUTTAMAM
KHANTI CA SOVACASSATA
SAMANANANCA DASSANAM
KALENA DHAMMASAKACCHA
ETAMMANGALAMUTTAMAM
TAPO CA BRAHMACARIYANCA
ARIYASACCANA DASSANAM
NIBBANASACCHIKIRIYA CA
ETAMMANGALAMUTTAMAM
PHUTTHASSA LOKADHAMMEHI
CITTAM YASSA NA KAMPATI
ASOKAM VIRAJAM KHEMAM
ETAMMANGALAMUTTAMAM
ETADISANI KATVANA
SABBATTHAMAPARAJITA
SABBATTHA SOTTHIM GACCHANTITAN
TESAM MANGALAMUTTAMAM` TI.
BAB 4
SOAL:
2. Hal-hal yang bisa dilakukan untuk bertanggung jawab terhadap alam dan lingkungan
adalah .........
1. Menebang pohon untuk diolah menjadi alat kebutuhan manusia, kemudian
menanam pohon yang baru untuk menggantikan pohon yang ditebang.
2. Para bhikkhu/bhikkhuni yang menetap di vihara saat musim hujan agar
hewan-hewan kecil yang keluar dari tanah tidak terinjak.
3. Perusahaan bahan-bahan kimia yang menyediakan instalansi untuk
penanganan limbah.
4. Membuang sampah tidak terurai pada tempat khusus.
3. Sang Buddha bersabda: “... Oleh karena itu, warga suku kalama, janganlah percaya
begitu saja berita yang disampaikan kepadamu, atau oleh karena sesuatu yang sudah
merupakan tradisi, atau sesuatu yang di desas desuskan. Janganlah percaya begitu saja
apa yang ditulis di dalam kitab-kitab suci, juga apa yang dikatakan sesuai logika atau
kesimpulan belaka, juga apa yang dikatakannya telah direnungkan dengan seksama,
juga apa yang cocok dengan pandanganmu atau karena ingin menghormat seorang
pertapa yang menjadi gurumu... Tetapi terimalah kalau engkau sudah
membuktikannya sendiri”
Contoh penerapan sabda di atas dalam kehidupan sehari-hari adalah .........
1. Mika selalu memastikan segala sesuatu dari sumber terpercaya.
2. Sebagai mahasiswa, Dito diharuskan untuk mampu mencari sendiri materi-
materi mata kuliah. Sering kali ia mendapat materi tersebut dari berbagai
sumber, dan tak jarang pula apa yang ia dapat itu tidak sesuai dengan bahan
untuk pembelajaran.
3. Henny kurang suka membeli barang-barang melalui online shop karena
kualitasnya belum tentu terjamin.
4. Bu Ina selalu menyuruh murid-muridnya mencari materi dari buku-buku yang
ada di perpustakaan kampus, karena sumbernya banyak dan terpercaya.
6. Sutta ini merupakan sutta yang sangat sering dibacakan oleh umat Buddha dalam
berbagai kesempatan yang berbahagia seperti pada pernikahan, pemberkahan,
pelantikan dan sebagainya.
Apakah nama dari Sutta di atas?
a. Saraniyadhamma Sutta
b. Mangala Sutta
c. Parinibbana Sutta
d. Sutta Pitaka
e. Kalama Sutta
7. Rosi adalah seseorang yang sangat up to date pada perkembangan teknologi karena ia
bekerja pada bidang tersebut. Meskipun pengaruh teknologi sudah seperti makanan
sehari-hari baginya, ia tetaplah seseorang yang religius karena sejak kecil ibunya
sudah mengajarinya untuk taat beragama.
Dari sedikit cerita di atas, dapat dikatakan Rosi adalah seseorang yang menganut
keselarasan antara .........
a. IPTEK dan agama
b. IPTEK dan moral
c. IPTEK dan ketaatan pada orangtua
d. IPTEK dan sila
e. IPTEK dan spiritual
8. Michael adalah seorang model yang terkenal dengan wajahnya yang tampan juga
postur tubuhnya yang sangat ideal, namanya di dunia hiburan sudah tidak asing lagi,
bahkan sampai kancah Internasional. Di luar itu, Michael ternyata adalah seseorang
yang sangat berbakti pada orangtua dan juga sangat rendah hati pada setiap
penggemarnya.
Sifat Michael di atas, merupakan kombinasi antara nilai .........
a. Etika dan estetika
b. Estetika internal dan estetika eksternal
c. Etika dan moral
d. Estetika dan moral
e. Etika dan sila
9. Tokoh yang mempopulerkan kata ‘metafisika’ adalah .........
a. Plato
b. Aritoteles
c. Andronikos
d. Phytagoras
e. Dante Alighieri
10. Seorang ilmuwan ternama yang memberikan penghormatan pada ajaran Sang Buddha
adalah .........
a. Stephen Hawking
b. Marie Curie
c. Albert Einstein
d. Isaac Newton
e. Galileo Galilei
1. A 6. B
2. E 7. B
3. A 8. B
4. E 9. B
5. E 10. C
BAB 4
Pendidikan mempunyai arti proses pengubahan sikap atau tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan. Dalam arti singkat adalah proses atau cara dalam mendidik. Sedangkan kata
“buddhis” menurut KBBI artinya penganut buddhisme (ajaran Buddha Gautama). Jadi
pendidikan buddhis dapat diartikan sebagai suatu proses atau cara mendidik yang
berlandaskan pemahaman terhadap ajaran Buddha. Selanjutnya, dalam tulisan ini
pengertian pendidikan buddhis mengacu pada arti tersebut.
Pendidikan Agama adalah salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di sekolah
formal yang bertujuan agar membuat peserta didik selain berkembang ilmu
pengetahuannya sekaligus berkembang pula spiritualnya. Konsep pendidikan dalam
Agama Buddha meliputi tiga tahap, ketiga tahapan tersebut yaitu:
a. Pariyatti
Pariyatti adalah proses belajar siswa yang menghasilkan pengertian
b. Patipati
Patipati adalah praktek yang dilakukan setelah siswa memperoleh pengertian
dari belajar
c. Pativedha
Pativedha adalah tujuan atau hasil akhir yang dicapai setelah siswa memiliki
pengertian dan melaksanakan praktek dari ajaran itu sendiri.
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan,
maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau
tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa mempelajari sesuatu
yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa
keadaan alam, benda-benda atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Tindakan
belajar dari suatu hal tersebut nampak sebagai perilaku belajar yang nampak dari luar.
Secara pasif makna kerukunan adalah menjaga agar hidup rukun, sedangkan secara
pasif berarti melakukan praktik atau usaha yang dapat mengakibatkan timbulnya
kerukunan. Makna secara aktif ini dapat dilakukan dengan kegiatan yang bersifat
sosial kemanusiaan, diskusi, dan musyawarah.
Hal ini menujukkan bahwa di mana telah terbina kerukanan hidup antar umat
beragama, maka di sana akan terwujud persatuan dan kesatuan dan selanjutnya
apabila persatuan dan kesatuan telah terwujud maka di situ akan dapat dibangun
sebuah kerajaan yang jaya.
Memahami arti pentingnya kerukunan hidup antar umat beragama dan persatuan dan
kesatuan, maka dipandang perlu untuk diuraikan fakta sejarah perkembangan agama
Buddha dalam memberikan konstribusi bagi terwujudnya sebuah kerukunan.
3. Brahmavihara
BRAHMA VIHARA (Empat Sifat Luhur)
Brahma vihara adalah sifat batin yang luhur atau mulia atau tempat berdiamnya
makhluk Brahma (makhluk dewa yang telah mencapai kesucian batin). Sifat ini
terdapat dalam diri manusia baik yang jahat maupun yang baik. Manusia menurut
pandangan Buddhis terdapat 7 sifat terdiri dari :
2 sifat baik (keyakinan dan kebijaksanaan)
4 sifat tidak baik (serakah, kenafsuan, kebencian, mudah tersinggung)
1 sifat campuran dari 6 sifat diatas.
Perbuatan Baik Perbuatan Buruk
1. Metta: Cinta Kasih 1. Lobha: Keserakahan
2. Karun: Belas kasihan 2.Dosa: Kebencian/Kemarahan
Moha tidak sama dengan Avijja (kegelapan batin). Moha adalah orang yang malas
melakukan segala sesuatu, sedangkan Avijja adalah orang yang sudah mengerti
berpura-pura tidak mengerti. Lobha dapat dihilangkan dengan mengembangkan
Karuna, Dosa dapat dihilangkan dengan mengembangkan Metta, Moha dapat
dihilangkan dengan mengembangkan Panna (Kebijaksanaan), Irsia dapat dihilangkan
dengan mengembangkan Mudita. Bila manusia memiliki sifat terikat pada apa yang
disenangi, dan sifat menolak pada apa yang tidak disenangi dapat dihilangkan dengan
mengembangkan Upekkha.
Sifat luhur ini hendaknya dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari agar kita dapat
menjadi manusia yang mulia baik dalam tingkah laku, pikiran dan ucapan. Keempat
sifat luhur(baik) tersebut merupakan keadaan tanpa batas (appamana). Disebut
demikian karena tidak ada yang merintangi atau yang membatasi semua makhluk
termasuk dalam alam menyedihkan untuk mengembangkan sifat luhur tersebut.
4. Prasasti Asoka
“Janganlah kita hanya menghormati agama sendiri dan mencela agama orang lain tanpa
suatu dasar yang kuat. Sebaliknya agama orang lain pun hendaknya dihormati atas dasar-
dasar tertentu.
Dengan berbuat demikian kita telah membantu agama kita sendiri, untuk berkembang di
samping menguntungkan pula agama orang lain. Dengan berbuat sebaliknya kita telah
merugikan agama kita sendiri, di samping merugikan agama orang lain.
Oleh karena itu, barang siapa menghormati agamanya sendiri dan mencela agama orang
lain, semata-mata karena didorong oleh rasa bakti pada agamanya sendiri dengan
berpikir; bagaimana aku dapat memuliakan agamaku sendiri. Dengan berbuat demikian ia
malah amat merugikan agamanya sendiri. Oleh karena itu, kerukunanlah yang dianjurkan
dengan pengertian bahwa semua orang hendaknya mendengarkan dan bersedia
mendengar ajaran orang lain”. (Proyek Bimbingan P4, 1983/1984,: 28, SM Rasyid,
1988).
5. Saraniyadhamma Sutta
6. Toleransi
Toleransi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai dua kelompok yang
berbeda kebudayaan yang bermakna ”Sifat atau sikap toleran”, (Tim penyusun, 2007:
1204). Sedangkan menurut Mukti toleransi adalah kesediaan untuk menerima
kehadiran orang yang berkeyakinan lain, menghormati keyakinan yang lain, walaupun
bertentangan dengan keyakinan sendiri dan tidak memaksakan suatu agama atau
kepercayaan kepada orang lain, (Mukti, 2003: 150). Sedangkan kata ”agama” dalam
buku Ensiklopedia Buddha Dhamma Keyakinan Umat Buddha lebih dikenal dengn
sebutan ”Sasana atau Dhamma”, yang secara harafiah berarti ”Kebenaran”, (Ing,
2008: 6). Hal tersebut mengandung arti bahwa ajaran yang menghantarkan seseorang
yang melaksanakan-Nya untuk dapat hidup berbahagia di dunia, sehingga dapat
mencapai tujuan akhir Nibbana. Berdasarkan kutipan tersebut, bahwa toleransi
beragama dapat memberikan kesejahteraan bagi umat beragama, dan tidak hanya
untuk kepentingan satu agama Buddha namun untuk semua umat beragama, sehingga
umat beragama merasa hidup dalam ketenangan dan keharmonisan serta dapat hidup
bahagia dan sejahtera secara berdampingan.
Proses kehidupan bertoleransi dapat dilihat dari adanya partisipasi seluruh umat
beragama, karena toleransi menjunjung tinggi kebebasan dan kesamaan yang
menyeluruh, yaitu tidak ada diskriminasi. Toleransi sebagai pandangan hidup manusia
menuntut manusia untuk menerapkan perilaku hormat menghormati pada setiap
tindakan dan aktivitasnya, sehingga akan tercipta suatu masyarakat yang memiliki
kultur toleransi. Masyarakat yang penuh dengan sikap toleransi adalah masyarakat
yang mempunyai perilaku hidup, baik dalam keseharian dan tindakan yang dilandasi
oleh unsur-unsur hidup bertoleransi. Penerapan sikap dan unsur-unsur toleransi pada
setiap tindakan sehari-hari meliputi: menghargai dan memahami keanekaragaman,
menghormati kebebasan, pelaksanaan musyawarah, dan mengakui persamaan.
Tegaknya toleransi sebagai sebuah tatanan kehidupan sosial yang penuh dengan sikap
hidup bertoleransi, yaitu sikap hidup berdampingan yang rukun dan harmonis diantara
banyak agama sangat bergantung kepada unsur penopang toleransi beragama itu
sendiri. Suatu tatanan kehidupan dikatakan penuh dengan toleransi hidup beragama
apabila dalam mekanisme kemasyarakatan yang pluralisme mewujudkan unsur-unsur
sikap hidup yang saling hormat menghormati antara sesama pemeluk agama. Menurut
pandangan Abdillah (dalam Rosyada, dkk, 2003: 122) unsur-unsur toleransi terdiri
dari persamaan, kebebasan, dan pluralisme. Sementara itu, Inu Kencana merinci unsur
toleransi dari beberapa unsur yang telah dirinci salah satunya yaitu, musyawarah
(Rosyada dkk, 2003: 122).
BAB 5
SOAL:
1. Konsep pendidikan dalam Agama Buddha meliputi tiga tahap, salah satunya adalah
Pariyatti (proses belajar siswa yang menghasilkan pengertian)
Contoh dari Pariyatti adalah .........
1. Seorang guru menjelaskan dengan metode metode gambar agar mudah
dimengerti.
2. Murid menanyakan pelajaran yang tidak dimengerti pada gurunya.
3. Guru memberikan soal-soal latihan agar murid-murid semakin mengerti materi
yang dijelaskan.
4. Andrew sering ditegur karena sering salah dalam hitungan, ia pun
memutuskan untuk lebih giat belajar hitungan agar kesalahannya berkurang.
7. Sang Buddha bersabda : “ Orang bijaksana tidak menunjukkan rasa gembira maupun
kecewa dengan pujian dan celaan. Mereka tetap teguh bagaikan batu karang yang tak
tergoyahkan oleh badai”
Sabda Sang Buddha di atas berkenaan pada sifat .........
a. Panna
b. Upekkha
c. Metta
d. Mudita
e. Karuna
8. “Janganlah kita hanya menghormati agama sendiri dan mencela agama orang lain
tanpa suatu dasar yang kuat. Sebaliknya agama orang lain pun hendaknya dihormati
atas dasar-dasar tertentu.
Dengan berbuat demikian kita telah membantu agama kita sendiri, untuk berkembang
di samping menguntungkan pula agama orang lain. Dengan berbuat sebaliknya kita
telah merugikan agama kita sendiri, di samping merugikan agama orang lain”
Potongan paragraf dari Prasasti Asoka di atas mengandung inti agar umat antar agama
harus saling .........
a. Toleransi
b. Rukun
c. Menghargai
d. Menyayangi
e. Melindungi
9. Karena tanggung waktu istirahat tinggal lima menit lagi, Andre memutuskan untuk
menghentikan kegiatannya mengerjakan soal-soal latihan dari guru matematikanya.
Sifat Andre di atas tergolong .........
a. Dosa
b. Lobha
c. Moha
d. Avijja
e. Irsia
1. E 6. D
2. B 7. B
3. E 8. A
4. E 9. C
5. B 10. A
Bab 6
MASYARAKAT
1.Definisi masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup
atau sebaliknya, dimana kebanyakan interaksi adalah antara individu-individu yang terdapat
dalam kelompok tersebut. Arti yang lebih luasnya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan
hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah kelompok atau
komunitas yang interdependen atau individu yang saling bergantung antara yang satu
dengan lainnya. Pada umumnya sebutan masyarakat dipakai untuk mengacu sekelompok
individu yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
“Demi untuk kesejahteraan, kebahagiaan dan kebahagiaan banyak orang, demi kasih
sayang bagi dunia, demi kebaikan dan kedamaian serta kebahagiaan para dewa dan
manusia” (D. iii.127) sebagai dasar merupakan sikap kedisiplinan moralitas dan etika dalam
masyarakat.
Sebagai umat Buddha yang berada di tengah-tengah masyarakat yang luas, sangat
erat hubungannya dengan segala bentuk kehidupan sosial. Suatu pandangan yang berat
sebelah apabila mengatakan Agama Buddha hanya bersangkut-paut dengan pembebasan
diri sendiri, terhadap kehidupan spiritual. Kemudian mendorong orang untuk melepaskan
diri sama sekali dari keterlibatan kehidupan vihara atau mengasingkan diri, tanpa
memperdulikan orang lain dan tanpa berbuat sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi
masyarakat.
2. 4 sikap harmonis
Beberapa sikap yang dapat kita lakukan untuk menjaga keharmonisan dalam masyarakat,
antara lain:
1. Adanya kesadaran mengenai perbedaan sikap, watak, dan sifat.
2. Menghargai berbagai macam karakteristik masyarakat.
3. Bersikap ramah dengan orang lain
4. Selalu berfikir positif.
3.Konsep Dharmawijaya
Kerajaan Kalinga ditaklukkan oleh Raja Asoka sendiri setelah pertempuran
berdarah pada tahun 262 SM. Setelah menyaksikan penghancuran kehidupan serta
penderitaan yang tak tertahankan dalam perang Kalinga pada tahun ke-8 pemerintahannya,
Raja Asoka mendapat pengaruh yang baik dari Sangha dan menjadi orang yang sama sekali
berbeda. Beliau menggantungkan pedangnya yang tidak pernah dicabutnya kembali dan
memberitakan perhatian yang penuh pada kehidupan yang berdasarkan moral dan spiritual
yang disebut Dharma Wijaya.
5.Susunan
5.Susunan Masyarakat Buddhis:
Dalam susunan masyarakat Buddhis terdiri atas kelompok (parisa) yaitu; kelompok
masyarakat kevihāraan/Pabbajita (bhikkhu-bhikkhuni) dan kelompok masyarakat
awam/Gharavasa (perumah-tangga). Perbedaan ini didasarkan pada kedudukan sosial
mereka masing-masing dan bukan berarti semacam kasta. Agama Buddha tidak
menghendaki adanya kasta dalam masyarakat.
Bhikkhu dan bhikkhuni adalah umat Buddha yang melatih diri menjalankan
kehidupan suci yang ditunjukkan Buddha untuk mengakhiri penderitaan. Mereka sering
disebut sebagai umat Buddha pabbajitā (yang meninggalkan kehidupan berumah tangga).
Syarat-syarat menjadi bhikkhu/penahbisan bhikkhu
1. Melalui upacara pentahbisan atau penerimaan seseorang menjadi bhikkhu yang disebut
Upsampada. Ada 3 macam upasampada yaitu:
i. Ehi Bhikkhu Upasampada
Upasampada ini dilakukan oleh Sang Buddha langsung dengan cara memanggil calon
bhikkhu dengan sebutan ‘Ehi Bhikkhu’ yang artinya “Kemarilah Bhikkhu”. Dalam
Vinaya Pitaka I.12 lengkapnya berbunyi: “Ehi Bhikkhu, svakkhato dhammo cara
brahmacariyam samma ukkhassa antakiriyaya’ti artinya: Marilah bhikkhu, Dhamma
telah diajarkan dengan sempurna jalanilah cara hidup suci untuk mengakhiri seluruh
dukkha.
ii. Tisaranagamana Upasampada
Cara ini dipakai oleh murid-murid Sang Buddha sebagai penahbis (upajjhaya) untuk
menahbiskan calon bhikkhu. Calon bhikkhu mengulang ucapan kata-kata tersebut:
“Kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha sebagai pelindungku, aku pergi berlindung
(Vinaya Pitaka I.21). Upasampada ini sekarang dilakukan untuk menahbiskan
seseorang menjadi samanera.
iii. Ñatticattutthakamma Upasampada
Sang Buddha telah berhenti melakukan pentahbisan dan para bhikkhu pribadi pun
telah berhenti melakukan pentahbisan. Lalu Sang Buddha memberikan izin atau
wewenang kepada Sangha untuk mentahbiskan seseorang menjadi seorang bhikkhu
dengan ketentuan:
*Calon bhikkhu berumur lebih dari 20 tahun, tidak cacat fisik dan mental, tidak dalam
proses pengadilan atau hutang piutang.
*Sangha yang mentahbis minimal 4 orang bhikkhu Thera (Cattuvagga) atau pun dapat
lebih dari 4 orang, antara lain: 10 bhikkhu Thera (Dasa Vagga), 5 Thera (Panca
Vagga), dan 20 orang Thera (Visati Vagga).
*Ditahbis di dalam garis Sima (batas-batas yang telah ditentukan).
*Seorang guru (Acariya) mengusulkan calon bhikkhu agar ditahbiskan kemudian
menyusul 3X pertanyaan yang menerangkan dan mempertahankan usul pertama,
diajukan kepada Sangha untuk disetujui.
*Setelah disetujui oleh para bhikkhu peserta, penahbisan baru dapat dilaksanakan.
Empat syarat yang harus dipenuhi untuk pelaksanaan upasampada yang dilakukan oleh
Sangha:
1. Kesempurnaan Materi (Vatthu Sampatti)
2. Kesempurnaan Pesamuan (Parissa Sampatti)
3. Kesempurnaan Batas (Sima Sampatti)
4. Kesempurnaan Pernyataan (Kammavaca Sampatti)
DISKUSI
Bagaimana agama Buddha menangani berbagai permasalahan penyakit masyarakat
seperti:
1.Kemiskinan
Penanggulangan kemiskinan yang selama ini terjadi memperlihatkan beberapa kekeliruan
paradigmatik, antara lain masih berorientasi pada aspek ekonomi daripada aspek
multidimensional. Dalam konteks budaya, orang miskin diindikasikan dengan
terlembaganya nilai-nilai seperti apatis, apolitis, fatalistik, serta berbagai bentuk
ketidakberdayaan. Sementara dalam konteks dimensi struktural atau politik, orang yang
mengalami kemiskinan ekonomi pada hakekatnya karena mengalami kemiskinan struktural
dan politis. Berdasarkan sabda Buddha dalam Cakkavattisihanada Sutta terdapat hubungan
sebab akibat antara kemiskinan materil dan kemerosotan sosial dan sistem pemerintahan
suatu negara (D.III.69-70). Cerita dari Cakkavati Sihanada Sutta adalah gambaran sistem
kepedulian sosial suatu negara yang kurang sebagai pemicu utama kemiskinan dan berbagai
tindak kejahatan. Penegasan yang lain terdapat dalamsabda Buddha ”jika penguasa bersikap
adil dan baik maka para menteri berlaku adil dan baik, jika para menteri berlaku adil dan
baik maka para pejabat eselon akan berlaku adil dan baik, jika para pejabat eselon akan
berlaku adil dan baik maka para bawahan bersikap adil dan baik, jika para bawahan
bersikap adil dan baik maka rakyat menjadi adil dan baik” (D.III. 26).Mengatasi
kemiskinan sebagai masalah yang komplek harus melibatkan berbagai faktor termasuk
moralitas penguasa negara, penegakan hukum dan berbagai fenomena sosial (D.III.69-70).
Warga miskin tidak hanya diperlakukan sebagai objek tetapi sebagai subyek yang dituntut
poduktivitas agar tidak bergantung pada pihak lain (A IV.281) dan kepedulian terhadap
sesama.
2.Penyakit
Kita tidak seharusnya menganggap penyakit dan penderitaan sebagai suatu hal yang akan
menghancurkan kita sampai benar-benar habis, dan karenanya kita menyerah menjadi
putus-asa dan patah semangat. Sebaliknya kita (sebagai penganut Buddhis) dapat
melihatnya sebagai suatu tes untuk mengetahui pemahaman kita akan ajaran-ajaran Sang
Buddha, dan seberapa baik kita dapat menerapkan pengetahuan yang telah kita pelajari
tersebut. Jika kita tidak dapat secara mental mengatasinya, maka hal ini menunjukkan
bahwa pemahaman kita akan Dhamma, pelatihan kita, masih lemah.
Selain itu, penyakit adalah suatu kesempatan bagi kita untuk meningkatkan lebih
lanjut latihan kita dalam hal kesabaran dan toleransi. Pada intinya, tidak ada pelarian. Kita
harus mengerti dan menerima kenyataan ini, sehingga ketika hal itu benar-benar terjadi dan
kita harus kalah, kita dapat gugur dengan sebaik mungkin. Tak perlu diragukan lagi, kita
akan berusaha mengobati penyakit sebaik mungkin, namun jika kita telah berusaha
melakukan yang terbaik dan kita tetap kalah serta penyakit terus berkembang, kita harus
dapat menerima dan pasrah pada hal yang tidak menguntungkan tersebut. Yang penting
bukanlah lamanya kita hidup tetapi seberapa baik kita menjalani hidup, dan ini termasuk
seberapa baik kita dapat menerima penyakit kita dan pada akhirnya seberapa baik kita
meninggal.
3.Narkoba
Dalam penyelesaian masalah narkoba yang mudah disembunyikan, tidak hanya terletak
pada hukuman yang berat bagi penyalur obat bius. Perhatian harus juga ditujukan untuk
mendidik masyarakat akan bahaya dari penggunaan obat bius. Selain itu alternatif yang
dapat dilakukan adalah memberikan kesempatan kepada kaum muda untuk keluar dari rasa
frustasinya melalui kegiatan yang berguna dan tidak berbahaya. Dalam hal ini Agama
dapat dan harus memainkan peranannya. Sebagai contoh, sekolah minggu atau vihara-
vihara merupakan tempat yang baik untuk menghabiskan waktu seseorang sekaligus untuk
menahan diri dari penggunaan obat bius dan kemabukan. Tempat seperti itu menyediakan
pendidikan umat Buddha untuk hidup damai dan mengatur dirinya dalam hidup sehari-hari
menurut Sila yang akan mengangkat standar hidupnya. Buddhisme mengajarkan suatu
nilai moral dasar dan tidak hanya menolong diri sendiri tapi juga masyarakat agar hidup
dalam dasar-dasar tersebut (Sila). Pemerintah dapat mengadakan pendidikan demikian
untuk melenyapkan bahaya yang dihasilkan dari kecanduan warga negaranya terhadap
alkohol dan obat bius.
4.Pelacuran
Diperlukannya kesadaran dalam diri bahwa pelacuran itu sangatlah salah dalam agama
Buddha. Selain itu juga diperlukannya keteguhan dalam melaksanakan Sila, pengarahan
dan pemberitahuan yang benar tentang akibat yang dapat ditimbulkan serta usaha untuk
mencari pekerjaan lain yang sesuai dengan jalan mulia berunsur delapan yang diajarkan
Buddha. Disamping itu, pembuatan hukum yang melarang pelacuran juga sangat
diperlukan agar masyarakat dapat menjadi lebih terkendali.
5.Judi
Diperlukannya kesadaran dalam diri bahwa judi itu sangatlah salah dalam agama Buddha.
Selain itu juga diperlukannya keteguhan dalam melaksanakan Sila, pengarahan dan
pemberitahuan yang benar tentang akibat yang dapat ditimbulkan serta usaha untuk mencari
sumber pendapatan yang sesuai dengan jalan mulia berunsur delapan yang diajarkan
Buddha. Disamping itu, pembuatan hukum yang melarang pelacuran juga sangat diperlukan
agar masyarakat dapat menjadi lebih terkendali. Untuk masalah perjudian, diperlukan
penanaman sifat berkerja keras, jujur, dan tahan banting dalam mencari uang, serta
menghindari perilaku hidup boros, malas, dan manja yang berlebihan yang menginginkan
segala sesuatu secara instan dan cepat.
6.dll
Diperlukannya sikap jujur, bertanggung jawab, hiri dan ottapa, kesadaran, kesabaran, dan
berpegang teguh pada Sila dan menghadapi berbagai permasalahan yang ada. Dalam
menghadapi keragaman budaya yang ada pada masyarakat, diperlunya toleransi dan sikap
saling menghargai antar anggota masyarakat. Diperlukan juga hukum-hukum yang
mengatur batas-batas yang dapat mengatur sikap dan perilaku seseorang dalam
bermasyarakat. Pemahaman, kepedulian, kesadaran, dan kebijaksanaan menjadi kunci
terpenting dalam menghadapi setiap tantangan dan masalah yang ada dalam kehidupan diri
sendiri dan lingkungan sekitar, termasuk dalam bermasyarakat.
TUGAS
1.Buat karangan pendek tentang kehidupan bermasyarakat
Dalam bermasyarakat, diperlukannya sikap jujur, bertanggung jawab, hiri dan ottapa,
kesadaran, kesabaran, dan berpegang teguh pada Sila dan menghadapi berbagai
permasalahan yang ada. Dalam menghadapi keragaman budaya yang ada pada masyarakat,
diperlunya toleransi dan sikap saling menghargai antar anggota masyarakat. Diperlukan
juga hukum-hukum yang mengatur batas-batas yang dapat mengatur sikap dan perilaku
seseorang dalam bermasyarakat. Pemahaman, kepedulian, kesadaran, dan kebijaksanaan
menjadi kunci terpenting dalam menghadapi setiap tantangan dan masalah yang ada dalam
kehidupan diri sendiri dan lingkungan sekitar, termasuk dalam bermasyarakat.
Sebagai contoh yang paling konkret adalah bagaimana warga Palestina yang
mendukung pemeluk agama lain saat bersembahyang. Umat Kristen melindungi Umat
Islam yang Sholat dan sebaliknya. Ketika suatu masyarakat menjalankan tugas dan
kewajibannya dengan sungguh-sungguh, akan tercipta masyarakat yang adil dan sejahtera
seperti yang diidam-idamkan seluruh masyarakat yang ada di dunia.
Kesepuluh syarat di atas, sebagian besar berisikan pengendalian diri sendiri. Sang Buddha
mengajarkan cara menguasai diri sendiri sebagai dasar agar dapat menjadi pemimpin yang
baik, bukan cara menguasai atau memaksa orang lain yang dipimpin. Seni kepemimpinan
Buddhis adalah seni memimpin diri sendiri baru kemudian orang lain. Karena keteladanan
adalah cara yang paling ampuh dalam memimpin sekelompok orang atau organisasi.
2. 1. Mempraktikkan kebaikkan
2. Menghafalkan Sutta
3. 1. Pabbajita
2. Gharavasa
3. Viharawan
4. Upasaka-Upasika
4. 1. Navaka Pandita
2. Pandita Madya
3. Maha Pandita
4. Citta Pandita
Yang termasuk dalam Pandita yang terdapat pada organisasi Buddhis yaitu A
6. Perhatian yang penuh pada kehidupan yang berdasarkan moral dan spiritual yang
disebut…
a. Dharma Wijaya
b. Dharma Yatra
c. Dharma Vinaya
d. Dharma Ratna
e. Dharma Pitaka
a. Gharavasa
b. Parisa
c. Pabbajitā
d. Parinibbana
e. Cetasika
8. Empat syarat yang harus dipenuhi untuk pelaksanaan upasampada yang dilakukan oleh
Sangha, kecuali..
a. Panca Sila
b. Dasa Sila
c. Atthanga Sila
d. Patimokkha Sila
e. Suddhika Sila
a. Dana
b. Ajjava
c. Ajjiva
d. Khanti
e. Sila
BAB 7.Budaya
1.Definisi Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk
dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung
menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi
dengan orang-orang yang berbeda budaya, dan menyesuaikan perbedaan-
perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks,
abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.
Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi
dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu
perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung
pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-
bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika,
"keselarasan individu dengan alam" di Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina.
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya
dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai
logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk
memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren
untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan
perilaku orang lain.
Buddha mendefinisikan realitas dalam hal pikiran dan sering merujuk kepada kebenaran
hakiki sebagai Satu Pikiran atau sifat asli dari pikiran. Dalam pikiran Yoga (manas)
dianggap sebagai instrumen kesadaran yang Diri. Ini berbicara tentang Pribadi Satu dan
banyak pikiran yang kendaraan. Karena pikiran bukan merupakan prinsip ultimate
tetapi aspek penciptaan.
Jika kita memeriksa pikiran dan Self istilah dalam dua tradisi tampak bahwa apa yang
Yoga mengkritik sebagai lampiran untuk pikiran dan ego jauh seperti kritik Buddha
lampiran dengan diri, sementara apa Vedanta panggilan Diri Agung mirip dengan
Buddha gagasan sifat asli atau Satu Pikiran Mind. Diri adalah, realitas belum lahir
uncreate mirip dengan apa yang Buddhisme mengacu sebagai aspek transenden of
Mind. Pikiran yang tercerahkan yang berdiam di dalam jantung Buddha (Bodhicitta)
menyerupai Diri Agung (Paramatman) yang juga berdiam di dalam hati. Namun
kesamaan ini samping, formulasi dan metodologi dari dua sistem dalam hal ini dapat
sangat berbeda India. Klasik Buddha teks tidak membuat korelasi tersebut baik, tetapi
bersikeras bahwa Diri Vedanta berbeda dari Pikiran Salah satu Buddha.
Pengaruh India yang paling besar adalah pengaruh dari bahasa Sansekerta. Pada masa
ketika Jawa mulai mendapat pengaruh yang besar, bahasa Sansekerta sudah tidak
digunakan sebagai bahasa pengantar dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa ini adalah
bahasa sastra, dan hanya digunakan lapisan atas masyarakat, istana, dan dalam acara
keagamaan. Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari terdapat beberapa bahasa daerah
yang digunakan di tempatnya masing-masing.
Mengingat begitu banyaknya pengaruh, terutama dalam hal kosakata bahasa Sansekerta
terhadap bahasa Jawa Kuno, maka akan terlihat suatu kejanggalan. Yakni dari mana pun
pengaruh dari India datang ke Jawa, pada masa itu tidak seharusnya bahasa Sansekerta
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga tidak seharusnya masyarakat Jawa
pada saat itu mengetahui cara pengucapan kosakata bahasa Sansekerta yang banyak
mereka tiru. Walaupun kita juga tidak mengetahui bagaimana cara pengucapan bahasa
Jawa Kuno oleh masyarakat pada saat itu. Kita hanya mengetahui perihal bahasa Jawa
Kuno dari bukti tertulis. Sehingga kita hanya mengetahui bahasa Jawa Kuno sebagai
bahasa sastra. Namun kemungkinan bahwa terdapat bahasa lain atau bentuk lain bahasa
Jawa Kuno yang digunakan untuk percakapan sehari-hari kurang dapat diterima.
Ada hal lain yang menarik perhatian dalam penyerapan bahasa Sansekerta pada bahasa
Jawa Kuno. Kategori kata yang dipinjam dari bahasa Sansekerta hampir semuanya
termasuk dalam kategori kata benda dan kata sifat. Kata-kata itu kemudian diperlakukan
tidak sesuai dengan aturan bahasa asalnya, namun sesuai dengan tata bahasa Jawa Kuna.
Misalnya adalah kosakata bahasa Sansekerta yang dibubuhi afiksasi Jawa Kuna.
Kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pengaruh asing masuk ke dalam bahasa Jawa
Kuno sedemikian rupa sehingga tidak merubah sifat asalnya. Di sisi lain, penyerapan
bahasa Sansekerta tidak pernah disertai dengan perubahan fonetisnya. Tidak ada bunyi-
bunyi asing yang ejaannya disesuaikan dengan ejaan Jawa Kuno. Karena kita hanya
mengetahui mengenai bahasa Jawa Kuno melalui sumber tertulis, maka kita juga hanya
dapat mengetahui perihal ejaan ini dari cara penulisannya. Ejaan yang tidak terdapat
pada bahasa Jawa Kuno seperti bunyi-bunyi beraspirasi (kh, th, ph, dan sebagainya),
vokal panjang dan pendek (a-ā, i-ī), perbedaan bunyi ai dan e, serta perbedaan desis (ś, ş,
dan s) tetap ditulis apa adanya. Kemungkinan ini disebabkan karena keinginan untuk
menyamakan dengan aslinya.
Sebenarnya tidak diketahui alasan penggunaan pengaruh bahasa Sansekerta pada bahasa
Jawa Kuno. Tidak ditemukan keperluan untuk mengadakan perubahan pada bahasa Jawa
Kuno. Namun bahasa Sansekerta merupakan bagian yang penting dari kebudayaan baru
yang ingin mereka miliki. Sastra Sansekerta dianggap sebagai mode, untuk dicontoh dan
ditiru sambil dipungut kosakatanya. Dapat menggunakannya berarti meninggikan gengsi.
Alasan lain yang mungkin adalah kebutuhan para sastrawan pada saat itu untuk
memperkaya kosakata, untuk kepentingan pemenuhan aturan-aturan ketat pada puisi
Jawa tentang rima dan laras.
Dalam penyerapan suatu bahasa pada bahasa lain, sangat mungkin terjadi adanya
beberapa perubahan, misalnya perubahan semantis, sehingga tidak sesuai dengan arti
pada bahasa asalnya. Perubahan ini dapat terjadi karena penyesuaian akan keadaan
lingkungan pada masing-masing bahasa yang berbeda. Proses perubahan ini terjadi
secara dan bertahap, dan akan semakin mudah bila kontak dengan bahasa asal semakin
kecil. Perubahan semantis kata-kata asli Sansekerta lebih sering terjadi seiring dengan
makin berkurangnya pengaruh India terhadap bahasa dan kebudayaan Jawa. Dari sini
kita dapat memperkirakan umur suatu naskah berdasarkan bahasanya, semakin jarang
kata-kata Sansekerta, semakin muda teks tersebut. Namun patut pula diperhitungkan
kemungkinan bahwa perubahan semantis itu terjadi di tempat asalnya.
Pengaruh bahasa Sansekerta pada saat itu tidak hanya tertanam di Jawa. Di daerah
Nusantara yang lain pun juga terjadi. Contohnya di Campa, jenis-jenis sastra klasik
Sansekerta dipelajari dengan mendalam, sehingga sastra pribumi diabaikan. Sebenarnya
sumber-sumber teks sastra di Jawa pada masa itu tidak begitu banyak yang ditemukan,
namun bila dibandingkan dengan sumber dari Campa pada masa yang sama, dapat
diketahui perbedaannya. Teks Jawa ditulis dengan menggunakan bahasa Jawa Kuno dan
tidak ditemukan sama sekali teks yang menggunakan bahasa Sansekerta. Sedangkan teks
dari Campa malah menggunakan bahasa Sansekerta seluruhnya, dari pada menggunakan
bahasa pribumi dengan pengaruh Sansekerta. Jadi, bila yang terjadi di Campa adalah
lupakannya sastra pribumi, maka yang di Jawa, adanya pengaruh dari India malah
memperkaya dan memperkuat adanya sastra pribumi.
Meskipun begitu, kita tidak dapat menyimpulkan bahwa di Campa tidak terdapat
kebudayaan pribumi selain pengaruh dari India. Tidak ditemukannya bukti-bukti
keberadaannya kemungkinan terjadi karena kondisi tertentu yang menyebabkan bukti-
bukti tersebut tidak bertahan. Mungkin karena bahannya yang memang tidak dapat
bertahan hingga berabad-abad, atau mungkin juga karena kondisi historis di daerah
tersebut yang sering mengalami peperangan hingga sulit mempertahankan benda-benda
budayanya.
Yang dapat diketahui hingga saat ini adalah, walaupun sulit menemukan bukti tentang
keberadaannya, kita telah mengetahui bahwa sastra Jawa Kuno tetap bertahan, dan
adanya pengaruh dari India bukannya melemahkan, malah memperkaya sastra Jawa
Kuno.
Di India, candi merupakan kuil untuk memuja para dewa dengan bentuk stupa.
Di Indonesia, candi selain sebagai tempat pemujaan, juga berfungsi sebagai makam
raja atau untuk tempat menyimpan abu jenazah sang raja yang telah
meninggal. Candi sebagai tanda penghormatan masyarakat kerajaan tersebut
terhadap sang raja.
Contohnya:
Ada perbedaan fungsi antara candi dalam agama Hindu dan candi dalam
agama Buddha. Dalam agama Hindu, candi difungsikan sebagai makam Adapun
dalam agama Buddha, candi berfungsi sebagai tempat pemujaan atau peribadatan.
Meski difungsikan sebagai makam, namun tidak berarti bahwa mayat atau abu
jenazah dikuburkan dalam candi. Benda yang dikuburkan atau dicandikan adalah
macam-macam benda yang disebut pripih. Pripih ini dianggap sebagai lambang zat
jasmaniah yang rohnya sudah bersatu dengan dewa penitisnya.
Pripih ini diletakkan dalam peti batu di dasar bangunan, kemudian di atasnya
dibuatkan patung dewa sebagai perwujudan sang raja. Arca perwujudan raja itu
umumnya adalah Syiwa atau lambang Syiwa, yaitu lingga. Pada candi Buddha, tidak
terdapat pripih dan arca perwujudan raja. Abu jenazah raja ditanam di sekitar candi
dalam bangunan stupa. Bangunan candi terdiri atas tiga bagian, yaitu kaki, tubuh,
dan atap.
Candi Borobudur
Salah Satu Candi Bercorak Buddha
a. Kaki candi berbentuk persegi (bujur sangkar). Di tengah-tengah kaki candi inilah
ditanam pripih.
b. Tubuh candi terdiri atas sebuah bilik yang berisi arca perwujudan. Dinding luar
sisi bilik diberi relung (ceruk) yang berisi arca. Dinding relung sisi selatan berisi arca
Guru, relung utara berisi arca Durga, dan relung belakang berisi arca Ganesha.
Relung-relung untuk candi yang besar biasanya diubah.
c. Atap candi terdiri atas tiga tingkat. Bagian atasnya lebih kecil dan pada puncaknya
terdapat lingga atau stupa. Bagian dalam atap (puncak bilik) ada sebuah rongga kecil
yang dasarnya berupa batu segi empat dengan gambar teratai merah, melambangkan
takhta dewa. Pada upacara pemujaan, jasad dari pripih dinaikkan rohnya dari rongga
atau diturunkan ke dalam arca perwujudan. Hiduplah arca itu menjadi perwujudan
almarhum sebagai dewa.
Mataram
1 Sewu Jawa Tengah Abad ke-7 M
Lama
Mataram
2 Plaosan Jawa Tengah Abad ke-7 M
Lama
Mataram
3 Mendut Jawa Tengah Abad ke-7 M
Lama
Muara Sumatra
5 Abad ke-8 M Sriwijaya
Takus Selatan
Abad ke-13
7 Sari Jawa Tengah Majapahit
M
Abad ke-13
8 Pawon Jawa Tengah Majapahit
M
Candi Borobudur adalah candi Buddha terbesar. Candi ini terletak di Magelang, Jawa
Tengah. Candi Borobudur dibangun sebelum agama Hindu berkembang di Jawa.
Pembangunannya membutuhkan waktu sekitar 50 tahun. Relief (lukisan timbul) yang
terdapat pada Candi Borobudur panjangnya mencapai 4 km. Tinggi Candi Borobudur
42 meter. Arca atau patung yang terdapat di sana mencapai 500 buah.
Ada beberapa karya sastra peninggalan sejarah yang bercorak Buddha. Salah satu karya
sastra bercorak Buddha yang terkenal adalah Kitab Sutasoma. Kitab ini dikarang oleh Mpu
Tantular. Kitab Sutasoma menceritakan kisah Raden Sutasoma. Kisah ini mengajarkan
pengorbanan dan belas kasih yang harus ditempuh seseorang untuk mencapai kesempurnaan
tertinggi. Salah satu ungkapan yang terkenal dari Kitab Sutasoma adalah “Bhinneka Tunggal
lka Tan Hana Dharma Mangrwa.” Berikut ini daftar karya sastra atau kitab-kitab peninggalan
sejarah yang bercorak Buddha.
Oleh karena keindahan merupakan pengalaman yang disadari, keindahan itu dapat
diungkapkan baik melalui kata-kata maupun melalui media lain. Dalam menyampaikan
ajaran-Nya Buddha juga berpuisi, namun tentu saja tidak bermaksud menjadi penyair. Apa
yang disebut gatha adalah ajaran yang diucapkan dalam bentuk syair, dan geya adalah
khotbah dengan gaya bahasa prosa yang diikuti sajak sebagai pengulangan dan ringkasan.
Para pujangga menulis tentang apa yang diajarkan dan yang bersemangatkan ajaran Buddha
dengan gayanya sendiri secara kreatif. Karya-karya sastra itu sering dipandang sebagai tafsir
ajaran menurut latar belakang budaya penulisnya. Buddhacarita misalnya, adalah syair
berupa epos yang ditulis oleh Asvaghosha mengenai riwayat hidup Buddha.
Tugas
SOAL
4. Hal-hal positif yang didapat dengan datangnya para pedagang dari India ke
Indonesia adalah ....
1. Masyarakat Indonesia dapat membeli barang-barang yang tidak
tersedia seperti: kain sari dan aksesoris gelang
2. Masyarakat Indonesia mengenal agama
3. Terjadi kerjasama dagang antara Indonesia dan India
4. Masyarakat Indonesia mengenal tulisan
6. Proses percampuran antara dua atau lebih kebudayaan yang saling bertemu
dan mempengaruhi itu disebut ....
a. Akulturasi budaya
b. Asimilasi budaya
c. Integrasi budaya
d. Pembauran budaya
e. Disintegrasi budaya
7. Bahasa Jawa Kuno paling dipengaruhi oleh bahasa ....
a. Pali
b. Sansekerta
c. Yunani Kuno
d. India Kuno
e. Kawi
8. Berikut adalah kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha, kecuali ....
a. Sriwijaya
b. Singosari
c. Samudera pasai
d. Mataram kuno
e. Kutai
9. Khotbah dengan gaya bahasa prosa yang diikuti sajak sebagai pengulangan
dan ringkasan disebut ....
a. Epos
b. Geya
c. Gatha
d. Puisi
e. Dharma
10. Berikut adalah candi-candi Buddhis di Indonesia, kecuali ....
a. Mendut
b. Prambanan
c. Borobudur
d. Sewu
e. Muara Takus
BAB 8. POLITIK
Ilmu Politik adalah cabang ilmu sosial yang membahas mengenai teori dan praktik politik
serta gambaran dan analisis mengenai sistem politik dan perilaku politik. Ilmu politik
mempelajari mengenai alokasi dan transfer kekuasaan dalam pembuatan keputusan, peran
dan sistem pemerintahan yang termasuk dalam pemerintah dan organisasi internasional,
perilaku politik dan kebijakan publik. Ilmu politik mengukur keberhasilan pemerintahan dan
kebijakan khusus dengan melakukan pemeriksaan dari berbagai faktor seperti stabilitas
keadilan, kesejahteraan material dan perdamaian.
i.Cakkavattisihanada Sutta
v Seorang penguasa yang baik harus bersikap tidak memihak dan tidak berat sebelah
terhadap rakyatnya.
v Seorang penguasa yang baik harus bebas dari segala bentuk kebencian terhadap rakyatnya.
v Seorang penguasa yang baik harus tidak memperlihatkan ketakutan apapun dalam
penyelenggaraan hukum jika itu dapat dibenarkan.
v Seorang penguasa yang baik harus memiliki pengertian yang jernih akan hukum yang
diselenggarakan. Hukum harus diselenggarakan tidak hanya karena penguasa mempunyai
wewenang untuk menyelenggarakan hukum, dan dikerjakan dalam suatu sikap yang masuk
akal dan dengan pikiran sehat.
ii.Kutadanta Sutta
Sang Buddha menceritakan kembali kisah raja Mahajivita pada jaman dahulu ingin
mengadakan upacara korban demi kesejahteraan dan kejayaan ketika kerajaan dalam
kekacauan.
Kemudian brahmana memberikan beberapa nasehat.
Setelah anjuran itu dilaksanakan negara menjadi aman dan damai, rakyat sejahtera dan
bahagia. Raja kembali ingin melaksanakan Pengorbanan besar sebelum pengorbanan
penasehat raja mengajarkan tiga syarat kepada raja.
· Merasa menyesal akan upacara pengorbanan ini: “aku akan kehilangan banyak
kekayaan”
· Dimanapun pemberian rutin dari suatu keluarga yang diberikan kepada para pertapa
yang berbudi.
· Jika siapa saja yang menyediakan tempat tinggal bagi sangha yang datang dari empat
penjuru.
· Jika siapa saja dengan hati tulus berlindung kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha.
Sang Buddha memberikan Khotbah ttg beberapa aspek yg paling mendasar dan penting
dalam ajaran Sang Buddha yaitu :
2) Dalam pertemuan itu selalu menganjurkan persatuan dan kesatuan serta perdamaian.
1) Keyakinan.
4) Banyak pengetahuan.
5) Keteguhan batin.
6) Perhatian yg kuat.
7) Kebijaksanaan.
Sang Buddha memberi nasehat tentang Sila, Samadhi dan Panna. Besar pahala dan kemajuan
bila meditasi dikembangkan berdasarkan sila yang baik. Besar sekali pahala dan kemajuan
bila panna dikembangkan berdasarkan meditasi yang baik. Batin yang dikembangkan
berdasarkan kebiksanaan yang baik akan bebas dari kekotoran batin (nafsu indera, nafsu
untuk menjadi dan pandangan salah)
1) Perhatian (Sati)
3) Bersemangat (Viriya)
5) Ketenangan (passsadhi)
6) Meditasi (Samadhi)
iv.Sigalovada sutta
Selata
Guru
n
Barat Istri dan anak
Utara Sahabat dan teman
Bawah Pelayan dan buruh
Atas Para pertapa dan Brahmana
Definisi hukum secara umum mengandung kesatuan dari unsur-unsur yang disebutkan diatas.
Dengan demikian, rumusan definisi hukum secara umum adalah:
Peraturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang
diadakan oleh lembaga yang berwenang, bersifat memaksa dan memiliki sanksi.
Definisi hukum secara umum tersebut diatas, sejalan dengan definisi hukum yang diberikan
oleh Utrecht. Namun, sekali lagi yang paling penting dari definisi hukum itu sendiri adalah
unsur-unsur yang terkandung didalamnya. Demikian uraian singkat mengenai definisi hukum
secara umum, semoga artikel mengenai definisi hukum secara umum dapat bermanfaat bagi
kita semua.
1. Menurut sumbernya
Menurut sumbernya hukum dibedakan menjadi :
a. Hukum undang-undang, yaitu peraturan hukum yang tercantum dalam perundangan-
undangan.
b. Hukum adat, yaitu peraturan-peraturan hukum yang terletak dalam kebiasaan.
c. Hukum traktat, yaitu peraturan hukum yang ditetapkan oleh beberapa negara dalam suatu
perjanjian Negara.
d. Hukum jurisprudensi, yaitu peraturan hukum yang terbentuk oleh putusan hakim.
e. Hukum doktrin, peraturan hukum yang berasal dari dari pendapat para ahli hukum.
2. Menurut bentuknya
Menurut bentuknya hukum dibedakan menjadi :
a. Hukum tertulis, yaitu peraturan hukum yang terdapat pada berbagai
perundangan-undangan.
b. Hukum tidak
tertulis (hukum kebiasaan), yaitu peraturan hukum yang masih hidup dalam keyakinan
sekelompok masyarakat dan ditaati oleh mayarakat tersebut walaupun peraturan tersebut
tidak tertulis dalam bentuk undang-undang.
6. Menurut sifatnya :
Menurut sifatnya hukum dibedakan menjadi :
a. Hukum yang memaksa, yaitu peraturan hukum yang bersifat mutlak.
b. Hukum yang mengatur, yaitu peraturan hukum yang dapat dikesampingkan jika pihak yang
bersangkutan telah membuat peraturan sendiri.
7. Menurut wujudnya :
Menurut wujudnya hukum dibedakan menjadi :
a. Hukum obyektif, yaitu peraturan hukum yang berlaku umum dalam suatu Negara.
b. Hukum subyektif, yaitu peraturan hukum yang muncul dari hukum obyektif teapi hanya
berlaku pada orang tertentu. Hukum subyektif juga disebut sebagai hak.
8. Menurut isinya :
Menurut isinya hukum dibedakan menjadi :
a. Hukum privat, yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu
dengan orang lain yang menitikberatkan kepada kepentingan pribadi.
b. Hukum publik, yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan alat
kelengkapannya dan warga negararanya.
demikianlah sekilas tentang Pengertian Hukum dan Jenis-jenis Hukum, semoga bermanfaat.
4. Paticcasamupada
Ajaran ini menyatakan adanya sebab-musabab yang terjadi dalam kehidupan semua
mahluk, khususnya manusia.
12 (dua belas) Sebab-musabab (Nidana) yang ada dalam setiap mahluk, khususnya
manusia dapat dikategorikan sebagai berikut:
>Enam indra
>Kesan-kesan
>Perasaan
>Keinginan / kehausan
>Kemelekatan
BAB 9
1. Tilakkhana terdiri dari:
a. Anicca,dukkha, annatta
b.Ottapa,Anica,dukkha
c.Sampadi,Hiri,anatta
d.anatta,Paramatta,karma
e.Anicca,Dukkha, Moha
2. Hukum kebenaran mutlak dalam bahasa pali disebut?
a.Tilakkhana
b.Paticcasamupada
c.Samadhi
d.Paramatha-sacca
e.Punarbhava
3. Ada berapa alam kehidupan di Agama Buddha?
a.41
b.25
c.31
d.90
e.18
4. Peraturan hukum yang mengatur hubungan antara satu orang dengan orang yang lain dan
menitik beratkan kepada kepentingan pribadi adalah?
a. Hukum publik
b.Hukum privat
c.Hukum kesunyataan
d.Hukum obyektif
e.Hukum Subyejtif
5. Menurut isinya hukum dibedakan menjadi?
a.Hukum obyektif,Hukum privat
b.Hukum subyektif,Hukum obyektif
c.Hukum karma,Hukum kesunyataan
d.Hukum Privat,Hukum publik
e.Hukum publik,Hukum obyektif
6. Hukum yang memaksa bersifat?
a.memaksa
b.bebas
c.tidak terikat
d.bisa digantikan
e.dapat dikesampingkan
7. Hukum yg berisi perintah dan larangan untuk mengatur kepentingan bersama adalah hukum?
a.formal
b.Material
c.Kesunyataan
d.kamma
e.Objektif
8. Yang bukan termasuk hukum menurut sumbernya adalah?
a.doktrin
b.Jurisprudensi
c.adat
d.tertulis
e.traktat
9. Hukum yang terbentuk oleh putusan hakim yaitu?
a.doktrin
b.yurisprudensi
c.adat
d.Traktat
e.undang-undang
http://www.academia.edu/17096873/Hubungan_Buddha_dengan_Sila_1_Pancasila
http://www.wihara.com/topic/40821-apa-itu-jhana/
http://artikel-evaluasi.blogspot.co.id/2012/07/pengenalan-mahayana-dan-ritualnya.html?m=1
http://s-moc.blogspot.co.id/2010/07/konsep-manusia-dalam-agama-budha.html?m=1
http://www.dhammacakka.org/?channel=ceramah&mode=detailbd&id=458
http://whitelotuzz.wordpress.com/2008/07/24/ananda-vagga-anguttara-nikaya/
http://jendelagender.blogspot.co.id/2013/11/relasi-gender-dalam-agama-budha.html?m=1
http://daqoiqul.blogspot.co.id/2012/06/ajaran-buddha-tentang-manusia.html?m=1
http://larosberbagibersama.blogspot.co.id/2012/02/puggala.html?m=1
http://www.buddhistonline.com/dsgb/ad21.shtml
http://pelajaridharmasangbuddha.blogspot.com/2012/06/pengertian-sila.html
http://gudangpengetahuanmynews.blogspot.com/2015/06/periaku-benar-menurut-pandangan-
agama.html
http://buddhadharmacenter88.blogspot.com/2015/05/pengertian-sila.html
http://buddhadharmacenter88.blogspot.com/2015/05/pengertian-sila.html
http://hendrath-jmr.blogspot.com/2009/12/filosofi-ajaran-buddha.html
http://littlehokages.blogspot.com/2011/04/ekologi-dalam-buddhisme.html
http://indonesiaindonesia.com/f/34592-mangala-sutta-sutta-berkah-utama/
http://samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/vinaya-upasaka-vinaya-kebhikkhuan/
http://iputugede54.blogspot.com/2014/02/makalah-hakikat-dan-dasar-pendidikan_20.html
http://green-sarijo.blogspot.com/2012/03/kerukunan-umat-beragama-dalam-agama.html
https://sosialsosiologi.blogspot.co.id/2012/12/definisi-masyarakat.html
http://tanhadi.blogspot.co.id/2013/07/konsep-masyarakat-buddhis-hukum-dan-hak.html
http://sandiawan88.blogspot.co.id/2013/05/buddhisme-di-india.html
https://books.google.co.id/books?
id=Ypjyd2th7mkC&pg=PA237&lpg=PA237&dq=karaniya+metta+-sutta+-vihara+-
putu&source=bl&ots=NAbn_USlsl&sig=cqwtc3TblC8OAUM62-
5WLyQBb4k&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwii3KSjmKXQAhVCOI8KHWGMDzQQ6AEIIz
AB#v=onepage&q=karaniya%20metta%20-sutta%20-vihara%20-putu&f=false
https://j3mpol.wordpress.com/2008/06/03/karaniya-metta-sutta/
https://tejamaya.wordpress.com/2012/03/18/hello-world/
http://juanjayadi44.blogspot.co.id/2012/10/kemasyarakatan-umat-buddha.html
http://sasanaonline.tripod.com/dhamma/peransdu.htm
http://vianis117.blogspot.co.id/2013/05/otoritas-tertinggi-dalam-agama-buddha.html
https://smaratungga2005.wordpress.com/2008/01/10/mengatasi-kemiskinan-dalam-
perspektif-buddhis/
http://indonesiaindonesia.com/f/34963-sikap-tepat-mengatasi-penyakit/
http://artikelbuddhist.com/2011/05/agama-dan-penyalahgunaan-narkotika.html
http://www.wihara.com/topic/51024-10-syarat-seorang-pemimpin-yang-baik-dasa-raja-
dharma/
https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya#Definisi_Budaya
http://www.wihara.com/topic/44043-yoga-dan-buddhisme/
http://safi-tri.blogspot.co.id/2011/10/bab-i-masuk-dan-berkembangnya-agama-dan.html
http://irnaa7x.blogspot.co.id/2012/11/masuknya-pengaruh-kebudayaan-india-ke.html
http://izalewat.weebly.com/history/pengaruh-agama-dan-kebudayaan-hindu-budha-di-
indonesia
https://idnews404.wordpress.com/pengetahuan-sosial/peninggalan-sejarah-bercorak-buddha-
di-indonesia/
https://www.cpuik.com/2013/06/pengaruh-kebudayaan-hindu-buddha-di.html
http://nusadwipa.blogspot.co.id/2008/12/kekawin-sutasoma.html
https://en.wikipedia.org/wiki/Nondualism#Definition_1:_Advaya_-
_nonduality_of_the_two_truths
http://khaliefk.blogspot.co.id/2012/09/bahasa-jawa-kuno-dan-sastra-nya.html
http://toni-setiawan-lin.blogspot.co.id/2014/12/52-macam-bentuk-batin-cetasika-52.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Samadhi#Samadhi_dalam_ajaran_Budha
https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_agama_Buddha#Tahap_awal_agama_Buddha