Anda di halaman 1dari 15

BAB I KETUHANAN YANG MAHA ESA DALAM

AJARAN BUDDHA
1. SADDHA (KEIMANAN)
Saddha atau Sradha mempunyai arti kata keyakinan. Keyakinan disini bukan berarti kepercayaan
yang membabi buta atau asal percaya saja, akan tetapi merupakan “ suatu keyakinan yang
didasarkan pada pengertian yang muncul karena bertanya dan menyelidiki’. Karena keyakinan
itu muncul akibat pengertian, maka keyakinan umat Buddha pada sesuatu yang diyakini adalah
tidak sama kualitasnya.
Yang dimaksud keyakinan adalah mengetahui suatu hukum kebenaran dengan jelas, sedangkan
kepercayaan hanyalah menganggap sesuatu itu benar, tapi tidak disertai dengan suatu bukti-bukti
atau penglihatan lengkap.keyakinan dalam agama Buddha adalah Sad-Saddha , artinya Enam
Keyakinan Umat Buddha. Uraian Sad-Saddha merupakan pedoman atau keyakinan umat
Buddha.
Saddha timbul dalam diri kita disebabkan oleh tiga faktor, yaitu:
1. Karena kita datang, melihat dan mengalami sendiri kejadian tersebut (Ehipassiko)
2. Karena kita percaya kepada orang yang mengajarkan Dhamma, yaitu Sang Buddh
3. Karena kita melihat adanya gejala-gejala atau tanda-tanda yang timbul yang dapat
direnungkan.

1.1. Keyakinan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Keyakinan dan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa tidaklah berdiri sendiri melainkan
menjadi kesatuan dengan kepercayaan dan keyakinan kepada pokok-pokok ajaran Buddha
Dhamma, seperti : Tiratana, Tilakkhana, Paticassamuppada, Kamma, Cattari Ariya Saccani dan
Nibbana.
Umat Buddha berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan dengandua cara, yaitu :
1. Memuji kebesaran Tuhan dalam setiap melakukan kebaktian dengan membaca paritta
Vandana
2. Berusaha melakukan perbuatan kata-kata dan pikiran sesuai dengan sifat-sifat Tuhan, yang
terhimpun dalam Brahma Vihara, yaitu : Metta, Karuna, Mudita, dan Uppekha.

1.2. Saddha terhadap Tiratana atau Triratna

Triratna merupaka tiang pokok agama Buddha yang terdiri dari Buddha, Dhamma dan Sangha.
Umat Buddha yakin kepada Buddha karena jasa-jasa Sang Buddha dalam mengenalkan dan
mengajarkan Dhamma. Umat Buddha yakin kepada Dhamma karena dengan melaksanakan
Dhamma dalam kehidupan dan merealisasikannya sehingga mencapai tingkat-tingkat kesucian
akan dapat mengatasi usia tua, sakit dan mati. Umat Buddha yakin kepada Sangha karena berkat
Sangha-lah maka Dhamma dapat dilestarikan di dunia ini hingga sekarang.
1.3. Saddha terhadap Dewa, Arahat, Bodhisatta

Umat Buddha yakin bila berbuat baik di dunia, yang dengan sungguh-sungguh melakukannya
dan tidak ada perbuatan baiknya, maka setelah meninggal ia akan bertumimbal lahir di alam
Dewa. Bila imbalan dan tanpa mementingkan diri sendiri atau bermeditasi hingga mencapai
hasil, maka akan mencapai kesucian Arahat. Umat Buddha yakin kepada Bodhisatta sebagai
calon Buddha dan yakin kepada Buddha yang telah menunjukan jalan hidup bagi umat Buddha
karena berkat ajaran-Nya umat Buddha dapat memiliki pengertian dan pandangan hidup yang
benar.

1.4. Saddha terhadap hukum kesunyataan

Hukum Kesunyataan adalah hukum yang tidak bergantung kepada tempat, waktu dan keadaan
atau sasaran, yaitu :
1. Cattari Ariya Saccani (Empat Kesunyataan Mulia) yang memuat Empat Kesunyataan Mulia
tentang Dukkha atau penderitaan.
2. Kamma dan Punabhava (Hukum Perbuatan dan Kelahiran Kembali)
3. Tilakkhana (Hukum Tiga Corak Umum)
4. Paticcasamuppada (Hukum Sebab Musabab Yang Saling Bergantungan)

1.5. Saddha terhadap Kitab Suci Tipitaka

Keyakinan pada kitab suci adalah titik tolak atau dasar dari suatu agama. Berdasarkan pada
ajaran yang tertulis atau yang ada dalam kitab suci, seorang mulai mengembangkan kehidupan
beragamanya secara jelas dan terarah.
Kitab suci agama Buddha adalah Tipitaka (pali) atau Tripitaka (sansekerta), terdiri dari :
1. Sutta Pitaka, berisi khotbah-khotbah Sang Buddha
2. Vinaya Pitaka, berisi peraturan-peraturan anggota Sangha, Bhikkhu-Bhikkhuni
3. Abhidhamma Pitaka, berisi filsafat dan metafisika agama Buddha
Ajaran agama Buddha yang diuraikan dalam kitab suci Tipitaka adalah realistis, karena
merupakan pengalaman sang Buddha dan para siswanya. Namun, segala sesuatu(yang muncul)
adalah tidak kekal.

1.6. Keyakinan terhadap Nibbana

Umat Buddha yakin akan adanya kebahagiaan Nibbana, yaitu pembebasan dari Dukkha, sebagai
kesucian tertinggi. Untuk mencapai Nibbana umat Buddha menempuh Delapan Jalan Utama
dalam hidupnya dengan bermeditasi, memusnahkan belenggu, melenyapkan 3 akar kejahatan dan
memadamkan Tanha (nafsu keinginan)

2
Terdapat 2 jenis Nibbana, yaitu :
1. Sa-Upadisesa Nibbana, adalah padamnya kilesa secara total dengan Pancakkhanda (5
kelompok kehidupan) yang masih ada.
2. An-Upadisesa Nibbana, adalah padamnya kilesa dan pancakkhanda secara total.
2. .PUJA (BAKTI, KETAQWAAN)
Kata “puja” dalam bahasa Indonesia merupakan kata “benda” yang artinya upacara
penghormatan kepada dewa dewi, dan sebagainya. Kata puja dalam agama Buddha tidak harus
dengan membakar dupa, membaca mantra, serta memberikan persembahan. Puja dalam agama
Buddha juga tidak terbatas sebagai penghormatan kepada dewa dewa, tetapi termasuk juga
penghormatan kepada mereka yang patut dihormati seperti orang tua, dan juga orang yang lebih
tua dari kita.

2.1 Amisa Puja dan Pattipati Puja

Amisa puja adalah pemujaan atau penghormatan dengan persembahan materi atau benda,
misalnya memuja mereka yang patut dipuja dengan kembang, lilin, cendana, dupa, dll.

Pattipati puja adalah pemujaan atau penghormatan dengan melaksanakan ajaran Buddha
Dharma, mempraktekkan Sila, Samadhi, dan Panna.

2.2 Sarana Puja

2.2.1. Paritta, Sutta, Dharani, dan Mantra


Paritta adalah perlindungan. Pembacaan paritta menimbulkan ketenangan batinbagi mereka yang
mendengarkan dan juga bagi mereka yang telah mepunyai keyakinan akan keberadaan kata-kata
Buddha. Sutta adalah pengertian sebagai penguntai atau penyambung bersama-sama, penarik,
yang tetap dan suatu metode. Dharani adalah bentuk yang lebih singkat dari sutta. Bentuk yang
lebih sederhana dari dharani adalah Mantra. Keduanya ini tidak dapat dipahami, dibayangkan
atau digambarkan, tetapi dapat dirasakan kekuatannya.
2.2.2. Vihara (Uposathagara, Dhammasala, Kuti, Perpustakaan, Pohon Bodhi)

Vihara adalah tempat untuk melaksanakan kebaktian atau puja yang lengkap, terdiri dari:
 Uposathagara, yaitu gedung uposatha (persamuan para bhikkhu).
 Dhammasala atau Dharmasala, yaitu tempat puja-bakti dan pembabaran dhamma.
 Kuti, yaitu tempat tinggal para bhikkhu, bhikkhuni, samanera atau samaneri
 Perpustakaan, yaitu tempat buku-buku agama atau buku yang isinya ada hubungannya
dengan pengetahuan agama dan pengetahuan lainnya.
 Pohon Bodhi, atau pohon kebijaksanaan yang mengingatkan umat Buddha kepada
pencapaian kebuddhaan oleh Petapa Gotama.

3
2.2.3. Cetiya atau Altar
Cetiya adalah tempat puja bakti umat Buddha yang lebih kecil dan saranya lebih sederhana jika
dibandingkan dengan vihara.Di dalam cetiya hanya terdapat Dhammasala dan altar, dan pada
umumnya tidak ada kuti maupun perpustakaan.
Altar adalah suatu tempat atau meja di mana Buddha rupang atau pratima sang Buddha
ditempatkan. Di atas altar terdapat tempat bunga, lilin dan dupa.
2.2.4. Stupa
Stupa (sansekerta) atau Thupa (pali) adalah suatu monument yang didirikan sebagai tempat
untuk penempatan abu jenajah sisa kremasi atau benda peninggalan (relik) dari orang suci atau
Cakkavati (Raja Sejagat).

2.3. Hari Raya Agama Buddha

2.3.1. MaghaPuja
Biasanya jatuh pada purnama siddhi di bulan Febuari – Maret. Pada hari ini kita memperingati
dua kejadian penting dalam masa hidup sang Buddha. Pertama adalah berkumpulnya 1250 orang
arahat di viharaVeluvana, Rajagaha
Magha Puja memperingati :
 1.250 orang Bhikkhu yang berkumpul itu semuanya arahat
 Mereka semuanya adalah Ehi Bhikkhu, yaitu pa bhikkhu yang ditahbiskan oleh Sang
Buddha sendiri.
 Mereka semua datang tanpa berjanji terlebih dahulu
 Sang Buddha menerangkan prinsip-prinsip ajarannya yang disebut Ovada Patimokha.

2.3.2. VesakhaPuja
Biasanya jatuh pada purnama siddhi di bulan Mei-Juni, untuk memperingati kejadian penting
yang berkenaan dengan Tathagata, yaitu :
 Hari lahirnya Pangeran Sidhatta Gotama pada tahun 623 SM di taman lumbini.
 Hari tercapainya Penerangan Sempurna oleh pertapa Gotama dan menjadi Buddha pada
tahun 588 SM di Hutan Gaya (Bodhgaya)
 Hari Sang Buddha mencapai Parinibbana (wafat) pada tahun 543 SM di Kusinara.
2.3.3. AsadhaPuja
Biasanya jatuh pada Purnama Siddhi di bulan Juli-Agustus (dua bulan sesudah Waisak). Hari
asadha diperingati oleh umat Buddha karena beberapa alasan sebagai berikut :
 Buddha membabarkan Dharma untuk pertama kalinya kepada 5 orang pertapa (Panca
Vagiya) di Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 Sebelum Masehi. Kelima pertapa
tersebut adalah Kondanna, Bhadiya, Vappa, Mahanama dan Asajji, dan sesudah
mendengarkan khotbah Dharma, mereka mencapai arahat

4
 Sang Buddha membabarkan Dhammacakkkappavattana Sutta yaitu pemutaran roda
Dhamma untuk pertama kalinya.
 Munculnya Sangha pertama di dunia.
2.3.4. KhatinaPuja
Dirayakan setiap tiga bulan sesudah hari asalha. Perayaan ini diselenggarakan para umat Buddha
sebagai ungkapan perasaan terimakasih atau menyadari perbuatan baik yang telah dilakukan oleh
para bhikkhu. Ungkapan terima kasih ini dinyatakan dengan mempersembahkan barang - barang
kebutuhan berupa jubah, obat - obatan, perlengkapan vihara dan kebutuhan sehari-hari.

2.3.5 HARI RAYA BUDDHIS MAHAYANA


Dalam tradisi Buddhis Mahayana, hari Waisak berasal dari bahasa Sansekerta (Vaisakha) dan
berasal dari variannya. Vesakha dikenal dengan nama Vesak atau Wesak dalam bahasa Sinhala.
Hari raya Waisak adalah hari suci Agama Buddha yang juga dikenal dengan nama Visakha Puja.
Di beberapa tempat disebut juga sebagai “hari Buddha”. Dirayakan di bulan Mei pada waktu
terang bulan (purnama siddhi).
3. BUDDHA, BODHISATTA, ARAHAT

3.1. Buddha
Buddha adalah guru manusia dan para dewa yang menjadi guru junjungan kita, yang menemukan
kesunyataan dan mewariskannya kepada kita. Buddha adalah suatu sebutan atau gelar dari suatu
keadaan batin yang sempurna. Buddha berarti “Yang sadar, Yang telah mencapai Penerangan
Sempurna, atau Yang telah mencapai kebebasan Agung dengan kekuatan sendiri”.
3.2. Arahat
Arahat adalah siswa Sang Buddha yang karena ketekunan dan keyakinannya melaksanakan
ajaran Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari, berlatih sila, Samadhi dan panna, sehingga
dapat mengatasi serta melenyapkan semua kekotoran batin dan mencapai tingkat kesucian
tertinggi.
3.3. Bodhisatta
Bodhisatta adalah calon Buddha atau seseorang yang bercita-cita dan bertekad untuk menjadi
Buddha. Buddha Sakyamuni sebelum menjadi Buddha terlebih dahulu terlahir sebagai seorang
Bodhisatta yang harus menyempurnakan paramita atau sifat-sifat luhurnya.
4. DHAMMANIYAMA
Salah satu konsep dalam ajaran agama Buddha mengenai hukum - hukum yang bekerja di alam
ini. Hukum ini bekerja dengan sendirinya dan bersifat universal.
4.1 Utu Niyama
Hukum ini mencakup semua fenomena anorganik, termasuk hukum-hukum dalam fisika dan
kimia. Contohnya adalah hukum mengenai terbentuk dan hancurnya bumi, planet, tata surya,

5
galaksi, temperatur, iklim, gempa bumi, angin, erupsi, dan segala sesuatu yang bertalian dengan
energi.
Dunia materi terbentuk dari empat unsur utama (mahabhuta), yaitu unsur Pathavi, Apo, Tejo,
dan Vayo. (Majjhima Nikaya 22).

• Unsur Pathavi (secara harafiah berarti "tanah") merupakan unsur yang bersifat "padat" dan
liat, yang berfungsi menjadi basis unsur lainnya. Unsur kedua tidak dapat saling mengikat tanpa
dasar untuk ikatan tersebut; unsur ketiga tidak dapat menghangatkan tanpa basis bahan bakar;
unsur keempat tidak dapat bergerak tanpa dasar untuk gerakannya; semua materi bahkan atom
sekali pun membutuhkan unsur Pathavi sebagai basisnya.

• Unsur Apo (secara harfiah berarti "air") merupakan unsur yang bersifat kohesif (ikat-
mengikat) dan dapat menyesuaikan diri, yang berfungsi memberikan sifat ikat-mengikat pada
unsur lainnya. Unsur ini juga memberikan kelembaban dan cairan pada tubuh makhluk hidup.

• Unsur Tejo (secara harfiah berarti "api") merupakan unsur yang bersifat panas, yang
memberikan fungsi panas dan dingin pada unsur lainnya. Karena unsur ini, semua materi dapat
dihasilkan kembali untuk tumbuh dan berkembang setelah mencapai kematangan.

• Unsur Vayo (secara harfiah berarti "udara") merupakan unsur yang bersifat gerakan dan
memberikan fungsi gerak pada unsur lainnya. Unsur gerak ini membentuk kekuatan tarikan dan
tolakan pada semua materi.

Unsur-unsur ini jika bertahan dalam kondisi yang tetap, dapat bertambah kekuatannya jika
terdapat sebab yang cukup untuk bertambah, dan berkurang kekuatannya jika terdapat sebab
yang cukup untuk berkurang. Misalnya, dalam benda padat unsur cair dapat memperoleh
kekuatan gerak yang cukup sehingga menyebabkan benda padat tersebut mencair, dalam zat cair
unsur panas dapat mengubahnya menjadi nyala api dan unsur cairnya hanya memberi sifat
ikatan. Karena sifat intensitas dan jumlahnya ini, keempat unsur tersebut disebut unsur
besar (mahabhutani). Intensitas dan jumlah unsur-unsur ini mencapai puncaknya ketika
terjadinya pembentukan dan kehancuran alam semesta.

Energi (utu) merupakan benih awal semua fenomena pada dunia materi dan merupakan bentuk
awal dari unsur panas. Hukum energi merupakan proses berkelanjutan yang mengatur empat
rangkaian pembentukan, kelanjutan, kehancuran, dan kekosongan alam semesta. Ia juga
mengatur pergantian musim dan menentukan musim di mana tumbuhan menghasilkan bunga dan
buah. Tidak ada yang mengatur kejadian-kejadian ini apakah manusia, dewa, atau Tuhan, kecuali
hukum Utu-niyama ini.
4.1.1 ALAM SEMESTA

Alam Semesta memiliki luas yang tidak terkira dan apa yang ada di dalamnya pun tidak
terhitung jumlahnya. Dalam alam semesta terdapat banyak tata surya. Terdapat hal lain yang
menarik, yaitu adanya banyak bumi yang dinyatakan dengan “adanya seribu Sineru, seribu jam
Budipa”. Dan adanya manusia yang hdup di bumi-bumi itu dinyatakan dengan adanya “Empat

6
ribu Maharaja”. Jadi manusia dan bumi sebagai tempat kehidupan manusia, ada banyak sekali
dan tersebar di alam semesta ini.

4.1.2 KEJADIAN DI BUMI DAN MANUSIA


Kejadian bumi dan manusia menurut pandangan Buddhis adalah berlangsung dalam proses yang
sangat lama sekali. Proses kejadian ini merupakan suatu proses evolusi, namun bukan seperti
evolusi dari Darwin, hal ini dapat kita ikuti pada uraian berikut ini. Kejadian bumi disebutkan
secara singkat dalam Mahaparinibbana Sutta, ketika Sang Buddha menerangkan tentang Delapan
sebab gempa bumi kepada bhikkhu Ananda sebagai berikut: ‘Bumi yang sangat luas ini
terbentuk dari zat cair; zat cair terbentuk dari udara, dan udara ada di
angkasa”.   (Mahaparinibbana Sutta).Selanjutnya dalam proses pengerasan bumi dari zat cair
ke padat, manusia muncul di bumi adalah banyak sekali jumlahnya. Proses terbentuknya bumi
dan manusia yang muncul di bumi ini diuraikan oleh Sang Buddha dalam Aganna Sutta, Patika
Sutta dan Brahmajala Sutta, yang merupakan bagian dari Digha Nikaya, Sutta Pitaka. Tetapi
pada kesempatan ini, hanya Aganna Sutta yang akan dikutip, yang merupakan percakapan Sang
Buddha dengan Vasettha, sebagai berikut :

“Vasettha, terdapat suatu waktu, cepat atau lambat, setelah berselang suatu masa yang lama
sekali, ketika bumi ini mulai terbentuk kembali. Ketika hal ini terjadi, mahkluk-makhluk yang
meninggal di Abhassara (alam cahaya), biasanya terlahir kembali di bumi sebagai manusia.
Mereka hidup seperti itu dalam masa yang lama sekali. Pada waktu itu, (bumi) semuanya terdiri
dari air dan gelap gulita. Tidak ada Matahari dan bulan yang nampak. Tidak ada bintang maupun
konstelasi yang kelihatan, siang maupun malam belum ada, laki-laki maupun wanita belum ada.
Makhluk-makhluk hanya dikenal sebagai makhluk saja. Vasettha, cepat atau lambat setelah suatu
masa yang lama sekali, bagi makhluk-makhluk tersebut, sari tanah (Rasa Pathavi) muncul dari
air. Sama seperti bentuk-bentuk busa di permukaan nasi susu masak yang mendingin,
demikianlah muncul tanah itu. Tanah itu berwarna, bau dan rasanya sama seperti dadi susu atau
mentega mumi, demikianlah warna tanah itu, sama seperti madu tawon mumi demikianlah manis
tanah itu.
Kemudian, diantara makhuk-makhluk yang memiliki sifat serakah mencicipinya, maka merka
diliputi oleh rasa sari tanah itu, dna nafsu keinginan muncul dalam diri mereka. Makhluk-
makhluk mulai makan sari tanah .... Dengan melakukan hal itu, maka cahaya tubuh mereka
meredup dan lenyap, bersamaan itu maka Matahari, bulan, bintang-bintang dan konstelasi-
konstelasi nampak.  Demikian pula dengan siang dan malam .... Demikianlah, sejau itu bumi
terbentuk kembali.
Vasettha, selanjutnya makhluk-makhluk itu menikmati sari tanah, .... Berlangsung demikian
dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka makan itu, maka tubuh
mereka menjadi padat, dan terwujudlah berbagai macam bentuk tubuh mereka. Ada makhluk-
makhluk yang memiliki tubuh indah dan ada makhluk-makhluk yang memiliki tubuh buruk.
Karena keadaan ini, maka mereka yang memilki bentuk tubuh indah merendahkan mereka yang
memiliki bentuk tubuh buruk, dengan berpikir: “Kita lebih indah daripada mereka, mereka lebih
buruk daripada kita. Sementara mereka bangga akan keindahan tubuh sehingga mereka menjadi
sombong dan congkak, maka sari tanah itu lenyap .... kemudian, ketika sari tanah lenyap bagi
makhluk-makhluk itu muncullah tumbuh-tumbuhan dari tanah (Bhumipappatiko). Cara
tumbuhnya seperti cendawan. Tumbuhan ini memiliki warna, bau dan rasa seperti dadi susu atau

7
mentega murni, demikianlah warna tubuh itu, sama seperti madu tawon murni demikianlah
manisnya tumbuhan itu .... Mereka menikmati, mendapatkan masakan, hidup dengan yang lama
sekali...., maka tubuh mereka berkembang menjadi lebih padat, perbedaan tubuh mereka nampak
jelas, sebagian nampak indah dan sebagian nampak buruk.... Sementara mereka bangga akan
keindahan diri mereka sehingga mereka menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan yang
muncul dari tanah itu pun lenyap. Selanjutnya tumbuhan menjalar (Badalata), muncul. Cara
tumbuhnya seperti bambu. Tumbuhan ini memiliki warna tumbuhan itu, sama seperti madu
tawon murni manisnya tumbuhan itu.
Vasettha, kemudian makhluk-makhluk itu mulai makan tumbuhan menjalar
tersebuh.Mereka menikmati, mendapatkan makanan dan hidup dari tumbuhan menjalar tersebut.
Hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali.... Maka tubuh mereka menjadi
semakin padat, perbedaan bentuk tubuh mereka nampak semakin jelas.... Mereka bangga akan
keindahan diri mereka sehingga menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan menjalar itupun
lenyap...
Vasettha, kemudian... Muncullah tumbuhan (semacam) padi (Sali) yang matang dalam
alam terbuka, tanpa dedak dan sekam, harum dengan butir-butir bersih. Bilamana pada sore hari
mereka mengambilnya dan membawanya untuk makan malam, maka pada keesokan paginya itu
telah tumbuh dan masak kembali. Bilamana pada pagi hari mereka mengumpulkan dan
membawanya untuk makan siang, maka pada sore hari padi tersebut telah tumbuh dan masak
kembali, demikian terus-menerus padi itu muncul.
Vasettha, selanjutnya makhluk-makhluk itu menikmati padi (masak) dari alam terbuka,
mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan padi tersebut. Hal ini berlangsung demikian
dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka nikmati dan makan itu,
maka tubuh mereka tumbuh padat, sehingga perbedaan tubuh mereka nampak lebih jelas. Bagi
wanita nampak jelas kewanitaannya (Itthilinga) dan bagi laki-laki nampak jelas kelaki-lakiannya
(Purisalinga). Kemudian wanita sangat memperhatikan tentang keadaan laki-laiki dan laki-laki
memperhatikan tentang keadaan wanita, maka mereka saling memperhatikan diri satu sama lain
terlalu lama, maka timbullah nafsu indera yang membakar tubuh mereka. Selanjutnya sebagai
akibat adanya nafsu indera tersebut, mereka melakukan hubungan kelamin (Methuna). (Agana
Sutta).

4.1.3 KEHANCURAN BUMI


Inilah kutipan dari Visuddhi magga (Bab XIII, 28-65) mengenai apa yang akan terjadi di akhir
jaman, di masa yang akan datang, lama sekali setelah kemunculan Buddha terakhir pada siklus
bumi sekarang ini yaitu Buddha Metteyya.
Ada suatu masa muncullah awan tebal yang menyirami seratus milyar tata surya
(Kotisatasahassa cakkavalesu). Manusia bergembira, mereka mengeluarkan benih simpanan
mereka, dan menanamnya, tetapi ketika kecambah mulai tumbuh cukup tinggi bagi anak sapi
untuk merumput, tiada lagi hujan yang turun setetespun sejak saat itu. Inilah yang dikatakan oleh
Sang Buddha, ketika beliau mengatakan : 
” Para bhikkhu pada suatu kesempatan yang akan datang setelah banyak tahun, 
banyak ratusan tahun, banyak ribuan tahun, banyak ratusan ribu tahun tidak turun
hujan”. (Anguttara Nikaya IV, 100)

8
Para mahluk yang hidupnya bergantung dari air hujan menjadi mati dan terlahir kembali di alam
Brahma, begitu juga para dewa yang hidupnya tergantung pada buah-buahan dan bunga
Setelah melewati periode yang sangat panjang dalam kekeringan seperti ini, air mulai mengering
disana sini, selanjutnya ikan dan kura-kura jenis tertentu mati dan terlahir kembali di alam
Brahma, dan demikian juga para mahluk penghuni neraka, ada juga yang mengatakan para
mahluk penghuni neraka mati dengan kemunculan matahari ketujuh (mati dan terlahir lagi di
alam brahma).
Dikatakan bahwa tak ada kelahiran di alam Brahma tanpa memiliki Jhana (tingkat konsentrasi
dalam meditasi), dan beberapa diantara mereka karena terobsesi makanan (kelaparan), tak
mampu mencapai Jhana. Bagaimana mungkin mereka dapat terlahir disana? Yaitu dengan Jhana
yang mereka dapatkan sesudah terlahir di alam dewa dan melatih meditasi disana.
Sebenarnya seratus ribu tahun sebelum kiamat , dewa dari alam sugati yang disebut Loka Byuha
(World Marshall) telah mengetahui bahwa seratus ribu tahun yang akan datang akan muncul
akhir masa dunia (akhir kappa). Kemudian mereka berkeliling di alam manusia, dengan rambut
dicukur, kepala tanpa penutup, dengan muka yang memelas, menghapus air mata yang
bercucuran, memakai pakaian warna celupan, dengan keadaan pakaian semrawut mereka
mengumumkan kepada manusia , “ Tuan-tuan yang baik, Seratus ribu tahun dari sekarang akan
tiba pada akhir dunia (akhir kappa), dunia ini akan hancur, bahkan samudra pun akan mengering.
Bumi ini dan sineru raja semua gunung, akan terbakar habis dan musnah, kehancuran bumi akan
merambat sampai ke alam brahma, kembangkanlah metta bhavana (meditasi cinta kasih) dengan
baik, kembangkanlah karuna (belas kasihan), mudita (empathi) dan juga upekkha (keseimbangan
batin, yaitu tidak marah bila dicela dan tidak besar kepala bila dipuji) rawatlah ibumu, rawatlah
ayahmu, hormatilah sesepuh kerabatmu”.
Setelah para dewa dan manusia mendengar kata-kata ini mereka pada umumnya merasa bahwa
suatu hal yang penting harus segera dilakukan, mereka menjadi baik terhadap sesama, dan
membuat pahala (kusalakamma), melatih cinta kasih dan sebagainya, akibatnya mereka terlahir
kembali di alam dewa, di sana mereka mendapatkan makanan dewa, kemudian melatih meditasi
kasina dengan obyek udara lalu mencapai jhana.
Yang lainnya terlahir di alam dewa sugati (sense sphere) melalui kamma yang dipupuk dalam
kehidupan sebelumnya (Aparapariya vedaniyena kammena), yaitu kamma yang akan berbuah
dimasa mendatang. Sebab tidak ada makhluk hidup yang menjelajahi lingkaran kelahiran
kembali tanpa memiliki simpanan kamma (baik maupun buruk) masa lampau yang akan berbuah
di masa mendatang. Mereka pun mencapai jhana dengan cara yang sama. Pada akhirnya
semuanya akan terlahir kembali di alam brahma diantaranya melalui pencapaian jhana di alam
dewa yang menyenangkan dengan cara ini. Setelah waktu yang lama sekali hujan tidak turun,
matahari kedua muncul. Dan ini diterangkan oleh sang Bhagava dengan diawali kata-kata, “Para
Bhikkhu, ada masanya dimana... (Angguttara Nikaya IV, 100). Dan selanjutnya ada di dalam
Satta Suriya Sutta. 

9
4.2 BIJA NIYAMA
Bija Niyama adalah hukum tertib yang mengatur tumbuh-tumbuhan dari benih/biji-bijian
dan pertumbuhan tanam-tanaman, misalnya padi berasal dari tumbuhnya benih padi,
manisnya gula berasal dari batang tebu atau madu, adanya keistimewaan daripada berbagai
jenis buah-buahan , hukum genetika /penurunan sifat dan sebagainya . Semua aspek
Biologis makhluk hidup diatur oleh hukum ini.Bija berarti "benih" di mana tumbuhan
tumbuh dan berkembang darinya dalam berbagai bentuk. Dari pandangan filosofi, hukum
pembenihan hanyalah bentuk lain dari hukum energi. Dengan demikian pengatur
perkembangan dan pertumbuhan dunia tumbuhan merupakan hukum energi yang cenderung
mewujudkan kehidupan tumbuhan dan disebut Bija-niyama. Hukum pembenihan
menentukan kecambah, tunas, batang, cabang, ranting, daun, bunga, dan buah di mana
dapat tumbuh. Dengan demikian, biji jambu tidak akan berhenti menghasilkan keturunan
spesies jambu yang sama. Hal ini juga berlaku untuk semua jenis tumbuhan lainnya dan
tidak ada sosok pencipta yang mengaturnya.

4.3 KAMMA NIYAMA


Perbuatan (kamma) merupakan perbuatan baik maupun buruk yang dilakukan seseorang yang
disertai kehendak (cetana) . Merupakan hukum tertib yang mengatur sebab akibat dari
perbuatan , misalnya : perbuatan baik / membahagiakan dan perbuatan buruk terhadap pihak lain,
menghasilkan pula akibat baik dan buruk yang sesuai .
4.4 CITA NIYAMA
Cita Niyama ( Hukum Psikologis ) adalah hukum tertib mengenai proses jalannya alam pikiran
atau hukum alam batiniah, misalnya : proses kesadaran, timbul dan lenyapnya kesadaran, sifat-
sifat kesadaran, kekuatan pikiran / batin (Abhinna), serta fenomena ekstrasensorik seperti
Telepati, kewaskitaan (Clairvoyance), kemampuan untuk mengingat hal-hal yang telah lampau,
kemampuan untuk mengetahui hal-hal yang akan terjadi dalam jangka pendek atau jauh,
kemampuan membaca pikiran orang lain, dan semua gejala batiniah yang kini masih belum
terpecahkan oleh ilmu pengetahuan modern termasuk dalam hukum terakhir ini.Citta berarti
"yang berpikir" (perbuatan berpikir), yang mengandung pengertian: yang menyadari suatu objek.
Juga berarti: menyelidiki atau memeriksa suatu objek. Lebih jauh lagi, citta dikatakan berbeda-
beda bergantung pada berbagai bentuk pikiran atas objek.
4.5 DHAMMA NIYAMA
Dhamma Niyama adalah hukum tertib yang mengatur sebab-sebab terjadinya keselarasan
/persamaan dari satu gejala yang khas, misalnya : terjadinya keajaiban alam seperti bumi
bergetar pada waktu seseorang Bodhisattva hendak mengakhiri hidupnya sebagai seorang calon
Buddha, atau pada saat Ia akan terlahir untuk menjadi Buddha. Hukum gaya berat (gravitasi) ,
daya listrik, gerakan gelombang dan sebagainya, termasuk dalam hukum ini.
Dhamma  adalah sesuatu yang menghasilkan sifat dasarnya sendiri (dhareti), yaitu kekerasannya
sendiri ketika disentuh, sifat khusus sekaligus sifat universalnya adalah berkembang, melapuk,
hancur, dan seterusnya. Dhamma yang dikategorikan dalam hubungan sebab "menghasilkan"
fungsi hubungan sebab tersebut, dan yang dikategorikan dalam hubungan akibat "menghasilkan"

10
fungsi akibat atau hasil. Pengertian ini meliputi semua Dhamma yang dibahas
dalam Suttanta dan Abhidhamma Pitaka. Ini juga meliputi hal-hal yang disebutkan
dalam Vinaya Pitaka dengan nama "tubuh aturan" (silakkhandha).

5. KETUHANAN DALAM AGAMA BUDDHA

5.1 LOKATTARA DAN ARIYA


Dasyabodhisattabhumi disebut sebagai tingkat lokattara (tingkat di atas dunia), sebelum sampai
ke tingkat lokattara lebih dahulu harus menjalani tingkat persiapan. Tingkat persiapan tersebut
terdiri atas 2 tahap pula, yaitu Sambharamarga dan Prayogamarga. Kedua tahap ini merupakan
tahap kehidupan di dunia atau laukika.
Dalam Buddha Dhamma makhluk suci disebut juga dengan Ariya Puggala. “Ariya” artinya
agung, mulia baik atau benar. “Puggala” artinya individu, seorang yang mulia atau agung.
5.2 KITAB UDANA VIII : 3
Keyakinan terhadap Tuhan yang Maha Esa dalam agama Buddha dapat kit atemukan dalam
sabda - sabda Sang Buddha, seperti dalam Kitab Udana :
“Para Bhikkhu, ada Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Menjelma, Tidak Tercipta dan Yang Mutlak.
Para Bhikkhu, bila tak ada Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Menjelma, Tidak Tercipta, Yang
Mutlak, maka tak ada pula kemungkinan untuk dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan,
pembentukan dan pemunculan dari sebab yang lalu. Tapi para Bhikkhu, karena ada yang Tidak
Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan
untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, dan pemunculan dari sebab yang lalu…”
(Udana VIII. 3)
6. SAMADHI SEBAGAI LANDASAN MEMAHAMI DAN MENGERTI KETUHANAN
YANG MAHA ESA
Samadhi (bahasa Sansekerta :समाधि) adalah sebuah ritual konsentrasi tingkat tinggi, melampaui
kesadaran alam jasmani yang terdapat dalam agama Hindu , Budha , Jainisme , Sikhisme, dan
aliran yoga.Samadhi juga merupakan fase tertinggi dalam delapan fase penguasaan Yoga.
6.1 BHAVANA
Bhavana berarti pengembangan, yaitu pengembangan batin dalam melaksanakan
pembersihannya. Istilah lain yang arti dan pemakaiannya hampir sama dengan bhavana adalah
samadhi. Samadhi berarti pemusatan pikiran pada suatu obyek.

6.1.1 VIPASSANA BHAVANA


Vipassana Bhavana merupakan pengembangan batin yang bertujuan untuk mencapai pandangan
terang. Dengan melaksanakan Vipassana Bhavana, kekotoran-kekotoran batin dapat disadari dan
kemudian dibasmi sampai keakar-akarnya, sehingga orang yang melakukan Vipassana Bhavana
dapat melihat hidup dan kehidupan ini dengan sewajarnya, bahwa hidup ini dicengkeram oleh
anicca (ketidak-kekalan), dukkha (derita), dan anatta (tanpa aku yang kekal). Dengan demikian,
Vipassana Bhavana dapat menuju ke arah pembersihan batin, pembebasan sempurna, pencapaian

11
Nibbana.Sesungguhnya “dalam kitab suci telah ditulis bahwa hanya dengan pandangan terang
inilah kita dapat menyucikan diri kita, dan tidak dengan jalan lain”.
6.1.2 SAMATHA BHAVANA
Samatha Bhavana merupakan pengembangan batin yang bertujuan untuk mencapai ketenangan.
Dalam Samatha Bhavana, batin terutama pikiran terpusat dan tertuju pada suatu obyek. Jadi
pikiran tidak berhamburan ke segala penjuru, pikiran tidak berkeliaran kesana kemari, pikiran
tidak melamun dan mengembara tanpa tujuan.Dengan melaksanakan Samatha Bhavana,
rintangan-rintangan batin tidak dapat dilenyapkan secara menyeluruh. Jadi kekotoran batin hanya
dapat diendapkan, seperti batu besar yang menekan rumput hingga tertidur di tanah. Dengan
demikian, Samatha Bhavana hanya dapat mencapai tingkat-tingkat konsentrasi yang disebut
jhana-jhana, dan mencapai berbagai kekuatan batin.Sesungguhnya pikiran yang tenang bukanlah
tujuan terakhir dari meditasi. Ketenangan pikiran hanyalah salah satu keadaan yang diperlukan
untuk mengembangkan pandangan terang atau Vipassana Bhavana.

6.2 Nivarana, Jhana, Abinna

6.2.1 Nivarana

 Nivarana adalah gangguan yang bersifat batiniah yaitu rintangan atau kekotoran batin yang
menghalangi pikiran untuk mencapai pemusatan pikiran. Rintangan ini berasal dari dalam diri
kita sendiri.
Macam-macam Nivarana :
a. Thinamiddha : Kelambanan dan kemalasan
b. Uddhaccakukkuca : Kekacauan dan kekhawatiran
c. Vicikiccha : keragu-raguan dan ketidakpastian
d. Kammacchanda : keinginan untu memuaskan nafsu indera
e. Byapada : ingin menyakiti orang kain, tidak senang, benci, dll.
Nivarana dapat diatasi dengan pencapaian Jhana-Jhana, dengan munculnya Jhana Nivarana dapat
diendapkan. Saat dalam kondisi pemusatan pikiran yang kuat Nivarana tidak akan muncul.

6.2.2 Jhana
Jhana adalah pikiran yang terpusat kuat pada obyek meditasi.
Ada dua macam jhana yaitu jhana yang diperoleh dengan obyek yang berbentuk (misanya: obyek
lilin, cahaya, air, tanah, dll) dan jhana yang diperoleh dengan obyek tanpa bentuk (misal :
ruangan, kesadaran, kekosongan ). Jhana yang diperoleh dengan obyek bentuk disebut Rupa
Jhana. Jhana yang diperoleh dengan obyek tanpa bentuk disebut Arupa Jhana.

Unsur-unsur Jhana meliputi :

12
 Vitakka : usaha menangkap obyek 
 Vicara : usaha mempertahankan obyek 
 Piti : kegiuran/kenikmatan pada obyek 
 Sukha : kebahagiaan untuk mengarahkan pikiran pada pemusatan pikiran
 Ekagata : pikiran terpusat 
 Upekkha : keseimbangan batin yang hanya muncul bersama dengan Ekagata pada Jhana
tingkat ke – IV
6.2.3 Abhinna 
Abhinna adalah kemampuan batin luar biasa yang dilakukan oleh mereka yang berhasil dalam
meditasi pada kehidupan sekarang maupun pada kehidupan lampau. Abhinna akan muncul bila
telah mencapai jhana tingkat ke 4. terdapat 2 macam abhinna yaitu :
1. Lokiya Abhinna artinya kekuatan batin bersifat duniawi
2. Lokutara abhinna artinya kekuatan batin diatas duniawi
Jika Abhinna tidak dilandasi dengan Sila (kemoralan) yang baik akan dapat menjerumuskan
pemiliknya sendiri, yang akan dapat menimbulkan pemuasan nafsu Indera. Orang yang memiliki
abhinna sering dikenal sebagai orang sakti, orang sakti belum tentu suci, atau sebaliknya orang
suci belum tentu sakti, tetapi kadang kala orang suci sekaligus sakti.
6.3 VISUDDHI DAN SAMYOJANA
Visudhi Magga artinya jalan kesucian yang membahas tentnag cara umat awam (orang biasa)
menjadi Ariya Puggala (orang suci atau mulia). Visudhi Magga terdiri dari 7 tahap, yang
menerangkan perkembangan batin seseorang (makhluk) yang melaksanakan Dhamma untuk
mencapai kesucian, yaitu:
1. Sila Visuddhi
2. Citta Visuddhi
3. Ditthi Visuddhi
4. Kankhavitarana Visuddhi
5. Maggananadassana Visuddhi
6. Patipadananadassana Visuddhi
7. Nanadassana Visuddhi
Samyojana artinya belenggu, yang dalam kaitannya dengan Buddha Dhamma berarti hal-hal
yang membelenggu makhluk sehingga tidak dapat mencapai kebebasan. Belenggu-belenggu itu
hanya dapat dilenyapkan oleh orang yang melaksanakan Vipassana Bhavana dan sekali belenggu
itu telah dilenyapkan maka ia tidak akan pernah muncul lagi. Orang yang telah melenyapkan
semua belenggu disebut sebagai arahat.
Terdapat 10 macam Samyojana, yaitu :

 Pandangan keliru adanya aku atau jiwa yang kekal (sakkayaditthi)


 Keragu-raguan (vicikiccha)

13
 Kepercayaan pada upacara-upacara (silabbataparamasa)
 Keinginan nafsu (Kamaraga)
 Mudah tersinggung (Patigha)
 Kegembiraan dalam bentuk-bentuk (Ruparaga)
 Kegembiraan dalam meditasi tidak berbentuk (Aruparaga)
 Kesombongan (Mana)
 Kegelisahan (Uddhacca)
 Ketidaktahuan (avijja)

6.4 ARIYA PUGGALA

6.4. Ariya Puggala

Ariya Puggala adalah seseorang atau individu yang agung atau mulia, makhluk suci yang telah
menghancurkan atau melenyapkan dengan tuntas tiga, lima atau sepuluh samyojana sehingga
mencapai tingkat kesucian : Sotapanna, Sakadagami, Anagami dan Arahat.
6.4.1. Sotapanna
Sotapanna atau Pemasuk Arus berarti seseorang yang telah memasuki arus nibbana, pasti maju
dengan tegush sepanjang “Sang Jalan” tanpa adanya kemungkinan mundur atau berhenti di
dalam perkembangan batinnya.
Terdapat 3 macam Sotapanna, yaitu :
1. Ekabiji Sotapanna adalah Sotapanna yang akan terlahir kembali sekali lagi.
2. Kolamkola Sotapanna adalah Sotapanna yang akan terlahir kembali dua atau tiga kali lagi.
3. Sattakkhatruparana Sotapanna adalah Sotapanna yang akan terlahir kembali tujuh kali lagi.
6.4.2. Sakadagami
Sakadagami (Ia yang kembali sekali) adalah setingkat lebih tinggi daripada Sotapanna, akan
terlahir kembali sekali lagi lalu mencapai Penerangan Sempurna.
6.4.3. Anagami
Anagami artinya tidak kembali lagi, adalah makhluk suci yang lebih tinggi dan kuat daripada
Sakadagami. Para Anagami akan terlahir kembali atau hidup di alam Sudhavasa. Mereka akan
mencapai kesucian sempurna atau Arahat dan kemudian parinibbana di alam Sudhavasa ini.
Alam Sudhavasa adalah alam para Anagami, yang akan mencapai kesucian sempurna atau
Arahat dan kemudian parinibbana di alam ini.
6.4.4. Arahat
Arahat adalah siswa mulia yang telah menghancurkan semua belenggu batin, dan kehidupannya
ketika mencapai kearahatan adalah kelahirannya yang terakhir, karena setelah meninggal dunia
(parinibbana), maka tidak akan ada lagi kelahiran baginya dalam suatu alam kehidupan
manapun.
7. KONSEP KESELAMATAN

14
7.1 ORTODOKS
Keselamtan tergantung dari pengampunan
7.2 HETERODOKS
Keselamatan tergantung dari pengampunan dan usaha manusia
7.3 INDEPENDEN
Keselamatan sepenuhnya bergantung dari usaha manusia

15

Anda mungkin juga menyukai