Malioboro merupakan kawasan perbelanjaan yang legendaris yang menjadi salah satu
kebanggaan kota Yogyakarta. Penamaan Malioboro berasal dari nama seorang anggota kolonial
Inggris yang dahulu pernah menduduki Jogja pada tahun 1811 1816 M yang bernama
Marlborough
Kolonial Hindia Belanda membangun Malioboro di pusat kota Yogyakarta pada abad ke-19
sebagai pusat aktivitas pemerintahan dan perekonomian. Secara simbolis juga bermaksud untuk
menandingi kekuasaan Keraton atas kemegahan Istananya yang mendominasi kawasan tersebut.
Untuk menunjang tujuan tersebut maka selanjutnya Kolonial Belanda mendirikan :
Benteng Vredeburg, ( didirikan pada tahun 1765. Sekarang benteng tersebut dikenang
menjadi sebuah museum yang di buka untuk wisata publik )
Pasar Beringharjo, Hotel Garuda ( dahulu sebagai tempat menginap dan berkumpul
para elit kolonial.
Bangunan-bangunan bersejarah yang terletak di kawasan Malioboro tersebut menjadi saksi bisu
perjalanan kota ini dari masa ke masa.
Malioboro menyajikan berbagai aktivitas belanja, mulai dari bentuk aktivitas tradisional sampai
dengan aktivitas belanja modern. Salah satu cara berbelanja di Malioboro adalah dengan proses
tawar-menawar terutama untuk komoditi barang barang yang berupa souvenir dan cenderamata
yang dijajakan oleh pedagang kaki lima yang berjajar di sepanjang trotoar jalan Malioboro.
Berbagai macam cederamata dan kerajinan dapat anda dapatkan disini seperti kerajinan dari
perak, kulit, kayu, kain batik, gerabah dan sebagainya.
Kawasan Malioboro dekat dengan obyek wisata sejarah lainya yang sangat banyak menyimpan
cerita sejarah yang menarik. Setelah anda berbelanja di Malioboro anda bisa meneruskan
mengunjungi obyek wisata lain yang jaraknya cukup dekat. Tempat dan obyek wisata tersebut
seperti berwisata arsitektur peninggalan kolonial Belanda dan wisata belanja tradisional lainnya.
Obyek wisata sejarah yang berdekatan dengan Malioboro seperti : Keraton Yogyakarta, Alunalun Utara, Masjid Agung, Benteng Vredeburg, Museum Sonobudoyo dan Kampung Kauman.
Wisata Arsitektur peninggalan kolonial di Yogyakarta yang masih bisa disaksikan seperti Gedung
Siciatet ( sekarang menjadi Taman Budaya ), Bank Indonesia, Hotel Inna Garuda dan Bank
BNI46. Sedangkan wisata belanja tradisional yang cukup berdekatan dengan Malioboro terdapat
di Pasar Ngasem dan Pasar Beringharjo. Terdapat juga perpustakaan umum milik Pemerintah
Provinsi DIY bagi wisatawan yang gemar membaca.
Wisatawan juga dapat menyaksikan kekhasan lain dari Malioboro seperti puluhan andong dan
becak yang parkir berderet disebelah kanan jalan pada jalur lambat Malioboro. Sedangkan pada
sebelah kiri jalan wisatawan dapat melihat ratusan kendaraan bermotor yang diparkir berjajar
yang menjadi tanda bahwa Malioboro merupakan kawasan yang banyak menyedot para
pengunjung.
Aktivitas wisatawan di Malioboro tidak hanya pada siang hari saja, akan tetapi di kawasan
Malioboro ini aktivitas wisata akan terus berlanjut dengan adanya nuansa makan malam yang
disediakan warung-warung yang bermunculan pada malam hari, terutama setelah pukul 21.00
WIB. Sambil menyantap hidangan di warung lesehan Malioboro, wisatawan akan dihibur oleh
musisi jalanan yang mengunjungi lesehan tersebut sambil mengalunkan lagu-lagu tertentu.
Parangtritis
akan terseret arus. Hal ini disebabkan karena, disamping pantai Parangtritis
mempunyai arus bawah yang sangat kuat, juga ada suatu kepercayaan bahwa
apabila sewaktu-waktu Kanjeng Ratu Kidul berkehendak, orang yang sedang
berenang di pantai akan diambil olehnya.
CANDI BOROBUDUR
prasati Karang Tengah, menyebutkan bahwa Borobudur berasal dari kata tempat
pemujaan bagi arwah nenek moyang.
Masih berdasarkan prasasti Karang Tengah dan ditambah dengan prasasti
Kahuluan, J.G. de Casparis dalam diertasinya tahun 1950 mengatakan bahwa
Sejarah Candi Borobudur diperkirakan didirikan oleh Raja Samaratungga dari
wangsa Sayilendra sekitar tahun Sangkala rasa sagara kstidhara atau tahun Caka
746 (824 Masehi) dan baru dapat diselesaikan oleh puterinya yang bernama Dyah
Ayu Pramodhawardhani pada sekitar tahun 847 Masehi. Pembuatan candi ini
menurut prasasti Klurak (784 M) dibantu oleh seorang guru dari Ghandadwipa
(Bengalore) bernama Kumaragacya dan seorang pangeran dari Kashmir yang
bernama Visvawarma.
Asal Usul Sejarah Borobudur Candi borobudur merupakan salah satu obyek
wisata yang terkenal di Indonesia yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa
Tengah. Candi Borobudur didirikan sekitar tahun 800-an Masehi oleh para
penganut agama Buddha Wahayana. Dalam sejarah candi borobudur, terdapat
berbagai teori yang menjelaskan asal usul nama candi borobudur. Salah satunya
menyatakan bahwa nama borobudur kemungkinan berasal dari kata
Sambharabhudhara yang artinya gunung (bhudara) di mana di lereng-lerengnya
terletak teras-teras.
Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur
berasal dari ucapan para Buddha yang karena pergeseran bunyi menjadi
borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata bara dan
beduhur. Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula
penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya kompleks
candi atau biara dan beduhur artinya ialah tinggi, atau mengingatkan dalam
bahasa Bali yang berarti di atas. Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama
yang berada di tanah tinggi.
Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor
pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan
prasasti Karangtengah dan Kahulunan, Casparis memperkirakan pendiri Borobudur
adalah raja Mataram dari wangsa Syailendra bernama Samaratungga, yang
melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M.
DISUSUSN OLEH
QODARIA YUANA
KELAS :8 G