Oleh:
I GEDE PASEK MANCAPARA
UPT – PPKB
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
I
PENDAHULUAN
yang mencakup seluruh kehidupan baik itu mikro kosmos ataupun makrokosmos.
Hal itu ditunjukkan dengan terdapatnya konsep ketuhanan yang saguna yaitu
Tuhan yang memiliki sifat dan nirguna yaitu Tuhan yang tidak bersifat. Hal
tersebut jarang ditemui dalam agama lain yang bahkan melarang untuk
agama Hindu merupakan agama yang fleksibel dan universal, tidak hanya boleh
kebutuhan beragama, dari yang paling agung, cantik, tampan, hingga memiliki
kemudahan dalam agama Hindu untuk memuja Tuhan melalui jalan bhakti marga
ataupun karma marga yang dimudahkan juga dengan konsep Saguna Brahman
tersebut, sebaliknya juga terdapat jalan yang lebih susah untuk dilaksanakan yaitu
Ajaran yang terdapat dalam kitab suci agama Hindu sangatlah lengkap
sebagai makro kosmos. Baik itu kebutuhan manusia mengenai benda material
ataupun non material atau juga disebut sebagai ilmu pengetahuan Para Widya dan
Apara Widya, yang tercakup dalam suatu ilmu pengetahuan ketuhanan dalam
agama Hindu disebut Brahma Widya, dimana Para Widya merupakan ilmu
pengetahuan alamiah. Segala ajaran tersebut tertuang dalam kitab suci Hindu yang
dibutuhkan manusia di alam semesta ini sehingga tidak seperti kitab suci agama
alainnya, agama Hindu memiliki sangat banyak kitab suci dengan berbagai
Secara umum kitab suci utama dalam agama Hindu disebut Catur Veda
sebagai kitab suci yang utama yaitu; Rg Veda, Yajur Veda, Sama Veda, dan
menambahkan satu Veda lagi yaitu Bhagavad Gita sehingga disebut Pancama
Veda. Mengingat bahwa agama Hindu merupakan agama yang fleksibel dan
universal, maka penganut agama Hindu akan selalu menyesuaikan dengan lokus
mempeajari Veda yang utama tersebut sebagai Veda Sruti, sebaiknya terlebih
mempelajari Veda Sruti baik itu dalam kitab Itihasa, Purana, Upaveda,
telah dimodisikasi namun tidak menghilangkan esensi ataupun kontradiksi dengan
turunnya Veda hingga sekarang ini, tentu semakin banyak naskah suci yang
disesuaikan dengan desa, kala, patra saat penulisannya dan tentunya melalui
dari bnyaknya naskah suci yang ada tersebut, salah satu naskah bernama Siwa
Tattva Purana.
Adapun dalam makalah ini akan dibahas bahwa dalam naskah Siwa
Tattva Purana sebgai salah satu bentuk Brahma Widya juga memiliki nilai
ketuhanan yang masih sangat relevan untuk dipelajari dan tentunya diterapkannya
yang tercermin dari ajaran yang universal didalamnya seperti halnya keesaan
Tuhan, Tuhan yang ada dimana-mana, Tuhan sebagai sumber segala, Tuhan yang
maha gaib, Tuhan yang imanen dan transenden, hingga Tuhan sebagai penguasa
segala penjuru.
1.2 Tujuan
sruti. Sehingga dengan menggali nilai-nilai Brahma Widya yang terdapat dalam
salah satu kitab tersebut tidak lain bertujuan untuk mempermudah siapapun yang
memiliki ketertarikan terhadap ilmu yang terkandung didalamnya sekaligus
II
PEMBAHASAN
naskah/ susastra Hindu yang tergolong kitab Smrti yaitu tergolong kitab Purana.
Naskah Siwa Tattva Purana merupakan salah satu dari sekian banyaknya lontar
yang dimiliki agama Hindu yang memiliki ajaran Siwaistik. Lontar ini berisikan
terdiri dari 20 lembar lontar yang berisi tentang ajaran Siwa yang diwejangkan
oleh Siwa (Sanghyang Jagatpati yang mengajarkan Acara agama kepada putra-
Jika dilihat dan ditinjau dari latar belakang budaya serta bahasa yang
digunakan, teks dalam naskah Siwa Tattwa Purana ini ditulis pada saat jaman Bali
tengahan. Hal tersebut bisa dilihat dari bahasa kawi yang digunakan pada naskah
pertengahan, bisa dilihat juga dari struktur bahsa yang kurang rapi dan sosial
budaya pada masyarakat Bali tengahan/ Bali tradisional dalam sistem upacaranya
yang dilaksanakan seperti sarana upacara ngaben untuk mereka yang dari
keturunan brahmana sedikit berbeda dengan mereka yang berasal dari golongan
Adapun secara umum teks ini menceritakan tentang wejangan Dewa
Yadnya dari tingkatan nista, madya, hingga yang utama. Upacara yang
Kemudian setelah itu diajarkan dan menitahkan juga tentang Manusa Yadnya,
Tawur Eka dasa Rudra, Otonan untuk senjata, binatang, dan tumbuh-tumbuhan.
yang mendasar yang terdapat dalam kitab suci Veda. Dapat ditemui pernyataan
yang secara tegas dalam kitab suci Veda bahwa Tuhan itu Esa adanya, para
bijaklah yang memberi nama atau abhisekanama yang berbeda-beda, seperti Agni,
Indra, Vayu, dan lain-lain (Titib, 2003: 14), Seperti dinyatakan dalam mantra
Veda berikut :
(Ŗgveda I.164.46.)
Artinya :
Mereka menyebut-Nya dengan Indra, Mitra, Varuna, dan Agni, Ia yang
bersayap keemasan Garuda, Ia adalah Esa, para maharsi (viprah)
memberinya banyak nama, mereka menyebut Indra, Yama, Matarisvan.
memiliki konsep ketuhanan yang Esa seperti agama yang lainnya, namunn para
bijak memberinya banyak nama. Baik itu Dewa Agni, Indra, Aditya, Garuda,
Yama, dan lain sebagainya merupakan Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut diatas
Bisa dibilang bahwa agama Hindu hampir memiliki semua paham isme
politheisme, hingga monotheisme terdapat dalam konsep isme agama Hindu.
Dibalik itu semua dalam konsep ketuhanan agama Hindu tetap mengakui adanya
satu Tuhan yaitu Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai macam sebutannya
sesuai dengan budaya daerah agama Hindu tersebut diterapkan dan berkembang,
salah satunya di Bali Tuhan Yang Maha Esa disebut sebagai Ida Sang Hyang
Widhi Wasa. Kemudian Tuhan/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang Esa dalam
berikut :
Artinya :
Ia yang berkeinginan menciptakan berbagai jenis makhluk hidup dari
badan-Nya sendiri, pertama kali menciptakan air dan meletakkan benih
di dalamnya.
semesta. Untuk memahami Tuhan yang tidak terpikirkan dan Yang Maha Esa
dengan cara membentuk suatu konsep ketuhanan yang Saguna Brahman. Konsep
ketuhanan Saguna Brahman tidak hanya diajarkan dalam kitab Smrti saja, bahkan
dalam kitab Sruti sekalipun juga terdapat konsep Tuhan Yang Saguna Brahman
dengan adanya pemujaan terhadap dewa Agni yang tberarti api yang tentunya
memiliki sifat panas, demikian juga Dewa Vayu, Indra dan lainnya.
Purana. Adapun dalam Siwa Tattwa Purana memilki konsep Saguna Brahman
yang tercermin dari nama-nama dewa yang disebutkan yang memiliki fungsiya
dan tugasnya masing-masing, jika ditelusuri dari isi teks, maka naskah ini
termasuk juga ke henotheisme/ kathenoisme yaitu ada satu dewa tertinggi diantara
dewa-dewa lainnya pada satu masa tertentu. Tiak hanya itu terdapat konsep
politheisme yaitu ada banyak nama Dewa, hingga kosep monotheise yaitu Tuhan
Ynag Maha esa, yang bisa dilihat dari kutipan teks Siwa Tattwa Purana 14.a
sebagai berikut :
“…Ia adalah Widhi Wasa, …hari-hari itu disebut wuncal walung. Tetapi
baik untuk Tuhan..”
lkepada Tuhan dalam teks Siwa Tattwa Purana 17.a hingga 18.a sebagai berikut :
Tuhan Yang Maha Esa dibalik dari eksistensi para Dewa yang tertuang dalam teks
sehingga sesuai dengan konsep ketuhanan agama Hindu bahwa Ia yang nirguna
merupakan sumber dari para Dewa bahkan juga para maha rsi seperti yang
Na me viduh sura-ganah
Prabhavam na maharsayah
Aham adir hi devanam
Maharsinam ca sarvasah
(Bhagavad Gita X : 2)
Artinya :
Baik para dewa maupun rsi-rsi yang mulia tidak mengenal asal mula
maupun kehebatan-Ku, sebab dalam segala hal, aku adalah sumber dewa-
dewa dan rsi-rsi.
para Dewa yang Saguna/ sebagai Tuhan yang memiliki sifat, tidak lain adalah
bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa yang tidak terpikirkan, tidak berwujud,
tidak bersifat yang dikenal sebagai Nirguna Brahman itu. Tuhan Yang maha Esa
kehidupan, hingga peleburan alam semesta beserta isinya yang terus mengalami
sesuai dengan hukum rta yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Isi naskah Siwa Tattwa Purana menjelaskan bahwa eksistensi Tuhan ada
dimana-mana, atau dalam bahasa keilmuannya disebut sebagai paham/ isme yang
pantheisme. Hal tersebut bisa dilihat dari teks Siwa Tattwa Purana 9.a yang
menyatakan bahwa air membawa sumber kehidupan yang disebut sebagai amerta
yang akan muncul jika Sanghyang Antabogha merasa bahagia akibat suatu
Antabogha. Musim kemarau berubah menjadi musim hujan. Segala yang kena air
diantaranya disebutkan bahwa Hyang Semara ada didalam setiap tubuh manusia,
sesuai dengan halnya kutipan Siwa Tattwa Purana 9.b sampai 10.a berikut; “Hai
anakku, Hyang Uma. Engkau yang patut memahami proses terciptanya manusia.
Hyang Semara ada di dalam setiap tubuh manusia, ada yang disebut hyang Harun,
mata.demikian disebutkan, dan ada sesuatu yang bening bertempat di bagian putih
mata. Lintasannya di otot mata bagian kanan. Dan mengambil tempat di gedong
emas. Sanghyang Semara menjadi air mani, Sanghyang Ratih menjadi sel telur.
Setelah bersatu mereka menuju gedong emas. Disanalah mereka bertemu dan
dengan menanam rambut si bayi yang telah diupacarai 3 bulanan dengan banten
tulang tempat melekatnya otot, menganugerahi tenaga, suara, dan pikiran, seperti
diupacarai otonan yang dilaksanakan jika anak telah berusia enam bulan. Jika
belum diupacarai otonan itu, anak tidak diperkenankan menginjak tanah, hal itu
menjadi Wage, Sanghyang Siwa menjadi Kliwon, hal tersebut dinyatakn dalam
Beberapa hal tersebut diatas menyatakan bahwa Tuhan sebagai
manifestasi-Nya yang berbeda-beda menempati setiap hal yang ada didunia baik
Saguna Brahman. Nirguna Brahman berarti Tuhan yang tak bersifat dan tak
Saguna Brahman merupakan Tuhan yang memiliki sifat dan bisa dibayangkan
ketuhanan politheisme yang juga ada dalam Agama Hindu yang berpandangan
adanya lebih dari satu perwujudan Tuhan Yang Maha Esa yaitu berkaitan dengan
konsep Saguna Brahman sehingga dalam agama Hindu juga mengenal banyak
sebagai sumber semua Dewa yaitu Tuhan tertinggi. Siwa tattwa Purana
mikro kosmos berawal dari manifestasi Tuhan yang maha Esa berwujud para
dewa, tidak hanya sebatas penciptaan tersebut, namun bagaimana proses dalam
dhukka) disebabkan oleh-Nya. Hal itu dituangkan dalam teks Siwa Tattwa Purana
ada yang disebut hyang Harun, bertahta dipusat pikiran, perbawanya
bagaikan mutiara. Lintasannya adalah otot mata.demikian disebutkan.
Dan ada sesuatu yang bening bertempat di bagian putih mata.
Lintasannya di otot mata bagian kanan. Dan mengambil tempat di
gedong emas. Sanghyang Semara menjadi air mani, Sanghyang Ratih
menjadi sel telur. Setelah bersatu mereka menuju gedong emas.
Disanalah mereka bertemu dan menjadi satu. Kemudian berubah wujud
menjadi janin,…setelah menjadi janin disebut Hyang Tiksna, setelah
berwujud bayi disebut Kula Maya…”.
mikro kosos berawal dari Tuhan sebagai Sanghyang Semara yang ada disetiap
tubuh manusia dan Sanghyang Ratih yang jika bertemu akan menghasilkan suatu
penciptaan kehidupan/ janin dan membentuk bayi dan terciptalah suatu kehidupan
Tuhan sebagai teks Siwa Tattwa Purana 9.a menyatakan sebagai berikut:
kesejahteraan yang didapatkan manusia dalam makro kosmos ini. Seperti kutipan
yang memberkati kehidupan manusia di dunia ini. Hal tersebut bisa menyatakan
bahwa turunnya Hujan sekalipun disebabkan oleh Tuhan atau dengan kata lain,
Tuhan sebagai sumber hujan. Sesuai juga dengan kutipan dalam Bhagavad Gita
beriut :
Istan bhogan hi vo deva dasyante yajna bhavitah
Tair dattan apradayaibhyo yo bhunke stena eva sah.
(Bhagavad Gita, III. 2).
Artinya :
juga melalui suatu persembahan yang tulus iklas oleh manusia kepada Tuhan
ataupun para dewa akan menghasilkan kebahagiaan tertinggi untuk manusia itu
sendiri, seperti dinyatakan oleh Donder (2007: 318) kesenangan tertinggi yang
latihan spiritual, salah satunya yaitu beryadnya. Beberapa hal yang menunjukkan
bahwa Tuhan merupakan sumber segala yang ada di alam semesta ini.
menggunakan kekuatan-kekuatan yang diduga ada di alam gaib, yaitu yang tidak
dapat diamati oleh rasio dan pengalaman fisik manusia (Jalaluddin, 2015: 118).
Adapun dalam teks Siwa Tattwa Purana sangat banyak hal yang menunjukkan
bahwa Tuhan Yang Maha Gaib. Melalui isi naskah yang menjelaskan bagaimana
mengenai upacara agama yang bersifat diluar nalar manusia seperti pitra yadnya
pitra yadnya, manusa yadnya, hingga dewa yadnya yang melibatkan kekuatan
supernatural.
Tidak hanya itu dimasing-masing penjuru arah juga terdpat kekuatan
supernatural yang dikuasai oleh dewa-dewa, terdapatnya istana/ sthana para dewa
hujan, dan tanah sekalipun juga terdapat dewa yang bersthana padanya. Seperti
salah satu kutipan Siwa Tattwa Purana 1.b sampai 3.a diantaranya :
dikuasai oleh para dewa dengan perbawaNya yang tentunya tidak bisa dilihat
melalui kasat mata. Dengan adanya penguasa penjuru tersebut, maka diharapkan
dengan mempelajari naskah ini setiap orang/ manusia yang akan melaksanakan
hari baik yang diajarkan pada bagian terahir naskah Siwa Tattwa Purana,
Demikian keterlibatan Tuhan dalam setiap hal yang ada di dunia ini yang tidak
terlihat oleh kasat mata ataupun penginderaan manusia, sehingga hal tersebut
termasuk hal yang gaib dan menunjukkan bahwa Tuhan Maha Gaib.
2.6 Tuhan Imanen dan Transenden
Tuhan Transenden merupakan Tuhan yang Maha esa berada jauh diluar
ciptaan-Nya, Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Luhur tidak terjangkau oleh akal
pencipta alam semesta beserta isinya, Tuhan Yang Maha Esa tersebut berada
Merujuk pada pengertian tersebut diatas, bahwa dalam teks Siwa Tattwa
Purana juga terdapat ajaran ketuhanan yang imanen dan transenden. Tuhan yang
yang imanen dan transenden. Sebagai Tuhan yang transenden jelas dinyatakan
dalam teks tersebut dengan penggunaan kata “Ia” yang menunjukkan adanya
eksistensi yang tertinggi sebagai awal dari segala yang ada atau causa prima,
Tuhan Yang Maha Esa dalam dialognya dengan anak-anaknya menyebutkan kata
Ia sebagai segalanya termasuk ayam yang ada di dunia sebagai Tuhan yang
imanen.
2.7 Tuhan Penguasa Penjuru
Teks yang terdapat dalam naskah Siwa Tattva Purana juga berisikan
tentang Tuhan sebagai penguasa penjuru. Hal itu bisa dilihat dalam isi teks yang
menyatakan bahwa para Dewa penguasa arah mata angin/ penjuru/ yang disebut
sebagai Ista Dewata yang dinyatakan sebagai anak dari dewa Siwa, seperti yang
Siwa sebagai Dewa tertinggi. Dinyatakan bahwa para Dewa penguasa penjuru
merah, kemudian Dewa Wisnu sebagai penguasa arah utara dengan warna
perbawa-Nya yang berwarna Hitam, Dewa Iswara sebagai penguasa arah timur
dengan perbawa-Nya berwarna serba putih, Sang Hyang Mahadewa yang dating
dari barat sebagai penguasa arah barat dengan busana, dan perbawa-Nya berwarna
kuning, Sang Hyang Mahesora dan Sang Hyang Indra sebagai penguasa arah
Sang Hyang Satarudra sebagai penguasa arah barat daya dengan warna perbawa-
arah barat laut dengan warna perbawa-Nya yang berwarna hijau, Sang Hyang
Kwera sebagai penguasa arah timur laut. Hal tersebut diatas bisa dilihat dari
alam kekuasaannya. Sanghyang Iswara dating dari timur, berbusana
serba putih, alam kekuasaannya adalah Iswaraloka. …Sanghyang
Mahadewa dating dari barat, dengan busana kuning,..wilayah
kekuasaannya disebut Rudra Bhuwana. Sanghyang Mahesora dan
Sanghyang Indra dating dari tenggara, berbusana putih kemerah-
merahan, …alam kekuasaannya disebut Indra Bhuwana. …Sanghyang
Satarudra dating dari barat daya, berbusana merah kekuning-kuningan,
alamnya disebut Rudra Loka. Sanghyang Sangkara datang dari arah barat
laut, berbusana serba hijau dengan alam kekuasaannya adalah Sangkara
Loka. …Sanghyang Kwera yang datang terahir, berbusana aneka warna
yang datang dari timur laut, dunianya adalah Kweraloka…”.
Selain penjuru arah mata angina tersebut terdapat juga penguasa alam
seperti berikut :
Sembilan dewata, yang disebut sebagai Nawa Dewata seperti yang disebutkan
“…ndah kawenanganya angeka dasa rudra bhumi. Sang sadhaka
wenang harepakena Nawa Dewata, ring Madhya Siwa Buddha. Ajha tan
wruh ring ungguhaning Nawa Dewata…”
(Siwa Tattva Purana, 8.b).
Artinya :
III
PENUTUP
Kesimpulan
mengenai proses upacara ngaben (Pitra Yadnya), Dewa Yadnya, hingga Manusa
Yadnya, berisi tentang penugasan para dewa oleh Sanghyang Jagatpati mengenai
tugas penciptaan material sebagai kebutuhan manusia hingga hari baik/ wariga.
Naskah Siwa Tattva Purana merupakan salah satu dari sekian banyaknya lontar
yang dimiliki agama Hindu yang memiliki ajaran Siwaistik. Lontar ini berisikan
terdiri dari 20 lembar lontar yang berisi tentang ajaran Siwa yang diwejangkan
oleh Siwa (Sanghyang Jagatpati) yang mengajarkan Acara agama kepada putra-
Yadnya dari tingkatan nista, madya, hingga yang utama. Upacara yang
Kemudian setelah itu diajarkan dan menitahkan juga tentang Manusa Yadnya,
Tawur Eka dasa Rudra, Otonan untuk senjata, binatang, dan tumbuh-tumbuhan.
Sebagai suatu naskah suci yang usianya sudah sangat tua, dan sebagai
kitab hasil olah para bijaksana terdahulu yang disesuaikan dengan desa, kala, dan
patra namun ternyata isinya tidaklah kontradiksi dengan kitab Veda, hal itu
ditunjukkan dengan adanya nilai ketuhanan yan termuat dalam teks ini dan dapat
ditemui juga dalam kitab suci Veda diantaranya yaitu Tuhan itu Esa, Tuhan ada
DAFTAR PUSTAKA
Pudja, G., dan Tjokorda Rai Sudharta, 2004. Mānava Dharmaśāstra (Manu
Dharmaśāstra) atau Veda Smŗti Compedium Hukum Hindu. Surabaya:
Pāramita.
Titib, I Made, 1996. Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya:
Pāramita.
Titib, I Made, 2003. Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu. Surabaya:
Pāramita.