(Veda adalah sumber dari segala dharma, yakni agama, kemudian barulah
smrti, disamping sila (kebiasaan atau tingkah laku yang baik dari orang yang
menghayati dan mengamalkan ajaran Veda) dan kemudian acara yakni tradisi-
tradisi yang baik dari orang-orang suci atau masyarakat yang diyakini baik serta
akhirnya atmanastusti, yakni rasa puas diri yang dipertanggung jawabkan
kepada Tuhan Yang Maha Esa).
Berdasarkan kutipan di atas, kita mengenal sumber-sumber hukum Hindu menurut kronologisnya
seperti berikut :
a. Veda (Sruti)
b. Smrti (dharmasastra)
c. Sila (tingkah laku orang suci) yang telah mendalami Veda
d. Acara (sadacara) adat istiadat yang disakralkan
e. Atmatusti (atmanastusti) kepuasan pribadi (kesepakatan-kesepakatan bersama).
Untuk lebih menegakkan tentang kedudukan sumber-sumber hukum Hindu itu, lebih jauh sloka-
slka Manavadharmasastra menyatakan sebagai
berikut:
“Srutistu vedo vijneyo dharma sastran tu vai smartih,
te sarvarthesvamimamsye tabhyam dharmo hi nirbabhau ”
Manavadharmasastra II.10.
(sesungguhnya Sruti wahyu adalah Veda, demikian pula Smrti itu adalah Dharmasastra., keduanya
tidak boleh diragukan dalam hal apapun, sebab keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber
dari agama dan hukum Hindu).
Dari terjemahun sloka di atas dapat ditegaskan bahwa ke lima sumber hukum Hindu itu
kebenarannya tidak dapat dibantah. Kedudukan sloka II.6 dan II.10 di atas merupakan dasar
yang harus dipegang teguh dalam hal kemungkinan timbulnya perbedaan pengertian
mengenai penafsiran hukum yang terdapat di dalam berbagai kitab agama, maka
kedudukan yang pertama lebih tinggi dari sumber hukum berikutnya. Ketentuan ini
ditegaskan lebih lanjut di dalam sloka Manavadharmasastra berikutnya :
“Sruti dvaidhan tu yatra syat tatra dharmavubhau smrtau,
ubhav api hi tau dharmau samyang uktau manisibhih
Manavadharmasastra H.l4.
(Bila dua kitab Sruti bertentangan satu dengan yang lainnya, keduanya diterima sebagai
hukum karena keduanya telah diterima oleh orang-orang suci sebagai hukum).
Dari ketentuan ini maka tidak ada ketentuan yang membenarkan adanya sloka yang satu
harus dihapus oleh sloka yang lain, melainkan keduanya harus diterima sebagai hukum.
Di samping sloka-sloka di atas, masih ada sloka yang penting pula artinya di dalam
memberi batasan tentang pengertian sumber hukum itu, yaitu sloka berikut :
“Vedah smrtih sadacarah svasya ca priyamatmanah,
etac catur vidham prahuh saksad dharmasya Iaksanam ”
Manavadharmasastra II. 14.
(Veda, Smrti, Sadacara dan Atmanastusti mereka nyatakan sebagai empat dasar usaha
untuk memberikan batasan tentang dharma).
Terjemahan sloka di atas menyederhanakan sloka II. 6. Dengan meniadakan “Sila”, karena
Sila dengan Sadacara mengandung arti yang mirip dan bahkan sama.
Sila berarti kebiasaan dan Sadacara juga berarti kebiasaan.
Selanjutnya di Indonesia kita jumpai kitab Sarasamuccaya yang merupakan karya
kompilasi dengan mengambil sumber kitab Mahabharata dan Purana, juga memberikan
penjelasan tentang Veda sebagai sumber hukum Hindu sebagai berikut :
“Srutivedah samakhyato dharmasastram tu vai smrtih
te sarvathesvamimamsye tabhyam dharmo vinirbhrtah ”
Sarasamuccaya 37.
(Ketahuilah olehmu Sruti itu adalah Veda(dan) Smrti itu sesungguhnya adalah
Dharmasastra keduanya harus diyakini dan dituruti agar sempurnalah pelaksanaan
dharma itu).
Penjelasan dan terjemahan di dalam kitab Sarasamuccaya di atas didasarkan pada teks
Sanskrta saja, sedang teks Jawa Kunonya merupakan terjemahan yang sudah diperluas
atau dikomentari oleh peneljemah Jawa Kuno, namun demikian baik Manavadharmasastra
maupun Sarasamuccaya memberi keyakinan bahwa Sruti dan Smrti itu adalah dua sumber
hukum dalam melaksanakan dharma.
Selanjutnya perlu ditegaskan bahwa ketentuan-ketentuan yang digariskan dalam Veda
sebagai sumber hukum, bersifat memaksa dari mutlak harus dipatuhi. Kitab
Manavadharmasastra menyatakan hal itu :
“Kamatmata na prasasta na ca ivehastya kamata,
kamyo hi vedadhigamah karma yogas cavaaidikah "
Manavadharmasastra II.2.
(Berbuat karena nafsu untuk memperoleh pahala tidaklah terpuji namun berbuat tanpa
keinginan akan pahala tidak dapat kita jumpai di dunia ini karena keinginan-keinginan itu
bersumber dari mempelajari Veda dan karena itu setiap perbuatan diatur oleh Veda).
“Tesu samyang varta mano gacchatya maralokatam,
yatha sankalpitamcceha sarvam Kaman samasnute ”
Manavadharmasastra H.5.
(Veda adalah mata yang abadi dari para leluhur, deva-deva dan manusia. Peraturan-
peraturan dalam Veda sukar dipahami oleh manusia dan itu adalah kenyataan)
“ya vedahyah smrtayo yasca kasca kudrtayah,
sarvasta nisphalah pretya tamo nistha hi ta smrtah”.
Manavadharmasastra II.95.
"vibharri sarva bhutani vedasastram,
tasmad etat param manye tadjjantor asya sadham’’.
Manavadharmasastra II.99.
(Ajaran veda menyangga semua makhluk ciptaan ini .karena saya berpendapat ,hal itu
harus dijunjung tinggi ,jalan menuju kebahagiaan semua mahluk ).
“sainapatyam ca rajyam ca danda netr tvam eva ca,
sarva lokadhipatyam ca vedasastravid arhati ”
Manavadharmasastra II.100.
Dapatkah kita hidup tanpa nafas? Demikian pula halnya Veda disebut “Anadi-ananta “.
Perlu ditekankan bahwa kita tidak menemukan penjelasan bahwa Tuhan yang maha Esa
menciptakan Veda, karena memang Veda tidak terpisahkan dengan-Nya. Demikian pula
halnya kita tidak bisa menciptakan nafas, karena nafas ada bersama dengan hidup kita.
Demikian analogi antara Tuhan Yang Maha Esa dengan Veda.
Tentang kapan diturunkannya Veda atau kapankah para rsi menerima wahyu Tuhan
Yang Maha Esa yang kemudian kita kenal dengan nama Veda tidaklah dapat diketahui
dengan pasti. Berbagai pendapat para sarjana baik di Barat maupun di Timur semuanya
tidaklah sama. Perlu juga ditandaskan disini bahwa Veda pada mulunya diterima secara
lisan dan disampaikan pula secara lisan mengingat pada waktu Veda diturunkan itu
belum dikenal tulisan.
Jadi bahasa lisan lebih dulu digunakan baru kemudian ketika tulisan ditemukan mantra-mantra
Veda dituliskan kembali dan tentang penulisan kembali ini juga diketahui hanya berdasarkan
perkiraan saja tanpa tahun yang pasti, mengingat penulisan itu dilakukan dalam waktu ratusan
tahun lamanya. Secara tradisional berdasarkan kitab-kitab Purana. Maharsi Vyasa atau
Krsnadvaipayanalah yang menyusun atau menuliskan kembali ajaran Veda dalam 4 himpunan
(samhita) dibantu oleh 4 orang sisyanya, yaitu Pulaha atau Patila, diyakini menyusun Rg Veda,
Vaisampayana, menyusun Yajurveda, Jaimini menyusun Samaveda dan Sumantu menyusun
Anharvaveda. Kembali tentang kapan wahyu Veda diterirna oleh para ahli berpendapat :
a. Vidyaranya menyatakan sekitar 15.000 tahun Sebelmn Masehi.
b. Lokamanya Tilak Shastri menyatakan 6.000 tahun Sebelum Masehi.
c. Bal Gangadhar Tilak menyatakan 4.000 tahun Sebelum Masehi.
d. Dr. Haug memperkirakan tahun 2.400 tahun Sebelum Masehi.
e. Max Muller menyatakan sekitar 1200-800 tahun Sebelum Masehi.
f. Heina Gelderen memperkirakan 1.150-1.000 tahun Sebelum Masehi.
g. Sylvain Levy memperkirakasn 1.000 tahun Sebelum Masehi.
h. Stutterheim memperkirakan 1.000-500 tahun Sebelum Masehi.
Demikian pendapat para sarjana memperkirakan mengenai masa diturunkannya
wahyu Veda yang sudah sangat tua, namun sampai kini ajaran Veda masih relevan,
menjadi sumber ajaran agama Hindu dan scnantiasa menjadi pegangan bagi umat
Hindu.