Anda di halaman 1dari 34

VEDA; SUMBER UTAMA

AJARAN AGAMA HINDU


PENGERTIAN VEDA
Kata Veda dapat dikaji melalui 2 pendekatan, yaitu
berdasarkan etimologi (akar katanya) dan berdasarkan semantik
(pengertiannya). Kata Veda berasal dari bahasa Sanskrta, dari akar kata Vid,
yang artinya mengetahui dan dari akar kata ini berubah menjadi kata benda
veda yang artinya kebenaran, pengetahuan suci, kebijaksanaan dan secara
semantik berarti kitab suci yang mengandung kebenaran abadi, ajaran suci
atau kitab suci bagi umat Hindu. Maharsi Sayana menyatakan bahwa Veda
adalah wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang mengandung ajaran yang luhur
(transcendental) untuk kesempurnaan umat manusia serta menghindarkannya
dari perbuatan jahat.
Winternitz dalam bukunya A History of Indian Literature, volume I (1927)
menyatakan bahwa kitab suci Veda (Rg Veda) adalah monument dan susastra
tertua di dunia. Ia menyatakan: bila kita ingin mengerti permulaan dari
kebudayaan kita yang tertua, kita harus melihat Rg Veda sebagai susastra
tertua yang masih terpelihara. Sebab pendapat apapun yang kita miliki
mengenai susastra maka dapat dikatakan bahwa Veda adalah susastra Timur
tertua dan bersamaan dengan itu merupakan monument susastra dunia
tertua.
Demikian pula Bloomfield dalam bukunya The Religion of Veda (1908)
menyatakan bahwa Rg Veda bukan saja monumen tertua tetapi juga dokumen
di Timur yang paling tua. Susastra ini lebih tua dari Yunani maupun Israel dan
memperlihatkan peradaban yang tinggi di antara mereka yang
mendapatkannya di dalam pengungkapan dari pemujaan mereka.
B. Kedudukan Veda dalam Ajaran Agama Hindu
a.Veda sebagai kitab suci Hindu
Satu-satunya pemikiran yang secara tradisional yang kita miliki adalah
yang mengatakan bahwa Veda adalah kitab suci agama Hindu. Apabila yang
kita maksudkan kitab suci maka Veda adalah merupakan kitab atau buku. Kita
tidak membicarakan isinya. Kita hanya melihat wujudnya. Buku itu berupa
tulisan-tulisan, disusun rapi, ada penulisnya, ada pemikimya, dan ada pula
isinya berupa ajaran-ajaran. Buku adalah benda atau barang cetakan. Tetapi
tidak semua barang cetakan atau buku dapat kita namakan Veda atau kitab
suci.
Veda sebagai kitab suci agama Hindu artinya bahwa buku itu diyakini dan
dipedomani oleh umat Hindu sebagai satu-satunya sumber bimbingan dan
informasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari ataupun untuk
melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Veda dinyatakan sebagai kitab suci
karena sifat isinya dan yang menurunkannya adalah Tuhan yang diyakini
Maha Suci. Apapun yang diturunkan sebagai ajaran oleh Tuhan kepada umat
manusia kesemuanya itu merupakan ajaran suci. Lebih-lebih isinya memberi
dapat dijadikan pedoman bimbingan tentang bagaimana hidup yang suci harus
dijalankan.
Mengenai Veda sebagai kitab suci, nanti kita akan bahas lebih lanjut
dalam bab tersendiri, yaitu dalam bab tersendiri, tentang Kodifikasi Veda dan
suplemennya.
b. Veda sebagai ilmu pengetahuan
Di samping Veda kita kenal sebagai kitab suci, Veda juga dikenal sebagai
ilmu pengetahuan. Hal ini kalau kita mengartikan kata Veda dilihat dari kata
Veda itu sendiri. Veda di dalam bahasa Sanskerta berarti pengetahuan. Kata
Veda Berasal dari urat kata vid, yang artinya mengetahui. Apabila kita
mengartikan Veda itu sebagai pengetahuan, maka setiap ilmu pengetahuan
dapat dikatakan Veda. Ini tidak benar pula. Veda adalah pengetahuan yang
diturunkan oleh Tuhan kepada umat manusia sebagai wahyunya. Sebaliknya
kata ‘widya’ adalah segala macam pengetahuan yang dikembangkan oleh
penemunya (manusia ) melalui berbagai risetnya. Widya lebih bersifat
duniawi, sedangkan Veda lebih bersifat rokhani.
Ada pula penjelasan lain yang kita jumpai mengatakan bahwa kata Veda
yang huruf akhirnya ditulis dalam huruf á (panjang) mengandung pengertian
kata-kata yang diucapkan dan dinyanyikan dengan aturan-aturan tertentu.
Nyanyian suci atau hymne di dalam Veda disebut ‘Rea’ atau Chanda yang
dibedakan menurut jumlah bait dan banyaknya kata atau suku kata dalam satu
sair. Rea ini juga dikenal dengan nama ‘mantra’ dan karena itu tidak heran
kalau akhirnya Veda juga dikenal dengan nama Mantra ; karena hampir semua
tulisan dalam kitab Veda itu ditulis dalam bentuk mantra atau Rea atau
Chanda. Hanya beberapa saja kita jumpai di dalam kitab Yajur Veda yang
ditulis dalam bentuk prosa.
Dengan mengemukakan bahwa Veda adalah pengetahuan atau semacam ilmu
pengetahuan, maka lebih lanjut kita mendapat keterangan bahwa pengetahuan itu
dibedakan menjadi dua bidang, yaitu :
b.1 Pengetahuan rokhani atau segala macam pengetahuan rokhani yang akan
menuntun manusia untuk mencapai kesempurnaan rokhani, baik di dunia ini
maupun kelak sesudah mati. Pengetahuan semacam ini tergolong niwrtti jnana dan
jalannya sendiri disebut niwrtti marga. Adapun yang menjadi sumber niwrtti jnana
adalah Sruti.
b.2 Pengetahuan duniawi, yaitu pengetahuan yang akan menuntun manusia pada
upaya peningkatan kesejahteraan dan hidup bahagia di dunia Ilmu pengetahuan
yang tergolong jenis ini disebut prawrtti marga. Adapun sumber utama dari
pengetahuan ini adalah Dharmasastra.
c. Veda sebagai wahyu Tuhan Y.M.E
Pengertian Veda sebagai wahyu Tuhan Y.M.E adalah merupakan pengertian yang amat
penting di dalam memahami Veda itu sendiri. Di dalam Sarasamuscaya dikemukakan
samakhy‘srutir Vedah ato dharmasastram tu wai smrtih.’ (Sruti itu sesungguhnya
disebut Veda dan Dharmasastra itu adalah smrti). Ungkapan yang sama juga kita
dapatkan di dalam kitab Manawadharmasastra, yang mengatakan : ‘srutistu wedo
wijneyo dharmasastram tu wai smrtih’ (sesungguhnya Sruti adalah Veda dan Smrti
adalah Dharmasastra). Kemudian lebih lanjut dalam perkembangan pengertia Veda
dikembangkan bahwa baik Sruti maupun Smrti adalah sama dan yang dimaksudkannya
ialah bahwa baik Sruti maupun Smrti kedua-duanya diterima sebagai Veda. Dari
pengertian yang telah dikemukakan maka apa yang diartikan Veda adalah mencakup
pengertian yang amat luas.
d. Veda sebagai Mantra
Aspek pengertian keempat, Veda adalah dikenal sebagai Mantra. Pengertian ini dapat
kita angkat dari satu konsep penjelasan yang menguraikan bahwa Sruti itu terdiri dari
tiga bagian, yaitu :
d.1 Mantra, yaitu untuk menamakan semua kitab suci Hindu yang tergolong Catur Veda,
yaitu RgVeda, YajurVeda, SamaVeda, dan AtharwaVeda.
d.2 Brahmana atau Karmakanda, yaitu untuk menamakan semua jenis buku yang
merupakan suplemen kitab Mantra, yang isinya jenis buku yang isinya khusus
membahas aspek karma atau yajna.
d.3 Upanisad dan Aranyaka atau dikenal dengan Jnanakanda, yaitu penamaan semua
macam buku Sruti yang terdiri atas 108 buah kitab Aranyakan dan Upanisad. Isinya
khusus membahas aspek pengetahuan yang bersifat filsafat.
Oleh karena kitab Brahmana, Upanisad maupun Aranyaka tidak pernah
disebut kitab Mantra, maka jelas pengertian Mantra khusus mencakup Catur Veda
saja. Mantra pengertiannya lebih sempit dari Veda itu sendiri.
Menyimak kembali keseluruhan pengertian mengenai Veda itu sendiri, dapat kita
simpulkan bahwa maknanya adalah sangat luas. Kita masih harus membatasi
maksudnya apabila kita menjumpai istilah Veda. Veda adalah satu perwujudan yang
amat disucikan dan dihormati oleh umat Hindu. Sebagai cara penghormatan Veda
adalah merupakan yang dipuja (Sanghyang Veda) yang harus dipedomani untuk
mendapatkan kebenaran dan untuk membimbing manusia menuju pada upaya
peningkatan kesejahteraan.
e. Veda sebagai Sumber Hukum Hindu
Maharsi Manu, peletak dasar hukum Hindu menjelaskan bahwa Veda adalah
sumber dari segala dharma:
“Veda ’khilo dharma mularin smrti sile ca tad vidam,
acaras caiva sadhunam atmanastustir eva ca ”
Manavadharmasastra II.6.

(Veda adalah sumber dari segala dharma, yakni agama, kemudian barulah
smrti, disamping sila (kebiasaan atau tingkah laku yang baik dari orang yang
menghayati dan mengamalkan ajaran Veda) dan kemudian acara yakni tradisi-
tradisi yang baik dari orang-orang suci atau masyarakat yang diyakini baik serta
akhirnya atmanastusti, yakni rasa puas diri yang dipertanggung jawabkan
kepada Tuhan Yang Maha Esa).
Berdasarkan kutipan di atas, kita mengenal sumber-sumber hukum Hindu menurut kronologisnya
seperti berikut :
a. Veda (Sruti)
b. Smrti (dharmasastra)
c. Sila (tingkah laku orang suci) yang telah mendalami Veda
d. Acara (sadacara) adat istiadat yang disakralkan
e. Atmatusti (atmanastusti) kepuasan pribadi (kesepakatan-kesepakatan bersama).
Untuk lebih menegakkan tentang kedudukan sumber-sumber hukum Hindu itu, lebih jauh sloka-
slka Manavadharmasastra menyatakan sebagai
berikut:
“Srutistu vedo vijneyo dharma sastran tu vai smartih,
te sarvarthesvamimamsye tabhyam dharmo hi nirbabhau ”
Manavadharmasastra II.10.
(sesungguhnya Sruti wahyu adalah Veda, demikian pula Smrti itu adalah Dharmasastra., keduanya
tidak boleh diragukan dalam hal apapun, sebab keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber
dari agama dan hukum Hindu).
Dari terjemahun sloka di atas dapat ditegaskan bahwa ke lima sumber hukum Hindu itu
kebenarannya tidak dapat dibantah. Kedudukan sloka II.6 dan II.10 di atas merupakan dasar
yang harus dipegang teguh dalam hal kemungkinan timbulnya perbedaan pengertian
mengenai penafsiran hukum yang terdapat di dalam berbagai kitab agama, maka
kedudukan yang pertama lebih tinggi dari sumber hukum berikutnya. Ketentuan ini
ditegaskan lebih lanjut di dalam sloka Manavadharmasastra berikutnya :
“Sruti dvaidhan tu yatra syat tatra dharmavubhau smrtau,
ubhav api hi tau dharmau samyang uktau manisibhih
Manavadharmasastra H.l4.
(Bila dua kitab Sruti bertentangan satu dengan yang lainnya, keduanya diterima sebagai
hukum karena keduanya telah diterima oleh orang-orang suci sebagai hukum).
Dari ketentuan ini maka tidak ada ketentuan yang membenarkan adanya sloka yang satu
harus dihapus oleh sloka yang lain, melainkan keduanya harus diterima sebagai hukum.
Di samping sloka-sloka di atas, masih ada sloka yang penting pula artinya di dalam
memberi batasan tentang pengertian sumber hukum itu, yaitu sloka berikut :
“Vedah smrtih sadacarah svasya ca priyamatmanah,
etac catur vidham prahuh saksad dharmasya Iaksanam ”
Manavadharmasastra II. 14.

(Veda, Smrti, Sadacara dan Atmanastusti mereka nyatakan sebagai empat dasar usaha
untuk memberikan batasan tentang dharma).
Terjemahan sloka di atas menyederhanakan sloka II. 6. Dengan meniadakan “Sila”, karena
Sila dengan Sadacara mengandung arti yang mirip dan bahkan sama.
Sila berarti kebiasaan dan Sadacara juga berarti kebiasaan.
Selanjutnya di Indonesia kita jumpai kitab Sarasamuccaya yang merupakan karya
kompilasi dengan mengambil sumber kitab Mahabharata dan Purana, juga memberikan
penjelasan tentang Veda sebagai sumber hukum Hindu sebagai berikut :
“Srutivedah samakhyato dharmasastram tu vai smrtih
te sarvathesvamimamsye tabhyam dharmo vinirbhrtah ”
Sarasamuccaya 37.

(Ketahuilah olehmu Sruti itu adalah Veda(dan) Smrti itu sesungguhnya adalah
Dharmasastra keduanya harus diyakini dan dituruti agar sempurnalah pelaksanaan
dharma itu).
Penjelasan dan terjemahan di dalam kitab Sarasamuccaya di atas didasarkan pada teks
Sanskrta saja, sedang teks Jawa Kunonya merupakan terjemahan yang sudah diperluas
atau dikomentari oleh peneljemah Jawa Kuno, namun demikian baik Manavadharmasastra
maupun Sarasamuccaya memberi keyakinan bahwa Sruti dan Smrti itu adalah dua sumber
hukum dalam melaksanakan dharma.
Selanjutnya perlu ditegaskan bahwa ketentuan-ketentuan yang digariskan dalam Veda
sebagai sumber hukum, bersifat memaksa dari mutlak harus dipatuhi. Kitab
Manavadharmasastra menyatakan hal itu :
“Kamatmata na prasasta na ca ivehastya kamata,
kamyo hi vedadhigamah karma yogas cavaaidikah "
Manavadharmasastra II.2.
(Berbuat karena nafsu untuk memperoleh pahala tidaklah terpuji namun berbuat tanpa
keinginan akan pahala tidak dapat kita jumpai di dunia ini karena keinginan-keinginan itu
bersumber dari mempelajari Veda dan karena itu setiap perbuatan diatur oleh Veda).
“Tesu samyang varta mano gacchatya maralokatam,
yatha sankalpitamcceha sarvam Kaman samasnute ”
Manavadharmasastra H.5.

(Ketahuilah bahwa ia yang selalu melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah diatur


dengan cara yang benar mencapai tingkat kebebasan yang sempurna kelak dan memperoleh
semua keinginan yang diharapkan).
“Yo ’vamanycta te mule hetu sastrasrayad dvUah,
sa sadhubhir bahiskaryo nastiko vedanindakah "
Manavadharmasastra II.l 1. V
(Setiap dvijati yang menggantikan dengan lembaga dialektika dan memandang rendah
kedua sumber hukum itu (Sruti dan Smrti) harus dijauhkan dari orang-orang bajik sebagai
orang atheis yang menentang Veda)
“Pitr deva manusyanam Vedas cksuh sanatanam,
asakyam ca Qzrameyam ca vedasastram iti sthitih ”
Manavadharmasastra II.94.

(Veda adalah mata yang abadi dari para leluhur, deva-deva dan manusia. Peraturan-
peraturan dalam Veda sukar dipahami oleh manusia dan itu adalah kenyataan)
“ya vedahyah smrtayo yasca kasca kudrtayah,
sarvasta nisphalah pretya tamo nistha hi ta smrtah”.
Manavadharmasastra II.95.
"vibharri sarva bhutani vedasastram,
tasmad etat param manye tadjjantor asya sadham’’.
Manavadharmasastra II.99.

(Ajaran veda menyangga semua makhluk ciptaan ini .karena saya berpendapat ,hal itu
harus dijunjung tinggi ,jalan menuju kebahagiaan semua mahluk ).
“sainapatyam ca rajyam ca danda netr tvam eva ca,
sarva lokadhipatyam ca vedasastravid arhati ”
Manavadharmasastra II.100.

(Panglima Angkatan Bersenjata, pejabat pemerintah, pejabat pengadilan dan penguasa


atas semua manusia di dunia ini hanya layak kalau mengenal ajaran Veda).
Terdapat beberapa sloka yang menekankan pentingnya Veda sebagai sumber ajaran
Hindu maupun sebagai sumber hukum dalam membina masyarakat, oleh karena itu
berdasarkan ketentuan-ketentuan diatas pemahaman dan penghayatan ajaran Veda
sangat penting karena bermanfaat tidak saja kepada mereka yang mendalami dan
mengamalkannya tetapi juga kepada masyarakat yang dibinanya. Dengan demikian
Veda bersifat obligator baik untuk dihayati, dipahami dan diamalkan.
C. Bahasa Veda
Sebagai wahyu Tuhan Yang Maha Esa, maka tirnbul pertanyaan kepada kita, bahasa
apakah yang dipakai ketika wahyu itu turun dan demikian pula ketika Veda itu ditulis.
Pertanyaan ini muncul karena bila merenung dan mengamati berbagai kitab suci yang
dikenal di dunia ini, maka bahasa yang dipakai adalah bahasa yang digunakan pada
tempat wahyu itu diturunkan. Demikianlah bila kita melihat bahasa yang digunakan
dalam Alquran adalah bahasa Arab, dan tentunya bahasa ini adalah bahasa yang benar
menurut mereka yang berbahasa Arab. Sebaliknya kitab Injil yang merupakan kitab suci
bagi umat Nasrani, bahasa yang digunakan tentunya bukan bahasa Arab demikian pula
bagi umat Hindu, bahasa kitab sucinya berbeda dengan bahasa-bahasa kitab suci kedua
agama tersebut di atas. Memperhatikan hal itu, maka dapat disimpulkan bahwa wahyu
itu diterima menurut bahasa yang digunakan oleh mereka yang menerima wahyu itu
dan para rsi penerima wahyu Veda menggunakan bahasa Sanskrta. Demikianlah maka
seluruhwahyu Veda menggunakan bahasa Sanskrta, dan bahkan bahasa untuk semua
susastra Hindu yang berkernbang kemudian juga menggunakan bahasa Sanskrta.
Istilah bahasa Sanskrta adalah bahasa yang dipopulerkan oleh Maharsi bemama Panini.
Maharsi Panini pada waktu itu mencoba menulis sebuah kitab Vyakarana (tata bahasa)
yang kemudian terkenal dengan nama Astadhyayi yang terdiri dari delapan Adhyaya atau
bab yang mencoba mengemukakan bahwa bahasa yang digunakan dalam Veda adalah
bahasa deva-deva. Bahasa deva-deva itu dikenal dengan “Daivivak”. Daivivak berarti
bahasa atau “sabda dewata”.
Kemudian atas jasa Maharsi Patanjali yang menulis kitab “Bhasa” dan merupakan buku
kritik yang menjelaskan kitab maharsi Panini, yang ditulis pada abad ke II Sebelum
Masehi; makin terungkaplah nama daivivak untuk menamai bahasa yang digunakan dalam
Veda dan bahasa yang digunakan untuk penulisan karya sastra seperti itihasa (semi
sejarah), Purana (cerita-cerita kuno/mitologi).
Smrti (dharmasastra), kitab-kitab Agama dan Darsana yang muncul pada periode
berikutnya yang juga menggunakan bahasa Sanskrta. Bahasa Sanskrta adalah bahasa yang
umum dan digunakan sebagai bahasa pergaulan pada jaman itu.
Penulis yang tampil sesudah Maharsi Panini adalah Maharsi Kantyayana hidup di
abad ke V Sebelum Masehi, sedangkan Maharsi Panini pada abad ke VI Sebelum
Masehi. Kantyayana dikenal pula dengan nama Vararuci dan di Indonesia salah satu
karya Maharsi vararuci adalahsarasamu ccaySa yang telah diterjemahkan ke dalam
Bahasa Jawa Kuno pada jaman Majapahit. Melalui Kantyayana inilah kita lebih
banyak mengenal tentang Maharsi Panini. Pengaruh kitab Astadhyayi karya Maharsi
Panini sangat besar dalam perkembangan bahasa Sanskrita. Dengan
perkembangannya yang pesat sesudah diturunkannya Veda kemudian para ahli
Sanskrta rnembedakan bahasa Sanskrta ke dalam 3 kelompok yakni ;
a. Bahasa Sanskrta Veda (Vedic Sanskrit) yakni bahasa Sansekerta yang digunakan
dalam Veda yang umumnya jauh lebih tua dibandingkan dengan bahasa Sanskrta yang
kemudian digunakan dalam berbagai susastra Hindu seperti dalam Itihasa, Purana,
Dharmasastra dan lain-lain.
b. Bahasa Sanskrta Klasik (Classical Sanskrit), yakni bahasa Sanskrta yang digunakan
dalam karya sastra (susastra Hindu) seperti Idhasa (Ramayana dan Mahabrata),
Purana (18 mahapurana dan 18 Upapurana), smrti (kitab-kitab Dharmasastra), kitab-
kitab Agama (Tantra) dan Darsana yang berkembang sesudah Veda.
c. Bahasa Sanskrta Campuran (Hybrida Sanskrit) dan untuk di Indonesia oleh para ahli
menamai Sanskrta Kepulauan (Archipelago Sanskrit), baik Sanskrta campuran maupun
Sanskrta Kepulauan keduanya ini tidak murni menggunakan kosa kata atau
tatabahasa Sanskrta sebagaimana digunakan dalam dua pengelompokkan
sebelumnya (Sanskerta Veda dan Sanskrta Kalsik). Contoh dari Sanskrta Campuran
dapat dijumpai di India terutama pada masyarakat yang tidak menggunakan bahasa
Sanskrta (kini menjadi bahasa Hindi) seperti di India Timur atau Selatan, sedang di
Indonesia dapat kita lihat dari Stuti, Stava atau puja yang digunakan oleh para pandita
di Bali.
Dalam mempelajari Veda dan susastra Hindu yang lain, pengenalan terhadap bahasa
Sanskrta sangat diperlukan dan bagi kita di INDONESIA disamping mengenal bahasa
Sanskrta juga sangat baik untuk memahami pula bahasa Jawa Kuno sebab tanpa
mengenal ke dua bahasa ini kurang lengkap pengetahuan kita tentang susastra Hindu,
baik yang menggunakan Bahasa Sanskrta maupun Jawa Kuno. Timbul pertanyaan
apakah dalam mempelajari agama Hindu terutama dalam mengucapkan doa, mutlak
harus menggunakan bahasa Sanskrta?
Sebenamya hal ini tidaklah mutlak, sebab dalam doa yang terpenting adalah
Diucapkan dengan khusuk, dalam doa kita dapat menggunakan bahasa ibu kita
tetapi bila kita mengucapkan mantra-mantra berbahasa Sanskrta, maka pengenalan
terhadap bahasa ini sangat diharapkan. Tentang pengucapan mantra, kitab Nirukta
(I.18) menyatakan :
“Seseorang yang mengucapkan mantra (Veda) tidak mengerti makna yang terkandung
dalam matra (Veda) itu tidak memperoleh penerangan rohani, seperti sebatang kayu
bakar yang disiram minyak tanah, tidak pernah terbakar bila tidak terdapat api.
Demikianlah orang yang hanya mengucapkan (membaca), tidak mengetahui arti/ makna
mantra(Veda), tidak memperoleh cahaya pengetahuan sejati”.
Penyelidikan terhadap bahasa Sanskrta di Barat telah mulai sejak permulaan abad ke XVII
dan motifnya tidaklah murni pada waktu itu, tetapi didorong oleh keinginan untuk
menyebarkan misi agama Kristen. hal ini dibuktikan dengan tulisan-tulisan Dr. Max Muler
pada tahun 1886. Ahli-ahli bangsa Barat yang banyak berkecimpung di dalam
mempelajari Bahasa Sanskrta, antara lain: Max Muller, Weber, Buhler, Sir William Jones,
H.T Colebrooke, Keilharn, Grimm, Grassmann, Jesperson, C. Wilkin, A. Roger Griflith, Mac
Donald, William Monier, Hillebrant dan sebagainya. Di Indonesia usaha menerjemahkan
karya Sanskrta ke dalam bahasa Jawa Kuno telah lama dirintis di Jawa Tengah dan Timur
pada masa kejayaan kerajaan-kerajaan Hindu Nusantarai termasuk pula di Bali.
D. Umur Kitab Suci Veda
Umat Hindu meyakini bahwa Veda bersifat ”Anadi-Ananta” yang artinya tidak
berawal dan tidak berakhir dalam pengertian waktu. Hal ini menunjukkan bahwa
sebelum itu atau tidak ada sesuatu yang lebih awal dari Veda. Veda berarti sudah ada
sebelum pengertian waktu itu ada. Bagaiman hal itu bisa diterima? Di dalam Veda
kita jumpai beberapa “Sukta” yang menyebutkan nama rsi, misalnya “Agastyo-
Maitra-Varuni”, yaitu Agstya putra Mitra dan Varuna. Bila demikian halnya apakah
Sukta itu dikarang oleh Agastya? Hal ini tidak dapat dijadikan bukti bahwa sebelum
Agastya mantra Veda itu belum ada. Kemudian bagaimana kita menyatakan bahwa
Veda itu bersiffat Anadi atau tanpa awal? Namun fakta membuktikan bahwa mantra
Veda itu tidak disusun oleh para rsi dan rsi bukanlah pembuat mantra atau
“mantrakarta”, rsi adalah “Na mantrakarta”, tetapi “Mantradrastah”, yang
mendapatkan mantra.
Baiklah, bila para rsi menemukan mantra Veda, dimanakah mantra itu berada
sebelumnya? Bila disebut Anadi ini berarti mantara itu selalu ada disana. Umat Hindu
yakin bahwa ciptaan Tuhan Yang Maha Esa itu bagaikan sebuah lingkaran, Anadi tanpa
awal dan bersifat abadi. Pada setiap “Kalpa” (sehari Brahma = 4.320.000.000, tahun
manusia) tercipta alam semesta baru yang menggantikan alam semesta sebelumnya yang
telah “Pralaya”. Pada setiap penciptaan, Brahma melakukan meditasi (masa ini disebut
“Svetavarahakalpa”) dan Tuhan Yang Maha Esa (Brahman) muncul dalam wujud
“Omkara”, disebut juga ‘Pranava”, dan dari padanya pula muncul alam semesta Rg Veda,
Yajur Veda, Sama Veda, dan Atharva Veda, Veda adalah nafasNya, oleh karena itu Veda
telah ada pada saat Brahman ada, Sebelum alam semesta diciptakan. Tentang hal ini,
Brhadaranyaka Upanisad menyatakan:
"sa yathardra idhagner abhyaihitat prtag dhuma
viniscaranti, evam va are ’sya mahato bhutasya nihsvasitam,
eta dyad rgvedo yajurvedah samavedo ’thavangirasa itihasah
puranam vidya upanisadah slokah sutrany anuvyakhyanani
yyakhyanani asyavaituni sarvani nihsvasitani "
Brhadaranyaka Upanisad II.4.10.
(Seperti juga sinar api yang dihidupkan dengan minyak campur air, berbagai asap akan
keluar dan menyebar, begitu juga Rg Veda, Yajurveda, Samaveda, Athawa- veda
(Atharvangirasa), Itihasa, Purana, dan ilmu pengetahuan, Upanisad, Sloka, Sutra
(aphorisme), penjelasan komentar-komentar. Dari pada -Nya semuanya dinafaskan).

Dapatkah kita hidup tanpa nafas? Demikian pula halnya Veda disebut “Anadi-ananta “.
Perlu ditekankan bahwa kita tidak menemukan penjelasan bahwa Tuhan yang maha Esa
menciptakan Veda, karena memang Veda tidak terpisahkan dengan-Nya. Demikian pula
halnya kita tidak bisa menciptakan nafas, karena nafas ada bersama dengan hidup kita.
Demikian analogi antara Tuhan Yang Maha Esa dengan Veda.
Tentang kapan diturunkannya Veda atau kapankah para rsi menerima wahyu Tuhan
Yang Maha Esa yang kemudian kita kenal dengan nama Veda tidaklah dapat diketahui
dengan pasti. Berbagai pendapat para sarjana baik di Barat maupun di Timur semuanya
tidaklah sama. Perlu juga ditandaskan disini bahwa Veda pada mulunya diterima secara
lisan dan disampaikan pula secara lisan mengingat pada waktu Veda diturunkan itu
belum dikenal tulisan.
Jadi bahasa lisan lebih dulu digunakan baru kemudian ketika tulisan ditemukan mantra-mantra
Veda dituliskan kembali dan tentang penulisan kembali ini juga diketahui hanya berdasarkan
perkiraan saja tanpa tahun yang pasti, mengingat penulisan itu dilakukan dalam waktu ratusan
tahun lamanya. Secara tradisional berdasarkan kitab-kitab Purana. Maharsi Vyasa atau
Krsnadvaipayanalah yang menyusun atau menuliskan kembali ajaran Veda dalam 4 himpunan
(samhita) dibantu oleh 4 orang sisyanya, yaitu Pulaha atau Patila, diyakini menyusun Rg Veda,
Vaisampayana, menyusun Yajurveda, Jaimini menyusun Samaveda dan Sumantu menyusun
Anharvaveda. Kembali tentang kapan wahyu Veda diterirna oleh para ahli berpendapat :
a. Vidyaranya menyatakan sekitar 15.000 tahun Sebelmn Masehi.
b. Lokamanya Tilak Shastri menyatakan 6.000 tahun Sebelum Masehi.
c. Bal Gangadhar Tilak menyatakan 4.000 tahun Sebelum Masehi.
d. Dr. Haug memperkirakan tahun 2.400 tahun Sebelum Masehi.
e. Max Muller menyatakan sekitar 1200-800 tahun Sebelum Masehi.
f. Heina Gelderen memperkirakan 1.150-1.000 tahun Sebelum Masehi.
g. Sylvain Levy memperkirakasn 1.000 tahun Sebelum Masehi.
h. Stutterheim memperkirakan 1.000-500 tahun Sebelum Masehi.
Demikian pendapat para sarjana memperkirakan mengenai masa diturunkannya
wahyu Veda yang sudah sangat tua, namun sampai kini ajaran Veda masih relevan,
menjadi sumber ajaran agama Hindu dan scnantiasa menjadi pegangan bagi umat
Hindu.

Anda mungkin juga menyukai