Anda di halaman 1dari 22

WEDA SEBAGAI SUMBER AJARAN

AGAMA HINDU

Sumber ajaran agama Hindu adalah Kitab Suci Weda, yaitu kitab yang berisikan ajaran
kesucian yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui para Maha Rsi. Weda
merupakan jiwa yang meresapi seluruh ajaran Hindu, laksana sumber air yang mengalir
terus melalui sungai-sungai yang amat panjang dalam sepanjang abad. Weda adalah
sabda suci atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa.

Weda secara ethimologinya berasal dari kata “Vid” (bahasa sansekerta), yang artinya
mengetahui atau pengetahuan. Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha sempurna
dan kekal abadi serta berasal dari Hyang Widhi Wasa. Kitab Suci Weda dikenal pula
dengan Sruti, yang artinya bahwa kitab suci Weda adalah wahyu yang diterima melalui
pendengaran suci dengan kemekaran intuisi para maha Rsi. Juga disebut kitab mantra
karena memuat nyanyian-nyanyian pujaan. Dengan demikian yang dimaksud dengan
Weda adalah Sruti dan merupakan kitab yang tidak boleh diragukan kebenarannya dan
berasal dari Hyang Widhi Wasa.

BAHASA WEDA

Bahasa yang dipergunakan dalam Weda disebut bahasa Sansekerta, Nama sansekerta
dipopulerkan oleh maharsi Panini, yaitu seorang penulis Tata Bahasa Sensekerta yang
berjudul Astadhyayi yang sampai kini masih menjadi buku pedoman pokok dalam
mempelajari Sansekerta.
Sebelum nama Sansekerta menjadi populer, maka bahasa yang dipergunakan dalam
Weda dikenal dengan nama Daiwi Wak (bahasa/sabda Dewata). Tokoh yang merintis
penggunaan tatabahasa Sansekerta ialah Rsi Panini. Kemudian dilanjutkan oleh Rsi
Patanjali dengan karyanya adalah kitab Bhasa. Jejak Patanjali diikuti pula oleh Rsi
Wararuci.

WEDA SEBAGAI SUMBER AJARAN AGAMA HINDU

Satu-satunya pemikiran yang secara tradisional yang kita miliki adalah yang mengatakan
bahwa Veda adalah kitab suci agama Hindu. Sebagai kitab suci agama Hindu maka ajaran
Veda diyakini dan dipedomani oleh umat Hindu sebagai satu-satunya sumber bimbingan
dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari ataupun untuk waktu-waktu
tertentu. Diyakini sebagai kitab suci karena sifat isinya dan yang menurunkan
(mewahyukan) adalah Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Suci. Apapun yang diturunkan
sebagai ajaran-Nya kepada umat manusia adalah ajaran suci terlebih lagi bahwa isinya itu
memberikan petunjuk atau ajaran untuk hidup suci.

Sebagai kitab suci, Veda adalah sumber ajaran agama Hindu sebab dari Vedalah mengalir
ajaran agama Hindu. Ajaran Veda dikutip kembali dan memberikan vitalitas terhadap kitab-
kitab susastra Hindu pada masa berikutnya. Dari kitab Veda (Sruti) mengalirlah ajaran Veda
pada kitab-kitab Smrti, Itihasa, Purana, kitab-kitab Agama, Tantra, Darsana dan Tattwa-
tattwa yang kita warisi di Indonesia. Swami Sivananda menyatakan : ”Veda adalah kitab
tertua dari perpustakaan umat manusia. Kebenaran yang terkandung dalam semua agama
berasal dari Veda dan akhirnya kembali pada Veda. Veda adalah sumber ajaran agama,
sumber tertinggi dari semua sastra agama berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Veda
diwahyukan pada permulaan adanya pengertia waktu”.

Veda mengandung ajaran yang memberikan keselamatan di dunia ini dan di akhirat nanti.
Veda menuntun tindakan umat manusia sejak lahir sampai pada nafasnya yang terakhir.
Veda tidak terbatas pada tuntunan hidup individual, tetapi juga dalam hidup bermasyarakat.
Bagaimana hendaknya masyarakat bersikap dan bertindak, tugas-tugas aparatur
pemerintah melaksanakan tugasnya, bagaimana tingkah laku seorang ibu. Segala tuntunan
hidup ditunjukkan kepada kita terhimpun dalam kitab suci Veda.kita miliki adalah yang
mengatakan
PEMBAGIAN DAN ISI WEDA

Weda adalah kitab suci yang mencakup berbagai aspek kehidupan yang diperlukan oleh
manusia. Berdasarkan materi, isi dan luas lingkupnya, maka jenis buku weda itu banyak.
maha Rsi Manu membagi jenis isi Weda itu ke dalam dua kelompok besar yaitu Weda Sruti
dan Weda Smerti. Pembagian ini juga dipergunakan untuk menamakan semua jenis buku
yang dikelompokkan sebagai kitab Weda, baik yang telah berkembang dan tumbuh
menurut tafsir sebagaimana dilakukan secara turun temurun menurut tradisi maupun
sebagai wahyu yang berlaku secara institusional ilmiah. Kelompok Weda Sruti isinya hanya
memuat wahyu, sedangkan kelompok Smerti isinya bersumber dari Weda Sruti, jadi
merupakan manual, yakni buku pedoman yang sisinya tidak bertentangan dengan Sruti.
Baik Sruti maupun Smerti, keduanya adalah sumber ajaran agama Hindu yang tidak boleh
diragukan kebenarannya. Agaknya sloka berikut ini mempertegas pernyataan di atas.

Weda khilo dharma mulam


smrti sile ca tad widam,
acarasca iwa sadhunam
atmanastustireqaca. (M. Dh. II.6).
Artinya:
Seluruh Weda merupakan sumber utama dari pada agama Hindu (Dharma), kemudian barulah
Smerti di samping Sila (kebiasaan- kebiasaan yang baik dari orang-orang yang menghayati Weda).
dan kemudian acara yaitu tradisi dari orang-orang suci serta akhirnya Atmasturi (rasa puas diri
sendiri).

Srutir wedah samakhyato


dharmasastram tu wai smrth,
te sarwatheswam imamsye
tabhyam dharmo winir bhrtah. (S.S.37).
Artinya:
Ketahuilah olehmu Sruti itu adalah Weda (dan) Smerti itu sesungguhnya adalah dharmasastra;
keduanya harus diyakini kebenarannya dan dijadikan jalan serta dituruti agar sempurnalah dalam
dharma itu.
Dari sloka-sloka diatas, maka tegaslah bahwa Sruti dan Smerti merupakan dasar utama
ajaran Hindu yang kebenarannya tidak boleh dibantah. Sruti dan Smerti merupakan dasar
yang harus dipegang teguh, supaya dituruti ajarannya untuk setiap usaha.

BAGIAN–BAGIAN WEDA

1. SRUTI

Sruti adalah kitab wahyu yang diturunkan secara langsung oleh Tuhan (Hyang Widhi Wasa)
melalui para maha Rsi. Sruti adalah Weda yang sebenarnya (originair) yang diterima
melalui pendengaran, yang diturunkan sesuai periodesasinya dalam empat kelompok atau
himpunan. Oleh karena itu Weda Sruti disebut juga Catur Weda atau Catur Weda Samhita
(Samhita artinya himpunan). Adapun kitab-kitab Catur Weda tersebut adalah:

1. Rg. Weda atau Rg Weda Samhita. Adalah wahyu yang paling pertama diturunkan
sehingga merupakan Weda yang tertua. Rg Weda berisikan nyanyian-nyanyian
pujaan, terdiri dari 10.552 mantra dan seluruhnya terbagi dalam 10 mandala.
Mandala II sampai dengan VIII, disamping menguraikan tentang wahyu juga
menyebutkan Sapta Rsi sebagai penerima wahyu. Wahyu Rg Weda dikumpulkan
atau dihimpun oleh Rsi Pulaha.
2. Sama Weda Samhita. Adalah Weda yang merupakan kumpulan mantra dan
memuat ajaran mengenai lagu lagu pujaan. Sama Weda terdiri dari 1.875 mantra.
Wahyu Sama Weda dihimpun oleh Rsi Jaimini.
3. Yajur Weda Samhita. Adalah Weda yang terdiri atas mantra-mantra dan sebagian
besar berasal dari Rg. Weda. Yajur Weda memuat ajaran mengenai pokok-pokok
yajus. Keseluruhan mantranya berjumlah 1.975 mantra. Yajur Weda terdiri atas dua
aliran, yaitu Yayur Weda Putih dan Yayur Weda Hitam. Wahyu Yayur Weda
dihimpun oleh Rsi Waisampayana.
4. Atharwa Weda Samhita. Adalah kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran yang
bersifat magis. Atharwa Weda terdiri dari 5.987 mantra, yang juga banyak berasal
dari Rg. Weda. Isinya adalah doa-doa untuk kehidupan sehari-hari seperti mohon
kesembuhan dan lain-lain. Wahyu Atharwa Weda dihimpun oleh Rsi Sumantu.

Sebagaimana nama-nama tempat yang disebutkan dalam Rg. Weda maka dapat
diperkirakan bahwa wahyu Rg Weda dikodifikasikan di daerah Punjab. Sedangkan ketiga
Weda yang lain (Sama, Yayur, dan Atharwa Weda), dikodifikasikan di daerah Doab (daerah
dua sungai yakni lembah sungai Gangga dan Yamuna.Masing-masing bagian Catur Weda
memiliki kitab-kitab Brahmana yang isinya adalah penjelasan tentang bagaimana
mempergunakan mantra dalam rangkain upacara. Disamping kitab Brahmana, Kitab-kitab
Catur Weda juga memiliki Aranyaka dan Upanisad. Kitab Aranyaka isinya adalah
penjelasan-penjelasan terhadap bagian mantra dan Brahmana. Sedangkan kitab Upanisad
mengandung ajaran filsafat, yang berisikan mengenai bagaimana cara melenyapkan
awidya (kebodohan), menguraikan tentang hubungan Atman dengan Brahman serta
mengupas tentang tabir rahasia alam semesta dengan segala isinya. Kitab-kitab brahmana
digolongkan ke dalam Karma Kandha sedangkan kitab-kitab Upanishad digolonglan ke
dalam Jnana Kanda.

2. SMERTI

Smerti adalah Weda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Penyusunan ini
didasarkan atas pengelompokan isi materi secara sistematis menurut bidang profesi.

Secara garis besarnya Smerti dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yakni
kelompok Wedangga (Sadangga), dan kelompok Upaweda.

A. Kelompok Wedangga; Kelompok ini disebut juga Sadangga. Wedangga terdiri dari enam
bidang Weda yaitu:

1. Siksa (Phonetika). Isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang cara tepat dalam


pengucapan mantra serta rendah tekanan suara.
2. Wyakarana (Tata Bahasa). Merupakan suplemen batang tubuh Weda dan dianggap
sangat penting serta menentukan, karena untuk mengerti dan menghayati Weda
Sruti, tidak mungkin tanpa bantuan pengertian dan bahasa yang benar.
3. Chanda (Lagu). Adalah cabang Weda yang khusus membahas aspek ikatan bahasa
yang disebut lagu. Sejak dari sejarah penulisan Weda, peranan Chanda sangat
penting. Karena dengan Chanda itu, semua ayat-ayat itu dapat dipelihara turun
temurun seperti nyanyian yang mudah diingat.
4. Nirukta. Memuat berbagai penafsiran otentik mengenai kata-kata yang terdapat di
dalam Weda.
5. Jyotisa (Astronomi). Merupakan pelengkap Weda yang isinya memuat pokok-pokok
ajaran astronomi yang diperlukan untuk pedoman dalam melakukan yadnya, isinya
adalah membahas tata surya, bulan dan badan angkasa lainnya yang dianggap
mempunyai pengaruh di dalam pelaksanaan yadnya.
6. Kalpa. Merupakan kelompok Wedangga (Sadangga) yang terbesar dan penting.
Menurut jenis isinya, Kalpa terbagi atas beberapa bidang, yaitu bidang Srauta,
bidang Grhya, bidang Dharma, dan bidang Sulwa. Srauta memuat berbagai ajaran
mengenai tata cara melakukan yajna, penebusan dosa dan lain-lain, terutama yang
berhubungan dengan upacara keagamaan. Sedangkan kitab Grhyasutra, memuat
berbagai ajaran mengenai peraturan pelaksanaan yajna yang harus dilakukan oleh
orang-orang yang berumah tangga. Lebih lanjut, bagian Dharmasutra adalah
membahas berbagai aspek tentang peraturan hidup bermasyarakat dan bernegara.
Dan Sulwasutra, adalah memuat peraturan-peraturan mengenai tata cara membuat
tempat peribadatan, misalnya Pura, Candi dan bangunan-bangunan suci lainnya
yang berhubungan dengan ilmu arsitektur.

B. Kelompok Upaweda; Adalah kelompok kedua yang sama pentingnya dengan


Wedangga. Kelompok Upaweda terdiri dari beberapa jenis, yaitu:

(1). Itihasa
Merupakan jenis epos yang terdiri dari dua macam yaitu Ramayana dan Mahabharata.
Kitan Ramayana ditulis oleh Rsi Walmiki. Seluruh isinya dikelompokkan kedalam tujuh
Kanda dan berbentuk syair. Jumlah syairnya sekitar 24.000 syair. Adapun ketujuh kanda
tersebut adalah Ayodhya Kanda, Bala Kanda, Kiskinda Kanda, Sundara Kanda, Yudha
Kanda dan Utara Kanda. Tiap-tiap Kanda itu merupakan satu kejadian yang
menggambarkan ceritra yang menarik. Di Indonesia cerita Ramayana sangat populer yang
digubah ke dalam bentuk Kekawin dan berbahasa Jawa Kuno. Kekawin ini merupakan
kakawin tertua yang disusun sekitar abad ke-8.

Disamping Ramayana, epos besar lainnya adalah Mahabharata. Kitab ini disusun oleh
maharsi Wyasa. Isinya adalah menceritakan kehidupan keluarga Bharata dan
menggambarkan pecahnya perang saudara diantara bangsa Arya sendiri. Ditinjau dari arti
Itihasa (berasal dari kata “Iti”, “ha” dan “asa” artinya adalah “sesungguhnya kejadian itu
begitulah nyatanya”) maka Mahabharata itu gambaran sejarah, yang memuat mengenai
kehidupan keagamaan, sosial dan politik menurut ajaran Hindu. Kitab Mahabharata meliputi
18 Parwa, yaitu Adiparwa, Sabhaparwa, Wanaparwa, Wirataparwa, Udyogaparwa,
Bhismaparwa, Dronaparwa, Karnaparwa, Salyaparwa, Sauptikaparwa, Santiparwa,
Anusasanaparwa, Aswamedhikaparwa, Asramawasikaparwa, Mausalaparwa,
Mahaprastanikaparwa, dan Swargarohanaparwa.

Diantara parwa-parwa tersebut, terutama di dalam Bhismaparwa terdapatlah kitab


Bhagavad Gita, yang amat masyur isinya adalah wejangan Sri Krsna kepada Arjuna
tentang ajaran filsafat yang amat tinggi.

(2). Purana
Merupakan kumpulan cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan dunia dan silsilah
para raja yang memerintah di dunia, juga mengenai silsilah dewa-dewa dan bhatara, cerita
mengenai silsilah keturunaan dan perkembangan dinasti Suryawangsa dan Candrawangsa
serta memuat ceitra-ceritra yang menggambarkan pembuktian-pembuktian hukum yang
pernah di jalankan. Selain itu Kitab Purana juga memuat pokok-pokok pemikiran yang
menguraikan tentang ceritra kejadian alam semesta, doa-doa dan mantra untuk
sembahyang, cara melakukan puasa, tatacara upacara keagamaan dan petunjuk-petunjuk
mengenai cara bertirtayatra atau berziarah ke tempat-tempat suci. Dan yang terpenting dari
kitab-kitab Purana adalah memuat pokok-pokok ajaran mengenai Theisme (Ketuhanan)
yang dianut menurut berbagai madzab Hindu. Adapun kitab-kitab Purana itu terdiri dari 18
buah, yaitu Purana, Bhawisya Purana, Wamana Purana, Brahma Purana, Wisnu Purana,
Narada Purana, Bhagawata Purana, Garuda Purana, Padma Purana, Waraha Purana,
Matsya Purana, Kurma Purana, Lingga Purana, Siwa Purana, Skanda Purana dan Agni
Purana.
(3) Arthasastra
Adalah jenis ilmu pemerintahan negara. Isinya merupakan pokok-pokok pemikiran ilmu
politik. Sebagai cabang ilmu, jenis ilmu ini disebut Nitisastra atau Rajadharma atau pula
Dandaniti. Ada beberapa buku yang dikodifikasikan ke dalam jenis ini adalah kitab Usana,
Nitisara, Sukraniti dan Arthasastra. Ada beberapa Acarya terkenal di bidang Nitisastra
adalah Bhagawan Brhaspati, Bhagawan Usana, Bhagawan Parasara dan Rsi Canakya.

(4) Ayur Weda


Adalah kitab yang menyangkut bidang kesehatan jasmani dan rohani dengan berbagai
sistem sifatnya. Ayur Weda adalah filsafat kehidupan, baik etis maupun medis. Oleh karena
demikian, maka luas lingkup ajaran yang dikodifikasikan di dalam Ayur Weda meliputi
bidang yang amat luas dan merupakan hal-hal yang hidup. Menurut isinya, Ayur Weda
meliptui delapan bidang ilmu, yaitu ilmu bedah, ilmu penyakit, ilmu obat-obatan, ilmu
psikotherapy, ilmu pendiudikan anak-anak (ilmu jiwa anak), ilmu toksikologi, ilmu mujizat
dan ilmu jiwa remaja.

Disamping Ayur Weda, ada pula kitab Caraka Samhita yang ditulis oleh Maharsi
Punarwasu. Kitab inipun memuat delapan bidan ajaran (ilmu), yakni Ilmu pengobatan, Ilmu
mengenai berbagai jens penyakit yang umum, ilmu pathologi, ilmu anatomi dan embriologi,
ilmu diagnosis dan pragnosis, pokok-pokok ilmu therapy, Kalpasthana dan Siddhistana.
Kitab yang sejenis pula dengan Ayurweda, adalah kitab Yogasara dan Yogasastra. Kitab ini
ditulis oleh Bhagawan Nagaryuna. isinya memuat pokok-pokok ilmu yoga yang
dirangkaikan dengan sistem anatomi yang penting artinya dalam pembinaan kesehatan
jasmani dan rohani.

(5) Gandharwa Weda


Adalah kitab yang membahas berbagai aspek cabang ilmu seni. Ada beberapa buku
penting yang termasuk Gandharwaweda ini adalah Natyasastra (yang meliputi
Natyawedagama dan Dewadasasahasri), Rasarnawa, Rasaratnasamuscaya dan lain-lain.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa kelompok Weda Smerti meliptui banyak buku dan
kodifikasinya menurut jenis bidang-bidang tertentu. Ditambah lagi kitab-kitab agama
misalnya Saiwa Agama, Vaisnawa Agama dan Sakta Agama dan kitab-kitab Darsana yaitu
Nyaya, Waisesika, Samkhya, Yoga, Mimamsa dan Wedanta. Kedua terakhir ini termasuk
golongan filsafat yang mengakui otoritas kitab Weda dan mendasarkan ajarannya pada
Upanisad.

WEDA SEBAGAI WAHYU DARI TUHAN YANG MAHA ESA

Dipakai nama Hindu Dharma sebagai nama agama Hindu menunjukkan bahwa kata
Dharma mempunyai pengertian yang jauh lebih luas dibandingkan dengan pengertian kata
agama dalam bahasa Indonesia. Dalam kontek pembicaraan kita saat ini pengertian
Dharma disamakan dengan agama. Jadi agama Hindu sama dengan Hindu Dharma. Kata
Hindu sebenarnya adalah nama yang diberikan oleh orang-orang Persia yang mengadakan
komunikasi dengan penduduk di lembah sungai Sindhu dan ketika orang-orang Yunani
mengadakan kontak dengan masyarakat di lembah sungai Sindhu mengucapkan Hindu
dengan Indoi dan kemudian orang-orang Barat yang datang kemudian menyebutnya
dengan India. Pada mulanya wilayah yang membentang dari lembah sungai Shindu sampai
yang kini bernama Srilanka, Pakistan, Bangladesh disebut dengan nama Bhàratavarsa
yang disebut juga Jambhudvìpa.

Kata Sanàtana Dharma berarti agama yang bersifat abadi dan akan selalu dipedomani oleh
umat manusia sepanjang Nama asli dari agama ini masa, karena ajaran yang disampaikan
adalah kebenaran yang bersifat universal, merupakan santapan rohani dan pedoman hidup
umat manusia yang tentunya tidak terikat oleh kurun waktu tertentu. Kata Vaidika Dharma
berarti ajaran agama yang bersumber pada kitab suci Veda, yakni wahyu Tuhan Yang
Maha Esa (Mahadevan, 1984: 13).

Kitab suci Veda merupakan dasar atau sumber mengalirnya ajaran agama Hindu. Para åûi
atau mahàrûi yakni orang-orang suci dan bijaksana di India jaman dahulu telah menyatakan
pengalaman-pengalaman spiritual-intuisi mereka (Aparokûa-Anubhuti) di dalam kitab-kitab
Upaniûad, pengalaman-pengalaman ini sifatnya langsung dan sempurna. Hindu Dharma
memandang pengalaman-pengalaman para mahàrûi di jaman dahulu itu sebagai
autoritasnya (sebagai wahyu-Nya). Kebenaran yang tidak ternilai yang telah ditemukan oleh
para mahàrûi dan orang-orang bijak sejak ribuan tahun yang lalu, membentuk kemuliaan
Hinduisme, oleh karena itu Hindu Dharma merupakan wahyu Tuhan Yang Maha Esa
(Sivananda, 1988: 4)

Kebenaran tentang Veda sebagai wahyu Tuhan Yang Maha Esa ditegaskan oleh
pernyataan yang terdapat dalam kitab Taittiriya Aranyaka 1.9.1 (Dayananda, 1974:LI)
maupun maharsi Aupamanyu sebagai yang dikutip oleh mahàrûi Yàûka (Yàskàcarya) di
dalam kitab Nirukta II.11 (Loc.Cit). Bagi umat Hindu kebenaran Veda adalah mutlak, karena
merupakan sabda Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya Úrì Chandrasekarendra Sarasvati,
pimpinan tertinggi Úaýkara-math yakni perguruan dari garis lurus Úrì Úaýkaràcarya
menegaskan : Dengan pengertian bahwa Veda merupakan sabda Tuhan Yang Maha Esa
(Apauruûeyam atau non human being) maka para maharsi penerima wahyu disebut
Mantradraûþaá (mantra draûþaá iti åûiá). Puruûeyaý artinya dari manusia. Bila Veda
merupakan karangan manusia maka para maharsi disebut Mantrakarta (karangan/buatan
manusia) dan hal ini tidaklah benar. Para maharsi menerima wahyu dari Tuhan Yang Maha
Esa (Apauruûeyam) melalui kemekaran intuisi (kedalaman dan pengalaman rohani)nya,
merealisasikan kebenaran Veda, bukan dalam pengertian atau mengarang Veda. Apakah
artinya ketika seorang mengatakan bahwa Columbus menemukan Amerika ? Bukankah
Amerika telah ada ribuan tahun sebelum Columbus lahir? Einstein, Newton atau Thomas
Edison dan para penemu lainnya menemukan hukum-hukum alam yang memang telah ada
ketika alam semesta diciptakan. Demikian pula para maharsi diakui sebagai penemu atau
penerima wahyu tuhan Yang Maha Esa yang memang telah ada sebelumnya dan karena
penemuannya itu mereka dikenal sebagai para maharsi agung. Mantra-mantra Veda telah
ada dan senantiasa ada, karena bersifat Anadi-Ananta yakni kekal abadi mengatasi
berbagai kurun waktu. Oleh karena kemekaran intuisi yang dilandasi kesucian pribadi
mereka, para maharsi mampu menerima mantra Veda. Para mahàrûi penerima wahyu
Tuhan Yang Maha Esa dihubungkan dengan Sùkta (himpunan mantra), Devatà
(Manifestasi Tuhan Yang Maha Esa yang menurunkan wahyu) dan Chanda (irama/syair
dari mantra Veda). Untuk itu umat Hindu senantiasa memanjatkan doa pemujaan dan
penghormatan kepada para Devatà dan maharsi yang menerima wahyu Veda ketika mulai
membaca atau merapalkan mantra-mantra Veda (Chandrasekharendra, 1988: 5).
Kitab suci Veda bukanlah sebuah buku sebagai halnya kitab suci dari agama-agama yang
lain, melainkan terdiri dari beberapa kitab yang terdiri dari 4 kelompok yaitu kitab-kitab
Mantra (Saýhità) yang dikenal dengan Catur Veda (Ågveda, Yajurveda, Sàmaveda atau
Atharvaveda). Masing-masing kitab mantra ini memiliki kitab-kitab Bràhmaóa, Àraóyaka dan
Upaniûad) yang seluruhnya itu diyakini sebagai wahyu wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang
didalam bahasa Sanskerta disebut Úruti. Kata Úruti berarti sabda tuhan Yang Maha Esa
yang didengar oleh para maharsi. Pada mulanya wahyu itu direkam melalui kemampuan
mengingat dari para maharsi dan selalu disampaikan secara lisan kepada para murid dan
pengikutnya, lama kemudian setelah tulisan (huruf) dikenal selanjutnya mantra-mantra
Veda itu dituliskan kembali. Seorang maharsi Agung, yakni Vyàsa yang disebut
Kåûóadvaipàyaóa dibantu oleh para muridnya menghimpun dan mengkompilasikan
mantra-mantra Veda yang terpencar pada berbagai Úàkha, Aúsrama, Gurukula atau
Saýpradaya.

Didalam memahami ajaran agama Hindu, disamping kitab suci Veda (Úruti) yakni wahyu
Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber tertinggi, dikenal pula hiarki sumber ajaran agama
Hindu yang lain yang merupakan sumber hukum Hindu adalah Småti (kitab-kitab
Dharmaúàstra atau kitab-kitab hukum Hindu), Úìla (yakni tauladan pada mahàrûi yang
termuat dalam berbagai kitab Itihàsa (sejarah) dan Puràóa (sejarah kuno), Àcàra (tradisi
yang hidup pada masa yang lalu yang juga dimuat dalam berbagai kitab Itihasa (sejarah)
dan Àtmanastuûþi, yakni kesepakatan bersama berdasarkan pertimbangan yang matang
dari para maharsi dan orang-orang bijak yang dewasa ini diwakili oleh majelis tertinggi umat
Hindu dan di Indonesia disebut Parisada Hindu Dharma Indonesia. Majelis inilah yang
berhak mengeluarkan Bhisama (semacam fatwa) bilamana tidak ditemukan sumber atau
penjelasannya di dalam sumber-sumber ajaran Hindu yang kedudukannya lebih tinggi.

SAPTA RSI PENERIMA WAHYU WEDA

Sapta resi adalah tujuh Rsi. Sapta artinya tujuh dan resi artinva Pendeta. Sapta resi ini
termasuk golongan Wipra yang dianggap sebagai Nabi pènerima Wahyu yang pertama
didalam Weda (Rg. Weda).
Istilah resi tidak sama artinya dengan Pendeta, walaupun kadang-kadang diartikan
demikian seperti terdapat dibeberapa daerah.

Seorang resi mempunyai sifat-sifat tertentu dan jabatan tertentu. Ia adalah pendeta dan
juga adalah sasterawan. Ia adalah Nabi. Jadi sukarlah untuk mengatakan kedudukan Resi
yang sebenarnya, sedangkan dewasa ini Rsi adalah pendeta. Oleh karena itu untuk
membedakan arti kata Resi sekarang dengan Resi jaman dahulu biasanya digunakan istilah
Maha Resi, yang artinya Resi yang agung dan utama melebihi Resi-resi yang lainnya.
Dalam hubungan ini Ia adalah Nabi dan ialah yang menerima Wahyu. Tujuh Resi ini
merupakan Resi-resi yang paling banyak disebutkan namanya. baik sebagai Nabi maupun
Sasterawan. Ketujuh itu merupakan kelompok-kelompok keluarga. Daripadanyalah semua
sloka-sloka yang terdapat di dalam weda ini dianggap sebagai sumbernya sebab dialah
yang menerima pertama kali melalui Dewa Brahma sebagai Malaikat yang menyampaikan
sloka itu.

Adapun ketujuh keluarga Maha Resi itu adalah:

1. Grtsamada
2. Wiswamitra
3. Wamadewa
4. Atri
5. Bharadwaja
6. Wasistha
7. Kanwa

Untuk mengetahui kedudukan serta peranan dan ketujuh Maha Resi itu dalam rangkaian
turunnya Wahyu itu, berikut ini akan kami uraikan masing-masing dan mereka sebagai
berikut

GRTSAMADA

Maha Resi Grtsamada adalah maha Resi yang dihubungkan turunnya sloka-sloka Weda,
Rg. Weda, terutama mandala II. Hanya sayangnya sejarah kehidupan Maha Resi
Grtsamada tidak banyak diketahui. Dari beberapa cukilan kita ketahui bahwa beliau adalah
keturunan dari Sunahotra dari keluarga Angira. Anehnya didalam catatan lainnya kita
jumpai bahwa Grtsamada lahir dari keluarga Bhrgu sehingga dengan demikian maka dapat
disimpulkan bahwa nama Grtsamada sejarahnya tidak dapat diketahui dengan pasti. Beliau
dikatakan putra Senaka, salah seorang Maha Resi terkenal pula pada zaman itu. Bahkan
didalam kitab Mahabharata terdapat cerita yang menyebutkan bagaimana Maha Resi
Senaka merupakan Maha Resi terhormat dalam sejarah Hindu. Grtsamada adalah
keturunan dari Senaka yang terkenal ini.Adapun Sunahotra dikatakan juga kelompok
keluarga Bharadwaja keluarga mana juga terkenal sebagai Maha Resi penerima Wahyu.

Dari uraian ini ada tanda-tanda yang membuktikan bahwa Grtsamada adalah anggota
keluarga yang sama dengan Maha Resi Bharadwaja yang kemudian banyak dihubungkan
dengan nama-nama Bhagawan Bhrgu. Keluarga Bhrgu ini adalah keluarga yang namanya
banyak disebut-sebut. Dari Grtsamada lahir putra bernama Kurma. Lebih dari pada itu
tentang cerita keluarga ini tidak banyak diketahui kecuali dikatakan bahwa ada pula terdapat
sloka-sloka yang diturunkan melalui Putra-putra beliau.

WISWAMITRA

Wiswamitra adalah Maha Resi yang kedua yang banyak disebut-sebut. Dan catatan yang
ada diduga beliau menerima Wahyu yang kemudian dihimpun dalam Weda. Seluruh
mandala III diduga berasal dari keluarga Maha Resi Wiswamitra.

Kitab mandala III ini terdiri atas yang terdiri atas beberapa pasal. Ada pula yang
mengatakan bahwa diantara pasal-pasal itu diturunkan melalui Kusika putra dan Maha Rsi
Isiratha. Cerita lain mengemukakan bahwa Wiswamitra adalah putra Musika. Karena itu
dapat diduga bahwa sloka-sloka Weda mandala II ini ada yang diturunkan sebelum
Wiswamitra yang kemudian oleh Wiswamitra menggabungkannya dengan sloka-sloka yang
diterima olehnya dalam satu mandala.

Hubungan antara ketiga nama ini menunjukkan bahwa antara Isiratha dan Wiswamitra
adalah satu keluarga. Ada pembuktian lain yang menunjukkan adanya sloka-sloka yang
telah diturunkan melalui Prajapati sedangkan Prajapati dikatakan putra dan Wiswamitra.
Sayangnya seluruh sloka-sloka keluarga Wiswamitra tidak banyak diketahui. Kalau kita
perhatikan dua sukta terakhir ada petunjuk yang menunjukkan bahwa mantra-mantra itu
diturunkan melalui Maha Resi Yamadagni, sedangkan hubungan antara Maha Resi
Yamadagni dengan maha Resi Wiswamitra tidak banyak diketahui, sehingga sulit untuk
memastikannya. Hal lain yang perlu diketahui tentang Wiswamitra ialah sehubungan
dengan kedudukan Wiswamitra bukan sebagai Brahmana, tetapi sebagài Kesatria atau
golongan penguaasa yang kemudian terkenal sebagai Maha Resi. Dalam sejarah agama
Hindu nama Wiswamitra banyak disebut-sebut.

WAMADEWA

Wamadewa dihubungkan dengan sloka-sloka dalam Mandala IV didalam sloka-sloka Rg.


Weda itu. Hanya sayang riwayat hidup Wamadewa banyak diketahui. Hampir semua
mantra-mantra yang terdapat dimandala IV dikatakan diterin oleh Wamadewa. Hanya
dinyatakan salah satu dari pada mantra yang terpenting yaitu Gayatri tidak terdapat didalam
mandala IV tetapi diletakkan di Mandala III.

Didalam cerita dikatakan bahwa Malia Resi Wamadewa telah mencapai penerangan
sempurna sejak masih berada dalam kandungan ibunya. Diceriterakan bahwa semasih
dalam kandungan Wamadewa berdialog dengan malaekat Indra dan Aditi. Rupanya
ceritera tentang dialog ini dihubungkan dengan kedudukan Wamadewa yang telah
dianggap mencapai kesucian, sehingga Wamadewa dilahirkan tidak melalui saluran biasa.
Hanya itulah ceritera yang kita peroleh tentang Wamadewa sebagai Maha Resi.

ATRI

Maha Resi Atri banyak dirangkaikan dengan turunnya sloka-sloka yang dihimpun dalam
Mandala V. Tetapi sebagai Maha Resi, Atri tidak banyak dikenal. Ada banyak dugaan yang
membuktikan bahwa nama Atri dan keluarganya banyak dirangkaikan dengan turunnya
wahyu-wahyu. Nama Atri juga dihubungkan dengan keluarga Angira.
Nama-nama yang banyak disebutkan didalam Mandala ini adalah, Dharuna, Prabhuwasu,
Samwarana, Ghaurawiti. Putra Sakti dan Samwarana, putra Prájapati. Didalam mandala ini
terdapat 87 Sukta. Däri 87 ini 14 sukta diturunkan melalui Atri sedangkan Lainnya
diturunkan melalui keluara Atri Dalam catatan yang ada, anggota keluarga Atri yang
dianggap sebagai penerima Wahyu.

BHARADWAJA

Mandala VI tergolong himpunan sloka-sloka yang diturunkan melalui Maha Resi


Bharadawja. Buku ini memuat 75 sukta.

Menurut otensitasnya tampaknya lebih tua dari buku yang ke V, tetapi dalam urutan
ditetapkan sesudah buku ke V.Hampir seluruh isi mandala VI ini dikatakan kumpulan dari
Bharadwaja, hanya sedikit saja yang diduga turun dari keluarganya, antara lain disebut
nama Sahotra dan Sarahotra.Nama-nama lainnya seperti Nara, Gargarjiswa, yang
merupakan keluarga dari Bharadwaja termasuk pula sebagai penerima wahyu.

Diceriterakan Bharadwaja adalah putra Brhaspati. Akan tetapi kebenaran tentang cerita ini
belum dapat dipastikan, karena disamping nama Bharadwaja terdapat pula nama Samyu
yang dianggap sebagai putra Brhaspati, sedangkan hubungan antara Samyu dan
Bharadwaja tidak diketahui.

WASISTA

Seluruh buku ke VII dianggap merupakan himpunan yang diturunkan melalui Maha Resi
Wasista, atau keluarganya. Putra Maha Resi Wasista bernama Sakti. Dari catatan yang ada
seperempat dari mandala VII diturunkan melalui putranya. Tentang keluarga Wasista tidak
banyak kita kenal. Didalam Mahabharata nama Wasista sama terkenalnya dengan
Wiswamitra. Didalam ceritera itu Maha Resi Wasista bertempat tinggal di hutan,
“KAMYAKA” ditepi sungai Saraswati.

KANWA

Maha Resi Kanwa merupakan Maha Resi yang ke 7 yang banyak disebut-sebut namanya.
Maha Resi ini dianggap penerima wahyu yang dihimpun kemudian yang merupakan buku
yang ke VIII yang isinya macam-macam.
Buku ke VIII ini sebagian besar memuat sloka-sloka yang diturunkan melalui keluarga
Kanwa sedangkan Maha Resi Kanwa sendiri menerima sebagian kecil saja. Maha Resi
Kanwa inilah yang ceriteranya hanyak disebut-sebut didalam kisah cintanya Sakuntala,
sebagaimana diceriterakan sastrawan Kalidasa. Disamping nama Kanwa terdapat pula
Bhagawan Kasyapa putra Maha Resi Marici. Maha Resi Kanwa sendiri berputra
Praskanwa. Disamping sloka-sloka yang seolah-olah tiap-tiap mandala itu merupakan
kelompok sendiri, yang sulit ditentukan adalah mandala-mandalanya. Disamping itu masih
ada banyak nama-nama yang dihubungkan dengan Mandala VIII ini seperti Gosukti,
Aswasukti, Pustigu, Bhrgu, Manu Waiwasa Nipatithi dsbnya.

WEDA SEBAGAI SUMBER HUKUM HINDU

Sumber asal Hukum yaitu peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang mengatur


tingkah laku manusia baik sebagai perorangan maupun sebagai kelompok agar tercipta
suasana hidup yang serasi. berdaya guna dan tertib Hukum ini ada yang tertulis dan ada
yang tidak tertulis. Hukum inilah yang merupakan undang-undang.

Manusia dalam pergaulan mereka, didalam menjalankan kehidupan mereka diatur oleh UU
yang dibuat oleh lembaga pembuat UU. dibikin oleh manusia karena itu UU. adalah buatan
manusia. Disamping UU. itu ada pula UU. yang bersifat murni, yaitu UU. yang dibuat oleh
Tuhan juga disebut Wahyu Tuhan. Wahyu inilah yang dihimpun dan dikodifikasi menjadi
“KITAB SUCI”. Jadi kitab suci adalah semacam UU yang pembuatnya adalah Tuhan, bukan
manusia (apauruseya).

Didalam negara, UU. dari semua UU. disebut UUD. UUD. Itu mengatur pokok-pokok yang
menjadi sendi kehidupan bernegara dan dari UUD. itu dibuat UU. Pokoknya. Seperti halnya
dengan UUD. itu, dalam kehidupan beragama, semua peraturan dan ketentuan-ketentuan
selanjutnya dirumuskan lebih terperinci dengan menafsirkan ketentuan-ketentuan yang
terdapat didalam kitab suci itu. Tingkah laku manusia baik yang menjadi tujuan didalam
pengaturan kehidupan ini disebut Dharmika adalah perbuatan-perbuatan yang
mengandung hakekat kebenaran yang menyangga masyarakat (Dharma dharayate prajah).
Untuk memperoleh kepastian tentang kebenaran ini setiap tingkah laku harus
mencerminkan kebenaran hukum (Dharma), artinya tidak bertentangan dengan UU yang
menguasainya. Dalam hal ini bagi umat beragarna yang juga merupakan warga Negara
mereka harus tunduk pada dua kekuasaan hukum yaitu:

Hukum yang bersumber pada perundang-undangan Negara seperti UUD, UUP, UU dan
peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. Hukum yang bersumber pada kitab suci, sesuai
menurut agamanya. Bagi umat Hindu atau kelompok masyarakat yang beragama Hindu
maka kitab suci yang menjadi sumber hukurn bagi mereka adalah Weda. Ketentuan
mengenai Weda sebagai sumber hukum dinyatakan dengan tegas didalam berbagai kitab
suci, antara lain:

a. MDs. II. 6. Weda’khilo dharma mulam smrti sile ca tad widäm, acãrasca iwa
sadhunama atmanastustirewaca.
Manawadharmacastra.

Artinya :
Seluruh Weda merupakan sumber utama dan pada dharma 1) (Agama Hindu) kemudian
barulah Smrti disamping Sila (kebiasaan-kebiasaan yang baik dan orang-orang yang
menghayati Weda) dan kemudian acara tradisi-tradisi dan orang-orang suci) serta akhirnya
atmanastusti (rasa puas diri sendiri). Dari pasal ini, kita mengenal sumber-sumber buku
sesuai urut-urutannya adalah seperti istilah berikut:1. Weda, 2. Smrti, 3. Sila, 4. Acara
(Sadacara) dan, 5. Atmanastusti.
Untuk lebih menegaskan tentang kedudukannya sumber-sumber hukum itu.

Weda sebagai sumber hukum bersifat memaksa.

Ketentuan-ketentuan yang menggariskan Weda sebagai sumber hukum, bersifat memaksa


dan mutlak karena didalam Manawadharmaastra dinyatakan sehagai berikut :

Kămătmată na prasastă na cai wehăstya kamata, kãmyohi wedădhigamah


karmayogasca waidikah.
Manawadharmacastra a). M. Ds. II. 2
Artinya :
Berbuat hanya karena nafsu untuk memperoleh pahala tidaklah terpuji namun berbuat
tanpa keinginan akan pahala tidak dapat kita jumpai di dunia ini karena keinginan-keinginan
itu bersumber dan mempelajari Weda dan karena itu setiap perbuatan diatur oleh Weda.

Tesu samyang warttamăno gacchatya maralokatam, yathă samkalpitămcceha sarwăn


kámăn samasnute.
Manawadharmacastra b). M. Ds. II. 2

Artinya :
Ketahuilah bahwa ia yang selalu melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah diatur
dengan cara yang benar, mencapai tingkat kebebasan yang sempurna kelak dan
memperoleh semua keinginan yang ia mungkin inginkan.

Masih beberapa pasal yang menekankan pentingnya Weda, baik sebagai ilmu maupun
sebagai alat didalam membina masyarakat. Oleh karena itu berdasarkan ketentuan-
ketentuan itu penghayatan Weda bersifat penting karena bermanfaat bukan saja kepada
orang itu tetapi juga kepada yang akan dibinanya. Karena itu Weda bersifat obligator baik
untuk dihayati, diamalkan dan sebagai ilmu.

Dengan mengutip beberapa pasal yang relatif penting artinya dalam menghayati Weda itu,
kiranya akan jelas mengapa Weda, baik Sruti maupun Smrti sangat penting sekali artinya.
Kebajikan dan kebahagiaan adalah karena Dharma berfungsi sebagaimana mestinya. Inilah
yang menjadi kakekat dan tujuan dari pada weda itu.

ENAM FILSAFAT HINDU

Terdapat dua kelompok filsafat India, yaitu Astika dan Nastika. Nastika merupakan
kelompok aliran yang tidak mengakui kitab Weda, sedangkan kelompok Astika sebaliknya.
Dalam Astika, terdapat enam macam aliran filsafat. Keenam aliran filsafat tersebut yaitu:
Nyaya, Waisasika, Samkhya, Yoga, Mimamsa, dan Wedanta. Ajaran filsafat keenam aliran
tersebut dikenal sebagai Filsafat Hindu. Kelompok Nastika umumnya kelompok yang lahir
ketika Hindu masih berbentuk ajaran Weda dan kitab Weda belum tergenapi. Hindu baru
muncul selah adanya kelompok Astika. Kedua kelompok tersebut antara Astika dan Nastika
merupakan kelompok yang sangat berbeda (Nastika bukanlah Hindu).

Purana adalah bagian dari kesusastraan Hindu yang memuat mitologi, legenda, dan kisah-
kisah zaman dulu. Kata Purana berarti “sejarah kuno” atau “cerita kuno”. Penulisan kitab-
kitab Purana diperkirakan dimulai sekitar tahun 500 SM. Terdapat delapan belas kitab
Purana yang disebut Mahapurana. Adapun kedelapan belas kitab tersebut yakni:

1. Matsyapurana
2. Wisnupurana
3. Bhagawatapurana
4. Warahapurana
5. Wamanapurana
6. Markandeyapurana
7. Bayupurana
8. Agnipurana
9. Naradapurana
10. Garudapurana
11. Linggapurana
12. Padmapurana
13. Skandapurana
14. Bhawisyapurana
15. Brahmapurana
16. Brahmandapurana
17. Brahmawaiwartapurana
18. Kurmapurana

Memang, masih menjadi paradigma yang kuat dalam pikiran orang, bahkan orang Hindu
sendiri, bahwa Weda dan Purana hanya berisi epos dan mitologi. Ambillah contoh kitab
Bhagavadgita. Bhagavad-gita berisi wejangan rohani yang disampaikan oleh Sri Krishna
kepada Arjuna menjelang berlangsungnya perang Bharata Yudha, yang konon terjadi
sekitar lima ribu tahun yang lalu. Kita semua tahu bahwa Bhagavad-gita sebenarnya adalah
bagian dari Bhisma Parwa, salah satu diantara 18 Parwa kitab Mahabharata. Sri Krishna,
Arjuna, beserta para Pandawa adalah tokoh-tokoh utama dalam kisah Mahabharata. Tetapi
dalam anggapan sebagian besar masyarakat Hindu sekalipun, Mahabharata tidak lebih
daripada sekedar sebuah epos, cerita kepahlawanan yang dikarang oleh Rsi Vyasa. Ketika
kita jelaskan bahwa tempat-tempat yang disebutkan dalam kitab Mahabharata saat ini
masih bisa kita telusuri lokasinya, orang masih akan menyangkal dan meragukan
penjelasan itu. Menurut mereka, Rsi Vyasa terinspirasi oleh nama-nama tempat itu, lantas
mengarang cerita fiksi, yang mengambil nama-nama seperti Hastinapura. (sekarang New
Delhi), Dwaraka, dan lain-lain sebagai latar atau setting terjadinya kisah dalam
Mahabharata.

Apalagi, dalam masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Jawa, Krishna dan Arjuna
dikenal sekedar sebagai tokoh-tokoh dalam dunia pewayangan. Bahkan, ada orang Jawa
yang akan marah besar, kalau dikatakan bahwa Mahabharata berasal dari India. Mereka
meyakini bahwa kisah Mahabharata terjadi di Jawa, dibuktikan dengan adanya nama nama
tempat dan gunung di Indonesia yang diberi nama Arjuna, Bima, dan lain-lain. Ajaran-ajaran
yang terkandung dalam cerita pewayangan telah menjadi filosofi hidup bagi sebagian besar
orang jawa. Karena itu, kalau kita katakan perang Mahabharata betul-betul terjadi dalam
sejarah, mereka menyangsikan kebenarannya.

PENGERTIAN MITOLOGI

Apa sebenarnya arti kata mitos atau mitologi? Kata mitologi, diadaptasi dari bahasa Inggris
“myth”. Dalam kamus Webster New World College Dictionary 3rd Edition, kata “myth”
diartikan sebagai : “1) any fictitious story; or unscientific account, theory,belief,etc 2) any
imaginary persons or thing spoken as though existing”. Artinya : 1) sembarang kisah atau
cerita fiksi (tidak nyata/hayalan/dongeng); atau kejadian, teori dan kepercayaan dan lain-lain
yang tidak bersifat ilmiah. 2) sembarang orang atau sesuatu yang dianggap seolah-olah
benar-benar ada.

Jadi, menurut definisi di atas, kalau orang menyebut Mahabharata, atau Ramayana,
sebagai mitologi atau mitos, itu berarti bahwa kedua kisah itu hanyalah sebuah dongeng,
sebuah cerita fiksi, yang sebenarnya tidak pernah benar-benar terjadi di alam nyata.
Bukankah secara ilmiah, tidak ada bukti-bukti kuat yang mendukung kebenaran kisah-kisah
Purana itu? Bukankah itu juga berard uraian tentang dasa awatara (sepuluh awatara
Wishnu) dalam Purana-Purana tidak lebih dari dongeng? Lantas, apakah dapat disimpulkan
bahwa umat Hindu memuja Tuhan dan para dewa yang hanya ada dalam dongeng?

WEDA BUKAN MITOLOGI

Dari uraian di atas, jelas menjadi sebuah tantangan bagi kita untuk paling tidak meyakinkan
diri kita sendiri, sebelum meyakinkan orang lain, bahwa Weda khususnya Itihasa dan
Purana, bukan sekedar mitologi. Bagaimana caranya?

Pertama, berhubungan dengan bukti-bukti ilmiah yang sering dianggap tidak memadai
untuk mendukung kebenaran sejarah Weda. Dalam Weda, disebutkan bahwa ada berbagai
metode atau cara yang dapat kita tempuh untuk mernperoleh pengetahuan. Salah satunya
adalah pratyaksa, yang berarti persepsi langsung dengan mengandalkan indera kita
sebagai alat utamanya. Metode kedua adalah anumana, yaitu pengambilan kesimpulan
(inferensi). Metode yang lain disebut sabdha, atau mendengar dari sumber yang
dibenarkan.

Dari ketiga metode itu, ilmu pengetahuan modern lebih didasarkan pada dua metode yang
pertama, yaitu pratyaksa dan anumana. Sebaliknya, Weda lebih mendasarkan pada
metode sabdha, mendengarkan dari penguasa atau sumber rohani. Yang dimaksud
penguasa disini bukanlah sebuah rezim yang diktator atau pun seorang raja atau pemimpin
yang memiliki kekuasaan mutlak. Ambillah contoh sebuah buku, orang yang paling paham
dengan maksud yang ada dalam buku itu, adalah sang penulis buku itu sendiri. Dalam hal.
ini penulis itu disebut sebagai penguasa (author) bagi buku itu.

Untuk mendapatkan pengetahuan rohani atau spiritual, Weda menolak penggunaan


metode pratyaksa dan anumana, Mengapa? Karena pratyaksa pramana mengandalkan
pada kemampuan indera kita dalam menangkap atau memahami sesuatu. Sedangkan
indera-indera kita jelas-jelas memiliki banyak kelemahan. Kita tidak bisa melihat benda yang
terlalu dekat, atau benda yang terlalu jauh. Dalam ilmu fisika, banyak sekali dipelajari
tentang kelemahan mata, telinga, dan kulit kita. Meskipun kemudian kita menciptakan alat-
alat untuk membantu penglihatan dan pendengaran kita, akan tetapi jangan lupa bahwa
alat-alat itupun kita buat dengan menggunakan indera yang tidak sempurna. Alat-alat itu
digunakan oleh manusia yang inderanya tidak sempurna, dan dianalisa oleh orang yang
inderanya tidak sempurna.

Setelah menyadari bahwa pratyaksa memiliki banyak kelemahan, para ilmuwan sekarang
mengandalkan metode anumana, yang kadang mengarah pada spekulasi, interpolasi dan
interpretasi untuk mengambil kesimpulan mengenai hal-hal yang tidak dapat diamati secara
langsung oleh panca indera manusia.

Contoh nyata spekulasi itu adalah teori tentang penciptaan alam semesta. Manusia adalah
makhluk yang serba terbatas, dan hidup hanya di satu planet bumi ini. Ada jutaan planet di
alam semesta ini, dan mungkin jutaan galaxy, yang kita tidak pernah mengetahuinya. Umur
manusia pendek, hanya ratusan tahun, dan ilmu pengetahuan modern juga baru
berkembang beberapa ratus tahun terakhir ini. Namun demikian, para ilmuwan itu telah
berani dengan lantang menyatakan kepada kita, apa yang telah terjadi jutaan tahun yang
lalu. Mereka menyimpulkan bahwa, alam semesta tercipta karena adanya sebuah ledakan
atau dentuman besar yang disebut dengan Big Bang Theory. Bukankah tidak seorang
ilmuwanpun yang hadir dan menyaksikan pada saat alam semesta tercipta? Kalau ada
pihak-pihak yang meragukan atau mempertanyakan kebenaran teori itu, maka akan dilabeli
dengan sebutan dogmatis, tidak ilmiah dan rasional, penganut agama yang fanatik,
sentimentalis, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai