Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam agama Hindu ada kepercayaan bahkan agama itu diwahyukan melalui orangorang yang melihat, yang disebut Resi. Karena Resi adalah orang-orang yang telah
mendengar, pengetahuan tadi lalu sering disebut dengan sruti. Apa yang didengar biasanya
lalu dijadikan teks-teks, yang adakalanya disebut dengan mantra-mantra yang sangat
dipentingkan dalam melakukan meditasi; juga sering dikatakan sebagai kemampuan
menyelamatkan akal pikiran.
Kitab dalam agama Hindu adalah tulisan keagamaan yang paling tua dan dan paling besar
didunia. Sangatlah sulit untuk mengklasifikasikan dan menyatakan kapan kitab-kitab ini ditulis
dengan benar karena terdapat banyak penulis yang terlibat dalam kurun waktu ribuan tahun. Dan
juga, kebiasaan yang ada pada zaman dahulu bahwa seorang penulis tidak akan menuliskan nama
mereka pada hasil karyanya yang juga mempersulit masalah ini.
Namun, semua itu tidak menyurutkan niat penulis untuk membuat makalah ini. Dan
untuk memudahkan pembaca dalam memahami materi tersebut, penulis berusaha menerangkan
sesuai kemampuan penulis.
1.2 Tujuan Penyusunan Makalah
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu sebagai berikut :
- Menjelaskan pengertian dari kitab suci Veda agama Hindu.
- Menjelaskan sumber sumber hukum yang ada pada kitab Weda.
- Menjelaskan zaman pada saat Weda Kuno.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kitab Suci


a)
Kitab Sruti ( Weda )
Kitab Sruti termasuk kitab utama dari agama Hindu yaitu Weda. Weda mengajarkan ajaran
tertinggi yang diketahui oleh manusia, dan membentuk sumber yang mutlak dalam Agama
Hindu. Kata Veda diambil dari kata Vid yang berarti mengetahui. Sruti dalam bahasa
sanskerta berarti apa yang didengar.1[1][1] Veda ini adalah kebenaran yang abadi dimana
pengamat weda, yang disebut dengan para Resi, yang mendengar wahyu ini ketika mereka
melakukan meditasi yang mendalam. Weda bukanlah hasil dari pemikiran manusia, tetapi
ungkapan apa yang disadari melalui persepsi intuisi oleh para Resi Weda, yang memiliki
kekuatan yang dianggap berasal dari Tuhan
Kaum Resi menerima wahyu ini atau mendengarnya, dan kemudian direkam dalam empat
Weda. Weda-weda tersebut adalah Rig Weda, Sama Weda, Yajur Weda, dan Atharwa Weda.
Wahyu ini dimunculkan dalam kesadaran para guru, dan pengalaman-pengalaman, intuisi-intuisi
mereka, apa yang mereka dengarkan tentang Yang Ilahi dimuat dalam teks empat kitab Weda
tersebut. Wahyu Weda, dan oleh karenanya Weda sendiri dirujuk sebagai Sruti, atau yang
didengarkan; ini kemudian ditambah dengan Smriti, atau kenangan yaitu tradisi.2[2][2]
Kehidupan keagamaan umat Hindu didasarkan pada naskah suci yang disebut Weda
Samhita, yang mereka yakini sebagai ciptaan Brahma. Hanya para resi saja yang mampu
menerima isi Weda tersebut. Isi Weda pada mulanya berbentuk mantra-mantra, kemudian
disusun dalam bentuk puji-pujian.Keempat Kitab Suci Weda Samitha tersebut yaitu:
1)

Rig Weda. Rigweda berasal dari kata rig yang berarti memuji. Kitab ini berisi 1000 puji-

pujian kepada para dewa dalam bentuk kidung, dan masing-masing kidung (sukta) terbagi dalam
beberapa bait. Bagian akhir Rig Weda membicarakan perawatan orang mati, pembakaran dan
penguburannya. Menurut umat Hindu, Rig Weda ini sangat penting . didalamnya terdapat
pengertian dan isyarat akan agama yang monoteistis dengan falsafah yang monistik. Arah
monoteisme tersebut muncul sekitar Dewa Prajapati, tuhan Pencipta. Akan tetapi monoteisme
disini belum dalam pengertian yang tajam seperti pengertian monoteisme modern.
2)
Sama Weda. Sama Weda merupakan suatu bunga-rampai Rig Weda, dan sangat
menekankan pada tanda-tanda irama musik. Tanda-tanda musik ini kemudian memunculkan
1
2

musik Karnatik India, music klasik India yang asli. Music Karnatik berhubungan dengan lagu
pengabdian pada para dewa dan didasarkan atas tujuh suara: Sa, Re, Ga, Ma, Pa, Dha dan Ni.
Kombinasi dan permutasi dari tujuh suara ini digunakan untuk menciptakan irama yang dikenal
dengan raga. Sama Weda terdiri dari 1.549 bait. Puji-pujian dinyanyikan diikuti dengan irama
musikoleh para pendeta yang disebut udgatar, dan biasanya dilakukan pada waktu upacara
korban diselenggarakan.
3)
Yajurweda. Weda ini tidak hanya memuat mantra-mantra dan persembahan Soma saja,
akan tetapi juga mantra-mantra yang diucapkan dalam beberapa upacara kecil. Yajur weda
memiliki hubungan yang sangat erat dengan Rig weda dan Sama Weda, dan ketiganya sering
disebut dengan Tri-Wedi.
4)
Atharwa-weda. Para Atharwan adalah golongan pendeta tersendiri. Dalam Weda ini
dijumpai lagi kidung-kidung yang harus diucapkan pada waktu mempersembahkan Soma. Isi
Atharwa Weda berupa mantra-mantra magis dan doa-doa yang bunyi dan artinya sendiri sudah
dianggap sudah memiliki kekuatan.
Beberapa contoh nyanyian Rig Weda:3[3]
POSYAN, DEWA TEMPAT GEMBALA
1.
Hai Posyan, dewa masa keemasan,
Istana engkau, dan lembah jalan pengembala,
Engkau dapat mengalahkan setiap musuh asing,
Jadikanlah jalan kami aman dari segala bahaya,
Hai Posyan, hai pengendara awan !
Tunjukilah kami selamanya, sebagaimana engkau menunjuki kami sebelum ini.
2.
Binasakanlah serigala liar yang jahat itu,
Yang bersembunyi didalam gelap diselat yang sempit,
Dan binasakanlah setiap perampok dan pencuri,
Yang akan beranak pinak untuk membinasakan dan menghabiskan hayat kami.
Posyan, pengendara awan !
Tunjukilah kami, sebagaimana engkau tadinya telah menunjuki kami.
3.
Barulah dalam murkamu, hai Posyan,
Segala perampok yang menjarah kami, di jalan-jalan yang tidak dilalui orang.
Yang mempunyai hati keras tidak menaruh kasihan,
Membunuh dengan anak panahnya yang tidak kelihatan,
Hai anak awan, tunjukilah kami selamanya,
Sebagaimana tadinya engkau menunjuki kami.
3

Demikianlah beberapa contoh tentang puji dan pujian pengikut-pengikut Rig Weda kepada
Tuhan yang disini disebut dengan Dewa, akan tetapi melihat kepada modusnya, maka Tuhan
tersebut adalah memiliki alamini, alam atas dan bawah, alam lahir dan bathin, yang menyatakan
kepada kita bahwa Tuhan mereka adalah tinggi, tetapi penuh dengan berbagai kabut
kemusyrikan, sesuai dengan perkembangan pengetahuan beragama yang baru ada pada masa itu.
Ataupun pada masa itu telah baik, tetapi perkembangan kitab-kitab kemudian harinya telah
membawa apa yang sampai kepada kita telah terjadi berbagai perubahan atasnya, sebagaimana
yang biasanya kita dapati dan ketahui adanya
1.

Kedudukan Weda4[4][6]
Sebagai kitab suci, weda adalah sumber ajaran agama Hindu sebabb dari wedalah

mengalir ajaran yang merupakan kebenaran agama Hindu. Ajaran weda dikutip kembali
dan memberikan vitalitas terhadap kitab-kitab susastra Hindu pada masa berikutnya. Dari
kitab weda (sruti) mengalirlah ajarannya dan dikembangkan dalam kitab-kitab Smriti,
itihasa, Purana, Tantra, Darsana dan Tatwa-tatwa yag kita wrisi di Indonesia.
Sebagai wahyu dari Tuhan Yang Maha Esa.Setiap halnya setiap ajaran agama
memberikan tuntunan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia lahir dan
bathin dan diyakini pula bahwa ajaran agama itu bersumber pada kitab suci, demikian
pula umat Hindu yakin bahwa kitab sucinya itu merupakan wahyu atau sabda Tuhan Yang
Maha Esa yang disebut Sruti yang artinya didengar.
Sebagai sumber hukum Hindu. Maharsi Manu, peletak dasar hukum Hindu menjelaskan
bahwa weda adalah sumber dari segala Dharma atau hukum Hindu. Menurut
kronologisnya, kitab-kitab Hindu dapat kita kenal diantaranya : Weda (Sruti), Smriti
(Dharmasastra), Sila (tingkah laku orang suci), Acara ( tradisi yang baik), dan
Atmanastuti (keheningan hati).
2.

Para Resi penerima wahyu Weda


Perlu ditandaskan bahwa Weda pada mulanya diterima secara lisan dan disampaikan pula
secara lisan mengingat pada waktu Weda diturunkan itu belum dikenal tulisan. Jadi bahasa
lisan lebih dulu digunakan baru kemudian ketika tulisan ditemukan mantra-mantra Weda
dituliskan kembali dan tentang penulisan kembali ini, secara tradisional berdasarkan kitab-

kitab Purana, maharsi Vyasa atau Krsnadvaipayana yag menyusun atau menuliskan kembali
ajaran Weda dala himpunan (Samhita) dibantu oleh 4 orang siswanya, yaitu Pulaha atau
Paila, diyakini menyusun Rigweda, Vaisampayana menyusun Yajurweda, Jaimini
menyusun Samaweda dan Sumantu menyusun Atharwaweda.
Seorang Maharesi adalah tokoh pemikir dan pemimpin agama, ia juga seorang Jnanin,
filosof dan pejuang dalam bidang agama.ia adalah penyebar ajaran agama dan sekaligus
moralis, pendeknya guru dengan berbagai sifat istimewanya yang serba mulia. Dengan sifat
tersebut, seorang resi adalah seorang rohaniawann, agamawan dan sekaligus seorang
pemimpin.
3.

Penyusunan dan diturunkannya mantra Weda


Umat Hindu berkeyakinan bahwa Weda bersifat Anadi Ananata, yakni tidak berawal dan
tida berakhir dan sebagai sabda Brahman. Pada mulanya para Resi meerima wahyu itu
lama kemudian setelah tulisan ditemukan, barulah dituliskan mantra-mantra weda itu.
Selanjutnya mengenai kapan Weda itu diturunkan, beberapa sarjana baik dari India
maupaun maupun Eropa berpendapat tentang penyusunan Weda sebagai berikut :
Vidyaranya menyatakan sekitar 1.500 tahun Sebelum Masehi
Lokamaya Tilak Shastri mmenyatakan 6.000 tahun Sebelum Masehi
Bal Gangadhar Tilak menyatakan 4.000 tahun Sebelum Masehi
Dr. Haug memperkirakan tahun 2.400 Sebelum Masehi
Max Muller menyatakan sekitar tahun 1.200-800 Sebelum Masehi
Heine Galderen memperkirakan tahun 1.150-1.000 Sebelum Masehi
Sylvain Levy memperkirakan tahun 1.000 Sebelum Masehi
Stutterheim memperkirakan 1.000-500 Sebelum Masehi

b)

Kitab Smriti
Smriti berarti Yang diingat. Kitab Smriti berasal dari Weda dan dianggap berasal dari
manusia bukan dari Tuhan. Smriti ditulis untuk dan menjelaskan Weda, membuat Weda
dapat dimengerti dan lebih berarti bagi manusia pada umumnya. Semua sumber tulisan
selain Weda dan Baghavad Gita secara kolektif disebut dengan Smriti.
Smriti merupakan kelompok kitab kedua sesudah kelompok Sruti (kitab wahyu) dan
dianggap sebagai kitab hukum Hindu karena didalamnya banyak dimuat tentang sariat
dalam bahasa Arab. Karena itu tidak mengherankan kalau kitab Smriti ini dinyatakan di
dalam beberapa kitab sebagai kitab Dharmasastra.

1)

Dharma Sastra. Tulisan ini menggambarkan tentang peraturan dalam tingkah laku
manusia yang benar, kesehatan pribadi, administrasi social, etika dan kewajiban
moral. Dharma Sastra yang paling terkenal adalah Manu Smriti atau Kode manu,
yang terdiri dari 2.694 stanza dalam 12 bab. Manu, nenek moyang ke-65 (inkarnasi
dari Tuhan dalam bentuk manusia) Rama, yang menggambarkan tingkah laku dasar
untuk mengendalikan diri, tidak melukai, penuh kasih dan dan terikat, yang
ditekankan sebagai syarat untuk membentuk masyarakat yang baik.Manu Smriti,
adalah kode hokum untuk hidup dengan benar, yang secara terus menerus

2)

mendominasi kehidupan etika orang Hindu.


Nibandha. Nibandha adalah bacaan, pedoman, dan ensiklopedia hokum Weda yang
menyingggung tentang tingkah laku manusia, pemujaan dan ritual. Nibandha juga
membahas tentang topic pemberian hadiah, tempat perziarahan suci, dan menjaga

3)

tubuh manusia.
Purana. Purana membentuk sebagian besar kesustraan Smriti. Purana ini muncul
dalam bentuk pertanyaan dan jawaban, dan menjelaskan ajaran bawah sadar dari
Weda melalui cerita dan legenda dari raja zaman dahulu, pahlawan, dan sifat-sifat
kedewataan. Purana adalah merupakan alat yang sangat terkenal untuk mengajarkan
ajaran keagamaan. Ada lima unsur penting dalam kitab-kitab Purana, yaitu5[7][9] :
a.
Sarga (ciptaan alam semesta yang pertama)
b.
Pratisarga (ciptaan alam semesta yang kedua)
c.
Vamsa (keturunan raja-raja dan resi-res)
d.
Manvantara (perubahan Manu-manu)
e.
Vamsanucarita (diskripsi keturunan yang akan datang)

4)

Epos (Cerita Kuno). Dua epos (itihasa) yang paling terkenal dalam agama Hindu adalah
Ramayana dan Mahabhrata. Epos ini adalah cerita yang paling terkenal diantara orang

5)

Hindu.
Agama atau Tantara. Agama, juga dikenal dengan Tantra, adalah kitab sekterian dari tiga
theology Hindu yang utama dalam tradisi agama Hindu, yang bernama Vaisnavism,
Sivism, dan Saktism.Vaisnava-Agama memuja kenyataan yang mutlak sebagai Dewa
Visnu; Siva-Agama yang memuliakan kenyataan Mutlak yang disebut dengan Dewa
Siva;,dan Sakti-Agama yang menyatakan bahwa kenyataan mutlak itu adalah Ibu Mulia
jagat raya ini.

6)

Vedanga. Vedanga berarti penggerak Weda. Vedanga terdiri dari enam bagian dan juga
dianggap sebagai tambahan Weda pada bagian tertentu. Keenam bagian dari Vedanga
tersebut membahas tentang hal berikut: Siksa (pengucapan yang benar), Chanda (ukuran),
Nirukta (etimologi), Vyakarana (tata bahasa), Jyotisa (astronomi), dan Kalpa (peraturan

7)

dalam melaksanakan upacara dan ritual).


Darsana.Kata Darsana berasal dari urat kat aDrs yang artinya melihat, menjadi kata
Darsana (kata benda) artinya penglihatan atau pandangan. Kata Darsana dalam hubungan
ini berarti pandangan tentang kebenaran (filsafat). Darsana atau filsafat ini dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu pandangan orthodoxdisebut juga Astika. Kelompok ini
mengakui bahwa Weda mutlak sebagai sabda dari Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya
pandangan heterodox disebut juga Nastika. Filsafat ini tidak mengakui kebenaran dan
kewenangan Weda, terdiri dari 3 filsafat yaitu : Carvaka, Buddha, dan Jaina.
a.

Wedangga. Di dalam memahami Weda dan kitab-kitab yang terkait dengan Weda
kita mengenal istilah Weda dan Susastra Weda. Dalam pengertiannya yang sempit,
yang dimaksud denga kitab-kitab susastra Weda adalah kitab-kitab Wedangga dan
Upaweda. Kitab-kitab Wedangga berisi petunjuk-petunjuk tertentu untuk
mendalami Weda, sedang Upaweda, adalah buku-buku yang menunjang
pemahaman Weda. Diantara kitab yang termasuk kedalam Wedangga diantaranya :
Siksa, Vyakarana, Nirukta, Chanda, Jyotisa, dan Kalpa.

b.

Upaweda. Masing-masing kitab Caturweda memiliki kitab Upaweda. Kitab


Upaweda dari Rigweda adalah Ayurweda, kitab Upaweda dari Yajurweda adalah
Dhanurweda, kitab Upaweda dari Samaweda adalah Ghandarwaweda dan kitab
Upaweda dari Atharwaweda adalah Arthaweda.

c.

Upangaweda. Lebih jauh yang dimaksudkitab-kitab Upangaweda adalah sebagai


berikut :

1.
2.
3.

Mimamsa, yang terdiri dari : Purvamimasa dan Uttara Mimamsa


Nyanya, yang terdiri : Nyanya- Vaisesika dan Samkya
Purana, yang terdiri dari : 18 Mahapurana, 18 Upapurana dan Itihasa

4.

(Ramayana dan Mahabhrata).


Dharmasastra yang terdiri dari kitab-kitab Smriti dan Dharmasutra6[8][10].

2.

Kitab Brahmana dan Anyaraka


Berbeda dari naskah atau kitab Samhita, kitab Brahmana disusun oleh para pendeta Brahmana
sekitar abad ke-8 SM. Untuk menjelaskan tentang daya kekuatan korban. Dengan kata lain, kitab
tersebut bukanlah kitab puji-pujian kepada para dewa, tetapi merupakan kitab yang berisi
keterangan-keterangan dari para brahmana tentang korban dan sesaji. Uraian-uraian didalamnya
banyak yang membosankan dan sukar dipahami padahal pikiran dasarnya justru sangat
sederhana. Keterangan-keterangan tersebut disertai dengan mitos dan legenda tentang manusia
dan para dewa dengan memberikan ilustrasi ritus-ritus korban. 7[9][11]Brahmana juga
menekankan dan membahas upacara pengorbanan dan teknik yang benar dalam pelaksanaannya.
Termasuk penjelasan dalam menggunakan mantra dalam upacara dan menimbulkan kekuatan
mistik dari pengorbanan itu. Bagian ini disebut dengan Brahmana karena mereka membahas
tugas dari para Brahim (pendeta) yang melakukan pada saat upacara pengorbanan.
Kitab Aitareya dan Kausitaki (Samkhayana) merupakan kitab Brahmana dari Rigweda dan
Aitareya lebih tua umurnya dan isinyapun lebih tebal. Aitareya merupakan karya gabungan, lima
bagian yang pertama (Panchika) lebih tua dibandingkan dengan tiga bagian yang terakhir.
Demikian pula hanya 2 kitab Brahmana dan Samaweda yang masih tersisa, yakni : Jaiminiya dan
Tandyamaha Brahmana, yang terakhir ini disebut pula Pancavimsa Brahmana.
Pada bagian akhir kitab Brahmana terdapat tambahan, kemudian tambahan inilah yang disebut
sebagai kitan Anyaraka. Kitab ini berisi tentang renungan sekitar masalah korban sehingga
dianggap sakti. Karena itu mempelajarinya harus ditempat-tempat yang jauh dari tempat tinggal
manusia, yaitu ditengah-tengah hutan, Aranya = hutan. Aranya (kitab yang berasal dari hutan;
yaitu buku yang dihasilkan dengan bermeditasi di hutan yang sepi) yang menandai transisi dari
pengorbanan Brahmanikal menuju filsafat dan spekulasi metafisika, yang kemudian dimuat
dalam Upanisad. Aranyaka terdiri dari interpretasi mistik dari mantra dan upacara, yang
disatukan pada saat mengasingkan diri di hutan, yang menimbulkan kedisiplinan. Pengetahuan
yang didapat oleh para asketis ini dianggap sebagai wahyu.8[11][13]
Kitab Anyaraka tidak memberikan penjelasan kepada kita tentang aturan dan penjelasan tentang
upcara korban, melainkan menyediakan penjelasan mistis tentang upacara agama itu. Sebagai
bukti nyata, beberapa kitab Upanishad yang tua didalamnya terdapat naskah-naskah tentang
7
8

Aranyaka Aitareya Upanishad meliputi Aitareya Aranyaka yang diambil dari Aitareya Brahmana.
Pada bagian awal dari Chandogya Upanishad merupaka kitab Anyaraka dari kitab Brahmana
kitab Samaweda.Kena (Talavakara) Upanisad merupakan Upanishad dari Jaiminiya Brahmana
dari Samaweda. Semuanya mengandung makna mengenai hal tersebut dengan berbagai puasa di
dalam kehidupan hutan (Vanaprashta). Mereka sebagai orang yang meninggalkan kehidupan
berumah tangga (Grhastha) tidak terikat dengan kegiatan ritual. Aranyaka menjelaskan tentang
arti dan makna upacara agama, kemungkinannya mereka hanya melakukan meditasi dan mencari
makna dari upacara-upacara yang suci itu. Perbedaan antara kiat Brahmana dan Aranyaka
tidaklah mutlak benar.9[12]
2.3 Zaman Weda Kuno
Zaman ini dimulai dari datangnya bangsa Arya kurang lebih 2500 tahun sebelum masehi
ke India, dengan menempati lembah Sungai Shindu, yang juga dikenal dengan nama Punjab
(daerah lima aliran sungai). Zaman weda kuno merupakan zaman penulisan wahyu suci Weda
yang pertama yang Rig Weda. Kehidupan beragama pada zaman ini lebih banyak menekankan
pada pembacaan perafalan ayat-ayat Weda secara oral, yaitu dengan menyanyikan dan
mendengarkan secara berkelompok.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu Weda merupakan kumpulan
sastra-sastra kuno dari zaman India Kuno yang jumlahnya sangat banyak dan luas. Dalam ajaran
Hindu, Weda termasuk dalam golongan Sruti (secara harfiah berarti "yang didengar"), karena
umat Hindu percaya bahwa isi Weda merupakan kumpulan wahyu dari Brahman (Tuhan). Weda
diyakini sebagai sastra tertua dalam peradaban manusia yang masih ada hingga saat ini. Pada
masa awal turunnya wahyu, Weda diturunkan/diajarkan dengan sistem lisan pengajaran dari
mulut ke mulut, yang mana pada masa itu tulisan belum ditemukan dari guru ke siswa.
Setelah tulisan ditemukan, para Resi menuangkan ajaran-ajaran Weda ke dalam bentuk tulisan.
Weda bersifat apaurusheya, karena berasal dari wahyu, tidak dikarang oleh manusia, dan abadi.[1]
[2]

Maharesi Byasa, menyusun kembali Weda dan membagi Weda menjadi empat bagian utama,

yaitu: Regweda, Yajurweda, Samaweda dan Atharwaweda. Semua itu disusun pada masa awal
Kaliyuga.
2. Saran
Kami sebagai penulis mengharapkan saran kepada pembaca yang dapat disampaikan pada saat
makalah ini di diskusikan guna untuk penyempurnaan ini dari makalah yang saya susun ini.

http://rahmat-afit.blogspot.com/2010/06/perbandingan-agama-hindu.html
http://www.pustakasekolah.com/peradaban-india-kuno.html
http://mihwanuddin.wordpress.com/2011/09/17/agama-hindhu/

Anda mungkin juga menyukai