I. PENDAHULUAN
Sesungguhnya, setiap agama yang ada dan berkembang dimuka bumi ini, bertitik tolak
kepada kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Banyak hal yang mendorong kita harus
percaya terhadap adanya Tuhan itu dan berlaku secara alami. Adanya gejala atau kejadian dan
keajaiban di dunia ini, menyebabkan kepercayaan itu semakin mantap. Semuanya itu pasti ada
sebab- musababnya, dan muara yang terakhir adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Tuhanlah yang
mengatur semuanya ini, Tuhan pula sebagai penyebab pertama segala yang ada.
Kendati kita tidak boleh cepat-cepat percaya kepada sesuatu, namun percaya itu
penting dalam kehidupan ini. Banyak sekali kegiatan yang kita laksanakan dalam kehidupan
sehari-hari hanyalah berdasarkan kepercayaan saja. Setiap hari kita mneyaksikan matahari terbit
dan tenggelam. Demikian pula adanya bulan dan bintang yang hadir di langit dengan teratur.
Belum lagi oleh adanya berbagai mahluk hidup dan hal-hal lain yang dapat menjadikan kita
semakin tertegun menyaksikannya. Adanya pergantian siang menjadi malam, adanya kelahiran,
usia tua, dan kematian, semuanya ini mengantarkan kita harus percaya kepada Tuhan, bahwa
Tuhanlah yang merupakan sumber dari segala yang terjadi di alam semesta ini.
Karena agama itu adalah kepercayaan, maka dengan agama pula kita akan merasa mempunyai
suatu pegangan iman yang menambatkan kita pada satu pegangan yang kokoh. Pegangan itu tiada
lain adalah Tuhan, yang merupakan sumber dari semua yang ada dan yang terjadi. Kepada-Nya-
lah kita memasrahkan diri, karena tidak ada tempat lain dari pada-Nya tempat kita kembali.
Keimanan kepada Tuhan ini merupakan dasar kepercayaan agama Hindu. Inilah yang menjadi
pokok-pokok keimanan agama Hindu. Percaya terhadap Tuhan, mempunyai pengertian yakin dan
iman terhadap Tuhan itu sendiri. Yakin dan iman ini merupakan pengakuan atas dasar keyakinan
bahwa sesungguhnya Tuhan itu ada, Maha Kuasa, Maha Esa dan Maha segala-galanya. Tuhan
Yang Maha Kuasa, yang disebut juga Hyang Widhi (Brahman), adalah ia yang kuasa atas segala
yang ada ini. Tidak ada apapun yang luput dari Kuasa-Nya. Ia sebagai pencipta, sebagai
pemelihara dan Pelebur alam semesta dengan segala isinya.
Cara memahami bagaimana Tuhan itu, sangatlah memiliki kesubjektifan tersediri
antara masing-masing penganut suatu agama. Seperti dalam analoginya bagaimana mengenal
Tuhan yang diistilahkan sebagai seekor gajah yang diteliti oleh tiga orang buta. Setiap orang buta
tersebut memeriksa bagian ekor, bagian telinga, serta pula bagian kakinya. Hal tersebut akan juga
menimbulkan pemahaman yang berbeda pada akhirnya bagaimana mendeskripsikan Tuhan
tersebut. Seperti pula ketiga orang buta tersebut, yang menemukan persepsi Tuhan secara berbeda
dengan hasil yang berbeda pula, maka konsep tentang ketuhanan memiliki beberapa hasil
pemahaman yang berbeda. Di antaranya adalah paham monotheisme, politheisme, pantheisme,
atau atheisme. Paham-paham itu ada yang bertahan atau mengalami perubahan serta mulai
berkembang sebagai studi ilmu pengetahuan dan pemahaman spiritual yang sesuai dengan
pemahaman jaman dewasa ini. Berdasarkan hal tersebut maka penulis ingin lebih memahami
Brahman dan ingin lebih mengetahui tentang konsep – konsep ketuhanan hindu terutama yang ada
kaitannya dengan upanisad.
II. PEMBAHASAN
2.3. Brahman dalam Upanisad
Diantara pokok permasalahan yang penting dan mendasar yang dibahas dalam
upanisad adalah Brahman. Brahman dalam Upanisad adalah pengada segala yang ada atau yang
mendasari semua keberadaan ini. Brahman berasal dari kata ”brh” berarti yang memberi hidup,
menjadikan kembang, meluap. Kata brahman ini menunjukan pada pengertian aktif yang
membawa pada suatu pertumbuhan yang tidak henti-hentinya. Adapun pengertian Brahman yang
lain yang dikemukaan oleh Swami Rama (1982:14) dalam bukunya ”Mandukya Upanisad,
Enlightenment without God ” yaitu sebagai berikut:
Kata Brahnam berasal dari bahasa sansekerta, akar kata ”brha” atau ”brhi” yang berarti
meluap/mengembang, pengetahuan atau yang meresapi segala. Kata ini selalu dalam jenis kelamin
neutrum (banci), hal ini menunjukan bahwa Tuhan (kebenaran mutlak) berada diluar konsep jenis
kelamin laki-laki (masculinum) dan wanita (feminium) dari segala sesuatu yang bersifat dualitas.
Brahman hadir dimana-mana, maha tahu, maha kuasa, itulah sifat dasar dari satu kebenaran
mutlak. Ia adalah kebenaran sejati, kesadaran tertinggi, yang tidak pernah dipengaruhi oleh
perubahan sifat duniawi, adalah Berahman itu. Ia yang menjadikan diriNya sendiri dan memenuhi
seluruh alam semesta untuk menampakan diriNya itulah Brahman.
Dalam Brhadaranyaka Upanisad Bab III.8.8-9, sesungguhnya Brahman itu tidak dapat
dikatakan bagaimana, dalam jawaban Yajnavalkya atas pertanyaan Gargi, dinyatakan bahwa :
“sa hovaca: etad vai tad aksaram, gargi, brahmana abhivadanti, asthulam, ananu, ahrasvam,
adirgham, alohitam, asneham, acchayam, atamah, avayv anakasam, asangam, arasam,
agandham, acaksuskam, asrotram, avak, amanah, atejaskam, apranam, amukham, amatram,
anantaram, abahyam; na tad asnati kim cana, na tad asnati kas cana.” || 3.8.8 ||
“etasya va aksarasya prasasane, gargi, suryacandramasau vidrtau tisthatah;etasya va aksarasya
prasasane, gargi,dyavaprthivyau vidhrte tisthatah;etasya va aksarasya rasasane, gargi, nimesa,
muhurta, ahoratrany ardhamasa, masa, rtavah, samvatsara iti. Vidhrtas tisthanti; etasya va
aksarasya prasasane, gargi, pracyo’nya nadyah syandante svetebhaharvatebhyah, praticyo’nyah,
yam yam ca disam anu; etasya va aksarasya prasasane, gargi, dadato manusyah prasamsanti;
yajamanam devah, darvim pitaro’nvayattah.” || 3.8.9 ||
Terjemahan :
“Yang mengerti Brahman menyebutnya yang Kekal. Dia tidaklah kasar, bukan pula halus, tidak
pendek tidak pula panjang, tidak bersinar merah (seperti api) tidak pula menempel (seperti air).
Dia bukanlah bayangan ataupun kegelapan,bukan pula udara atau angkasa, yanpa ikatan, tanpa
rasa, tanpa bau, tanpa mata , tanpa telinga, tanpa suara, tanpa pikiran, tanpagemerlapan, tanpa
nafas,tanpa mulut, tanpa ukuran, tiada apapun di dalam dan di luar-Nya. Dia tidak memakan
apapun dan tiada apapun bisa memakan-Nya. Sesungguhnya atas perintah yang kekal itu, matahari
dan bulan berada pada kedudukannya masing-masing”.
Maksud uraian di atas tidak lain menyatakan bahwa dalam Brhad Aranyaka
Upanisad disebutkan bahwa Brahman itu bersifat Neti-neti, artinya bukan kasar, bukan pendek,
bukan bayangan ,tanpa ukuran, dan sejenisnya. Jadi, Brahman bukanlah suatu substansi dan tidak
memiliki sifat. Walaupun demikian, secara positif Brahman dapat dinyatakan dengan
ungkapan sat-cit ananda. Kata sat berarti ada atau keberadaan. Jika Brahman disebut sat berarti
bahwa hanya Brahman-lah yang memiliki keberadaan, Ialah satu-satunya yang ada, yang harus
dibedakan dengan segala yang lain dari pada-Nya, yang tidak memiliki ada atau keberadaan.
Kata cit berarti kesadaran yang menunjuk kepada sifat Brahman yang
rohani. Brahman yang satu-satunya memiliki ada itu adalah Brahman yang sadar, bukan yang
mati, yang bersifat rohani bukan bendani. Ananda artinya bahagia, yang menunjuk kepada
sifat Brahman yang meliputi segala sesuatu dan mempersatukan segalanya yang hanya terdiri dari
kebahagiaan saja. Ungkapan sat-cit-ananda menunjukkan bahwaBrahmanlah satu-satunya
realitas rohani yang bersifat mutlak, tetapi juga meliputi segala sesuatu yang ada, yang sadar atau
yang bersifat rohani, sehingga segala sesuatu yang memiliki kedua sifat itu harus dialirkan ke luar
dari pada-Nya.
Ia yang menjadikan dirinya sendiri dan memenuhi alam semesta. Brahman itu tidak
berbeda dari Sang Diri, seluruh umat manusia (hakekatnya) adalah Brahman. Berpangkal dari
pandangan ini seluruh umat manusia pada hakekatnya/ esensinya adalah sama dan satu.
Dalam Brhad-aranyaka Upanisad 3.9.28. disebutkan :
“Satyam Jnanam anantam Brahma, vijnanam anandam brahma”
Terjemahan :
Brahman adalah Kebenaran dan Pengetahuan (tak terbatas), Brahman adalah Pengetahuan
tertinggi dan kebahagiaan.
Upanisad menyatakan bahwa Tuhan pada hakekatnya Esa, sumber segala sesuatu yang ada
di Alam Semesta dan menjadi tempat kembalinya segala sesuatu. Beliau Pencipta, Pengatur
sekaligus sebagai Pemralina segala sesuatu yang ada di Alam Semesta ini. Dalam Brhadaranyaka
Upanisad menyatakan : “Sarwam Khalvidam Brahman” terjemahannya ‘Segalanya adalah
Tuhan Yang maha Esa’. Konsep ini mengandung paham Monisme. Keyakinan terhadap adanya
Keesaan Tuhan yang merupakan hakekat alam semesta. Esa dalam segala. Segalanya berada di
dalam yang Esa.
Pernyataan yang lain dilengkapi oleh ceritera Gargya dalam Brhadaranyaka Upanisad Bab
II.1.1, yang tak berhasil memberikan batasan tentang Brahman dan akhirnya ia mendapat
penjelasan tentang atman untuk menjelaskan tentang Brahman dari seorang raja. Apabila untuk
tujuan ini kita berpegang teguh pada perbedaan Brahmansebagai azas alam semesta dengan atman
sebagai azas rohani, maka pemikiran pokok dari semua ajaran filsafat Upanisad dapat kita
nyatakan dengan persamaan yang sederhana, yaitu “Brahman = Atman”.
Brahman, kekuatan yang menampilkan din kepada kita membenda pada semua benda yang
terjadi, yang mencipta, mendukung, memelihara dan menerima kembali seluruh alam semesta ini
ke dalam diri-Nya sendiri, dan tenaga suci yang kekal tak terbatas ini sama dengan atman yang
apabila kita tinggalkan dengan melepaskan semua bentuk kulit- luar, kita akan mendapatkan dalam
din kita sendiri sebagai hakekat yang paling hakiki, pribadi kita, jiwa kita. Kesamaan
akan Brahman dan atman ini, antara Tuhan dan roh perseorangan, adalah pandangan yang
mendasar pada semua ajaran upanisad.
Pada Bab III.9.1-9 dijelaksan pula tentang berbagai Dewata dan
satu Brahman.Yajnavalkya menjelaskan jumlah dewata berdasarkan yang dijelaskan
dalam nivid yaitu 303 dan 3003. Jumlah tersebut adalah hanya perwujudan dari mereka saja,
sebenarnya jumlah mereka ada 33 dewata. 33 Dewata tersebut adalah Kedelapan Vasu,
kesebelasRudra, dan kedua belas Aditya, semuanya menjadi 31, Indra dan Prajapati maka
semuanya menjadi 33.
Dari uraian tersebut diatas maka pengertian brahman adalah Tuhan Yang Maha Esa,
Maha Ada, Maha Mengetahui, Maha Kuasa, tidak berjenis kelamin laki-laki ataupun perempuan,
yang meresapi seluruh alam semsta dan merupakan hakikat Sang Diri dan seluruh umat manusia.
Brahman adalah asas alam semesta, Ia yang menggunakan alam semesta sesuai dengan kuasa dan
hukum-Nya.
Brahman adalah realitas tunggal yang benar-benar ada. Dalam hal ini, upanisad
mengenal dua konsep ketuhanan yaitu:
2.3.1.Monoteisme
Taittiriya Upanisad memberikan sebuah pengertian tunggal tentang istilah Brahman. Sebagai
jawaban atas permintaan dari Bhrgu kepada ayahnya Varuna agar mengajarkan kepadanya tentang
Brahman, Varuna menawarkan pengertian sebagai berikut, “Yang daripada-Nya segala mahluk
dilahirkan, Yang oleh-Nya dan kepada-Nya mereka hidup, ketika berangkat mereka masuk,
mencari tahu itu, yang adalah Brahman.” Menurut Upanisad, Brahman adalah yang menjadi sebab
utama dan fungsi kosmis utama yakni asal mula (srsti), kehidupan (sthiti), dan kematian (pralaya)
alam semesta. Badarayana juga mengambil pengertian yang sama tentang Brahman yang jelasnya
dan bacaan Vedantasütra yaitu sebagai janmady-asya-yatah, yang artinya, yang daripadanya
berasal dan lain-lain, dan jagat raya yang dihasilkan. Sutra ini berdasarkan bacaan pada Taittiriya
Upanisad. Pada pendapat Badarayana, jagat-kraiiatva atau yang menjadi penyebab utama dan tiga
kali lipat fungsi kosmis adalah suatu sifat yang berbeda dan Brahman dan hal itu diterima sebagai
sebuah kriteria penting untuk menentukan apakah itu atau bukan istilah semacam ãkasa dan prana
yang terdapat dalam Chandogya Upanisad menunjukkan Brahman. Ketika menjelaskan tentang
Brahman, tidak Upanisad dan tidak juga Badaryana menyebutkan bahwa pengertian ini dapat
digunakan hanya untuk Brahman yang lebih rendah (apara) dan tidak untuk Brahman yang lebih
tinggi (para). Kedua Upanisad tersebut dan Vedãntasutra mengacu kepada satu Brahman yang
lebih tinggi (para). Kedua Upanisad tersebut dan Vedantasütra mengacu kepada satu Brahman
yaitu hanya sebagai penyebab utama jagat-raya.
Monoteisme menyatakan kepercayaan tentang adanya satu Tuhan. Konsep ajaran ini dapat dilihat
dari kutipan sloka berikut:
Indram mitram varunam agnim ahur
Atho divyah sa suparno garutman,
Ekam sadviprah bahudha vadanthi
Agnim yamam matarisvanam ahuh.
Rgveda I . 64. 46
Mereka menyebutkan dengan Indra, Mitra, Varuna dan Agni,ia yang bersayap keemasan Garuda,
Ia adalah Esa, para maharsi ( vipra /orang bijaksana ) member banyak nama, mereka menyebutkan
Indra Yama, matarisvan.
Disini Tuhan Yang Maha Agung digambarkan sebagai kebenaran yang Maha Esa, satu
kebenaran.
Keesaan TuhanYang Maha Tunggal dijelaskan secara gamblang dalam mantram berikut :
Berdasarkan kutipan mantram-mantram veda diatas jelas bagi kita bahwa ketuhanan dalam veda
adalah esa ,namun orang-orang bijaksana menyebutkan dengan banyak nama.
2.3.2. Panteisme
Panteisme atau pantheisme dalam bahasa Yunani terdiri dari dua kata yaitu : πάν (pan)
adalah semua dan θεός (theos) adalah Tuhan. Jadi secara harafiah artinya adalah “Tuhan adalah
Semuanya” dan “Semua adalah Tuhan”. Ini merupakan sebuah pendapat bahwa segala barang
merupakan Tuhan abstrak imanen yang mencakup semuanya; atau bahwa Alam Semesta, atau
alam, dan Tuhan adalah sama. Upanisad mengandung ajaran paham panateisme dimana dalam
upanisad menyatakan tuhan adalah segala-galanya yang maha tahu yang mendasari semua
keberadaan alam semesta dan tidak terbatasadanya ( Tuhan bersifat absolute ) hal ini dapat kita
lihat dalam kutipan beberapa mantram sebagai berikut :
“Isawasya idam sarwam yat kinca jagatyam jagat tenatyaktena bhunjitha magradhah kasya
swiddhanam “
(Isa Upanisad, 1 )
Artinya :
“Sesungguhnya apa yang ada di alam ini, yang berjiwa ataupun yang tidak berjiwa ,dikendalikan
oleh Isa ( Brahman), oleh karena itu orang hendaknya menerima apa yang perlu dan diperuntukkan
baginya dan tidak menginginkan milik orang lain”
Berdasarkan kutipan tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa Brahman adalah yang
maha kuasa atas segala sesuatu yang ada di dalam semesta ini yang menguasai alam semesta ini
yang bersifat tidak terbatas. Hal ini menunjukkan bahwa ajaran Brahman dalam upanisad
menyiratkan adanya paham panteisme.
KONSEP ATMAN DALAM PANDANGAN UPANISAD
A. Definisi Atman
Atman merupakan percikan-percikan kecil dari parama Atman yaitu Sang Hyang Widhi
Wasa yang berada didalam mahluk hidup. Atman adalah pusat segala fungsi jasmani dan rohani
manusia. Kata Atman, diambil dari kata An (bernafas), yaitu nafas kehidupan. Atman berasal dari
Brahman, bagaikan matahari dengan sinarnya. Brahman sebagai matahari, dan atman-atman
sebagai sinar-Nya yang terpencar memasuki dalam hidup semua makhluk.
Atman di dalam badan manusia disebut Jiwatman atau jiwa atau roh yaitu yang
menghidupkan manusia. Jivatman bersifat abadi, namun karena terpengaruh oleh badan manusia
yang tersusun dari unsure panca maha buta, menyebabkan atman tersebut bersifat maya. Jivatman
tidak mengetahui asal dan sifat yang sesungguhnya, sehingga keadaan itu disebut Awidya.
Atman sebagai percikan terkecil dari Sang Hyang Widhi tentunya memiliki hubungan
yang erat dengan Brahman. Hubungan Atman dan Brahman ini dapat dilihat dari beberapa petikan
sloka weda, antara lain:
Eko vasti sarvabhutantaratma
ekam bijam bahudha yah karoti
tam atmasyham ye’nupasyanti dhiras
tesyam sukham sasvatam netaresam
(Katha Upanisad Bag II:12)
Artinya:
Dia yang tunggal itulah penguasa semuanya
atma yang esa itu menjadikan dirinya tampak jamak
ia yang arif menyadari dia bersemayam dalam jiwa
memperoleh suka-cita kekekalan, bukan yang lainnya
Artinya:
Atman itu tanpa suara, tidak teraba, tak berbentuk,
Tidak pernah tua, tanpa rasa, abadi, tanpa bahu,
Tanpa pemulaan, tanpa akhir, tak terjangkau, langgeng
Dengan menyadari Atman orang bebas dari kematian.
Dari petikan mantra Katha Upanisad telah jelas memaparkan sifat-sifat atma yakni ada
disetiap mahluk, tak berawal dan tak berakhir dan tak dapat dimusnahkan.
"Tuhan Yang Maha Esa memiliki dan mengendalikan segala sesuatu yang ada di alam semesta
baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak...."
Mantra ini memberikan pengertian bahwa alam semesta ini tidak dapat dipisahkan dari satu
sistem dalam satu kesatuan alam semesta. Dan semua sistem-sistem yang berantai dalam semesta
adalah atas dasar kendali [Avasyam] Beliau. Mantra ini ingin mengisaratkan bahwa tidak ada
tempat dimana Beliau tidak ada. Ibarat tangan misalnya, tangan akan dikatakan sebagai tangan
yang bernyawa jika tangan itu masih melekat di badan yang merupakan kesatuan kesempurnaan
badan itu sendiri. Namun jika tangan itu terpotong, tangan tetap akan terlihat sebagai tangan, akan
tetapi tangan itu tidak bernyawa. Ia akan ada bersama kehampaan, kepalsuan, tanpa kesadaran
[Maya].
Hal ini menunjukkan bahwa dunia ini berada di antara Realitas [Isa] dan Non Realitas
[konsep yang tidak dapat menjadi objek pengalaman]. Karena itu dikatakan dunia ini bukan
realitas dan bukan pula mutlak non realitas. Dengan cara lain dapat dikatakan dunia ini tidak
memiliki hakikat sendiri, ia bergantung pada keberadaan yang lain, yaitu Isa, dan dunia ini hanya
ada untuk sementara. Sementara disini berarti, sekitar 432 milyar tahun yang disebut satu siang
Brahma. Setelah itu dunia mengalami devolusi atau mengkerut secara perlahan dan lenyap dalam
Isa, selama waktu yang sama, selama itu tidak ada penciptaan, ini disebut satu malam Brahma.
Setelah itu muncul kembali kehidupan secara perlahan [evolusi] yang berlangsung selama satu
siang Brahma. Demikian seterusnya. Jadi kalau dunia atau alam semesta ini mengalami keadaan
ada dan tiada, perubahan terus menerus [Samsara], namun Isa selamanya ada, abadi. Demikianlah
keutuhan, kesatuan alam semesta yang disempurnakan oleh Beliau sebagai pengendali [Isa].
Di dalam Bhagavad Gita VII.4-5 juga demikian dinyatakan bahwa “Tanah, air, api, udara,
angkasa, pikiran, kecerdasan dan keakuan yang palsu—secara keseluruhan delapan unsur ini
tenaga-tenaga material yang terpisah dari-Ku” dan “Wahai Arjuna yang berlengan perkasa,
disamping tenaga-tenaga tersebut adapula tenaga-Ku yang lain bersifat utama, terdiri dari para
makhluk hidup, yang menggunakan sumber-sumber alam material yang rendah tersebut”. Sangat
jelas bahwa makhluk hidup adalah merupakan bagian Alam Utama [Tenaga Utama—Isa].
Tidak akan ada yang mampu bergerak tanpa kendali-Nya. Tenaga-tenaga akan selalu
dikendalikan oleh Tenaga Utama. Makhluk hidup tidak memiliki eksistensi sendiri. Isa Upanisad
menyebut Tenaga yang mengendalikan atau Isa ibarat api, sedangkan panasnya adalah energi yang
menyertai setiap makhluk di alam semesta. Itulah sebabnya, seperti halnya panas yang adalah
bagian api sendiri Tuhan lebih cepat daripada pikiran. Seperti mantra berikutnya.
"Walaupun senantiasa berada di kediaman-Nya, Tuhan Yang Maha Esa lebih cepat daripada
pikiran dan dapat mengungguli semua sosok lain yang berlari. Para Deva yang perkasa tidak dapat
mendekati Dia. Walaupun berada disatu tempat, Dia mengendalikan penyedia angin dan hujan.
Kemuliaan-Nya melebihi semua".
Tuhan bersifat mutlak, mutlak dalam hal ini Tuhan sangat sulit dipahami oleh pemahaman
manusia biasa, bahkan orang-orang yang tercerahkan sekalipun memiliki batasan pengetahuan
tentang hal ini. Dengan potensi-Nya yang sangat sulit dipahami, sekaligus Tuhan dapat
menjangkau setiap bagian dari tenaga-Nya yang diciptakan. Disisi lain menunjukkan kendati
Tuhan memiliki kediaman disuatu tempat, namun Dia juga berada dima na-mana. Karena setiap
tempat adalah kediaman-Nya. Sehingga dipertegas kembali dalam mantra ini bahkan para Deva-
pun dikendalikan oleh Beliau. Karena Dia-lah Energi dari para pelari, Dia-lah Energi dari pikiran
dan Dia-pula Energi dari para Deva.
Di dalam lingkup yang lebih luas, kita sering tertipu dengan pembungkus material—bahwa
kita menganggap alam semesta hanya sebatas badan yang berupa pohon, rumput, batu, pasir dan
lain sebagainya yang hanya dapat ditangkap sebatas panca indra kita. Keadaan semacam inilah
yang disebut khayalan oleh Sankharacarya dalam teori Advaita-nya. Misalnya seseorang pergi ke
ladang, di rerumputan yang lebat terlihat ada seekor ular. Perlahan-lahan didekati ular itu dan akan
mengusirnya dengan tongkat. Tetapi begitu dekat, ternyata itu hanya seutas tali. Ketika seseorang
jalan-jalan di pantai pada suatu senja. Terlihat ada sepotong perak di atas pasir, lalu orang itu
mendekati dengan hati yang berdebar-debar, dan membayangkan akan menjual perak itu dengan
harga yang cukup tinggi. Tetapi begitu dekat ternyata hanyalah kulit kerang. Yang dimaksud dalam
analogi ini adalah bahwa kita sering menganggap wujud nyata atas dasar penglihatan indra adalah
nyata dan abadi.
Padahal jati diri alam semesta adalah Atman yang juga Isa. Isa-lah yang memerintahkan
matahari [wujud-wujud yang dianggap abadi] untuk menyinarkan sinarnya ke bumi, namun Isa
tidak ditutupi oleh cahaya matahari itu sendiri. Contoh yang lebih dekat, di malam yang gelap kita
mengendarai mobil, tiba-tiba seorang polisi meminta kita untuk meminggirkan mobil ke tepian
jalan. Setelah menepi pak polisi mengarahkan sinar senternya ke wajah kita, karena kita dianggap
melanggar rambu lalu lintas. Karena sorotan cahaya lampu senter itu, kita tidak dapat melihat
wajah pak polisi, sementara pak polisi dapat melihat wajah kita dengan jelas. Itulah sebabnya
dalam Isa Upanisad 16 dijelaskan “Wahai Isa... mohon menyingkirkan kecermelangan cahaya
rohani-Mu, supaya hamba dapat melihat wujud kebahagiaan-Mu….”.
Antara matahari dan sinarnya ada kesatuan. Begitu juga antara Isa dan seluruh makhluk
hidup ada persatuan. Matahari itu satu namun jumlah atom-atom sinar matahari tidak terhitung
jumlahnya. Sinar matahari adalah bagian dari matahari. Dan matahari serta sinar matahari
menyusun matahari yang menjadikan ia lengkap dan sempurna. Jadi sinar yang sering
menyilaukan kita, yang sering membuat kita heran dan takjub bersumber dan dikendalikan oleh
Isa. Inilah sinar yang mengalir dari badan Isa, sinar inilah disebut Atman bukan badan. Dari
kediaman-Nya-lah segala energi mengalir. Selanjutnya, hal serupa juga dijelaskan dalam mantra
berikut.
“Tuhan Yang Maha Esa berjalan kaki dan tidak berjalan kaki. Tuhan sangat jauh dari kita, tetapi
Dia juga dekat sekali. Tuhan ada di dalam segala sesuatu, namun Dia juga di luar segala sesuatu”.
Hal ini kembali menunjukkan bagaimana kehebatan Isa sebagai sumber energi. “Isa berjalan
kaki dan tidak berjalan kaki, jauh dan juga dekat” mungkin terlihat sebagai kontradiksi. Namun
kontradiksi ini hanya ingin menunjukkan kehebatan Isa yang melampaui keterbatasan pikiran kita.
Alam semesta yang senantiasa berekspansi ada di dalam-Nya. Isa meliputi segala sesuatu. Seperti
udara, tidak kemana-mana, tetapi berada dimana-mana. Itulah kebenaran sejati dan itulah Jati Diri
kita. Itulah Isa. Sekali lagi kita akan kesulitan untuk memahami lewat panca indra, begitu juga
lewat pikiran—tidak bisa. Karena Isa lebih cepat dari segalanya, kendati demikian Isa tidak
bergerak. Bandingkanlah dengan badan yang dapat dipahami oleh pikiran dan indra. Karena badan
tidak bisa berada dimana-mana maka badan harus menempuh perjalanan dari satu tempat ke
tempat lain. Dapat dikatakan Kebenaran Sejati [Isa—Atman] ibarat udara, tidak kemana-mana,
tidak perlu kemana-mana karena sudah berada dimana-mana.
Setiap orang yang mencari Tuhan di luar akan kecewa. Karena lingkar luar-Nya tidak akan
terjangkau oleh panca indra kita. Jika Isa meliputi segala-galanya, mantra ini seolah-olah
mengarahkan mencari Isa ke dalam diri yang paling baik. Setiap organ dalam tubuh kita tentu
diliputi oleh-Nya, setiap sel dalam tubuh juga diliputi oleh Dia. Semua terjadi dalam Dia. Oleh
karena itu, setelah memperoleh pencerahan seorang meditator akan berhenti, tidak kemana-mana
lagi. Meskipun jika ia berkeinginan untuk bergerak itu hanya untuk kita yang belum sadar. Bahkan
pada saat itupun sesungguhnya ia tidak bergerak, namun kita melihat kesan bahwa ia bergerak.
Inilah ketuhanan Mutlak Impersonal dalam Isa Upanisad.
"Orang yang secara sistematis melihat segala sesuatu berhubungan dengan Tuhan Yang Maha
Esa, dan melihat semua makhluk hidup sebagai bagian-bagian percikan Tuhan, dan melihat Tuhan
dalam segala sesuatu, tidak pernah merasa benci pada sesuatu atau kepada makhluk manapun.
Orang yang selalu melihat semua makhluk hidup sebagai percikan spiritual, satu sifat dengan
Tuhan, menjadi orang yang mengetahui berbagai hal dengan sebenarnya. Dengan demikian, hal
apa yang dapatmenjadi khayalan atau kecemasan bagi orang itu?"
Berdasarkan pengetahuan Veda pada umumnya, kita semua telah menyadari bahwa setiap
makhluk adalah percikan dari energi Tuhan. Demikian pula dalam Isa Upanisad menekankan
seluruh makhluk hidup adalah percikan-percikan Tuhan. Namun yang lebih penting adalah, Isa
Upanisad mengatakan setiap percikan di alam semesta diberikan energi [Atman] dari Energi
Utama [Isa—Paramaatman] untuk bertindak sesuai dengan kehendak Energi Utama. Maksudnya
adalah, apabila makhluk hidup dalam hal ini manusia lupa akan Atman itu, yang seharusnya
bergerak dari kesadaran Atman sendiri, maka dia dianggap berada dalam maya.
Samadhi atau Anubhava adalah pengalaman yang sangat membahagiakan dari persatuan
dengan Yang Maha Suci—cenderung menggoda seseorang untuk mengabaikan dunia dengan
segala “Cacat” dan “Ketidak sempurnaan” dan melihatnya sebagai mimpi yang mengganggu dan
tidak bahagia. Jalinan nyata dari dunia, dengan cinta dan benci, dengan konflik dan perang, dengan
kecemburuan dan persaingan dan pertolongan yang tidak diminta, upaya pemeliharaan intelektual,
perjuangan moral sungguh-sungguh kelihatan yang tidak lebih dari mimpi yang tidak substantif,
tidak ada isinya, satu phantasmogaria yang menari di atas jalinan Ada [Makhluk—Energi Utama]
murni. Dan itu sebabnya manusia sepanjang peradabannya, manusia selalu mencari perlindungan
dari dunia yang penuh tekanan, kebingungan, penghinaan, ketakutan akan suatu spirit di luar.
Kita semua ingin bahagia, tanpa kecuali, dari mereka yang anak-anak hingga yang telah
lanjut usia. Namun semakin maju dunia ini dan semakin dimanjakannya kita oleh teknologi,
kenapa kata bahagia jarang didapat?. Karena kita mencarinya di luar. Kita pun sering berpikir
bahwa kebahagiaan akan kita temukan di luar. Kita berpikir bahwa jika kita mencapai apa yang
kita inginkan, kita akan merasa bahagia. Namun apa yang terjadi setelah beberapa waktu?
Kesenangan apa yang kita kira sebagai kebahagiaan, itu mulai kehilangan warna, seperti pakaian
yang mulai kehilangan warna kemilaunya, memudar dan keseganan memakainya pun muncul.
Isa an hana irikang mwang—Isa ada di dalam diri seseorang. satu-satunya cara untuk
menemukan kunci yang hilang itu tiada lain dan tiada bukan adalah dengan masuk dan mencarinya
ke dalam. “Sekian lama aku memanggil nama-Mu, sambil terus-menerus mengetuk pintu rumah-
Mu. Ketika pintu itu terbuka, akupun terhenyak dan mulai menyadari bahwa sesungguhnya selama
ini aku telah mengetuk pintu dari dalam rumahku sendiri. Demi Tuhan, ketika kau melihat dirimu
sebagai Yang Maha Indah maka kaupun akan menyembah dirimu sendiri” Kata Jalaludin Rumi.
Ini artinya kita harus mulai merenung, berdialog dan bertanya pada diri sendiri. Ajukan
pertanyaan-pertanyaan yang semakin dalam tentang apa yang benar-benar kita inginkan dalam
hidup ini. Maka jawaban akhir yang akan kita temukan adalah keinginan kita akan kedamaian,
semua orang menginginkannya. Dan bila kedamaian adalah jawaban akhir yang kita butuhkan, itu
artinya kedamaianlah yang kita butuhkan agar bahagia.
Itulah sebabnya salah satu mantra Brhadaranyaka Upanisad 1.3.28 berbunyi “Bimbinglah
kami dari yang tidak nyata, kepada yang nyata, dari kegelapan kepada cahaya, dari kematian
menuju kehidupan abadi”. Hal ini mengandaikan perbedaan antara realitas, cahaya dan kehidupan
abadi dengan ketidaknyataan, kegelapan dan kematian. Realitas, cahaya dan kehidupan abadi
adalah hidup dalam dunia Isa dan ada di dalam diri kita. Ketidaknyataan, kegelapan dan kematian
adalah kehidupan yang terus berubah [Samsara] dan ada di luar diri kita. Jika ada seseorang yang
mengatakan harus takut pada Tuhan, maka itulah yang disebut kebodohan oleh Shankaracharya.
Tentu tidak ada ketakutan dalam Cahaya—Isa, karena Isa adalah kebenaran, kesadaran dan
kebahagiaan abadi [Sat Chit Ananda].
Itulah sebabnya Isa Upanisad 17 berpesan “Biarlah badan ini yang bersifat sementara dibakar
menjadi abu dan biarlah udara kehidupan menyatu dengan keseluruhan udara....”. Mantra ini
mengisyaratkan kita akan pelepasan, untuk bahagia manusia tidak memerlukan apa-apa, tidak
perlu mencarinya di luar, bahkan tidak perlu usaha yang keras. Semua perangkat kebahagiaan itu
ada dan selalu ada dalam setiap diri manusia. Kebahagiaan akan kita dapat dengan cara “membakar
badan ini menjadi abu” artinya kebahagiaan akan kita dapatkan dengan cara melepaskan,
melepaskan ikatan dari harapan-harapan terhadap hasil yang kita inginkan. Dengan bahasa yang
lain, kita patut menerima dan bersyukur dengan apa yang telah terjadi. Namun untuk lebih
memperjelas, yang kita lepaskan bukan keinginan, tapi hasilnya. Melepaskan adalah kegiatan
yang sederhana dan tidak membutuhkan energi besar dan sesederhana itulah jika kita inginkan
kebahagiaan.
Tentu dengan alasan tersebut Bhagawad Gita III 42, juga menyatakan “Bergeraklah dari
Atman untuk menguasai budhi, dari budhi [kecerdasan] menguasai manah [pikiran], selanjutnya
pikiran menguasai indria”. Bukan bergerak dari objek indria atau pembungkusnya. Oleh karenanya
Isa Upanisad 8, menjelaskan “Orang seharusnya mengetahui dengan sebenarnya tentang Insan
Tertinggi, Yang Tidak Dibungkus Badan, Maha Tahu, Tidak Dapat Disalahkan, Tidak Memiliki
Urat Nadi, Suci dan Tidak Tercemar, Filsuf yang tidak mencukupi diri sendiri yang telah
memenuhi keinginan semua orang semenjak masa lampau”. Atman adalah Jati Diri—adalah
Kesadaran yang hendaknya menjadi sentral dalam bergerak. Jika kita menyadari setiap insan di
alam semesta digerakkan dan diperciki energi dari Energi Utama, maka tidak akan ada lagi
peperangan atas nama agama, suku, ras, golongan dan lain sebagainya. Karena kita menyadari
semua diliputi oleh Dia. Kita semua akan menerima dengan penuh syukur keberagaman ini.
Perhatikanlah selama ini, kita terbiasa memanjakan eksklusif khususnya dalam beragama.
Pertikaian antara agama karena semua agama merasa memiliki Tuhan-nya masing-masing.
Pembantaian antar agama terjadi karena mereka merasa memiliki kebenaran sendiri dan hanya ada
dalam agamanya sendiri. Isa Upanisad mengajak kita untuk berpikir secara revolusioner. Isa tidak
ada dalam agama, Isa tidak ada dalam kitab suci, Isa tidak ada dalam para nabi, mesias, avatara
dan buddha. Isa hanya ada dalam diri-Nya saja. Istilah “Diri-Nya” pun tidak cukup untuk
menjelaskan-Nya. Namun apa boleh buat kita terbelenggu dengan konsep. Walaupun Dia adalah
semuanya [Sarvani].
Jika saja seorang Muslim melihat Kristen dalam Isa dan sebaliknya Kristen melihat Islam
dalam Isa, maka saat itu juga mereka akan berhenti saling menghujat, mereka akan lembut. Jika
Muslim melihat Gereja dalam Isa, maka mereka tidak akan pernah membakar Gereja. Demikian
juga jika Kristen melihat Masjid dalam Isa maka mereka tidak akan merusaknya. Tidak akan ada
kebencian dimana-mana [Navijugupsate]. Masalahnya adalah kita sering melihat Isa dalam
Masjid, Isa dalam Gereja dan Isa yang berada dalam Masjid dilihat berbeda dengan Isa yang ada
di Gereja. Isa Upanisad mengajak kita untuk menyadari bahwa Isa bukanlah monopoli seorang
nabi atau salah satu agama, bahkan Dia juga bukan monopoli dunia ini.
Mereka yang merasa berada dalam Isa akan menjadi berkah bagi alam semesta, karena
mereka sadar mereka adalah bagian dari semesta, mereka adalah salah satu rantai penghubung
dengan rantai-rantai yang lainnya. Mereka tidak berlu memiliki sesuatu, mereka tidak perlu
memperebutkan sesuatu, mereka tidak perlu terikat pada sesuatu—semuanya berada dalam Dia.
Perlukah kita memiliki bulan dan bintang serta matahari? Perlukah kita memiliki angin dan laut?
Tanpa dimilikipun kita tetap mendapatkan manfaatnya. Sehingga inilah jalan satu-satunya untuk
menjalani hidup tanpa dibelenggu hukum sebab akibat. Mereka yang hidup tanpa kesadaran
demikian, sesungguhnya hidup dalam kesia-siaan, kepalsuan, kegelapan, dan sedang memperkosa
diri sendiri. Ia yang memperkosa diri sendiri berarti melupakan jati diri, melupakan potensi energi
dalam diri kita. Dan jika memang itu yang terjadi, maka tersia-siakanlah satu masa kehidupan kita.
Tersia-siakanlah satu masa yang disediakan oleh Keberadaan, oleh Energi Utama, oleh Isa.
Sadarilah bahwa segala kekuatan diperoleh dari Isa; karena itu disetiap-setiap kekuatan
tersebut harus dipergunakan untuk melaksanakan kehendak Isa. Isa akan mudah dikenal bagi
orang-orang yang dalam hidupnya penuh pelayanan yang penuh rendah hati. Pengetahuan yang
sempurna adalah pengetahuan yang mengetahui bahwa Isa ada dalam setiap sistem kehidupan.
Mengetahui tentang tenaga-Nya. Dan mengetahui bagaimana tenaga itu bergerak sesuai kehendak-
Nya [Rtam].
Kitab Brhad Aranyaka Upanisad menjelaskan bahwa Bhuwana Agung yang diciptakan Tuhan
adalah pelukisan dari Tuhan itu sendiri yang dilukiskan dalam wujud personifikasi
yang abstraktif. Penciptaan Bhuwana Agung merupakan gambaran dari tubuh Tuhan dalam
personifikasi abstraktif dan bumi yang kita tempati merupakan bagian kecil dari tubuh Tuhan.
(Brhad Aranyaka Up. I.1)
(Aum sesungguhnya, fajar adalah kepala dari kuda yajna, matahari adalah matahari, agni
adalah nafasnya, mulutnya yang terbuka adalah api vaisavanara; tahun adalah tubuh dari
kuda yadnya, langit adalah punggungnya, antariksa adalah perutnya, bumi sebagai
telapak kakinya …….. dst ).
Kitab Mundaka Upanisad masa penciptaan (Srsti) digambarkan seperti halnya seekor laba-
laba yang mengeluarkan sarangnya pada masa penciptaan dan menariknya kembali ke dalam
perut pada saat peleburan (Pralaya).
(Mundaka Up. I.1.7)