Anda di halaman 1dari 31

Moderasi Beragama di

Indonesia
Muhammad Adlin Sila
Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan,
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI
Urgensi Penguatan Moderasi Beragama
• “Ini sesuatu yang urgen, moderasi beragama ini sesutu yang sangat mendesak.
Karena ini bukan merupakan sesuatu yang baru sama sekali,” ujar Kepala
Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Balitbang Kementerian
Agama, Prof Muhammad Adlin Sila, dalam diskusi virtual “Peci dan Kopi” yang
diikuti Republika.co.id belum lama ini.
• Moderasi beragama selama ini sudah menjadi karakter bangsa dan menjadi
ciri khas masyarakat Indonesia yang plural.
• Namun, menurut dia, saat ini ada upaya-upaya untuk melemahkan
keberagaman di Indonesia, sehingga moderasi beragama harus terus
diperkuat.  “Nah ini yang harus kita suarakan lebih lantang. Makanya kita
memilih kata penguatan, kita memperkuat kembali, yang sebelumnya
mungkin lemah atau dilemahkan,” ucapnya.
• http://republika.co.id/r/qi5dxy320
MENURUT KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA (KBBI)

• Kata ‘moderat’ adalah sebuah kata sifat, turunan dari kata


moderation, yang berarti tidak berlebih-lebihan atau sedang.
• Dalam bahasa Indonesia, kata ini kemudian diserap menjadi
'moderasi', yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) didefinisikan sebagai 'pengurangan kekerasan', atau
'penghindaran keekstreman'.
• Dalam KBBI juga dijelaskan bahwa kata ‘moderasi’ berasal
dari bahasa Latin moderâtio, yang berarti ke-sedang-an (tidak
kelebihan dan tidak kekurangan).
• Ketika kata moderasi disandingkan dengan kata 'beragama',
menjadi moderasi beragama, maka merujuk pada sikap
mengurangi kekerasan, atau menghindari keesktreman dalam
praktik beragama.
3
Sebagai komitmen bersama
•Moderasi beragama harus dipahami sebagai komitmen bersama untuk
menjaga keseimbangan yang paripurna, di mana setiap warga
masyarakat, apapun suku, etnis, budaya, agama, dan pilihan politiknya
harus mau saling mendengarkan satu sama lain, serta saling belajar
melatih kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan di antara
mereka.
•Jadi jelas bahwa moderasi beragama sangat erat terkait dengan
menjaga kebersamaan dengan memiliki sikap ‘tenggang rasa’, sebuah
warisan leluhur yang mengajarkan kita untuk saling memahami satu
sama lain yang berbeda dengan kita (Tim Penyusun Kementerian Agama
RI, 2019).
Apa itu Moderat?
• Gus Dur: Islam Moderat adalah sebuah pemahaman yang mengedepankan
demokrasi, menjamin kemurnian ideologi nasional (Pancasila) dan kesatuan
konstitusi. Karakteristiknya adalah mengacu pada nilai-nilai kebudayaan dan
agama, yang mendukung pembangunan (Wahid, 1985)
• Cak Nur: Islam Moderat adalah yang menjunjung nilai-nilai inklusivisme dan
pluralisme (Bakti, 2005).
• Lukman Hakim Saifuddin (Kemenag RI, 2019): Moderasi beragama adalah cara
pandang kita dalam beragama, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama
dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan (eka) maupun ekstrem kiri (eki).
• Intinya, Islam Moderat adalah pandangan Islam yang akomodatif, terbuka,
toleran, teguh pendirian, mengakui keberagaman, menerima konstitusi nasional
(PBNU), dan anti kekerasan.
MODERASI BERAGAMA DAN BUKAN MODERASI AGAMA

• Agama tidak perlu dimoderasi karena agama itu


sendiri telah mengajarkan prinsip moderasi,
keadilan dan keseimbangan.
• Jadi bukan agamanya yang harus dimoderasi,
melainkan cara pandang dan sikap umat beragama
dalam memahami dan menjalankan agamanya
yang harus dimoderasi.
• Tidak ada agama yang mengajarkan ekstremitas,
tapi tidak sedikit orang yang memahami dan
menjalankan ajaran agamanya secara ekstrem.

6
Apa itu Moderasi Beragama?

Dengan moderasi beragama,


Moderasi beragama berarti seseorang tidak ekstrem dan tidak
cara beragama jalan tengah. berlebih-lebihan saat menjalani ajaran
agamanya.

Orang yang
mempraktekkannya disebut
moderat.

7
BISA DISEBUTKAN CONTOH
BERAGAMA YANG BERLEBIHAN?
• Seseorang yang beribadah terus-menerus dari
pagi hingga malam tanpa mempedulikan
problem sosial di sekitarnya bisa disebut
berlebihan dalam beragama.
• Seseorang juga bisa disebut berlebihan dalam
beragama ketika ia sengaja merendahkan
agama (saudara atau orang lain), atau gemar
menghina figur atau simbol suci agama
tertentu.
• Dalam contoh kasus seperti yang disebutkan di
atas, maka ia sudah terjebak dalam ekstremitas
yang tidak sesuai dengan prinsip moderasi
beragama.
8
EKSTREM
EKSTREM
KIRI/SEKUL
KANAN/AGAMA
UARISME
1. Agama hanya 1. Berlebihan, drastis,
mengurusi 1. Selalu eksesif, melewati
ruang privat menghindarkan batas, melampaui
dan internum. perilaku atau kealamiahan,
2. Agama tidak pengungkapan musykil;
boleh 2. Fanatik, reaksioner,
yang ekstrem;
mencampuri revolusioner, ultra
masalah public 2. Memiliki sikap konservatist,
seperti sosial yang terkendali eksklusif.
kemasyarakata (self-control) dan 3. Radikalis,
n dan ekonomi bertanggungjawa fundamentalis,
politik puritanist.
b.
3. Penggunaan 4. Tekstualis dalam
3. Berkecenderunga memahami Kitab
akal harus
n ke arah dimensi Suci.
diutamakan
dalam jalan tengah atau 5. Menggunakan
memahami seimbang; metode ekstrim dalam
teks-teks Kitab memperjuangkan
4. Pandangannya kepentingannya
Suci. mau memper- 6. Islamist dan Jihadist,
4. Kebebasan timbangkan memiliki agenda
yang absolut politik yaitu untuk
pandangan pihak
5. Universal HAM mengganti rezom yang
dan lain yang berbeda
sedang berkuasa
Individualisme dengannya
karena dianggap
(inklusif); thogut (kafir)..
1. Kontekstual dan
adaptif dengan
situasi yang ada.

9
DI MANA POSISI ORANG MODERAT BERADA
DI ANTARA DUA KUTUB EKSTREM ITU?

• Orang moderat harus berada di tengah, berdiri di antara kedua kutub


ekstrem itu. Ia tidak berlebihan dalam beragama, tapi juga tidak berlebihan
menyepelekan agama.
• Dia tidak ekstrem mengagungkan teks-teks keagamaan tanpa menghiraukan
akal/nalar, juga tidak berlebihan mendewakan akal sehingga mengabaikan
teks.
• Pendek kata, moderasi beragama bertujuan untuk menengahi serta
mengajak kedua kutub ekstrem dalam beragama untuk bergerak ke tengah,
kembali pada esensi ajaran agama, yaitu memanusiakan manusia.

10
11
GARIS BESAR BUKU

• Keseluruhan buku ini mengandung penjelasan


tentang makna moderasi dalam beragama agar
umat beragama paham.
• Penjelasan ini penting karena moderasi beragama
dipahami sebagai esensi agama, dan menjadi
sebuah keniscayaan dalam konteks masyarakat yang
plural dan multukultural seperti Indonesia.
• Muaranya adalah demi terciptanya kerukunan intra
dan antarumat beragama.

12
Tujuan Diluncurkannya buku moderasi beragama

Mengajarkan sikap beragama yang moderat atau


seimbang.

Meneguhkan komitmen kebangsaan terhadap NKRI.

Menerima Pancasila sebagai dasar negara republik


Indonesia.
Memperkuat penerimaan terhadap keragaman atau kemajemukan
(kebhinnekaan) dan;

Melestarikan pandangan dan tradisi keagamaan yang ramah dengan


budaya lokal.

13
ADA EMPAT Indikator Moderasi Beragama
Komitmen kebangsaan (PBNU: Pancasila, Bhinneka, NKRI & UUD
1945)
1

2 Toleransi

Anti kekerasan 3

4 Adaptif terhadap kebudayaan lokal

(Sumber: Moderasi Beragama, Kemenag, 2019: 43)


14
Toleransi
• Toleransi adalah salahsatu indikator dalam buku Moderasi
Beragama yang disusun oleh Tim Penyusun Kementerian
Agama RI. (Moderasi Beragama. Jakarta: Kementerian
Agama RI, 2019).
• Dalam toleransi mengandung dua makna kunci yang
sekaligus berperan sebagai prinsip, yaitu;
(1) “kesengajaan” (intent), dan;
(2) “tidak-mengganggu” (Non–interference).
• Keduanya adalah element yang sama penting.
Moderasi dan Toleransi
• Moderasi adalah prosesnya, toleransi adalah
hasilnya.
• Toleransi: saling pengertian, saling
menghormati, dan menghargai perbedaan
keyakinan.
• Definisi toleran-intoleran adalah merupakan
sebuah “tindakan”, bukan pikiran, apalagi
sebuah aturan.
Toleransi adalah tindakan
• Disebut toleran, menurut Cohen (2004) adalah tindakan yang disengaja
oleh actor dengan berprinsip menahan diri dari campur tangan
(menentang) perilaku mereka dalam situasi keragaman, sekalipun actor
percaya dia memiliki kekuatan untuk mengganggu (Cohen 2004, hal. 69).
• Russell Powell dan Steve Clarke dalam Religion, Tolerance and
Intolerance: Views from Across the Disciplines, bahkan memposisikan
elemen “tidak-mengganggu” sebagai inti dari toleransi. Dan sikap tidak-
mengganggu ini harus bersifat direct, atau “tidak-mengganggu-secara
langsung”.
• Powel memberi contoh: Seorang Katolik disebut toleran adalah dia yang
membolehkan praktik keagamaan Protestan di masyarakat, sekalipun dia
tidak setuju dan punya kemampuan melarang tapi justru memilih tidak
mengganggunya (lihat Powell & Clarke, Oxford Univ, p.4-5).
TOLERANSI ADALAH INDIKATOR
KERUKUNAN
Peraturan Bersama Menteri (PBM/perber) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 9 tahun 2006/8 Tahun 2006 menjelaskan bahwa kerukunan adalah:

Keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi


toleransi, saling pengertian, saling menghormati, dan
menghargai; kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya
dan; kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
18
Indikator untuk Toleransi
1. Menerima (penerimaan)
• Memberi kesempatan berinteraksi pada orang yang berbeda
• Menciptakan kenyamanan
• Tidak menggunakan kekuatan terhadap dan paksaan terhadap kepercayaan dan praktek yang
menyimpang.Penghargaan pada keragaman budaya Mengenali sikap tidak toleran
2. Menghormati
• Kesediaan untuk menghargai
• Menghargai dan menghormati.
• Berhati-hati terhadap hak orang lain
3. Moderasi Beragama
• Komitmen kebangsaan (PBNU)
• Anti kekerasan
• Adaptif terhadap tradisi setempat

19
Indeks Kerukunan
Nasional Tahun 2019

73,83
Hasil 5 Tahun Terakhir
Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB)
secara nasional
Tahun 2015 75,36
Tahun 2016 75,47
Tahun 2017 72,27
Tahun 2018 70,90
Tahun 2019 73,83
Hasil Pengukuran Tiga Dimensi (toleransi, kesetaraan, kerjasama)
Indeks Kerukunan Umat Beragama 2019
KATEGORISASI
0 – 20 Sangat Rendah
21– 40 Rendah
41 – 60 Sedang
61–80 Tinggi
80 – 100 Sangat Tinggi
Hasil Indeks KUB 2019: Bali di urutan 3
Propinsi Bali selalu di urutan 5 besar (5
tahun)
Tantangan Moderasi Beragama
• Kompas di rubrik “Politik&Hukum” tanggal 8 September 2018, mengambil tajuk:
“Radikalisasi Pancasila Penting Dilakukan”.
• Yang dimaksud «radikalisasi» disini adalah pengajaran Pancasila secara tuntas dan
komprehensif. Radikal disini bermakna positif.
• Tapi kenyataan sekarang diketahui kata radikal selalu identik dengan hal-hal yg negatif
seperti fanatisme agama, radikalisasi agama dan terorisme (Miguel Angelo Jonathan,
2018).
• KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kata “radikal” memiliki tiga pengertian.
Pertama, secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip); kedua, amat keras
menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan); dan ketiga, maju dalam
berpikir atau bertindak.
• Pada pengertian KBBI tersebut, kita dapat mengetahui bahwa sesungguhnya kata
“radikal” memiliki pengertian yang positif dan baik. Kata “radikal” mengandung esensi
“maju dalam berpikir”.
Ekstremisme atau sektarianisme
• Kementerian Agama menggunakan istilah moderasi beragama dalam memerangi ekstremisme
(tatarruf) di Indonesia. Ada dua model ekstremisme, yakni tashaddudi (fundamentalis) dan
tasahhuli (liberalis).
• Tatarruf tashaddudi di Indonesia seperti halnya HTI yang menginginkan pembongkaran Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi negara Khilafah Islamiyah
• Sementara BNPT menggunakan istilah kontra radikalisasi (pencegahan) dan deradikalisasi
(pengurangan/penghapusan) dalam menanggulangi radikalisme keagamaan.
• Dalam KBBI, kata “sektarian” diartikan sebagai berkaitan dengan anggota (pendukung,
penganut) suatu sekte atau mazhab, picik, terkungkung pada satu aliran saja, anggota kelompok
keagamaan, orang yang sangat fanatik kepada suatu doktrin dan menolak paham yang berbeda
dengannya.
• Sedangkan kata “sektarianisme” sendiri diartikan sebagai semangat membela suatu sekte atau
mazhab, kepercayaan, atau pandangan agama yang berbeda dari pandangan agama yang lebih
lazim diterima oleh para penganut agama tersebut, aliran dalam politik yang antikomunikasi,
reaksioner, amat emosional, tidak kritis, angkuh, dan antidialog.
Ekstremisme Kanan dan Kiri
• Miguel Angelo Jonathan (2018): “Seorang yg fanatik terhadap agamanya tidak
sepatutnya disebut radikal, karena radikal mengandung makna “maju dalam berfikir”.
Ketika seorang yg fanatik melakukan tindakan2 yg intoleran lebih tepat disebut
sektarian“. (https://indoprogress.com/2018/10/radikalisasi-pengertian-radikal).
• Menurut Buku Moderasi Beragama: Ekstrimisme keagamaan adalah pemahaman dan
pengamalan agama yang berlebihan (al ghuluw). Dalam memahami teks agama teralu
mendewakan teks tanpa memperhatikan sama sekali kemampuan akal/nalar (ekstrem
kanan) atau golongan konservatif (eka) (tekstualis).
• Kutub ekstrem yang lain, sebaliknya, yang sering disebut kelompok liberal, sekuler dan
marxisme, terlalu mendewakan akal pikiran sehingga mengabaikan teks itu sendiri,
dan terlalu liberal dalam memahami nilai-nilai ajaran agama (eki) (kontekstualis).
• Oleh karena itu, strategi Kementerian Agama adalah memperkuat paham dan praktik
pengamalan yang moderat.
Peranan Perguruan Tinggi
• Prof Kamaruddin Amin (Dirjen Pendis): “Kementerian Agama meminta
seluruh perguruan tinggi keagamaan Islam negeri (PTKIN) untuk
membangun Pusat Kajian Moderasi Agama ….” (Republika.co.id.
Selasa, 12 Nov 2019).
• Karena Moderasi Beragama sudah masuk kedalam Rencana Program
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 di Bappenas, maka
semua kementerian dan lembaga (K/L) termasuk perguruan tinggi di
semua agama wajib menjalankan program dan kegiatan moderasi
beragama.
• Di bawah Kluster: Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan
dengan Memperkuat Moderasi Beragama.
Terimakasih

Tanya - Jawab

Anda mungkin juga menyukai