BERAGAMA DI SEKOLAH
Disampaikan dalam Rapat Kordinasi Pendidikan Agama Islam (PAI)
Kemenag
Bandung, 25 Februari 2022
Oleh:
Masykuri Abdillah
Staf Khusus Wakil Presiden RI
1
PENDAHULUAN
Pendidikan agama diberikan kepada setiap peserta didik mulai
dari tingkat SD sampai perguruan tinggi, sesuai pasal 12 ayat
(1) UU No. 20/2003.
Pasal 2 PP No. 55 tahun 2007 tentang PA dan PK:
1. Pendidikan agama berfungsi membentuk manusia
Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga
kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan
antarumat beragama.
2. Pendidikan agama bertujuan untuk berkembangnya
kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati,
dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan
penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni.
2
• Namun dalam praktiknya, secara umum pendidikan
agama belum berjalan sesuai dengan yang
diharapkan. Hal ini di samping disebabkan oleh
faktor akademik, juga oleh faktor non-akademik.
• Faktor akademik ini terutama berbentuk masih
rendahnya kompetensi sebagian guru dan materi
pembelajaran yang kurang tepat, sedangkan faktor
non-akademik berupa terbatasnya jam pelajaran
serta terbatasnya guru agama di berbagai daerah.
• Sebenarnya dalam kurikulum 2013, sudah ada
penambahan jam pelajaran untuk pendidikan agama
ini, yakni dari dua jam menjadi tiga jam, walaupun
sebagian pihak menganggapnya masih kurang.
3
• Di era reformasi ini terdapat gejala
2 GEJALA RADIKALISME radikalisme di kalangan siswa, seperti
diungkapkan antara lain dalam hasil
penelitian PPIM UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang
dipublikasikan pada Oktober 2017.
• Penelitian itu menunjukkan, bahwa
pada level opini 58,5% siswa dan
mahasiswa cenderung memiliki
pandangan keagamaan yang radikal, dan
51,1% memiliki pandangan intoleran,
meski pada level aksi, mayoritas mereka
cenderung moderat, yakni hanya 7,0%.
4
• Hal ini terjadi terutama karena pengaruh
guru-guru tertentu yang memiliki
pemahaman agama yang puritan atau
eksklusif, dengan semangat fanatisme dan
kurang menghargai kemajemukan atau
bahkan tidak menerima ideologi negara
(Pancasila).
• Bahkan beberapa tahun lalu ditemukan
sejumlah buku ajar Pendidikan Agama
yang mengajarkan paham intoleran dan
radikal. Di antaranya adalah buku
Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti untuk SMA/MA/SMK/MAK Kelas
XI, Kurikulum 2013.
5
• Dalam buku ini antara lain diuraikan tentang tauhid menurut
Muhammad bin Abdul Wahhab: “yang boleh dan harus disembah
hanyalah Allah, dan orang yang menyembah selain Allah, telah menjadi
musyrik dan boleh dibunuh.”
• Buku tersebut memang sudah ditarik, tetapi pengajaran doktrin yang
tidak toleran kini masih mungkin terjadi sekolah-sekolah tertentu,
terutama terkait konsep al-walâ’ wa al-barâ’.
• Pengertian Al-walâ’ adalah sikap mencintai orang-orang yang dicintai
Allah, sedangkan al-barâ’ adalah sikap lepas diri atau kebencian
terhadap orang-orang yang tidak dicintai Allah.
6
• Radikalisme juga terjadi karena keterlibatan
alumni sekolah berpaham radikal dalam
EKSTRA KURIKULER DAN kegiatan ekstrakurikuler yang diadakan
3 LINGKUNGAN
MASYARAKAT
ROHIS pada sekolah-sekolah tertentu.
• Di era reformasi ini terdapat kelompok
pengajian (juga BIMBEL) yang
mengajarkan agama secara puritan, radikal,
atau esktrem, yang sangat potensial
menimbulkan konflik dalam masyarakat dan
negara.
• Radikalisme keagamaan tidak hanya
dipengaruhi oleh ideologi keagamaan saja,
tetapi juga oleh faktor eksternal, baik
kehidupan masyarakat maupun kebijakan
pemerintah dan negara lain.
7
PAHAM-PAHAM YANG MERUSAK TOLERANSI
4 DAN IDEOLOGI NEGARA
KONSERVATI
-VISME DAN RADIKALISM TERORISME
FANATISME E EKSTRIMISME
(Violent
paham dan Extremism)
perilaku paham dan paham atau
keagamaan yang perilaku perilaku
yang secara keagamaan yang keagamaan yang paham esktrem
ketat berusaha meyakini hanya yang diwujudkan
memelihara dan melakukan fahamnya saja dalam prilaku
mempertahan- perubahan sosial, yang benar dan keagamaan yg
kan ajaran- politik, dan lainnya salah/sesat menjadikan
ajaran yang keagamaan dan harus dilawan/ kekerasan/teror
dianggap murni sesuai dengan diperangi sehingga sebagai cara
dan berusaha paham mereka penganutnya untuk melakukan
mempraktik- dengan cara yang mengekspresikan perubahan atau
kannya secara revolusioner dengan kekerasan mencapai tujuan
fanatik
5 GERAKAN ISLAM TRANSNASIONAL
Gerakan Akidah
Muhammad bin Abdul
Wahhab
SALAFISME 1701 - 1793 M Pasca Perang Afghanistan
IBNU Al-Qaedah 1989
TAIMIYYAH Gerakan Politik ISIS 2012
1263-1328 M Al-Ikhwan al-Muslimun
(1928),
Faksi Quthbiyyah INDONESIA
(Tarbiyyah) Jama’ah Islamiyyah (93)
Jama’ah Ansharud Daulah
(2015)
• Negara Indonesia mendukung moderasi beragama ini, dan hal ini masuk dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2020-2024.
• Moderasi beragama (wasathiyyah) disebutkan dalam Q.S. Al-Baqarah: 143; yang
sejalan juga dengan misi Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.
• Secara bahasa (etimologi), kata “wasath” berarti adil, pilihan, dan pertengahan
(moderat). Menurut Mu’jam al-Ma’ânî al-Jâmi’, “wasath” berarti posisi tengah di
antara dua sisi, sehinggga wasathiyyah berarti posisi tengah di antara dua hal atau
sisi (pihak, kubu) yang berhadapan atau berlawanan (mâ bain al-tharafain).
10
IMPLEMENTASI
7 WASATHIYYAH
• Rambu-rambu wasathiyyah:
1) pemahaman Islam secara komprehensif,
2) pemahaman teks Al-Quran dan Hadits serta konteks dan realitas dan
dinamika masyarakat secara adil dan berimbang
3) dukungan kepada kedamaian dan penghormatan nilai-nilai kemanusiaan,
4) penghormatan terhadap perbedaan pendapat dalam hal-hal yang bersifat
ijtihâdiyyah,
5) pengakuan akan pluralitas agama, budaya dan politik, dan
6) pengakuan terhadap hak-hak minoritas.
11
• Dalam konteks Indonesia moderasi beragama dipraktikkan dalam tiga hal:
1. Sikap toleransi dalam hubungan antarkelompok masyarakat, terutama
dalam masyarakat yang mejemuk.
2. Menerima ideologi dan sistem negara nasional (Pancasila dan UUD
1945) beserta perangkat hukumnya.
3. Menerima budaya lokal dan perkembangan zaman disertai dengan
upaya-upaya penyesuaian dengan ajaran agama.
12
MODERASI BERAGAMA
8 DI SEKOLAH
• PAI perlu diarahkan kepada pemahaman agama yang moderat, toleran dan
berorientasi pada wawasan kebangsaan.
• Kemenag dan Kemendikbud perlu aktif melakukan pemantauan terhadap
penyelenggaan pendidikan agama, dari segi (1) pemahaman guru, (2) penggunaan
buku-buku ajar, (3) proses pembelajaran, dan (3) ekstrakurikuler bidang agama.
• Masing-masing sekolah perlu bertanggung jawab atas pelaksanaan pendidikan
agama dan kegiatan keagamaan, sehingga tidak diisi oleh kelompok luar yang
memiliki pemahaman keagamaan yang eksklusif atau radikal.
13
8 …
15
9 PENGUATAN PERAN GURU
• Pimpinan sekolah dan guru-guru umum juga perlu memahami konsep moderasi
beragama.
• Pimpinan sekolah tidak hanya bertanggung jawab pada kegiatan intra kuriukuler,
tetapi juga kegiatan ekstra kurukuler, termasuk dalam bidang keagamaan.
• Pimpinan sekolah harus menolak keterlibatan alumni dalam kegiatan-kegiatan
ekstra kurikuler bidang agama.
• Pimpinan perlu memberikan tugas kepada para guru untuk memonitar jika ada
paham dan prilaku keagamaan siswa yang dianggap tidak toleran.
17
- WASSALAM -