Anda di halaman 1dari 41

PETA PEMIKIRAN-GERAKAN ISLAM

DI INDONESIA

MATERI KADERISASI FORMAL: PELATIHAN KADER LANJUT (PKL)


BIDANG KADERISASI NASIONAL & TIM INSTRUKTUR NASIONAL
PENGURUS BESAR PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA

DISUSUN OLEH: NUR SAYYID SANTOSO KRISTEVA, M.A.


ALUMNUS S1 UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
ALUMNUS S2 SOSIOLOGI FISIPOL UNIVERSITAS GADJAH MADA (UGM) YOGYAKARTA
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA (PMII) DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
DIREKTUR INSTITUTE FOR PHILOSOPHICAL AND SOCIAL STUDIES (INPHISOS) YOGYAKARTA
DOSEN UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA AL-GHOZALI (UNUGHA) CILACAP

CONTACT PERSON: +6285 647 634 312 (IM3) / +6287 839 178 226 (XL / WA) / PIN BBM: 5221 7134
E-Mail: nuriel.ugm@gmail.com / Fanspage Facebook: Nur Sayyid Santoso Kristeva
Public Group Facebook: Intelektual Marxis / Website: www.negaramarxis.blogspot.com
Home: PP. Al-Madaniyyah As-Salafiyah Jl. Pucang D.37 Gumilir Cilacap 53231
Jl. Urip Sumoharjo 71 RT.03 RW.03 Mertasinga Cilacap Jateng 53232 1
Prawacana
• Islam sebagai suatu agama tentunya memiliki batasan
dalam menyentuh aspek praksis kehidupan manusia.
Karena, walaupun sumber-sumber utama ajaran Islam
(Al-Qur’an dan Sunnah) sering diklaim sebagai ajaran
yang lengkap dan komprehensif.
• Namun tentu tidak memberikan petunjuk-petunjuk
praktis bagi umatnya dalam mengarungi kehidupan.
Sehingga Islam memberikan ruang tafsir yang begitu
luas bagi umatnya dalam rangka mengejawantahkan
ajaran Islam ke dalam dunia keseharian.

2
• Pemikiran ke-Islaman di Indonesia semakin ramai dan
hiruk-pikuk. Lihat saja, di sana-sini muncul sekian istilah
yang seolah-olah menjadi icon bagi suatu mazhab atau
bangunan konseptual pemikiran keislaman yang
komprehensif.
• Di sini dapat dituliskan, mulai dari Islam TradisionaI,
Modernis, Neomodernis, Fundamentalis, Aiternatif,
Rasional, Transformatif, Inklusif, Pluralis, hingga Islam Kiri,
Liberal, Post-Puritan, dan Post-Tradisionalis.
• Bagi yang tidak memahami aspek kesejarahan dialektika
Islam di Indonesia niscaya akan kebingungan memetakan,
apalagi, menangkap tesis-tesis penting setiap pemikiran di
atas.

3
• Yang menjadi pertanyaan mendasar adalah, bagaimana membaca
fenomena di atas, atau apa arti penting dari fenomena di atas?
Tulisan ini, sebagai selingan atas formulasi pemikiran Islam
Progresif-Transformatif, akan mencoba membaea secara singkat
dengan (atau justru tidak) sikap kritis terhadap berbagai diskursus
keislaman di atas.
• Ukuran yang dipakai di sini, dengan meminjam istilah Ignas Kleden,
adalah relevansi intelektual dan sosial. Artinya, setiap pemikiran
akan diuji apakah memiliki relevansi intelektual dan relevansi sosial,
atau tidak.
• Yang dimaksud dengan relevansi intelektual adalah sejauh mana
sebuah gagasan memiliki koherensi internal (tidak ta’arudh) dan
sejauh mana mampu mempertahankan asumsi-asumsi dasarnya.
• Sedangkan yang dimaksud dengan relevansi sosial adalah sejauh
mana sebuah gagasan mampu menjawab kebutuhan objektif
problematik sosial yang dihadapi oleh Indonesia.
4
• Berbicara tentang pemikiran dan gerakan Islam, sesungguhnya tidak
bisa dilepaskan dari amatan terhadap kekuatan-kekuatan politik
yang sedang berlangsung sekarang ini dan momentum-momentum
yang sedang akan segera berlangsung, baik dalam skala nasional
maupun lokal.
• Jadi, Islam kini sudah berada di tengah arena pertarungan itu
sendiri, entah sebagai landasan bertindak atau ideologi, dan dengan
demikian, ditawarkan sebagai alternatif dari bentuk negara dan
masyarakat yang telah ada dan berlangsung; entah sebagai
komoditi politik untuk tujuan kekuasaan dan meraih dukungan
semata; entah sebagai sebuah cita-cita ideal yang diimpikan sebagai
bentuk ideal dari bentuk terbangunnya integrasi Islam-bangsa
Indonesia yang otentik.

5
Perkembangan Pemikiran Islam
• Dalam upaya menjelaskan gradasi pemikiran
Islam di setiap zaman, Fazlur Rahman misalnya
dengan metode historisnya, membagi
perkembangan pemikiran Islam menjadi lima
yaitu;
1. Tradisionalis,
2. Revivalis,
3. Modernisme Klasik,
4. Neo Revivalis, dan
5. Neo Modernis.

6
1. Kelompok Tradisionalis
• Pertama adalah kelompok tradisionalis, mereka adalah kelompok
yang memiliki keterikatan kuat dengan ulama abad pertengahan.
Kelompok tradisionalis menganggap pintu idjtihad sudah tertutup,
hal ini berkaitan dengan pandangan bahwa ulama-ulama mahzab
terdahulu telah merumuskan permasalahan kehidupan secara
lengkap.
• Jadi, kalaupun ada masalah-masalah baru yang belum diputuskan
oleh ulama-ulama terdahulu, tinggal dikiaskan saja dengan fatwa-
fatwa mereka.
• Selain itu, hal ini juga dipengaruhi oleh pandangan mereka yang
menganggap bahwa ulama sekarang tidak mampu melakukan
ijtihad karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki.
• Jadi, secara singkat mereka begitu mengkultuskan ulama-ulama
mahzab dan selalu merujuk kepada keputusan-keputusan mereka
dalam mengatasi permasalahan yang berkembang dalam konteks
kekinian.
7
2. Kelompok Revivalis
• Kedua adalah kelompok revivalis, pemikiran ini muncul diakibatkan
adanya rasa keprihatinan yang dalam mengenai keterpurukan kaum
muslimin.
• Sehingga hadirlah suatu gerakan pembaharuan yang mencoba
mengangkat kembali derajat kaum muslimin. Gerakan mereka
terutama berusaha menghindarkan umat Islam dari praktek tahayul
dan khurofat dengan cara kembali kepada ajaran sumber utama
Islam; Al-Qur’an dan Sunnah.
• Sebagai pembeda pemikiran kaum revivalis dengan pemikiran
selanjutnya (modernis), mereka tidak mendasarkan
pembaharuannya kepada konsep-konsep Barat.
• Tokoh sentral gerakan ini menurut Rahman adalah Ibn Abdul Wahab
yang pada tahap selanjutnya menjelma menjadi kekuatan pemikiran
besar yang disebut Wahabi.

8
3. Kelompok Modernisme Klasik
• Selanjutnya adalah modernisme klasik, kemunculannya
adalah pada awal abad ke-19. Walaupun bertolak dari
semangat yang dikobarkan kaum revivalis, namun
kelompok pemikir ini sudah memiliki relasi dengan para
pemikir Barat.
• Selain itu, kaum modernis juga memiliki perluasan isi
ijtihad. Sehingga mereka mulai berani mengurai masalah-
masalah sosial seperti mengenai demokrasi, kesetaraan
pria-wanita, dan pembaharuan pendidikan yang diperoleh
dari interaksi dengan dunia Barat.
• Walaupun begitu, mereka tetap menyandarkan
pemikirannya dalam kerangka keIslaman. Tokoh-tokoh yang
termasuk dalam golongan ini diantaranya adalah Sayyid
Jamaludin Al Afgani dan Muhammad Abduh.
9
4. Kelompok Neo-Revivalis
• Berikutnya adalah Neo-Revivalis, pemikiran ini muncul
sebagai respon terhadap pemikiran modernisme klasik
(demokrasi dan juga kemajuan pendidikan).
• Namun relasi antara kaum neo-revivalis dengan kaum
modernisme klasik tidak selamanya antagonis.
• Ada tiga hal yang menjadi penolakan kaum neo
revivalis terhadap pemikiran kaum modernis yaitu
mengenai bunga bank, aurat wanita dan juga keluarga
berencana.
• Pemikiran ini muncul pada awal abad ke 20 di daerah
Arab Timur Tengah, India-Pakistan, dan juga Indonesia.

10
5. Kelompok Neo-Modernis
• Terakhir adalah Neo-Modernis, menurut Rahman, kehadiran
kelompok ini adalah mencoba merespon pemikir-pemikir kelompok
yang terlebih dahulu hadir.
• Keterkaitan mereka dengan pemikiran Barat begitu kuatnya bahkan
mereka begitu tercelup dalam arus westrenisasi. Kelompok ini
mencoba merekonstruksi pemikiran Islam secara radikal.
• Mereka mencoba menawarkan metode baru dalam memaknai Al-
Qur’an, yaitu melalui pendekatan-pendekatan filsafat heurmenutika
(tafsir).
• Hal ini tentunya memunculkan gelombang kontroversi yang begitu
besar dikalangan muslim dari golongan tradisionalis dan revivalis
yang masih memiliki kerigidan metode dalam menafsirkan Al-
Qur’an, terutama kaum tradisionalis yang masih sangat
mengkultuskan ulama abad pertengahan.

11
Pemikiran Islam di Indonesia
• Khusus di Indonesia pun banyak para peneliti
yang mencoba menelaah lebih dalam peta
pemikiran Islam di Indonesia secara spesifik.
Menurut Fahri Ali dan Bachtiar Effendy, pemikiran
Islam di Indonesia dapat dikategorikan menjadi
1. Formalistik,
2. Substansialistik,
3. Transformatik,
4. Totalistik,
5. Idealistik, dan
6. Realistik.

12
• Di sisi lain, Syafii Maarif membedakan corak
pemikiran Islam Indonesia menjadi empat,
1. Modernis dilanjutkan oleh Neo Modernis,
2. Neo Tradisionalis,
3. Eksklusif ISLAM,
4. Modernis Sekularis Muslim.

13
• Sedangkan M. Dawam Raharjo
membedakannya menjadi
1. Nasionalis Islam,
2. Humanis-sosialis,
3. Muslim-sosial,
4. Sekular-muslim dan
5. Modernis-sekular

14
• secara umum pemikiran Islam di Indonesia
dapat dikategorikan kedalam tiga kelompok
besar yaitu pemikiran
1. Formalistik,
2. Substansialistik, dan
3. Moderat.

15
1. Tipologi Formalistik
• Tipologi formalistik merujuk kepada golongan yang menekankan
ideologisasi atau politisasi yang mengarah pada simbolisme
keagamaan secara formal.
• Kelompok ini menganggap ajaran Islam adalah ajaran yang
sempurna dan lengkap, oleh karenanya tiap-tiap orang yang
mengaku muslim haruslah menerima sistem-sistem kehidupan yang
ada seperti sistem ekonomi, politik, pendidikan, budaya, dan juga
sosial yang dianjurkan oleh Islam.
• Secara politis, kelompok ini sudah barang tentu sangat
menginginkan pemberlakuan syariat Islam, sehingga gerakan
mereka terkristalisasi dalam berbagai partai politik Islam ataupun
gerakan keagamaan yang mengusung penerapan syariat Islam.
• Menurut Gus Dur, kelompok pengusung pemikiran formalistik yang
disebutnya dengan ‘garis keras’, dipengaruhi oleh gerakan Islam
transnasional dari Timur-Tengah, terutama yang berpaham Wahabi
atau Ikhwanul Muslimin, atau gabungan keduanya.
16
2. Tipologi Substansialistik
• Pemikiran selanjutnya merupakan antitesis dari pemikiran sebelumnya,
yaitu substansialistik. Menurut pendangan kelompok ini, jalan yang paling tepat
untuk melakukan Islamisasi di Indonesia adalah dengan mengedepankan sisi
substansial dari ajaran Islam, ketimbang sisi formalnya.
• Sifat lebih utama dibanding bentuk, sehingga menurut kelompok ini tidak perlu
pemberlakuan Syariat Islam, namun lebih strategis nilai-nilai (value) yang terdapat
dalam ajaran Islam seperti; persamaan, keadilan dan kemerdekaan yang dapat
diwujudkan di dalam masyarakat Indonesia.
• Golongan ini memiliki kemiripan dengan tipologi neo-modernisme dalam
kacamata Rahman. Karena memang kelompok substansialis sangat akrab dengan
pembaharuan pemikiran Barat.
• Abdurrahaman Wahid, Nurcholish Madjid, Dawam Raharjo, Johan Efendi, serta
tokoh muda Ulil Abshar Abdalla adalah orang-orang yang pemikirannya termasuk
dalam golongan substansialistik.
• Karena golongan ini menggunakan metode yang bersandarkan pada prinsip-
prinsip ilmiah, maka golongan formalistik mengaggap pemikiran ini telah
menghancurkan doktrin-doktrin Islam yang sebenarnya, bahkan lebih jauh mereka
dianggap antek-antek Yahudi untuk menghancurkan kelompok Islam
fundamentalis.

17
3. Tipologi Moderat
• Terakhir adalah golongan moderat, pemikiran ini adalah jalan
tengah antara pemikiran formalistik dan substansialistik.
• Mereka mencoba menjaga kemurnian doktrin Islam, namun di sisi
lain tetap merespon perkembangan sosio-kultural yang ada.
• Dalam pandangan kaum moderat, nilai-nilai keIslaman harus tetap
dijaga terutama yang mengenai hal prinsip seperti aqidah dan
ibadah, namun dalam prinsip muamalah diberikan keleluasaan
dalam merespon perkembangan zaman yang ada.
• Dalam konteks kekinian, kelompok moderat diwakili oleh dua
organisasi besar di Indonesia, yaitu NU (Nahdlatul Ulama) dan juga
Muhammadiyah.
• Oleh karenanya, kelompok moderat terfragmentasi menjadi dua,
yaitu moderat tradisionalis dan juga moderat modernis.

18
Pengelompokan Aliran Islam
• Mark Woodward (2001), misalnya, mengelompokkan
respon Islam atas perubahan paska Orde Baru ke dalam
lima kelompok. Pengelompokan Woodward ini
tampaknya melihat dari sudut doktrin dan akar-akar
sosial di dalam masyarakat Islam Indonesia yang lama
maupun yang baru.
– Pertama, indigenized Islam.
– Kedua, kelompok tradisional Nahdlatul Ulama (NU).
– Ketiga, Islam modernis.
– Keempat, Islamisme atau Islamis.
– Kelima, neo-modernisme Islam.

19
• Pertama, indigenized Islam.
• Indigenized Islam adalah sebuah ekspresi Islam yang
bersifat lokal; secara formal mereka mengaku beragama
Islam,
• tetapi biasanya mereka lebih mengikuti aturan-aturan ritual
lokalitas ketimbang ortodoksi Islam.
• Karakteristik ini paralel dengan apa yang disebut Clifford
Geertz sebagai Islam Abangan untuk konteks Jawa.
• Dalam hubungan politik dan agama, secara given mereka
mengikuti cara berpikir sekuler dan enggan membawa
masalah agama ke ranah negara dan sebaliknya.

20
• Kedua, kelompok tradisional Nahdlatul Ulama (NU).
• NU adalah penganut aliran Sunny terbesar di Indonesia
yang dianggap memiliki ekspresinya sendiri,
• karena di samping ia memiliki kekhasan yang tidak
dimiliki kelompok lain seperti basis yang kuat di
pesantren dan di pedesaan,
• hubungan guru murid yang khas, mereka juga dicirikan
oleh akomodasi yang kuat atas ekspresi Islam lokal
sejauh tidak bertentangan dengan Islam sebagai
keyakinan.
• Ia tampaknya tidak berusaha untuk memaksakan
“Arabisme” ke dalam kehidupan keislaman sehari-hari.

21
• Ketiga, Islam modernis.
• Mereka terutama berbasis pada Muhammadiyah,
organisasi terbesar kedua setelah Nahdlatul
Ulama.
• Ia berbasis pada pelayanan sosial seperti
pendidikan dan kesehatan. Ia memperkenalkan
ide-ide modernisasi dalam pengertian klasik.
• Ia misalnya, dalam arus utamanya, menolak
ekspresi lokal dan lebih mengukuhkan ekspresi
puritanisme yang lebih menonjolkan “ke-Arab-
an”.
22
• Keempat, Islamisme atau Islamis.
• Gerakan yang disebut terakhir ini tidak hanya
mengusung Arabisme dan konservatisme, tetapi
juga di dalam dirinya terdapat paradigma ideologi
Islam Arab.
• Tidak heran kalau Jihad dan penerapan Syari’ah
Islam menjadi karakter utama dari kelompok ini.
• Kelompok ini juga tidak segan-segan membentuk
barisan Islam paramiliter untuk melawan siapa
saja yang diidentifikasi sebagai musuh Islam yang
mereka definisikan.
23
• Kelima, neo-modernisme Islam.
• Ia lebih dicirikan dengan gerakan intelektual dan
kritiknya terhadap doktrin Islam yang mapan.
• Ia berasal dari berbagai kelompok, termasuk kalangan
tradisional maupun dari kalangan modernis.
• Mereka biasanya tergabung dalam berbagai NGO dan
institusi-institusi riset, perguruan tinggi Islam dan
pemimpin Islam tradisional tertentu.
• Mereka juga melakukan pencarian tafsir baru terhadap
berbagai doktrin Islam berlandaskan pada realitas
masyarakat dan penggunaan filsafat dan metode-
metode baru seperti hermeneutika.

24
• Peter G Riddel (2002) membagi menjadi empat kekuatan
Islam Indonesia pasca runtuhnya Orde Baru; yaitu
1. Modernis,
2. Tradisionalis,
3. Neomodernis dan
4. ISLAMIS.
– Secara umum, Riddel sepaham dari definisi masing-masing
kategori dengan mengabaikan satu kategori dari Woodward,
yaitu indigenized Islam.
– Bagi Riddel, masing-masing memiliki ciri khasnya sendiri dalam
menanggapi berbagai isu krusial di tahun-tahun periode
pertama pasca Pemilu pertama runtuhnya Orde Baru, yaitu
tahun 1999.
– Isu-isu tersebut antara lain, kembali ke Piagam Jakarta, krisis
Maluku, membuka hubungan dagang dengan Israel, negara
Indonesia federal, tempat kaum minoritas dalam sistem negara
Indonesia, preisden perempuan, dan partai politik yang baru
dibuka kran-nya setelah Orde Baru runtuh.
25
Aliran-Aliran Islam di Indonesia
1. Islam Tradisional
2. Islam Modernis
3. Islam Neomodermis
4. Islam Fundamentalis
5. Islam Liberal
6. Islam Kiri/ Kiri Islam
7. Islam Alternatif, Rasional, Inklusif.

26
• Islam Tradisional
• Istilah ini biasanya dilekatkan ke bangunan
keIslaman komunitas tradisional, yang sering
diasosiasikan dalam organisasi Nahdlatul
Ulama.

27
• Islam Modernis
• Sama dengan istilah tradisional, Islam Modernis juga
terkait erat dengan pengertian sosiologis dan
epistemologis.
• Secara sosiologis, lahir dari kalangan masyarakat
perkotaan, atau katakanlah kelas menengah ke atas.
• Secara historis, dapat dipandang sebagai antitesa
terhadap praktek keberagamaan kaum tradisional yang
dipandang menyimpang. Secara kelembagaan sering
diasosiasikan dengan Muhammadiyah dan Persis.

28
• Islam Neo-modermis
• Istilah ini dilekatkan pada pemikir Islam asal Pakistan, Fazlur
Rahman. Kata neo di sini rnengacu ke seruan untuk menengok
kembali ke warisan Islam klasik.
• Menurut aliran ini, pembaharuan pemikiran Islam harus
berbasiskan pada warisan Islam klasik yang dipandang sangat kaya.
Pembasisan ini akan memperkokoh bangunan pemikiran keIslaman
modern sebab berakar secara kukuh pada khazanah keIslaman itu
sendiri.
• Jika dilihat dalam optik Kuhnian, epistemologi yang dibangun
merupakan epistemologi yang bukan diskontinuitas dengan
epsiteme masa lalu.
• Di Indonesia aliran ini dibawa oleh pentolan Paramadina, Nurcholish
Madjid. Intinya adalah apresiasi terhadap masa lalu bukanlah
apresiasi terhadap kebudayaan atau tradisi, namun mengacu ke
sejarah pemikiran Islam global (dunia) seperti Ibn Shina, Ibn Thufail,
Ibn Rusyd, dan lainnya.

29
• Islam Fundamentalis
• Istilah ini memiliki kesamaan dengan istilah tradisional,
dalam arti tidak diciptakan oleh komunitas mereka,
namun diciptakan oleh entitas di Iuar dirinya sendiri.
Dalam sosiologi agama, istilah ini berasal dari sejarah
pemikiran Kristen.
• Dalam kalangan Kristen istilah ini berarti penolakan
terhadap penafsiran bibel yang tidak lafdhiyyah.
Introduksi perangkat hermeneutik atau interpretasi
non-tekstual ditolak sebab dipandang akan
mengancam kemurnian ajaran.
• Di kemudian hari istilah ini mengglobal namun dengan
pemaknaan negatif. Fundamentalisme diidentikkan
dengan radikalisme, keras, galak, dan lainnya.

30
• Islam Liberal
• Istilah Liberal merupakan istilah yang sudah mapan dalam teori dan
filsafat politik. Dalam literatur filsafat politik, liberalisme merupakan
salah satu varian dari libertarianisme, yang merupakan teori politik
sayap kanan.
• Liberalisme merupakan teori politik sayap kanan yang menerima
kebebasan pasar, yang berbeda, misalnya, dengan sayap lainnya,
anarkisme.
• Sargent mendefinisikan libertarianisme sebagai “an ideology that
wants radically reduced role for government.” Kaum libertarian,
menurut Will Kymlicka, berjuang untuk mempertahankan
kebebasan pasar, dan menuntut pembatasan penggunaan negara
dalam kebijakan sosial.
• Mereka percaya bahwa kebebasan pasar merupakan instrumen
yang mendorong tercapainya faidah maksimal dan yang mampu
melindungi kebebasan-kebebasaan politik dan sipil. Pada tingkatan
yang radikal, misalnya, mereka menolak mekanisme kebijakan pajak
untuk mewujudkan keadilan distribusi.

31
• Sedangkan Charles Kurzman meng-examine liberalisme
Islam dengan tradisi Islam sendiri. Dengan konteks
intelektual seperti im, Kurzman memetakan tiga varian
utama Islam Liberal:
– Pertama, Syariah Liberal, yakni suatu varian yang meyakini
bahwa sikap liberal sebagai suatu wacana yang didukung
secara eksplisit oleh syariah.
– Kedua, Islam Liberal dalam pengertian kaum muslim bebas
mengadaptasi nilai-nilai liberal dalam hal-hal yang oleh
syariah diberikan kepada wewenang akal budi manusia.
– Ketiga, syariah yang bersifat ilahiah ditujukan bagi
berbagai penafsiran Islam yang beragam.

32
• Islam Kiri/ Kiri Islam
• Sebagaimana liberal, istilah kiri juga sudah baku dalam teori
politik. Implikasinya terjadi tarik menarik apakah yang
dimaksud dengan Islam kiri adalah aspek-aspek kiri dalam
Islam, ataukah kiri/ sosialisme yang diramu dengan
religiusitas, atau tesis-tesis kiri yang pararel dengan Islam.
• Hassan Hanafie, deklarator manifesto Al-Yasar Al-Islamy,
menolak kiri Islam sebagai Islam yang ditafsirkan dalam
konteks marxisme, marxisme yang ditafsirkan dalam
konteks Islam.
• Dengan kata lain, Islam dalam dirinya memiliki aspek-aspek
sosialistik yang bahkan sangat revolusioner.

33
• Untuk memahami secara agak utuh gagasan
Kiri Islam harus mengacu setidak-tidaknya ke
Hassan Hanafie, atau Farid Essack.
• Pemikiran Kiri Islam Hanafie, menurut Isa
Boullata, bertumpu pada
1. Telaah kritis sejarah sosial Islam,
2. Hermeneutika teks, dan
3. Tafsir sosial kontemporer dalam optik neo-
marxian,
 meskipun Hanifie sendiri menolak analisis ini.

34
• Dengan kerangka itu, Hanafie
menyodorkan
1. Rekonstruksi Tasawwuf,
2. Rethinking Tauhid, dan
3. Revitalisasi Turats.
–Intinya adalah bagaimana memaknai
Islam sebagai kekuatan pembebas atau
Islam revolusioner.
35
• Sedangkan Esack mendefinisikan teologi
pembebasan Al-Qur’an sebagai “sesuatu yang
bekerja ke arah pembebasan agama dari struktur
serta ide sosial, politik, dan religius yang
berdasarkan pada ketundukkan yang tidak kritis
dan pembebasan seluruh masyarakat dari semua
bentuk ketidakadilan dan eksploitasi ras, gender,
kelas, dan agama”.
• Dengan perspektif hermeneutika Al-Qur’an, Esack
menggunakan takwa dan tauhid, manusia dan
kaum tertindas, keadilan dan perjuangan (jihad),
sebagai kunci-kunci dalam memahami pesan inti
dari Al-Qur’an .

36
• Islam Alternatif, Rasional, Inklusif.
• Selain yang di atas, juga dikenal istilah Islam altematif, Islam
rasional, Islam inklusif, Islam pluralis, Islam post-tradisional, dan
Islam post-puritan, dan Islam progresif-transformatif.
• Keterbatasan tempat memaksa tulisan ini untuk tidak mereview
secara agak panjang, namun singkat. Islam alternatif mengacu pada
sebuah tulisan karya Jalaluddin Rakhmat, terbitan Mizan, Islam
rasional mengacu ke seorang rasionalis dari lAIN Jakarta, Harun
Nasution, yang menulis tulisan dengan judul Islam rasional.
• Islam inklusif merupakan gagasan yang juga belum lama lahir di
Indonesia, intinya suatu pemikiran yang tidak melakukan truth-
claim, mengapresiasi pemikiran keIslaman di luar dirinya, dan
bersedia berdialog dengan mereka.
• Biasanya dilawankan dengan Islam “garis keras” yang memahami
Islam secara amat ketat. Tulisan yang mengusung wacana ini, salah
satunya, adalah lslam Inklusif karya Alwi Shihab.

37
• Dengan optik ini, kita menjadi tahu bahwa aliran pemikiran Islam
yang cukup memiliki fondasi lengkap hanyalah Islam tradisional,
modernis, neomodernis, Islam liberal, dan Islam Kiri di luar itu
masih kabur dan belum jelas struktur pemikirannya.
• Persoalan mendasar kedua adalah apakah bangunan pemikiran
keIslaman di atas mampu menjawab kebutuhan objektif masyarakat
Indonesia alias memiliki relevansi sosial, atau sebaliknya? Alhasil
ternyata tidak cukup memadahi.
• Persoalan kontemporer sekarang adalah ketertinggalan masyarakat
baik dari sisi pendidikan, kesehatan, kesadaran, dan neo-
imperialisme dalam wujud eksplotasi kapitalisme global
• Problematik ini menghadirkan penindasan struktural yang kejam
dan tak berperikemanusiaan, merusak lingkungan, dan
menciptakan kesenjangan yang kian lebar baik dalam level lokal,
nasional, maupun global.

38
• Islam tradisional sibuk dengan bahtsul masailnya
(hakim pengetuk palu yang hanya bicara hitam-putih),
• Islam modernis, noe-modernis, dan juga Islam liberal
terperangkap agenda kapitalisme global.
• Tesis-tesis besar dalam Islam liberal adalah tesis yang
pararel dengan pemikiran dan praktik sosial dari
neoliberalisme.
• Kelemahan paling mendasar dari Islam liberal adalah
mengkontradiksikan ketidakadilan sosial atau
keterbelakangan semata-mata pada kontradiksi
internal suatu masyarakat.
– Artinya, gagal melihat struktur global sebagai bagian
penting akar permasalahan sosial objektif.

39
• Bagaimana dengan Kiri Islam? Kiri Islam memang
revolusioner, memiliki relevansi intelektual dan sosial
yang kuat, hanya saja diragukan praksisnya dalam
konteks gerakan sosial di Indonesia.
• Kiri Islam belum tuntas bicara soal stratak, atau
tahapan-tahapan kerjanya, sehingga melahirkan
kekosongan-kekosongan praktik revolusioner.
• Dengan kata lain, lahirnya berbagai istilah di atau lebih
merupakan “kegenitan intelektual,” atau bahkan justru
“fashion” intelektual yang menjadi bagian dari
subsistem produksi dan konsumsi ekonomi, ketimbang
jihad, ijtihad, dan mujahadah, serius untuk menjawab
tantangan sejarah.[]

40
Wallaahul muwafiq illaa
aqwaamith at-thariq
Wallaahu a’lam bishowab

41

Anda mungkin juga menyukai