Anda di halaman 1dari 3

CERITA SANG JARATKARU

Tersebutlah seorang pertapa sakti yang baik budinya bernama Sang Jaratkaru. Setiap
hari pekerjaannya mengambil biji butir-butir padi yang tersebar dijalan. Biji butir-butir padi
itu dikumpulkannya dan dicucinya, kemudian ditanaknya dan dipergunakan untuk korban
kepada para Dewa. Demikianlah hal yang ia kerjakan tiap hari. Ia tak memikirkan istri,
malahan hanya bertapa dan memuja para Dewa yang ia lakukan.
Karena rajin bertapa, ia pun menguasai berbagai macam mantra. Ia diperbolehkan
masuk ke segala tempat yang ia kehendaki. Suatu hari, ia beerziarah ke Ayatanasthana,
tempat di antara surge dan neraka, dimana leluhurnya menunggu apakah ia akan naik ke
surge atau masuk neraka.
Ketika berziarah ke Ayatanasthana, Ia melihat leluhurnya tergantung pada sebuah
buluh petung, mukanya tertelungkup , kakinya diikat, dibawahnya terdapat sebuah jurang
dalam jalan ke neraka. Orang akan tepat masuk kedalamnya, kalau buluh tempat bergantung
itu putus. Seekor tikus tinggal di dalam buluh ditepi jurang itu, setiap hari mengerat buku
batang.
Sang Jaratkaru, berlinang-linang air matanya melihat hal itu. Maka timbulah belas
kasihannya. Sang Jaratkaru pun mendekati leluhurnya yang berpakaian sebagai seorang
petapa, berambut tebal, berpakaian kulit kayu dan tiada makan selamanya.
Sang Jaratkaru bertanya kepada leluhur itu, Apakah sebabnya tuanku sekalian
bergantung pada buluh yang hampir putus oleh gigitan tikus, sedang dibawahnya jurang yang
tiada terduga dalamnya? seru Sang Jaratkaru.
Leluhur itu pun menjawab, Keadaan saya seperti ini adalah karena keturunan kami
ini putus. Itulah sebabnya saya pisah dengan dunia leluhur dan bergantung dibuluh petung
ini, seakan-akan sudah masuk neraka. Ada seorang keturunanku bernama Jaratkaru, ia

pergi berkeinginan melepaskan ikatan kesengsaraan orang, ia tidak beristri, karena menjadi
seorang brahmacari dari kecil. Itulah yang menyebabkan saya berada dibuluh ini, karena
brata semadhinya kepada asrama sang pertapa kata sang leluhur itu. Kalau engkau belas
kasihan kepada saya, pintalah kepada Sang Jaratkaru supaya memiliki keturunan, supaya saya
dapat pulang ke tempat para leluhur.
Sang Jaratkaru tersayat hatinya melihat leluhurnya menderita susah. Saya inilah yang
bernama Jaratkaru, seorang keturunanmu yang gemar bertapa dan bertekad menjadi
brahmacari. Apapun kalau itu menjadi jalanmu untuk kembali ke sorga, janganlah khawatir,
saya akan menghentikan kebrahmacarian saya dan mencari anak istri. Yang saya kehendaki
istri yang namanya sama dengan nama saya supaya tiada bertentangan dalam perkawinan.
Bila sudah mempunyai anak, akan menjadi brahmacari lagi, senanglah hatimu.
Demikianlah kata Sang Jaratkaru, pergilah ia mencari istri yang senama dengannya. Ia
pergi ke semua penjuru, tetapi tidak menemukan istri yang senama dengannya.Karena tidak
tahu harus berbuat apa lagi, ia pun mencari pertolongan kepada bapaknya supaya dapat
menghindarkan dirinya dari sengsara. Masuklah ke hutan sunyi, menangislah ia sambil
mengeluh kepada semua Dewata.
Berkatalah ia pada semua makhluk, Hai segala makhluk termasuk makhluk yang
tidak bergerak, saya ini Jaratkaru seorang brahmana yang ingin beristri. Berilah saya istri
yang senama dengan saya, biar saya mempunyai anak, supaya leluhur saya bisa pulang ke
sorga.
Tangis Sang Jaratkaru itu terdengar oleh para naga. Sang Naga Basuki pun mencari
Sang Jaratkaru dan memberikannya adiknya Sang Naga Nagini yang diberi nama Jaratkaru
supaya berputra seorang brahmana yang akan menghindarkan dirinya dari korban ular
(yadnya sarpa).

Akhirnya Sang Jaratkaru pun beristri Jaratkaru yang akan memberikannya putra dan
membebaskan roh leluhurnya dari kesengsaraan.

Dari cerita Jaratkaru di atas dapat diambil beberapa nilia pendidikan yaitu :
1. Dalam ajaran Agama Hindu kita mengenal adanya empat jenjang kehidupan yang disebut
dengan Catur Asrama. Catur Asrama terdiri dari Brahmacari, Grhasta, Wanaprastha, dan
Bhiksuka. Dalam cerita ini Jaratkaru tidak mengikuti yang namanya tahapan-tahapan dari
Catur Asrama ini. Dimana Jaratkaru langsung mencapai yang namanya tahapan Bhiksuka.
Setelah mengalami Bhiksuka, Jaratkaru baru melakukan yang namanya tahapan Grhasta
(masa berumah tangga).
2. Dalam cerita ini juga terdapat ajaran Tri Rna yaitu tiga hutang yang kita punyai. Tri Rna
terdiri dari Dewa Rna, Pitra Rna, dan Rsi Rna. Disini kita sebagai anak harus membayar
hutang kepada orang tua/leluhur kita (Pitra Rna). Seperti dalam cerita Jaratkaru, tugasnya
Jaratkaru adalah membayar hutang yang dia punya kepada orang tuanya. Salah satu cara
kita membayar hutang adalah dengan cara melanjutkan keturunan keluarga kita. Disini
juga ada rasa Bhakti Jaratkaru kepada orang tuanya. Kebhaktian tersebut dapat kita ambil
dari, keturutan Jaratkaru untuk menikah meskipun dia telah mencapai tahap bhiksuka,
agar dapat menyelamatkan orang tuanya dari siksaan.

Anda mungkin juga menyukai