Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam ajaran Agama Hindu dijelaskan bahwa dalam proses migrasinya atman menuju
ke Brahman atau Moksa masih terikat kepada karma wesana yang menyebabkan punarbawa
(Reinkarnasi) menurut karmanya sendiri. Sorga dan Neraka itu hanyalah bersifat temporer
dan pengalaman dimana apabila waktunya telah berakhir maka Atman atau pitera itu akan
mengulangi hidup ini dengan tujuan untuk lebih meningkatkan kebajikan dari kehidupan
sebelumnya. Maka itulah dalam ajaran tata susila Hindu di tekankan pada perbuatan yang
baik dan berprilaku yang tetap berlandaskan Dharma dan menjauhi Adharma.
Namun dewasa ini dinamika perilaku masyarakat, khususnya dalam berperilaku yang baik
dan benar terhadap orang tua (Guru Rupaka) telah mengalami banyak perubahan.Memahami
hal tersebut hendaknya kita kembali kepada ajaran Agama Hindu yang memiliki kaitan antara
tata susila dan ajaran Guru Rupaka.Makadari itu implementasi ajaran tata susila sangat baik
diterapkan pada ajaran Guru Rupaka.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Catur Guru ?
2. Bagaimana hubungan Catur Guru dengan kehidupan sehari-hari ?
3. Bagaimanakah contoh penerapan Catur Guru dalam kehidupan sehari-hari ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Catur Guru.
2. Untuk mengetahui hubungan Catur Guru dengan kehidupan sehari-hari.
3. Untuk mengetahui contoh penerapan Catur Guru dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II
PEMBAHASAN
1

2.1 Pengertian Catur Guru


Catur Guru terdiri dari dua kata yaitu: Catur artinya empat dan Guru artinya guru.
Jadi Catur Guru artinya empat tugas berat yang harus dipikul atau diemban untuk
mewujudkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dalam mencari kesucian serta
keutamaan hidup.
Demikian sepintas tentang pengertian guru, selanjutnya bila kita meninjau tentang
jenis-jenis yang disebut guru atau yang berfungsi sebagai guru, maka sebagai guru tertinggi
dari alam semesta ini tidak lain adalah Tuhan Yang Maha Esa yang disebut Guru Param
Brahma atau Paramestiguru yang dinyatakan dalam Gurupj 2, berikut:
O Gurur Brahma
Gurur Viu Gurur deva Mahevara,
Gurur skat Param Brahma
tasmai r gurave nama.
Artinya:
(Om Hyang Widhi, Engkau adalah Brahma, Viu dan Mahevara, sebagai guru agung,
pencipta, pemelihara pelebur alam semesta. Engkau adalah Guru Tertinggi, Param Brahma,
kepada-Mu aku memuja)
Untuk mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan dalam masyarakat
Hindu tidak terlepas dari disiplin dalam setiap tingkah laku kita sehari- hari lebih- lebih
terhadap Catur Guru.

2.2 Hubungan Catur Guru Dengan Kehidupan Sehari-Hari


Didalam etika atau susila agama hindu, ada disebutkan catur guru yang harus kita
hormati, catur guru bhakti merupakan bhakti kepada empat guru yang mempunyai tugas yang
sangat berat. Berbhakti kepada keempat guru itu adalah suatu kewajiban. Keempat guru
tersebut adalah :
1. Bhakti Kepada Guru Swadyaya
Guru Swadyaya disebut pula guru sejati. Dinamakan guru sejati karena Beliau adalah
Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Beliaulah yang telah menciptakan alam semesta dengan
segenap isinya ini, kemudian memelihara dan melindunginya dan akhirnya juga melebur atau
mengembalikan ke dalam bentuk asalnya. Dinyatakan sebagai guru karena Tuhan adalah
2

pembimbing utama bagi umat manusia yang tidak ada bandingannya. Beliau Mahatau, beliau
juga Mahakuasa, dan Mahasakti. Karena itu sebagai manusia kita perlu mewujudkan rasa
bhakti kita kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh dan tulus ihklas. Cara mewujudkan rasa
bhakti kepada Guru Swadyaya itu antara lain dengan :
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
2.

Selalu ingat kepada-Nya,


Melakukan persembahyangan (Tri Sandhya)
Berdoa sebelum melakukan kegiatan
Meyakini kebesaran Tuhan
Selalu bersyukur atas karunia-Nya
Mempelajari ajaran ketuhanan,
Melaksanakan upacara piodalan,
Ngayah di Pura,
Melaksanakan tapa, brata, yoga, samadhi.
Menjaga kesucian pura,
Mempelajari kitab suci Weda,
Medana punia dan lain-lain.

Bhakti Kepada Guru Rupaka


Guru Rupaka atau Guru Reka adalah orang tua atau Ibu Bapak kita dirumah, sebagai

orang pertama yang memberikan pendidikan kepada kita. Manusia tumbuh dan berkembang
adalah berkat pendidikan dan asuhan orang tuanya. Karena itu anak-anak harus menghargai
orang tuanya. Rasa bhakti kepada Guru Rupaka dapat diwujudkan antara lain dengan :
o Mengikuti dan melaksanakan nasehat orang tua,
o Membantu orang tua dalam melaksanakan tugas pekerjaannya,
o Menjunjung tinggi kehormatan keluarga,
o Membantu dan memperhatikan kesehatan orang tua jika sedang sakit,
o Melaksanakan upacara Pitra Yadya sebagaimana mestinya.
3. Bhakti Kepada Guru Pengajian
Guru pengajian atau Guru Waktra adalah guru yang memberikan pendidikan dan
pengajaran kepada kita di sekolah. Guru di sekolah memberikan ilmu pengetahuan kepada
murid-muridnya, sehingga murid menjadi pandai dan terhindar dari kebodohan berarti
lenyaplah penderitaan. Karena murid-murid harus menghargai dan menghormati gurunya.
Murid-murid pun dapat mewujudkan rasa bhaktinya kepada Guru Pengajian antara lain
dengan :
o Menyapa dan memberi hormat kepada guru,
o Melaksanakan semua nasihat dan ajarannya,
o Tidak mencaci maki guru,
o Menjaga nama baik guru dan sekolah,
o Selalu mengingat guru, meskipun sudah tidak menjadi muridnya lagi,
o Tidak menantang guru,
o Mentaati tata tertib sekolah,
o Rajin belajar,
3

o Selalu berbudi luhur.


4. Bhakti Kepada Guru Wsisesa
Guru wisesa adalah Pemerintah yang selalu berusaha mendidik dan mengayomi
rakyatnya, selalu mensehjaterakan dan memberikan perlindungan. Karena itu pemerintah
harus selalu dihormati dan dihargai. Kita perlu mewujudkan rasa bhakti kita kepada
Pemerintah antara lain dengan cara :
o Selalu menghormati aparatur Pemerintah yang bersih dan jujur,
o Berpartisipasi dalam mengamankan negara,
o Berpartisipasi dalam mengisi kemerdekaan,
o Rajin membayar pajak,
o Cinta tanah air negara dan bangsa,
o Mentaati semua ketentuan Pemerintah,
o Menjunjung tinggi nilai-nilai luhur Pancasila,
o Menghargai dan menghormati para pahlawan bangsa,
o Memelihara dan menjaga harta benda milik pemerintah,
o Memelihara hasil-hasil pembangunan bangsa,
o Bangga menjadi bangsa indonesia. (K.M. sukardana, 2010 : 35-38)
Rasa bhakti dalam catur guru ini menegaskan penting dan agungnya peran dan fungsi
guru dalam perjalanan pendidikan seseorang. Keberhasilan pendidikan seseorang sangat
ditentukan oleh guru. Disamping kekuasaan Tuhan sebagai guru swadyaya kualitas guru
wisesa, guru pengajian, dan guru rupaka yang kemudian disebut dengan tri guru sangat besar
pengaruhnya terhadap keberhasilan seseorang tak terkecuali kita yang duduk di forum
terhormat ini. Model catur guru bagi bangsa dan negara Indonesia eksistensinya sangat kuat
terlebih bagi masyarakat Hindu. Peranan catur guru memang sangat menentukan keberhasilan
dan kualitas pendidikan termasuk keberhasilan seseorang mencapai tingkat jabatan
fungsional tertinggi sebagai seorang profesor. Kita semua yang ada di forum ini sudah pasti
tidak luput dari guru yang telah banyak memberikan sentuhan perubahan. Tanpa sentuhan
guru tidak mungkin kita bisa menempati posisi dan duduk di bangku kuliah ini.
Di era teknologi informasi dan komunikasi di antara ketiga guru itu sesungguhnya
tidak bisa dikatakan yang satu lebih berpengaruh atau lebih tinggi kedudukannya dari yang
lain karena peranan dan fungsinya yang saling komplementer. Bersinerginya tri guru
merupakan faktor penting penentu peningkatan kualitas pendidikan. Guru wisesa/pemerintah
memainkan peran penting dalam mengembangkan visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan,
rencana, dan program kerja yang jelas bagi penyelenggaraan pendidikan di seluruh tanah air.
Guru pangajian mendapat penghormatan karena guru pangajian adalah guru yang tidak hanya
memberikan kesejahtraan jasmani, tetapi ia yang memberikan kebahagiaan rohani yang
disebut Dharma, yaitu pendidikan suci berupa kebajikan dan kesucian peribadi (Oka
Puniatmaja,1976).
4

Menurut Titib istilah Guru pangajian adalah perubahan metathesis dari Guru
Pangadhyayan atau Guru Adhyya atau guru kerohanian. Sedangkan Guru rupaka meletakkan
kehormatannya sebagai guru karena perannya didalam keluarga. Lingkungan keluarga
merupakan tempat pertama dalam pengenalan nilai-nilai dan usaha penanamannya sejak dini
mendahului anak mulai bersekolah. Lingkungan keluarga merupakan lahan pertama tempat
berseminya perilaku normatif. Karenanya lingkungan keluarga dibawah arahan guru rupaka
harus menjadi andalan bagi pengakraban antara anak dengan nilai-nilai unggul/luhur sebagai
acuan perilaku baik yang bersifat preservatif maupun progresif (Slamet PH, 2008).
Tata Susila adalah merupakan ilmu yang mempelajari tentang tata nilai, tentang baik
dan buruknya suatu perbuatan, apa yang harus dikerjakan atau dihindari sehingga tercipta
satu tatanan hubungan antar manusia dalam masyarakat. Dari sudut etinologi tata susila
terdiri dari kata tata dan susila.Tata berarti mengatur atau aturan dan susila berarti Segala
kebiasaan atau laku perbuatan manusia yang baik.
Apabila dalam suatu masyarakat tidak ada keselarasan, tidak ada lagi kepatuhan
secara patut. Maka akan menimbulkan penderitaan atau malapetaka baik kepada lingkungan
atau masyarakat sekitar. Maka itulah dalam suatu masyarakat sangat diperlukan adanya suatu
tata nilai yang disebut tata susila demi keharmonisan masyarakat itu sendiri. Dalam ajaran
Agama Hindu dijelaskan bahwa dalam proses migrasinya atman menuju ke Brahman atau
Moksa masih terikat kepada karma wesana yang menyebabkan punarbawa (Reinkarnasi)
menurut karmanya sendiri. Sorga dan Neraka itu hanyalah bersifat temporer dan pengalaman
dimana apabila waktunya telah berakhir maka Atman atau pitera itu akan mengulangi hidup
ini dengan tujuan untuk lebih meningkatkan kebajikan dari kehidupan sebelumnya.
Maka itulah dalam ajaran tata susila Hindu di tekankan pada perbuatan yang baik dan
berprilaku yang tetap berlandaskan Dharma dan menjauhi Adharma.Tata Susila berarti
peraturan tingkah laku yang baik dan mulia yang harus menjadi pedoman hidup manusia.
Tujuan tata susila ialah untuk membina hubungan yang selaras atau perhubungan yang rukun
antara seseorang (Jiwatma) dengan mahluk yang hidup disekitarnya, perhubungan yang
selaras antara keluarga yang membentuk masyarakat dengan masyarakat itu sendiri, antara
satu bangsa dengan bangsa yang lain dan antara manusia dengan alam sekitarnya.
Agama adalah dasar tata susila yang kokoh dan kekal, ibarat landasan bangunan, dimana
suatu bangunan harus didirikan.Jika landasan itu tidak kuat, maka mudah benar bangunannya
roboh.Demikian juga halnya dengan tata susila; bila tidak dibangun atas dasar agama sebagai
landasan yang kokoh dan kekal, maka tata susila itu tidak mendalam dan tidak meresap
dalam diri pribadi manusia.
5

Dalam kehidupan bersama itu orang harus mengatur dirinya bertingkah laku. Tak ada
seorangpun boleh berbuat seenak perutnya(Seenaknya). Ia harus menyesuaikan dirinya
dengan lingkungan, tunduk kepada aturan, bertingkah laku yang baik. Dengan demikian
maka orang hanya bebas berbuat dalam ikatan aturan tingkah laku yang baik.Bila etikat
bertata susila yang masih dalam angan-angan disebut orang budi pekerti yang baik.Dalam
tujuannya tata susila berkehendak untuk menilai sesuatu dari tingkah laku manusia yang baik
atau yang buruk.
Guru Rupaka merupakan sub ilmu dari catur guru. Istilah guru dalam bahasa Indonesia
berasal dari kosa kata Sanskerta yang artinya: berat, besar, kuat, luas, panjang, penting, sulit,
jalan yang sulit, mulia, terhormat, tersayang, agung, sangat kuasa, orang tua (bapak-ibu) dan
yang memberikan pendidikan.
Guru Rupaka merupakan Orang yang melahirkan kita (orang tua), tanpa orang tua kita tak
akan ada oleh karena itu betapa besarnya jasa- jasa orang tua dalam membimbing putraputranya untuk melahirkan putra yang baik (suputra). Dalam kitab Taittiriya Upanisad
disebutkan bahwa ayah dan ibu itu adalah ibarat perwujudan Deva dalam keluarga: Pitri
deva bhava, matri deva bhava. (Vana Parva 27,21) menyebutkan bahwa ayah dan ibu
termasuk sebagai Guru, di samping Agni, Atman, dan Rsi.
Ada lima hal yang menyebabkan anak harus berbakti kepada orang tua, yang dalam kekawin
Nitisastra VIII.3 disebutkan sebagai Panca Vida, yaitu :
1. Sang Ametwaken, karena pertemuan (hubungan suami/ istri) ayah dan ibu maka
lahirlah anak-anak dari kandungan ibu.
Perjalanan hidup ayah dan ibu sejak kecil hingga dewasa, kemudian menempuh kehidupan
Gryahasta, sampai mengandung bayi dan selanjutnya melahirkan, dipenuhi dengan
pengorbanan-pengorbanan.
2. Sang Nitya Maweh Bhinojana, ayah dan ibu selalu mengusahakan memberi makan
kepada anak-anaknya.
Bahkan tidak jarang dalam keadaan kesulitan ekonomi, ayah dan ibu rela berkorban tidak
makan, namun mendahulukan anak-anaknya mendapat makanan yang layak. Ibu memberi air
susu kepada anaknya, cairan yang keluar dari tubuhnya sendiri.
3. Sang Mangu Padyaya, ayah dan ibu menjadi pendidik dan pengajar utama
Sejak bayi anak-anak diajari menyuap nasi, merangkak, berdiri, berbicara, sampai
menyekolahkan. Pendidikan dan pengajaran oleh ayah dan ibu merupakan dasar pengetahuan
bagi kesejahteraan anak-anaknya di kemudian hari

4. Sang Anyangaskara, ayah dan ibu melakukan upacara-upacara manusa yadnya bagi
anak-anaknya dengan tujuan mensucikan atma dan stula sarira.
Upacara-upacara itu sejak bayi dalam kandungan sampai lahir, besar dan dewasa: Magedonggedongan, Embas rare, Kepus udel, Tutug Kambuhan, Telu bulanan, Otonan, Menek kelih,
Mepandes, Pawiwahan.
5. Sang Matulung Urip Rikalaning Baya, ayah dan ibulah pembela anak-anaknya bila
menghadapi bahaya, menghindarkan serangan penyakit dan menyelamatkan nyawa
anak-anaknya dari bahaya lainnya.
Implementasi tata susila perlu diterapkan dalam ajaran Guru Rupaka. Tata Susila
merupakan ilmu yang mempelajari tentang tata nilai, tentang baik dan buruknya suatu
perbuatan, apa yang harus dikerjakan atau dihindari sehingga tercipta satu tatanan hubungan
antar manusia dalam masyarakat.Seseorang yang sudah sadar akan dirinya tentu akan
menempatkan orang tuanya pada posisi yang tinggi. Tentunya Tuhan yang paling
tinggi.Wajarlah, sebab orang tua menyebabkan setiap manusia lahir di dunia ini.Secara
normal seorang bayi adalah hasil pertemuan (senggama) seorang ayah dengan seorang ibu.
(purusa dan pradhana). Seorang bayi akan lemah ketika baru dilahirkan. Maka dari itu orang
tua bertanggung jawab sepenuhnya terhadap anaknya.Selain itu pertumbuhan bayi itu baik
fisik maupun jiwanya tergantung banyak pada orang tuanya. Karena itu pertumbuhan dan
perkembangan seorang bayi sampai ia akhirnya menjadi seorang insan yang kuat, perkasa,
cerdas dan mandiri tentunya tidak terlepas dari kasih saying dan perhatian yang sungguhsungguh.
Tata susila dengan Ajaran Guru Rupaka saling berkesinambungan dan satu sama
lainnya saling berkaitan. Dimana susila mengacu pada sikap dan perilaku yang mulia yang
seharusnya dilakukan oleh setiap orang. Sedangkan Guru Rupaka merupakan ajaran bhakti
terhadap orang tua yang tentunya kedua hal ini sangat memiliki hubungan satu sama lainnya,
dimana saat kita melalukan bhakti kepada orang tua diperlukan tata nilai tentang baik dan
buruknya suatu perbuatan, apa yang harus dikerjakan atau dihindari sehingga tercipta satu
tatanan hubungan antar manusia dalam masyarakat. Kewajiban seorang anak memberikan
penghormatan yang sangat tinggi kepada orang tua. Di dalam Veda justru dikatan bahwa ayah
dan ibu merupakan perwujudan Tuhan di dunia ini ( Pitr Devo Bhava, Matr Devo Bhava).
Selait itu orang tua juga dikatakan sebagai Guru Rupaka, orang yang melahirkan dan
menjadikan manusia. Sehingga wajib hukumnya si putra untuk menghormati orang
tua.Sungguh sedih bilaada diantara kita yang melalaikan, meremehkan, bahkan mendurhakai
beliau.Memang dalam kehidupan sehari-hari kita pernah memperhatikan atau melihat
7

kejadian-kejadian yang pahit. Misal, seorang putra yang sudah sukses dalam kehidupannya,
berpangkat tinggi, kaya, hidup serba mewah, akan tetapi melalaikan orang tuanya yang sudah
renta, tidak bisa berbuat apa-apa, hidup di tempat yang kumuh, dan peralatan yang seadanya.
Namun tentunya kita juga pernah menyaksikan seorang anak yang menghormati orang tuanya
dengan baik, memperhatikan segala kebutuhannya, dari kesehatan, makanan, fasilitas,
kebersihan, memperlakukannya sebagai seorang bayi dengan penuh kasih saying dan
perhatian.
Dalam Kitab Sarasamuccaya sloka 10 disebutkan,
yanmatapitarau klesam
sahete garbha dharane
na tasya niskrtih sakya
kartum varsa satair api
Karena sangat besar penderitaan yang dialami olehnya, dahulu
Semasih ada dalam kandungan, segala upaya itusekarang merupakan hutangmu yang terang
tidak dapat engkau balas dalam waktu seratus tahun. Apa yangdikerjakan oleh seorang putra
seperti disebut di atas juga disemangati oleh Sarasamuccaya sloka 240, yang intinya adalah
Sebab sesungguhnya jauh lebih beratnya ibu dari beratnya tanah, karenanya patut
menghormati belau dengan sungguh-sungguh, tanpa ragu-ragu, demikian pula lebih tinggi
sesungguhnya penghormatan kepada bapa daripada tingginya langit, lebih deras jalannya
pikiran dibandingkan dengan jalannya angin, lebih banyak sungguhnya angan-angan itu
sibandingkan dengan banyaknya rumput. Sungguh berbahagia orang tua yang mendapatkan
perlakuan yang baik dari orang tuanya.
Dalam kitab suci Sarasamuscaya disebutkan ada empat pahala yang diterima oleh anak-anak
yang berbakti kepada orang tua, yakni :
1. Kirti
Selalu dipuji dan didoakan untuk mendapatkan kerahayuan oleh sanak keluarga dan orangorang lain keluarga, karena dipandang terhormat.
Puji dan doa yang positif seperti itu akan mendorong aktivitas dan gairah kehidupan sehingga
anak-anak akan menjadi lebih meningkat kualitas kehidupanny.
2. Ayusa. (Berumur panjang dan sehat).
Umur panjang dan sehat sangat diperlukan agar manusia dapat menempuh tahapan-tahapan
kehidupannya dengan sempurnya, yaitu melalui Catur ashrama: Brahmacarya, gryahasta,
wanaprastha, dan bhiksuka.

Brahmacarya adalah masa menempuh pendidikan, gryahastha adalah masa berumah tangga
dan mengembangkan keturunan, wanaprastha adalah masa menyiapkan diri menuju
kehidupan yang lebih suci, dan bhiksuka adalah masa kehidupan yang suci, lepas dari ikatanikatan keduniawian.
3. Bala
Mempunyai kekuatan yang tangguh dalam menempuh kehidupan baik ketangguhan yang
berupa pemenuhan kebutuhan hidup, kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah
kehidupan, dan juga ketangguhan dalam arti menguatkan kesucian mental/ rohani
4. Yasa Pattinggal Rahayu.
Kebaktian pada orang tua akan menjadi contoh bagi keturunan selanjutnya dan akan
dilanjutkan, sehingga bila anak-anak sudah menjadi tua atau meninggal dunia, secara
sambung menyambung para keturunannya-pun akan menghormati dan berbakti kepadanya,
karena kebaktian itu sudah menjadi tradisi yang baik di dalam keluarganya.
Sebagaimana disebutkan dalam Manawa Dharmasastra di atas, bahwa bilamana seorang istri
merasa bahagia maka berbahagia pulalah rumah tangga itu.Anak-anak yang lahir dari
perkawinan yang baik hendaklah sejak kecil dididik agar berbakti kepada orang tua.Orang tua
melimpahkan kasih sayangnya kepada anak-anak dalam filosofi Agama Hindu adalah karena
keyakinan bahwa roh yang menjelma menjadi anak-anak adalah roh leluhurnya sendiri.Oleh
karena itu hubungan antara manusia dengan roh leluhur mempunyai jalinan yang kuat dalam
kaitan kepercayaan Atma tattwa dengan kepercayaan Punarbhawa.
Bayi masih dalam kandungan sampai anak-anak lahir menjadi besar dan menempuh
kehidupan Sebagaimana diuraikan di atas, kewajiban orang tua kepada anak-anak dimulai
sejak jabang perkawinan.Kewajiban skala adalah kewajiban memelihara secara fisik dan
mental misalnya mencukupi kebutuhan sandang-pangan dan pendidikan.Kewajiban niskala
adalah kewajiban menyelenggarakan upacara-upacara manusa yadnya mulai dari magedonggedongan sampai pawiwahan.
Setelah anak-anak mandiri dan berkeluarga maka berbaliklah kewjiban itu, bahwa anak-anak
harus merawat dan memelihara orang tuanya sampai meninggal dunia, yaitu menjaga
kesehatan, kegembiraan, dan kebahagiaan hidup, menyelenggarakan pitra yadnya dan
mensucikan roh ayah-ibunya.Demikianlah kehidupan ini berputar terus secara timbal balik,
sehingga dapatlah dikatakan bahwa filsafat Tattwamasi merupakan cahaya bagi kehidupan
umat manusia di dunia.

2.3 Contoh Penerapan Catur Guru Dalam Kehidupan Sehari-Hari


Orang tua sangat berjasa karena telah merawat kita dari kecil hingga dewasa. Jasa
itulah yang menyebabkan kita mempunyai tiga hutang yaitu hutang badan, hutang jasa dan
hutang hidup. Kalau kita menjadi Guru Rupaka. Sebagai orang tua, kita sejatinya adalah guru
bagi anak-anak kita. Sebagai guru, orang yang patut digugu dan ditiru, orang tua seharusnya
menjadi panutan bagi anak-anaknya. Orang tua harus bisa menjadi role model dalam
kehidupan sehari-hari. Setiap perbuatan yang dilakukan dihadapan anak-anaknya akan
menjadi contoh bagi mereka. Pada saat kita menyuruh anak agar tidak nonton TV, apakah kita
sudah bisa mengendalikan diri untuk juga tidak nonton TV? Kita menyuruh anak untuk rajin
membaca buku, sementara kita sendiri jarang, bahkan tidak pernah terlihat membaca buku di
hadapan anak-anak. Bagaiamana kita bisa mengharapkan anak-anak bisa dengan serta merta
menjadi rajin membaca buku? Yang dibutuhkan anak-anak dari orang tuanya adalah panutan,
bukan sekadar ucapan.Mereka membutuhkan figur yang bisa dijadikan suri tauladan bagi
kehidupannya sehari-hari. Kalau kita mengharapkan anak-anak mau mempelajari ajaranajaran Hindu di rumah, maka sebagai orang tua, kita juga harus memberi contoh dengan ikut
mempelajari buku-buku keagamaan.
Dalam urusan pendidikan agama kita tidak boleh hanya menyerahkan kepada guru di
sekolah atau pun guru-guru di sekolah agama (minggu) di Pura. Kita sebenarnya bisa
berperan sebagai guru agama bagi mereka. b. Guru Pengajian adalah guru yang mengajar di
sekolah. Guru sangat berjasa kepada kita karena telah mendidik dan mengajarkan kita
berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang menjadikan kita menjadi orang yang
memiliki masa depan yang cerah. Kita wajib hormat kepada Guru Pengajian karena beliau
adalah Pahlawan dalam pendidikan. Kalau kita sebagai guru di sekolah, peran guru di sekolah
ataupun dosen di kampus sangatlah besar dalam mendidik putera-puteri bangsa Indonesia. Di
tangan para guru yang disebut Guru Pengajian inilah nasib bangsa Indonesia ke depan
ditumpukan. Semua anak didik sejatinya mempunyai potensi diri yang luar biasa dahsyat,
tanpa batas. Batas-batas yang ada dalam diri mereka sebenarnya diciptakan sendiri oleh
mereka melalui system keyakinan yang dianutnya sejak kecil.
Guru di sekolah diharapkan jangan menambah batas-batas ini lagi, melainkan
membantu untuk mengikis batas-batas tersebut. Seorang guru harus bisa merangsang
tumbuhnya kreativitas anak didik. Di samping itu, guru juga harus bisa mengembangkan
kreativitas yang sudah dimiliki anak didik. Sikap guru haruslah ramah. Sudah tidak jamannya
lagi, seorang guru ditakuti muridnya. Sebaliknya, guru harus bisa menjadi sosok yang
dirindukan murid. Sosok yang dicintai muridnya. Untuk bisa menjadi pribadi yang demikian,
10

seorang guru pertamatama harus mencintai pekerjaannya sebagai guru. Dengan demikian, dia
bekerja secara totalitas, penuh pengabdian, bahkan bisa mencintai sepenuhnya anak didik
sebagaimana dia mencintai anak kandungnya di rumah. Seorang guru hendaknya senantiasa
bisa mendoakan keberhasilan murud-muridnya. c. Guru Wisesa adalah pemerintah. Dalam
mengikuti kegiatan aguron-guron (belajar di sekolah), pemerintah telah menyediakan kita
gedung sekolah dengan sarana dan prasarana yang lengkap. Pak Polisi, Pak Camat, Pak
Gubernur adalah termasuk guru Wisesa. Guru Wisesa mengatur dan melayani hidup kita agar
aman dan sejahtera.
Pemerintah sebagai Guru Wisesa sebaiknya adalah orang yang benarbenar bisa
memerintah rakyatnya dengan baik. Pemerintah seyogyanya dapat menjadi inspirator, serta
bisa menjadi tauladan bagi rakyatnya. Segala gerakgerik harus mencerminkan sikap yang bisa
digugu dan ditiru masyarakatnya. Pemerintah juga harus bisa menjadi sosok yang dicintai dan
sekaligus mencintai rakyatnya. d. Guru Swadhyaya adalah Sang Hyang Widhi. Segala
kebutuhan makhluk semua terpenuhi oleh-Nya. Beliau adalah maha pengasih dan penyayang.
Demikian pula alam semesta ini begitu indah dan menakjubkan. Semua itu berkat kebesaran
Sang Hyang Widhi. Semua uraian di atas masih dalam persepektif bagaiamana seharusnya
kita bersikap terhadap para guru yang dikenal dalam ajaran Hindu. Selanjutnya, marilah kita
bahas dari perspektif guru itu sendiri.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Implementasi tata susila perlu diterapkan dalam ajaran Guru Rupaka.Tata Susila
merupakan ilmu yang mempelajari tentang tata nilai, tentang baik dan buruknya suatu
perbuatan, apa yang harus dikerjakan atau dihindari sehingga tercipta satu tatanan hubungan
antar manusia dalam masyarakat.
Tata susila dengan Ajaran Guru Rupaka saling berkesinambungan dan satu sama lainnya
saling berkaitan. Dimana susila mengacu pada sikap dan perilaku yang mulia yang
seharusnya dilakukan oleh setiap orang. Sedangkan Guru Rupaka merupakan ajaran bhakti
terhadap orang tua yang tentunya kedua hal ini sangat memiliki hubungan satu sama lainnya,
dimana saat kita melalukan bhakti kepada orang tua diperlukan tata nilai tentang baik dan

11

buruknya suatu perbuatan, apa yang harus dikerjakan atau dihindari sehingga tercipta satu
tatanan hubungan antar manusia dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Raka,D. 2002. Tuntunan Susila untuk Meraih Hidup Bahagia. Surabaya:Paramita


Takwan, I. 2010. Dasar-Dasar Budi Pekerti. Surabaya:Paramita
Putrawan,N. 2011. Sama Parikrama. Denpasar:Manikgeni
http://okanila.brinkster.net/mediaFull.asp?
ID=362&cathttp://devia90.blogspot.com/2009/06/fungsi-tata-susila-hindu-terhadap.html
http://www.mail-archive.com/hindu-dharma@itb.ac.id/msg38632.html
http://umatsedharma.blogspot.com/2009/11/catur-guru.html

12

Anda mungkin juga menyukai