PENDAHULUAN
Catur Marga adalah empat jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan
menuju ke jalan Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sumber
ajaran Catur Marga ada diajarkan dalam pustaka suci Bhagawadgita, terutama pada
Trayodhyaya tentang Karma Marga Yoga yakni sebagai satu sistem yang berisi ajaran
Subha Karma (perbuatan baik) dengan ajaran Asubha Karma (perbuatan yang tidak
baik) yang dibedakan menjadi perbuatan tidak berbuat (Akarma) dan perbuatan yang
keliru (Wikarma). Karma memiliki dua makna yakni karma terkait ritual atau yadnya
dan karma dalam arti tingkah perbuatan. Kedua, tentang Bhakti Marga Yoga yakni
menyembah Tuhan dalam wujud yang abstrak dan menyembah Tuhan dalam wujud
nyata, misalnya mempergunakan nyasa atau pratima berupa arca atau mantra. Ketiga,
tentang Jnana Marga Yoga yakni jalan pengetahuan suci menuju Tuhan Yang Maha
Esa, ada dua pengetahuan yaitu Jnana (ilmu pengetahuan) dan Wijnana (serba tahu
dalam pengetahuan itu). Keempat, Raja Marga Yoga yakni mengajarkan tentang cara
atau jalan yoga atau meditasi (konsentrasi pikiran) untuk menuju Tuhan Yang Maha
Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Dalam makalah ini kami lebih menekankan pada ajaran Karma Marga Yoga,
Karma Marga Yoga yaitu suatu ajaran maupun cara untuk mencapai moksa dengan
ditekankan pada pengabdian yang berwujud kerja tanpa pamrih untuk kepentingan diri
sendiri. Disini diletakkan betapa pentingnya kerja itu bagi setiap manusia.
c. Pustaka suci apakah yang memuat ajaran tentang Karma Marga Yoga?
1
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini tentu saja mengacu pada rumusan
masalah antara lain sebagai berikut:
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.3 Pustaka Suci Yang Memuat Tentang Ajaran Karma Marga Yoga
Dalam Bhagavad Gita Bab III yang membahas tentang KarmaYoga pada sloka
(1) Arjuna bertanya kepada Kresna. Dasar pertanyaan Arjuna adalah karena dia
bingung dengan penjelasan Kresna. Disatu sisi Kresna mengatakan bahwa ilmu
pengetahuan lebih mulia dari tindakan, disisi lain Kresna malah menganjurkan kepada
Arjuna untuk melakukan tindakan kejam yaitu berperang untuk membunuh saudara-
saudaranya (Kurawa), gurunya, kakeknya sendiri. Dalam sloka (2) akhirnya Arjuna
minta ketegasan dari Kresna, agar diberitahukan dengan pasti satu-satunya jalan yang
dapat ditempuhnya untuk mencapai kebahagiaan abadi. Permitaan Arjuna dijawab oleh
Kresna di sloka (3), bahwa sejak dahulu ada dua disiplin dalam hidup ini, jalan ilmu
pengetahuan bagi cendekiawan dan jalan tindakan kerja bagi karyawan. Selanjutnya
Kresna bersabda; orang tidak akan mencapai kebebasan karena diam tidak bekerja, juga
ia tidak akan mencapai kesempurnaan karena menghindari kegiatan kerja. Tetapi, bagi
orang yang sudah dapat mengendalikan pancaindrianya dengan pikiran serta bekerja
dengan tanpa mementingkan diri sendiri, dialah yang disebut orang yang utama.
4
Bab II sloka (47) Bhagawad Gita, mengatakan :
Kewajibanmu kini hanya bertindak, bekerja tiada mengharap hasil, jangan sekali pahala
jadi motifmu, jangan pula hanya berdiam diri jadi motifmu.
Artinya:
artinya:
Rendahlah derajat kalau hanya kerja tanpa disiplin budi, oh Dananjaya. Serahkanlah
dirimu pada Yang Maha Tahu, kasihan yang mengharap pahala dari kerja.
Ketiga sloka di atas mengajarkan kepada kita tentang hakikinya berkerja yang
harus dilaksanakan oleh seseorang yang ingin mencapai alam kebebasan/kelanggengan.
Kewajiban kita hanyalah sebatas bekerja dan bukan untuk menghitung-hitung
pahalanya. Janganlah karana ada pahala baru kita mau bekerja. Kasihan sekali orang
5
yang bekerja hanya karena mengharapkan pahala.Serahkanlah dirimu kepada Yang
Maha Tahu.
Ketika seseorang memahami betul bahwa dia tidaklah lain hanya sekedar
wayang yang selalu dimainkan oleh sang Maha Dalang (Tuhan) yang menciptakannya,
atau dengan kata lain sebagai wayang haruslah tunduk dan mengikuti alur cerita yang
sudah dibuat oleh sang dalang, maka jawabannya dalam menjalani hidup yang penuh
dengan kepalsuan ini tiada lain adalah menyerah (serahkanlah dirimu kepada Yang
Maha Tahu). Inti sari dari pemahaman dan pelaksanaan ajaran Weda adalah Iswara
Prani Dana yaitu penyerahan diri secara total semata-mata kepada Sang Maha Pencipta.
Awas, jangan salah mengartikan makna dari kata-kata penyerahan diri. Menyerah
bukan berarti pasrah dan berdiam diri tidak melakukan apa-apa seperti patung tidak
bergerak biarpun kehujanan dan kepanasan. Tindakan seperti ini malah keliru sebab,
seandainya semua umat manusia berlaku seperti patung, wah tidak bisa kita bayangkan
dunia akan seperti apa? Apa pula gunanya Tuhan menciptakan bumi dan langit untuk
manusia?
Bukan, bukan berdiam diri seperti itu maksudnya. Pasrah dalam makna yang
lebih dalam adalah menerima (bersyukur) atas segala karunia dari Tuhan Yang Maha
Pemurah dan Maha Adil. Apapun hasil yang kita peroleh sebagai akibat dari kerja yang
kita lakukan sekalipun itu pahit, haruslah kita tetap bersyukur. Untuk menjadi orang
selalu bersyukur atas karunia Tuhan tidaklah mudah, karena gampang diucapkan tetapi
sangat sulit untuk dilaksanakan.Weda mengajarkan, bahwa ada dua jalan yang kita bisa
tempuh dalam mengarungi bahtera kehidupan didunia fana ini yaitu : pertama jalan
material atau kebendaan dan kedua adalah jalan spriritual. Dianjurkan oleh Weda
semoga kita memilih jalan spiritual, karena dengan jalan inilah kita akan terselamatkan
baik di dunia ini maupun di dunia sana (dunia gaib).
Karma Marga lebih cendrung kepada jalan material seperti : memelihara anak
sendiri, menolong orang yang sedang kesusahan, orang sedang sakit, memelihara anak
yatim piatu, orang jompo, membangun pura dan membuat sesaji, bekerja untuk
memperoleh hasil, dan lain sebagainya. Jalan kerja yang ditempuh seperti tersebut di
atas, dapat dikatagorikan sebagai pelaksanaan dari tapa (belajar ihklas). Sudah menjadi
kodrat manusia yang diciptakan sebagai makhluk social, maka ia tidak akan bisa
melepaskan diri dari manusia lainnya. Kita diajarkan oleh ajaran Weda untuk menjadi
6
manusia yang suka memberi (beryadnya), kalau tidak demikian kita dikatakan sebagai
manusia yang makan dosa, seperti yang disebutkan dalam Bhagavad Gita Bab III sloka
(13) :
Artinya:
Yang baik makan setelah upacara bakti, akan terlepas dari segala dosa. Tetapi
menyediakan makanan lezat hanya bagi diri sendiri, mereka ini sesungguhnya makan
dosa.
7
2.4 Cerita Yang Berkaitan Dengan Karma Marga Yoga
Pada suatu hari Devi Laksmi mengadakan sayembara, dimana beliau akan
memilih suami. Semua Dewa dan para Danawa dating berduyun-duyun dengan harapan
dapat terpilih. Devi Laksmi belum mengumumkan janjinya, kemudian datanglah beliau
dihadapan pelamarnya dan berkata demikian : saya akan mengalungkan bunga kepada
pria yang tidak menginginkan diri saya. Tetapi mereka yang datang itu semua lobha,
maka mulailah Devi Laksmi mencari Dewa yang tiada berkeinginan, untuk dikalungi.
Terlihatlah oleh Devi Laksmi wujudnya Dewa Wisnu dengan tenangnya di atas ular
Sesa yang sedang melingkar. Kalung perkawinan kemudian diletakkan dileherNya dan
sampai kinilah dapat kita lihat simbolis Devi Laksmi berada di samping kaki Dewa
Wisnu.
Dari cerita di atas dapat dikemukakan bahwa orang yang hanya mengharapkan
hasil dari kerjanya, akan menjadi kecewa dan putus asa bila hasil itu belum datang dan
menyebabkan kerjanya menjadi tidak maksimal, walaupun sesungguhnya hasil itu pasti
datang hanya saja waktunya bisa prarabda atau kryamana. Tetapi bagi karma yogin
walaupun ia berbuat sedikit, dilakukannya dengan senang hati dan merupakan
kewajiban, serta tanpa pamrih, ia akan mendapatkan hasil yang tidak ternilai. Maka itu
ajaran suci selalu menyarankan kepada umatnya agar menjadi seorang karma yogi yang
selalu mendambakan pedoman rame inggawe sepi ing pamrih (banyak bekerja tanpa
mengharapkan hasil).
2.5 Penerapan Karma Marga Yoga Dalam Kehidupan Sehari-hari
Penerapan ajaran karma marga yoga dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
1. Menerapkan filosofl Paras-paros Sarpanaya Salunglung Sabayantaka
Paras Paros adalah semangat kebersamaan yaitu seia sepenanggungan atau seia
sekata dalam menjaga keharmonisan Tri Hita Karana khususnya hubungan
palemahan antara manusia dan lingkungannya. Untuk mencapai ketentraman
bersama jagadhita sebagai penerapan ajaran karma marga yang dengan dilandasi
filosofi "paras-paros sarpanaya salunglung sabayantaka" ini diharapkan agar kita
selalu dapat menjalin persahabatan kepada setiap orang. Sejalan dengan itu, nilai
paras-paros ini juga tampaknya relevan dimaknai dalam menghadapi situasi akhir-
akhir ini yang dalam "Paras Paros" PKB 2012, kutipan artikel Bali Post disebutkan
bahwa, Paras Paros yang dilandasi dengan semangat kekeluargaan menya mabraya
untuk selalu saling tolong menolong yang dapat terevitalisasi dan terimplementasi
8
secara lebih nyata dalam masyarakat agar terjaga kerukunan, kebersamaan,
keharmonisan dan kenyamanan dalam hubungan kehidupan berbangsa dan
bernegara.
2. Menerapkan filosofi suka dan duka
Suka Duka adalah kebahagiaan dan kedukaan yang selalu menyertai kehidupan di
dunia ini, namun kelahiran sebagai manusia disebutkan sungguh - sungguh
merupakan kelahiran yang sangat mulia, dalam Tattwa Jnana dijelaskan bahwa dari
cetana dan acetana yang berpengaruh terhadap baik buruknya kehidupan manusia di
dunia ini :
Kelahiran yang berulang-ulang juga akan dapat membawa akibat suka dan duka.
Di samping sebagai akibat dari perbuatan kita saat ini, juga ditentukan oleh hasil
perbuatan yang pernah kita lakukan pada karma wasana kehidupan yang lampau,
yang belum sempat dinikmati.
Jadi terjadi atau tidaknya punarbhawa untuk suatu atman, menurut kutipan artikel
ocw.ipb.ac.id dalam pengertian Panca Srada disebutkan juga ditentukan oleh
subha-asubha karma pada kehidupan lalu yang akan mempengaruhi Swarga dan
Neraka Cyuta.
Atma yang menjelma dari surga, alam swah loka akan menjadi manusia yang
hidup bahagia. Kebahagiaan yang dialami dalam penjelmaan ini disebut
swarga cyuta.
Sedangkan atma yang menjelma dari neraka, alam bhur loka akan menjadi
mahluk yang nista dan mengalami banyak penderitaan. Penderitaan yang
dialaminya dalam hidup ini disebut neraka cyuta.
sukha tan pawali dukha, suatu keadaan kebahagiaan yang tidak disusul oleh
kedukaan.
9
3. Menerapkan filosofi makarma sane melah
Mekarme sane melah Berbuat yang baik atau mekarma sane melah hendaknya
selalu kita lakukan.Dalam dalam agama hindu ada slogan mengatakan“Rame ing
gawe sepi ing pamrih”, slogan itu begitu melekat pada diri kita sebagai orang
Hindu. Banyaklah berbuat baik tanpa pernah berpikir dan berharap suatu balasan.
Niscaya dengan begitu kita akan selalu mendapat karunianya tanpa pernah
terpikirkan dan kita sadari. Untuk melaksanakan slogan itu dalam kehidupan sehari-
hari tidaklah mudah untuk memulainya. Sebagai makhluk ciptaan Brahman,
sepantasnya kita menyadari bahwa sebagian dari hidup kita adalah untuk melayani.
Berkarma baik itu adalah suatu pelayanan. Kita akan ikut berbahagia bila bisa
menyenangkan orang lain. Hal ini tentudibatasi oleh perbuatan Dharma. Slogan
“Tat Twam Asi” adalah salah satu dasar untuk ber-Karma Baik. Engkau adalah
Aku, Itu adalah Kamu juga. Suatu slogan yang sangatsederhana untuk diucapkan,
tapi memiliki arti yang sangat mendalam, baik dalam arti pada kehidupan sosial
umat dan juga sebagai diri sendiri/individu yang memiliki pertanggungjawaban
karma langsung kepada Brahman.
4. Menerapkan filosofi catur paramita
Catur Paramita adalah empat bentuk budi pekerti yang luhur dalam prilaku
baik / subha karma, yaitu meliputi :
Jadi dari pikiran yang bersih akan timbul,perkataan yang baik, dan perbuatan yang
jujur.
10
Tri Kaya Parisudha ini sebagai bagian dari prilaku subha karma yang juga
disebutkan disucikan dengan Mantram Tri Sandhya yang mana pada bait ke 6
diucapkan,
Yang artinya : Ya Tuhan, ampunilah dosa anggota badan hamba, ampunilah dosa
perkataan hamba, ampunilah dosa pikiran hamba, ampunilah hamba dari kelahiran
hamba.
Selain itu juga sebagaimana yang dikatakan pula, manusia wajib mohon maaf
kepada siapapun juga atas perbuatan yang dianggap salah untuk tidak diulangi lagi
dan mohon agar terhindar dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan.
6. Menerapkan filosofi yama niyama brata dan berbagai ajaran agama Hindu
Panca Nyama Bratha adalah lima macam pengendalian diri dalam tingkat mental
untuk mencapai kesempurnaan dan kesucian bathin, adapun bagian dari prilaku
baik subha karma ini meliputi :
Akrodha, tidak suka marah.
Guru Susrusa, hormat, taat dan tekun melaksanakan ajaran dan nasehat-nasehat
guru.
Sauca, kebersihan, kemurnian dan kesucian lahir dan bathin.
Aharalaghawa, pengaturan makan dan minum.
Apramada, taat tanpa ketakaburan melakukan kewajiban dan mengamalkan
ajaran-ajaran suci.
Pengendalian rohani dengan tujuan agar rohani menjadi suci dan bersih tersebut
sehingga nantinya juga dapat disebutkan untuk membantu mempermudah dalam
melakukan samadhi atau pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
11
Panca Yama Bratha adalah lima macam pengendalian diri tingkat pertama untuk
mencapai kesempurnaan dan kesucian jasmani. Panca yama brata harus dilakukan
paling awal, karena setelah terbebas dari perbuatan-perbuatan yang kotor akan
mampu membuat pikiran dan hati menjadi suci.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Catur marga adalah empat jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan menuju
ke jalan Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Catur Marga ini juga bisa
diartiakan merupakan jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan mendekatkan diri
pada Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Catur Marga terdiri dari
empat bagian antara lain Bhakti Marga, Jnana Marga, dan Karma Marga
Karma Marga Yoga adalah mengamalkan agama dengan berbuat Dharma atau
kebajikan seperti mendirkan tempat suci (pura) dan merawatnya, menolong orang yang
kesusahan, melaksanakan kewajiban sebagai anggota keluarga/ anggota masyarakat dan
berbagai kegiatan sosial (subhakarma) lainnya yang dilandasi dengan ikhlas dan rasa
tanggung jawab. Itulah pengalaman agama dengan kerja (karma). Hal tersebut tertuang dalam
Bhagawadgita. III.19. Penerapan ajaran karma marga yoga antara lain Menerapkan filosofl
Paras-paros Sarpanaya Salunglung Sabayantaka, menerapkan filosofi suka dan duka,
menerapkan filosofi makarma sane melah, menerapkan filosofi catur paramita,menerapkan
filosofi trikaya parisudha.
3.2 Saran
Catur marga yoga ini merupakan salah satu cara atau jalan terbaik untuk mendekatkan diri
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Oleh karena itu, kita sebagai umat Hindu
hendaknya melaksanakan ajaran Catur Marga Yoga dengan hati yang iklas. Sebaiknya
penerapan ajaran Catur Marga ini disesuaikan dengan kemampuan pribadi kita masing –
masing.Misalnya Jnana Yoga diperuntukkan bagi manusia yang kuat mendalami ilmu
pengetahuan, Bhakti Yoga bagi mereka yang kuat dalam cinta-kasih, Karma Yoga bagi
mereka yang kuat dalam kerja, dan Raja Yoga bagi mereka yang kuat dalam latihan
psikologis. Dengan penerapan .
13
DAFTAR PUSTAKA
https://hindualukta.blogspot.com/2016/02/pengertian-catur-marga-yoga-dan-bagian.html
http://cakepane.blogspot.com/2015/03/karma-marga-yoga.html
http://venysukmayanti.blogspot.com/2014/11/aplikasi-ajaran-karma-marga-dalam.html
http://sejarahharirayahindu.blogspot.com/2011/12/karma-marga.html
14
15