Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Catur Marga adalah empat jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan
menuju ke jalan Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sumber
ajaran Catur Marga ada diajarkan dalam pustaka suci Bhagawadgita, terutama pada
Trayodhyaya tentang Karma Marga Yoga yakni sebagai satu sistem yang berisi ajaran
Subha Karma (perbuatan baik) dengan ajaran Asubha Karma (perbuatan yang tidak
baik) yang dibedakan menjadi perbuatan tidak berbuat (Akarma) dan perbuatan yang
keliru (Wikarma). Karma memiliki dua makna yakni karma terkait ritual atau yadnya
dan karma dalam arti tingkah perbuatan. Kedua, tentang Bhakti Marga Yoga yakni
menyembah Tuhan dalam wujud yang abstrak dan menyembah Tuhan dalam wujud
nyata, misalnya mempergunakan nyasa atau pratima berupa arca atau mantra. Ketiga,
tentang Jnana Marga Yoga yakni jalan pengetahuan suci menuju Tuhan Yang Maha
Esa, ada dua pengetahuan yaitu Jnana (ilmu pengetahuan) dan Wijnana (serba tahu
dalam pengetahuan itu). Keempat, Raja Marga Yoga yakni mengajarkan tentang cara
atau jalan yoga atau meditasi (konsentrasi pikiran) untuk menuju Tuhan Yang Maha
Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Dalam makalah ini kami lebih menekankan pada ajaran Karma Marga Yoga,
Karma Marga Yoga yaitu suatu ajaran maupun cara untuk mencapai moksa dengan
ditekankan pada pengabdian yang berwujud kerja tanpa pamrih untuk kepentingan diri
sendiri. Disini diletakkan betapa pentingnya kerja itu bagi setiap manusia.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan Catur Marga Yoga?

b. Apa yang dimaksud dengan Karma Marga Yoga?

c. Pustaka suci apakah yang memuat ajaran tentang Karma Marga Yoga?

d. Adakah cerita yang berkaitan dengan Karma Marga Yoga?

e. Bagaimana penerapan Karma Marga Yoga dalam kehidupan sehari-hari?

1
1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini tentu saja mengacu pada rumusan
masalah antara lain sebagai berikut:

a. Mengetahui pengertian Catur Marga Yoga.


b. Mengetahui pengertian Karma Marga Yoga.
c. Mengetahui pustaka suci yang memuat ajaran tentang Karma Marga Yoga.
d. Mengetahui cerita yang berkaitan dengan Karma Marga Yoga.
e. Mengetahui penerapan ajaran Karma Marga Yoga dalam kehidupan sehari-hari.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Catur Marga Yoga


Kata Catur Marga Yoga berasal dari kata Catur berarti empat. Marga berarti
jalan dan Yoga berarti penyatuan dengan Brahman. Jadi Catur Marga Yoga
adalah empat jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan menuju ke jalan
Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. C a t u r M a r g a
j u ga s e r i n g d i s e b u t d e n g a n C a t u r M a r g a Y o g a . S u m b e r a j a r a n C a t u r
M a r g a a d a diajarkan dalam pustaka suci Bhagawadgita, terutama pada
trayodhyaya tentang karma yogamarga.
Adapun bagian-bagian dari Catur Marga Yoga, yaitu:
1. Bhakti Marga Yoga
Mengamalkan agama dengan melaksanakan bhakti/sembahyang, cinta kasih
terhadap sesama ciptaan Tuhan, baik sesama manusia maupun dengan makhluk lain
yang lebih rendah dari manusia yang disertai sarana bhakti. Jadi apabila orang telah
bersembahyang dan hidup kasih sayang terhadap sesama makhluk itu berarti telah
mengamalkan ajaran Veda melalui jalan bhakti.
2. Karma Marga Yoga
Mengamalkan agama dengan berbuat Dharma atau kebajikan seperti
mendirkan tempat suci (pura) dan merawatnya, menolong orang yang kesusahan,
melaksanakan kewajiban sebagai anggota keluarga/ anggota masyarakat dan
berbagai kegiatan sosial (subhakarma) lainnya yang dilandasi dengan ikhlas dan
rasa tanggung jawab. Itulah pengalaman agama dengan kerja (karma).
3. Jnana Marga Yoga
Mengamalkan agama dengan jalan mempelajari, memahami, menghayati,
menyebarkan agama dan ilmu pengetahuan-ketrampilan (IPTEK) dalam kehidupan
sehari-hari. Jadi berdiskusi, memberi ceramah atau menyebarkan ajaran agama,
mengajarkan ketrampilan positif berarti sudah mengamalkan agama melalui Jnana
Marga.
4. Raja Marga Yoga
Mengamalkan agama dengan melakukan Yoga, bersemadi, tapa atau
melakukan Brata (pengendalian diri) dalam segala hal termasuk upawasa (puasa)
dan pengendalian seluruh indria.
3
2.2 Pengertian Karma Marga Yoga
Karma Marga Yoga adalah mengamalkan agama dengan berbuat Dharma atau
kebajikan seperti mendirkan tempat suci (pura) dan merawatnya, menolong orang yang
kesusahan, melaksanakan kewajiban sebagai anggota keluarga/ anggota masyarakat dan
berbagai kegiatan sosial (subhakarma) lainnya yang dilandasi dengan ikhlas dan rasa
tanggung jawab. Itulah pengalaman agama dengan kerja (karma).
Dalam Bhagawadgita. III.19 dinyatakan sebagai berikut :
Tasmad asaktah satatam karyam karma samacara, asakto hy acaran karma, param
apnoti purusah.
Artinya : Oleh karena itu, laksanakanlah segala kerja sebagai kewajiban tanpa terikat
pada hasilnya, sebab dengan melakukan kegiatan kerja yang bebas dari keterikatan,
orang itu sesungguhnya akan mencapai yang utama.
Sebab pada hakekatnya bekerja atau melayani orang atau makhluk lain secara
hakekat adalah karma baik untuk diri sendiri. Lebih baik dapat menolong/melayani dari
pada ditolong/dilayani.

2.3 Pustaka Suci Yang Memuat Tentang Ajaran Karma Marga Yoga

Dalam Bhagavad Gita Bab III yang membahas tentang KarmaYoga pada sloka
(1) Arjuna bertanya kepada Kresna. Dasar pertanyaan Arjuna adalah karena dia
bingung dengan penjelasan Kresna. Disatu sisi Kresna mengatakan bahwa ilmu
pengetahuan lebih mulia dari tindakan, disisi lain Kresna malah menganjurkan kepada
Arjuna untuk melakukan tindakan kejam yaitu berperang untuk membunuh saudara-
saudaranya (Kurawa), gurunya, kakeknya sendiri. Dalam sloka (2) akhirnya Arjuna
minta ketegasan dari Kresna, agar diberitahukan dengan pasti satu-satunya jalan yang
dapat ditempuhnya untuk mencapai kebahagiaan abadi. Permitaan Arjuna dijawab oleh
Kresna di sloka (3), bahwa sejak dahulu ada dua disiplin dalam hidup ini, jalan ilmu
pengetahuan bagi cendekiawan dan jalan tindakan kerja bagi karyawan. Selanjutnya
Kresna bersabda; orang tidak akan mencapai kebebasan karena diam tidak bekerja, juga
ia tidak akan mencapai kesempurnaan karena menghindari kegiatan kerja. Tetapi, bagi
orang yang sudah dapat mengendalikan pancaindrianya dengan pikiran serta bekerja
dengan tanpa mementingkan diri sendiri, dialah yang disebut orang yang utama.

4
Bab II sloka (47) Bhagawad Gita, mengatakan :

karmany eva dhikaras te


ma phaleshu kadachana
ma karma phala hetur bhur
ma te sango ‘stv akarmani
artinya:

Kewajibanmu kini hanya bertindak, bekerja tiada mengharap hasil, jangan sekali pahala
jadi motifmu, jangan pula hanya berdiam diri jadi motifmu.

Selanjutnya dalam sloka (48) dikatakan :

Yogasthah kuru karmani

Sangam tyaktva dhanamjaya

Siddhyasiddhyoh samo bhutva

Samatvam yoga uchyate

Artinya:

Pusatkan pikiranmu pada kesucian, bekerjalah tanpa menghirukan pahala, Dananjaya,


tegaklah pada sukses maupun kegagalan, sebab, keseimbangan jiwa adalah yoga.

Dipertegas lagi oleh sloka (49) yang bunyinya:

durena hy avaram karma

buddhi yogad dhanamjaya

buddhau saranam anvichchha

kripanah phala hetevah

artinya:

Rendahlah derajat kalau hanya kerja tanpa disiplin budi, oh Dananjaya. Serahkanlah
dirimu pada Yang Maha Tahu, kasihan yang mengharap pahala dari kerja.

Ketiga sloka di atas mengajarkan kepada kita tentang hakikinya berkerja yang
harus dilaksanakan oleh seseorang yang ingin mencapai alam kebebasan/kelanggengan.
Kewajiban kita hanyalah sebatas bekerja dan bukan untuk menghitung-hitung
pahalanya. Janganlah karana ada pahala baru kita mau bekerja. Kasihan sekali orang

5
yang bekerja hanya karena mengharapkan pahala.Serahkanlah dirimu kepada Yang
Maha Tahu.

Ketika seseorang memahami betul bahwa dia tidaklah lain hanya sekedar
wayang yang selalu dimainkan oleh sang Maha Dalang (Tuhan) yang menciptakannya,
atau dengan kata lain sebagai wayang haruslah tunduk dan mengikuti alur cerita yang
sudah dibuat oleh sang dalang, maka jawabannya dalam menjalani hidup yang penuh
dengan kepalsuan ini tiada lain adalah menyerah (serahkanlah dirimu kepada Yang
Maha Tahu). Inti sari dari pemahaman dan pelaksanaan ajaran Weda adalah Iswara
Prani Dana yaitu penyerahan diri secara total semata-mata kepada Sang Maha Pencipta.
Awas, jangan salah mengartikan makna dari kata-kata penyerahan diri. Menyerah
bukan berarti pasrah dan berdiam diri tidak melakukan apa-apa seperti patung tidak
bergerak biarpun kehujanan dan kepanasan. Tindakan seperti ini malah keliru sebab,
seandainya semua umat manusia berlaku seperti patung, wah tidak bisa kita bayangkan
dunia akan seperti apa? Apa pula gunanya Tuhan menciptakan bumi dan langit untuk
manusia?

Bukan, bukan berdiam diri seperti itu maksudnya. Pasrah dalam makna yang
lebih dalam adalah menerima (bersyukur) atas segala karunia dari Tuhan Yang Maha
Pemurah dan Maha Adil. Apapun hasil yang kita peroleh sebagai akibat dari kerja yang
kita lakukan sekalipun itu pahit, haruslah kita tetap bersyukur. Untuk menjadi orang
selalu bersyukur atas karunia Tuhan tidaklah mudah, karena gampang diucapkan tetapi
sangat sulit untuk dilaksanakan.Weda mengajarkan, bahwa ada dua jalan yang kita bisa
tempuh dalam mengarungi bahtera kehidupan didunia fana ini yaitu : pertama jalan
material atau kebendaan dan kedua adalah jalan spriritual. Dianjurkan oleh Weda
semoga kita memilih jalan spiritual, karena dengan jalan inilah kita akan terselamatkan
baik di dunia ini maupun di dunia sana (dunia gaib).

Karma Marga lebih cendrung kepada jalan material seperti : memelihara anak
sendiri, menolong orang yang sedang kesusahan, orang sedang sakit, memelihara anak
yatim piatu, orang jompo, membangun pura dan membuat sesaji, bekerja untuk
memperoleh hasil, dan lain sebagainya. Jalan kerja yang ditempuh seperti tersebut di
atas, dapat dikatagorikan sebagai pelaksanaan dari tapa (belajar ihklas). Sudah menjadi
kodrat manusia yang diciptakan sebagai makhluk social, maka ia tidak akan bisa
melepaskan diri dari manusia lainnya. Kita diajarkan oleh ajaran Weda untuk menjadi

6
manusia yang suka memberi (beryadnya), kalau tidak demikian kita dikatakan sebagai
manusia yang makan dosa, seperti yang disebutkan dalam Bhagavad Gita Bab III sloka
(13) :

yajna sishtasinah santo

muchyante sarva kilbishaih

bhunjate te tv agham papa

ye pachanty atma karamat

Artinya:

Yang baik makan setelah upacara bakti, akan terlepas dari segala dosa. Tetapi
menyediakan makanan lezat hanya bagi diri sendiri, mereka ini sesungguhnya makan
dosa.

Apa yang susungguhnya dimaksudkan dengan manusia makan dosa? Adalah


manusia yang lebih banyak memiliki sifat pelit, loba, dan hanya sedikit mempunyai
sifat social dan suka beryadnya. Orang semacam ini, adalah orang yang belum
memahami ajaran Tat Twam Asi dan orang semacam ini masih perlu digembleng di
kawah candradimuka.Sangat perlu untuk dihayati, bahwa saling menolong dan saling
memberi antara sesama manusia dengan ikhlas dan tanpa memandang apa agama atau
sukunya, itu lebih mulia dimata Tuhan. Penomena yang ada, orang cendrung lebih
berani dan galak antara sesama manusia, saling caci maki, iri dengki, saling
merendahkan derajat satu sama lainnya, tetapi dia sangat sangat takut sekali dengan
yang namanya jin dan setan, apalagi kepada dewa dan betara mereka lebih takut lagi,
karena semuanya tidak kasat mata. Mereka lupa, bahwa dilahirkan sebagai manusia
yang menurut Tuhan adalah merupakan mahkluk ciptaannya yang paling sempurna
diantara mahkluk-mahkluk ciptaannya yang lain (jin, setan dan malaikat atau dewa).
Maka dari itu, sadari dan kenalilah diri kita sendiri supaya karma yang kita lakukan
tidak melenceng dari tujuan agama hindu yaitu kembali ke sangkan paraning dumadi,
Tuhan Yang Maha Pencipta.

7
2.4 Cerita Yang Berkaitan Dengan Karma Marga Yoga

Pada suatu hari Devi Laksmi mengadakan sayembara, dimana beliau akan
memilih suami. Semua Dewa dan para Danawa dating berduyun-duyun dengan harapan
dapat terpilih. Devi Laksmi belum mengumumkan janjinya, kemudian datanglah beliau
dihadapan pelamarnya dan berkata demikian : saya akan mengalungkan bunga kepada
pria yang tidak menginginkan diri saya. Tetapi mereka yang datang itu semua lobha,
maka mulailah Devi Laksmi mencari Dewa yang tiada berkeinginan, untuk dikalungi.
Terlihatlah oleh Devi Laksmi wujudnya Dewa Wisnu dengan tenangnya di atas ular
Sesa yang sedang melingkar. Kalung perkawinan kemudian diletakkan dileherNya dan
sampai kinilah dapat kita lihat simbolis Devi Laksmi berada di samping kaki Dewa
Wisnu.
Dari cerita di atas dapat dikemukakan bahwa orang yang hanya mengharapkan
hasil dari kerjanya, akan menjadi kecewa dan putus asa bila hasil itu belum datang dan
menyebabkan kerjanya menjadi tidak maksimal, walaupun sesungguhnya hasil itu pasti
datang hanya saja waktunya bisa prarabda atau kryamana. Tetapi bagi karma yogin
walaupun ia berbuat sedikit, dilakukannya dengan senang hati dan merupakan
kewajiban, serta tanpa pamrih, ia akan mendapatkan hasil yang tidak ternilai. Maka itu
ajaran suci selalu menyarankan kepada umatnya agar menjadi seorang karma yogi yang
selalu mendambakan pedoman rame inggawe sepi ing pamrih (banyak bekerja tanpa
mengharapkan hasil).
2.5 Penerapan Karma Marga Yoga Dalam Kehidupan Sehari-hari
Penerapan ajaran karma marga yoga dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
1. Menerapkan filosofl Paras-paros Sarpanaya Salunglung Sabayantaka
Paras Paros adalah semangat kebersamaan yaitu seia sepenanggungan atau seia
sekata dalam menjaga keharmonisan Tri Hita Karana khususnya hubungan
palemahan antara manusia dan lingkungannya. Untuk mencapai ketentraman
bersama jagadhita sebagai penerapan ajaran karma marga yang dengan dilandasi
filosofi "paras-paros sarpanaya salunglung sabayantaka" ini diharapkan agar kita
selalu dapat menjalin persahabatan kepada setiap orang. Sejalan dengan itu, nilai
paras-paros ini juga tampaknya relevan dimaknai dalam menghadapi situasi akhir-
akhir ini yang dalam "Paras Paros" PKB 2012, kutipan artikel Bali Post disebutkan
bahwa, Paras Paros yang dilandasi dengan semangat kekeluargaan menya mabraya
untuk selalu saling tolong menolong yang dapat terevitalisasi dan terimplementasi

8
secara lebih nyata dalam masyarakat agar terjaga kerukunan, kebersamaan,
keharmonisan dan kenyamanan dalam hubungan kehidupan berbangsa dan
bernegara.
2. Menerapkan filosofi suka dan duka
Suka Duka adalah kebahagiaan dan kedukaan yang selalu menyertai kehidupan di
dunia ini, namun kelahiran sebagai manusia disebutkan sungguh - sungguh
merupakan kelahiran yang sangat mulia, dalam Tattwa Jnana dijelaskan bahwa dari
cetana dan acetana yang berpengaruh terhadap baik buruknya kehidupan manusia di
dunia ini :

hening terang penuh dengan kesadaran akan mendapatkan kebahagiaan

gelap, tidak tahu dan tanpa kesadaran akan mendapatkan kedukaan.

Kelahiran yang berulang-ulang juga akan dapat membawa akibat suka dan duka.
Di samping sebagai akibat dari perbuatan kita saat ini, juga ditentukan oleh hasil
perbuatan yang pernah kita lakukan pada karma wasana kehidupan yang lampau,
yang belum sempat dinikmati.

Jadi terjadi atau tidaknya punarbhawa untuk suatu atman, menurut kutipan artikel
ocw.ipb.ac.id dalam pengertian Panca Srada disebutkan juga ditentukan oleh
subha-asubha karma pada kehidupan lalu yang akan mempengaruhi Swarga dan
Neraka Cyuta.

 Atma yang menjelma dari surga, alam swah loka akan menjadi manusia yang
hidup bahagia. Kebahagiaan yang dialami dalam penjelmaan ini disebut
swarga cyuta.
 Sedangkan atma yang menjelma dari neraka, alam bhur loka akan menjadi
mahluk yang nista dan mengalami banyak penderitaan. Penderitaan yang
dialaminya dalam hidup ini disebut neraka cyuta.

Kelahiran sebagai manusia sungguh - sungguh merupakan kelahiran yang mulia


karena karena ia dapat menolong dirinya dengan jalan berbuat baik.sehingga
disebutkan nantinya dapat mencapai Moksa, kebahagiaan yang abadi yang dikenal
dengan istilah :

sukha tan pawali dukha, suatu keadaan kebahagiaan yang tidak disusul oleh
kedukaan.

9
3. Menerapkan filosofi makarma sane melah
Mekarme sane melah Berbuat yang baik atau mekarma sane melah hendaknya
selalu kita lakukan.Dalam dalam agama hindu ada slogan mengatakan“Rame ing
gawe sepi ing pamrih”, slogan itu begitu melekat pada diri kita sebagai orang
Hindu. Banyaklah berbuat baik tanpa pernah berpikir dan berharap suatu balasan.
Niscaya dengan begitu kita akan selalu mendapat karunianya tanpa pernah
terpikirkan dan kita sadari. Untuk melaksanakan slogan itu dalam kehidupan sehari-
hari tidaklah mudah untuk memulainya. Sebagai makhluk ciptaan Brahman,
sepantasnya kita menyadari bahwa sebagian dari hidup kita adalah untuk melayani.
Berkarma baik itu adalah suatu pelayanan. Kita akan ikut berbahagia bila bisa
menyenangkan orang lain. Hal ini tentudibatasi oleh perbuatan Dharma. Slogan
“Tat Twam Asi” adalah salah satu dasar untuk ber-Karma Baik. Engkau adalah
Aku, Itu adalah Kamu juga. Suatu slogan yang sangatsederhana untuk diucapkan,
tapi memiliki arti yang sangat mendalam, baik dalam arti pada kehidupan sosial
umat dan juga sebagai diri sendiri/individu yang memiliki pertanggungjawaban
karma langsung kepada Brahman.
4. Menerapkan filosofi catur paramita
Catur Paramita adalah empat bentuk budi pekerti yang luhur dalam prilaku
baik / subha karma, yaitu meliputi :

 Maitri, berbudi luhur.


 Karuna, belas kasihan atau kasih sayang, yang merupakan bagian dari budi
luhur, yang menghendaki terhapusnya penderitaan segala makhluk.
 Mudita, sifat dan sikap menyenangkan orang lain.
 Upeksa, sifat dan sikap suka menghargai orang lain.
Catur Paramita ini juga merupakan tuntunan susila yang membawa manusia kearah
kemuliaan.
5. Menerapkan filosofi trikaya parisudha
Tri Kaya Parisudha adalah tiga gerak perilaku manusia yang harus disucikan yaitu:
 Manacika, berpikir yang bersih dan suci.
 Wacika, berkata yang benar.
 Kayika, berbuat yang jujur.

Jadi dari pikiran yang bersih akan timbul,perkataan yang baik, dan perbuatan yang
jujur.

10
Tri Kaya Parisudha ini sebagai bagian dari prilaku subha karma yang juga
disebutkan disucikan dengan Mantram Tri Sandhya yang mana pada bait ke 6
diucapkan,

Om Ksàntavyah kàyiko Dosah

ksàntavyo vàciko mama

ksàntavyo mànaso dosah

tat pramàdàt ksamasva màm

Yang artinya : Ya Tuhan, ampunilah dosa anggota badan hamba, ampunilah dosa
perkataan hamba, ampunilah dosa pikiran hamba, ampunilah hamba dari kelahiran
hamba.

Selain itu juga sebagaimana yang dikatakan pula, manusia wajib mohon maaf
kepada siapapun juga atas perbuatan yang dianggap salah untuk tidak diulangi lagi
dan mohon agar terhindar dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan.

6. Menerapkan filosofi yama niyama brata dan berbagai ajaran agama Hindu
Panca Nyama Bratha adalah lima macam pengendalian diri dalam tingkat mental
untuk mencapai kesempurnaan dan kesucian bathin, adapun bagian dari prilaku
baik subha karma ini meliputi :
 Akrodha, tidak suka marah.
 Guru Susrusa, hormat, taat dan tekun melaksanakan ajaran dan nasehat-nasehat
guru.
 Sauca, kebersihan, kemurnian dan kesucian lahir dan bathin.
 Aharalaghawa, pengaturan makan dan minum.
 Apramada, taat tanpa ketakaburan melakukan kewajiban dan mengamalkan
ajaran-ajaran suci.

Kelima macam pengendalian tersebut patut dilaksanakan untuk kesempurnaan dan


kesucian lahir bathin.

Pengendalian rohani dengan tujuan agar rohani menjadi suci dan bersih tersebut
sehingga nantinya juga dapat disebutkan untuk membantu mempermudah dalam
melakukan samadhi atau pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

11
Panca Yama Bratha adalah lima macam pengendalian diri tingkat pertama untuk
mencapai kesempurnaan dan kesucian jasmani. Panca yama brata harus dilakukan
paling awal, karena setelah terbebas dari perbuatan-perbuatan yang kotor akan
mampu membuat pikiran dan hati menjadi suci.

Bagian – Bagian Panca Yama Brata:

 Ahimsa, tidak menyakiti, melukai, atau membunuh mahluk


 Brahmacari,masa menuntut ilmu pengetahuan
 Satya, benar, jujur, dan setia
 Awyawaharika, tidak terikat pada kehidupan duniawi
 Asteya atau Astenya, tidak mencuri atau menggelapkan harta benda milik orang
lain, masyarakat, dan Negara

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Catur marga adalah empat jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan menuju
ke jalan Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Catur Marga ini juga bisa
diartiakan merupakan jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan mendekatkan diri
pada Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Catur Marga terdiri dari
empat bagian antara lain Bhakti Marga, Jnana Marga, dan Karma Marga

Karma Marga Yoga adalah mengamalkan agama dengan berbuat Dharma atau
kebajikan seperti mendirkan tempat suci (pura) dan merawatnya, menolong orang yang
kesusahan, melaksanakan kewajiban sebagai anggota keluarga/ anggota masyarakat dan
berbagai kegiatan sosial (subhakarma) lainnya yang dilandasi dengan ikhlas dan rasa
tanggung jawab. Itulah pengalaman agama dengan kerja (karma). Hal tersebut tertuang dalam
Bhagawadgita. III.19. Penerapan ajaran karma marga yoga antara lain Menerapkan filosofl
Paras-paros Sarpanaya Salunglung Sabayantaka, menerapkan filosofi suka dan duka,
menerapkan filosofi makarma sane melah, menerapkan filosofi catur paramita,menerapkan
filosofi trikaya parisudha.

3.2 Saran

Catur marga yoga ini merupakan salah satu cara atau jalan terbaik untuk mendekatkan diri
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Oleh karena itu, kita sebagai umat Hindu
hendaknya melaksanakan ajaran Catur Marga Yoga dengan hati yang iklas. Sebaiknya
penerapan ajaran Catur Marga ini disesuaikan dengan kemampuan pribadi kita masing –
masing.Misalnya Jnana Yoga diperuntukkan bagi manusia yang kuat mendalami ilmu
pengetahuan, Bhakti Yoga bagi mereka yang kuat dalam cinta-kasih, Karma Yoga bagi
mereka yang kuat dalam kerja, dan Raja Yoga bagi mereka yang kuat dalam latihan
psikologis. Dengan penerapan .

13
DAFTAR PUSTAKA

https://hindualukta.blogspot.com/2016/02/pengertian-catur-marga-yoga-dan-bagian.html
http://cakepane.blogspot.com/2015/03/karma-marga-yoga.html
http://venysukmayanti.blogspot.com/2014/11/aplikasi-ajaran-karma-marga-dalam.html
http://sejarahharirayahindu.blogspot.com/2011/12/karma-marga.html

14
15

Anda mungkin juga menyukai