Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH AGAMA HINDU

CATUR MARGA SERTA IMPLEMENTASINYA


DALAM KEHIDUPAN UMAT BERAGAMA

Dosen Pengampu:
Drs. Jro Mangku Dania, M.Ag.

Oleh :
KELAS 2C
KELOMPOK 2
NI PUTU NOVI DIANTARI NIM. 1813011030
M. HARUM PRADNYANI W. NIM. 1813011031
MADE SUDARSANA NIM. 1813011036

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2019
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan karunianya-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Catur Magra Serta Implementasinya dalam Kehidupan Umat
Beragama” ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Makalah ini dibuat untuk
melengkapi tugas mata kuliah Agama Hindu. Dalam penyusunan makalah ini,
penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Drs. Jro Mangku Dania, M.Ag. selaku dosen pengampu mata kuliah
Agama Hindu.
2. Pihak pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Hal
tersebut dikarenakan kekurangan penulis baik dalam segi penulisan maupun
dalam segi materi. Karena itu, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, agar makalah ini
menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasan bagi seluruh pihak.

Singaraja, 12 Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................1
1.4 Manfaat......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Catur Marga...............................................................................................3
2.1.1 Pengertian Catur Marga.....................................................................3
2.1.2 Bagian- Bagian Catur Marga.............................................................4
2.2 Implementasi Ajaran Catur Marga .........................................................13
BAB III PENUTUP..............................................................................................22
3.1 Kesimpulan..............................................................................................22
3.2 Saran........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Catur Marga adalah empat jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati
dan menuju ke jalan Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Sumber ajaran Catur Marga ada dalam pustaka suci Bhagawadgita, terutama pada
Trayodhyaya tentang Karma Marga Yoga yakni sebagai satu sistem yang berisi
ajaran yang membedakan antara ajaran Subha Karma (perbuatan baik) dengan
ajaran Asubha Karma (perbuatan yang tidak baik) yang dibedakan menjadi
perbuatan tidak berbuat (Akarma) dan Wikarma (perbuatan yang keliru). Karma
memiliki dua makna yakni karma terkait ritual atau yajna dan karma dalam arti
tingkah perbuatan. Kedua, tentang Bhakti Yoga Marga yakni menyembah Tuhan
dalam wujud yang abstrak dan menyembah Tuhan dalam wujud yang nyata,
misalnya mempergunakan nyasa atau pratima berupa arca atau mantra. Ketiga,
tentang Jnana Marga Yoga yakni jalan pengetahuan suci menuju Tuhan Yang
Maha Esa, ada dua pengetahuan yaitu Jnana (ilmu pengetahuan) dan Wijnana
(serba tahu dalam pengetahuan itu). Keempat, Raja Marga Yoga yakni
mengajarkan tentang cara atau jalan yoga atau meditasi (konsentrasi pikiran)
untuk menuju Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Nah, berikut dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah dan
pembahasannya secara lengkap.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana pengertian serta bagian-bagian dari Catur Marga?
1.2.2 Bagaimana implementasi dari ajaran Catur Marga?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui .pengertian serta bagian-bagian dari Catur Marga
1.3.2 Untuk mengetahui implementasi dari ajaran Catur Marga.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, makalah ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan
sumbang pemikiran serta referensi mengenai pengertian serta bagian-

1
bagian dari Catur Marga Serta bagaimana implementasi dari ajaran
Catur Marga.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Penulis
Manfaat yang diperoleh penulis dari pembuatan makalah ini adalah
miningkatkan pemahaman mengenai ajaran Catur Marga serta agar
bisa mengimplentasikannya.
2. Bagi Pembaca
Makalah ini diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada
pembaca mengenai konsep ajaran Catur Marga. Sehingga
masyarakat pada umumnya dan tenaga pendidik pada khususnya
dapat memahami serta mengimplementasikannya dalam
kehidupan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Catur Marga


2.1.1 Pengertian Catur Marga
“Bhadram no api vataya mano daksam uta kratum, adha te sakhye andhaso
vi vo made ranam gavo na yavase vivaksase”.
Terjemahannya adalah:
“Berikanlah kami pikiran yang baik dan bahagia, berikanlah kami keterampilan
dan pengetahuan. Maka semoga manusia dalam persahabatan-mu merasa bahagia,
ya Tuhan! seperti sapi di padang rumput. Engkau yang Maha Agung”. (Rg Veda
X25. 1).
Catur Marga berasal dari dua kata yaitu Catur dan Marga. Catur berarti
empat dan Marga berarti jalan/cara ataupun usaha. Jadi catur marga adalah empat
jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan menuju ke jalan Tuhan Yang
Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Catur Marga juga sering disebut dengan
Catur Yoga Marga.
Sumber ajaran Catur Marga diajarkan dalam pustaka suci Bhagavad Gita,
terutama pada trayodhyaya tentang karma yoga/marga yakni sebagai satu sistem
yang berisi ajaran yang membedakan antara ajaran subha karma (perbuatan baik)
dengan ajaran asubha karma (perbuatan yang tidak baik) yang dibedakan menjadi
perbuatan tidak berbuat (akarma) dan wikarma (perbuatan yang keliru).
Karma memiliki dua makna yakni karma terkait ritual atau yajna dan
karma dalam arti tingkah perbuatan. Kedua, tentang bhakti yoga marga yakni
menyembah Tuhan dalam wujud yang abstrak dan menyembah Tuhan dalam
wujud yang nyata, misalnya mempergunakan nyasa atau pratima berupa arca atau
mantra. Ketiga, tentang jnana yoga marga yakni jalan pengetahuan suci menuju
Tuhan Yang Maha Esa.
Ada dua pengetahuan yaitu jnana (ilmu pengetahuan) dan wijnana (serba
tahu dalam penetahuan itu). Keempat, Raja Yoga Marga yakni mengajarkan

3
tentang cara atau jalan yoga atau meditasi (konsentrasi pikiran) untuk menuju
Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Dalam Bhagavad Gita, 7:21 disebutkan.


”Yo-yo yàý- yàý tanuý bhaktaá úraddhayàrcitum icchati, tasya tasyà calàý
úraddàý tàm eva vidadhàmy aham”
Terjemahannya adalah.
”Kepercayaan apa pun yang ingin dipeluk seseorang, Aku perlakukan mereka
sama dan Ku-berikan berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap”

2.1.2 Bagian- Bagian Catur Marga

1. Bhakti Marga Yoga

Bhakti Yoga adalah proses atau cara mempersatukan atman dengan Brahman
dengan berlandaskan atas dasar cinta kasih yang mendalam kepada Ida Sang
Hyang Widhi dan segala ciptaan-Nya. Kata bhakti berarti hormat, taat, sujud,
menyembah, mempersembahkan, cintah kasih penyerahan diri seutuhnya pada
Sang pencipta. Seorang Bhakta (orang yang menjalani Bhakti marga) dengan
sujud dan cinta, menyembah dan berdoa dengan pasrah mempersembahkan jiwa
raganya sebagai yadnya kepada Sang Hyang Widhi. Cinta kasih yang mendalam
adalah suatu cinta kasih yang bersifat umum dan mendalam yang disebut maitri.
Semangat tat twam asi sangat subur dalam hati sanubarinya.

Cinta bhaktinya kepada Hyang Widhi yang sangat mendalam, itu juga
dipancarkan kepada semua makhluk baik manusia binatang juga tumbuh-
tumbuhan. Dalam doanya selalu menggunakan pernyataan cinta dan kasih sayang
dan memohon kepada Hyang Widhi agar semua makhluk tanpa kecuali selalu
berbahagia dan selalu mendapat anugrah termulia dari Hyang Widhi. Jadi untuk
lebih jelasnya seorang bhakta akan selalu berusaha melenyapkan kebenciannya
kepada semua makhluk sebaliknya ia selalu berusaha memupuk dan
mengembangkan sifat-sifat maitri, karuna, mudita dan upeksa (catur paramita).

4
Di dalam kitab suci Veda kita jumpai beberapa mantra tentang Bhakti salah
satunya adalah:

“Arcata prarcata priyam edhaso Arcata, arcantu putraka uta puram na


dhrsnvarcata” (Rgveda VIII.69.8)

Terjemahan: pujalah, pujalah Dia sepenuh hati, Oh cendekiawan, Pujalah Dia.


Semogalah semua anak- anak ikut memuja- Nya, teguhlah hati seperti kukuhnya
candi dari batu karang untuk memuja keagungan- Nya.

Sikap yang paling sederhana dalam kehidupan beragama adalah cinta kasih
dan pengabdian yang tulus. Tuhan dipandang sebagai yang paling disayangi,
sebagai ibu, bapak, teman, saudara, sebagai tamu, dan sebagai seorang anak. Pada
umumnya kita mengenal dua bentuk bhakti yaitu bentuk Aparabhakti dan
parabhakti.

a. Apara bhakti artinya tidak utama; jadi apara bhakti artinya cara berbhakti
kepada Hyang Widhi yang tidak utama. Apara bhakti dilaksanakan oleh
bhakta yang tingkat inteligensi dan kesadaran rohaninya kurang atau sedang-
sedang saja. Aparabhakti, yaitu pemujaan atau persembahan dan kebaktian
dengan berbagai permohonan dan permohonan itu adalah wajar mengingat
keterbatasan pengetahuan kita tentang hakekat bhakti.

b. Para bhakti artinya utama; jadi para bhakti artinya cara berbhakti kepada
Hyang Widhi yang utama. Para bhakti dilaksanakan oleh bhakta yang tingkat
inteligensi dan kesadaran rohaninya tinggi. Parabhakti adalah bhakti berupa
penyerahan diri yang setulusnya. Penyerahan diri kepada- Nya bukanlah
dalam pengertian pasif tidak mau melakukan berbagai aktivitas, tetapi aktif
dan dengan keyakinan bahwa bila bekerja dengan baik dan tulus maka akan
memperoleh pahala yang baik pula. Kita tidak boleh mendoakan seseorang
untuk memperoleh kecelakaan dan sejenisnya.

Dalam meningkatkan kualitas bhakti kita kepada sang Hyang Widi ada
beberapa jenis bentuk bhakti yang disebut Bhavabhakti, sebagai berikut:

5
a. Santabhava, yaitu sikap bhakti seperti bhakti atau hormat seorang anak
terhadap ibu dan bapaknya.

b. Sakhyabava, yaitu bentuk bhakti yang meyakini Hyang Widi,


manifestasiNya, Istadevata atau Avatara- Nya sebagai sahabat yang sangat
akrab dan selalu memberikan perlindungan dari pertolongan pada saat yang
diperlukan.

c. Dasyabhava, yaitu bhakti atau pelayanan kepada Tuhan Yang Maha Esa
seperti sikap seorang hamba kepada majikannya.

d. Vatsalyabhava, yaitu sikap bhakti seorang penyembah memandang Tuhan


Yang Maha Esa seperti anaknya sendiri.

e. Kantabhava, yaitu sikap bhakti seorang istri terhadap suami tercinta.

f. Maduryabhava, yaitu bentuk bhakti sebagai cinta yang amat mendalam dan
tulus dari seorang bhakta kepada Tuhan Yang Maha Esa. Secara lahiriah
bentuk- bentuk di Indonesia sama halnya dengan di India, umat
mewujudkannya melalui pembangunan berbagai Pura (mandir),
mempersembahkan berbagai sesaji (naivedya), mempersembahkan kidung
(bhajan), gamelan, tari- tarian, dan sebagainya.

Ciri-ciri seorang Bhakti Marga yaitu:

1 Keinginan untuk berkorban

2 Keinginan untuk bertemu

Tuhan senang bila engkau menolong dan melayani sesama manusia (pengabdian /
dharmabakti). Kitab-kitab suci telah menetapkan 9 jalan bhakti, yaitu :

1. Srawanam

Artinya mendengarkan wejangan atau saran-saran yang baik, contohnya


senang mendengarkan, menerima hal-hal baik yang diberikan oleh orang tua
maupun guru.

6
2. Wedanam

Artinya membaca kitab-kitab suci agama yang diyakinni, membiasakan diri


untuk membaca hal-hal yang dapat menuntun kejalan yang baik, dalam
agama hindu bisa seperti sloka-sloka bhagawadgita.

3. Kirthanam

Artinya melantunkan tembang-tembang suci/kidung, contoh dalam kehidupan


sehari-hari adalah mekidung saat selesai melaksanakaan
persembahyangan/upacara.

4. Smaranam

Artinya secara berulang-ulang menyebutkan nama Tuhan, contohnya seperti


mengucapkan OM Nama Siwa, maupun mantra dimana tujuannya agar
diberikan keselamatan jiwa maupun raga.

5. Padasewanam

Artinya sujud bhakti di kaki nabe. Contoh sederhananya kita menghormati


atau melaksanaakan ajaran Pendeta (Ratu Pedanda), Pemangku.

6. Sukhyanam

Artinya menjalin persahabatan, dimana kita sebagai mahluk social tidak bisa
hidup sendiri, maka kita perlu menjalin persahabatan agar memiliki hidup
yang tenang dan damai.

7. Dhasyam

Artinya berpasrah diri memuja kehadapan para dewa. Berpasrah diri


merupakan sikap penuh bertanggung jawab kehadapan tuhan dengan segala
kemungkinan yang akan terjadi.

8. Arcanam

7
Artinya Bhakti kepada Hayng Widhi melalui symbol-simbol suci keagamaan,
contohnya menjaga kesucian pura.

9. Sevanam

Artinya memberikan pelayanan yang baik, contohnya membantu orang atau


memberikan pelayanan terbaik terhadap sesama.

2. Jnana Marga Yoga

Kata “Jnana dalam kamus Kawi-Indonesia adalah: ilmu, pengetahuan,


pikiran, dan kesasdaran. Jnana dapaat pula diartikan sebagai kebijaksanaan filsafat
(pengetahuan). Jnana Marga Yoga artinya jalan mempersatukan jiwatman dengan
paramatman yang dicapai dengan jalan mempelajari dan mengamalkan ilmu
pengetahuan baik science maupun spiritual, seperti hakekat kebenaran tentang
Brahman, Atman. Dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan yang sejati akan
mampu membebaskan diri dari ikatan-ikatan keduniawian.

Orang yang berpengetahuan cukup disebut sebagai “dyatmika” seterusnya


ia akan menjadi “widya” artinya bijaksana. Pandita sering disebut sebagai “Wiku”
asalnya dari kata “wikan” artinya pandai. Jadi, Pandita (Wiku) semestinya pandai
(wikan) oleh karenanya beliau diharapkan mempunyai kebijaksanan yang tinggi
(wiweka). Hakekat kebijaksanaan adalah mengetahui apa yang “dharma” dan apa
yang “adharma” kemudian mengaplikasikan pengetahuannya itu dalam Trikaya
Parisuda (perbuatan-ucapan-dan pikiran yang sesuai dengan ajaran agama).
Pengetahuan tentang ke-Tuhanan dilandasi oleh keyakinan yang kuat akan adanya
Tuhan/Hyang Widhi yaitu melalui Tri Pramana. Tri Pramana. “Tri” artinya tiga,
“Pramana” artinya jalan, cara, atau ukuran. Jadi Tri Pramana adalah tiga jalan/
cara untuk mengetahui hakekat kebenaran sesuatu, baik nyata maupun abstrak
yang meliputi:

1. Agama Pramana adalah suatu ukuran atau cara yang dipakai untuk mengetahui
dan meyakini sesuatu dengan mempercayai ucapan- ucapan kitab suci, karena

8
sering mendengar petuah- petuah dan ceritera para guru, Resi atau orang-
orang suci lainnya. Misalnya: Guru ilmu pengetahuan alam berceritera bahwa
di angkasa luar banyak planet- planet, sebagaimana juga bumi berbentuk bulat
dan berputar. Setiap murid percaya kepada apa yang diceriterakan gurunya,
oleh karena itu tentang planet dan bumi bulat serta berputar menjadi
pengetahuan yang diyakini kebenarannya, walaupun murid- murid tidak
pernah membuktikannya.

2. Anumana Pramana adalah cara atau ukuran untuk mengetahui dan meyakini
sesuatu dengan menggunakan perhitungan logis berdasarkan tanda- tanda atau
gejala- gejala yang dapat diamati. Dari tanda- tanda atau gejala- gejala itu
ditarik suatu kesimpulan tentang obyek yang diamati tadi. Contoh: Seorang
dokter dalam merawat pasiennya selalu mulai dengan menanyakan keluhan-
keluhan yang dirasakan si pasien sebagai gejala- gejala dari penyakit yang
diidapnya. Dengan menganalisa keluhan- keluhan tadi dokter dapat
menyimpulkan penyakit pasiennya, sehingga mudah melakukan pengobatan.
Demikian pula jika memperhatikan keadaan dunia ini, maka banyak sekali ada
gejala- gejala alam yang teratur. Hal itu menurut logika kita hanya mungkin
dapat terjadi apabila ada yang mengaturnya.

3. Pratyaksa Pramana adalah cara untuk mengetahui dan meyakini sesuatu


dengan cara mengamati langsung terhadap sesuatu obyek, sehingga tidak ada
yang perlu diragukan tentang sesuatu itu selain hanya harus meyakini.
Misalnya menyaksikan atau melihat dengan mata kepala sendiri, kita jadi tahu
dan yakin terhadap suatu benda atau kejadian yang kita amati. Untuk dapat
mengetahui serta merasakan adanya Sang Hyang Widhi Wasa dengan
pengamatan langsung haruslah didasarkan atas kesucian batin yang tinggi dan
kepekaan intuisi yang mekar dengan pelaksanaan yoga samadhi yang
sempurna.

9
Jnana Marga berpangkal dari Agama Pramana, kemudian disempurnakan
melalui Pratyaksa, Upamana dan Anumana. Agama Pramana sering disebut
sebagai Tattwa atau filsafat ke-Tuhanan yang bersumber dari Weda.

Ada tiga hal yang penting dalam hal ini yaitu kebulatan pikiran,
pembatasan pada kehidupan sendiri dan keadaan jiwa yang seimbang atau tenang
maupun pandangan yang kokoh tentram damai. Ketiga hal tersebut di atas
merupakan dhyana yoga. Untuk tercapainya perlu dibantu dengan abhyasa yaitu
latihan-latihan dan vairagya yaitu keadaan tidak mengaktifkan diri. Adapun
kekuatan pikiran kita lakukan di dalam hal kita berbuat saja, pikiran harus kita
pusatkan kepadanya.

Untuk menjalankan Jnana yoga pertama-tama pelajar melengkapi dirinya


dengan tiga cara yaitu:

a. Pembedaan antara mana yang baik dan mana yang benar (viveka)

b. Ketidakterikatan (vairagya)

c. Kebajikan

Terdapat enam macam kebajikan (satsampat), yaitu:

1) Ketenangan (sama)

2) Pengekangan (dama)

3) Penolakan (uparati)

4) ketabahan (titiksa)

5) Keyakinan (sraddha)

6) Konsentrasi (samadhana)

Terdapat tujuh tahapan dari Jñana atau pengetahuan, yaitu;

1. Aspirasi pada kebenaran (subhecha)

10
2. Pencarian filosofis (vicarana)

3. Penghalusan pikiran (tanumanasi)

4. Pencapaian sinar (sattwatti)

5. Pemisahan batin (asamsakti)

6. Penglihatan spiritual(padarthabhawana)

7. Kebebasan tertinggi (turiya).

3. Karma Marga Yoga

Karma adalah perbuatan. Jadi Karma Marga Yoga adalah jalan untuk
mencapai kesatuan atman dan Brahman melalui kerja atau perbuatan tanpa ikatan,
tanpa pamrih, tulus dan ikhlas, penuh dengan amal kebajikan dan
pengorbanan.Dalam Karma Marga Yoga, perbuatan dan kerja merupakan suatu
pengembalian dengan melepaskan segala hasil atau buah dari segala perbuatan
dan segala yang dikerjakannya. Dengan melakukan amal kebajikan tanpa pamrih,
akan dapat mengembalikan emosi dan melepaskan atma dari ikatan
duniawi.Seorang Karmin dapat melepaskan diri dari ikatan karma wasana dan
karma phala nya, terbebas dari unsur-unsur maya, sehingga mencapai
kesempurnaan dan kebebasan tertinggi (moksa)“Bukan dengan jalan tiada bekerja,
orang dapat mencapai kebebasan dari perbuatan. Juga tidak hanya melepaskan diri
dari pekerjaan, orang akan mencapai kesempurnaannya." Dalam Bhagawadgita.
III.19 dinyatakan sebagai berikut :

Tasmad asaktah satatam karyam karma samacara, asakto hy acaran


karma, param apnoti purusah

Artinya:

11
Oleh karena itu, laksanakanlah segala kerja sebagai kewajiban tanpa
terikat pada hasilnya, sebab dengan melakukan kegiatan kerja yang bebas dari
keterikatan, orang itu sesungguhnya akan mencapai yang utama.

Bhagawadgita III. 8 menegaskan sebagai berikut :

Niyatam kuru karma twam karma jyayo hyakarmanah sarira-yatrapi ca ten


a prasidhyed akarmanah.

Artinya:

Bekerjalah seperti yang telah ditentukan sebab berbuat lebih baik daripada
tidak berbuat dan bahkan tubuhpun tidak akan berhasil terpelihara tanpa berkarya.

Dalam hubungan ini renungkalah cerita berikut :

Pada suatu hari Devi Laksmi mengadakan sayembara, dimana beliau akan
memilih suami. Semua Dewa dan para Danawa datang berduyun-duyun dengan
harapan dapat terpilih. Devi Laksmi belum mengumumkan janjinya, kemudian
datanglah beliau dihadapan pelamarnya dan berkata demikian : saya akan
mengalungkan bunga kepada pria yang tidak menginginkan diri saya. Tetapi
mereka yang datang itu semua lobha, maka mulailah Devi Laksmi mencari Dewa
yang tiada berkeinginan, untuk dikalungi. Terlihatlah oleh Devi Laksmi wujudnya
Dewa Wisnu dengan tenangnya di atas ular Sesa yang sedang melingkar. Kalung
perkawinan kemudian diletakkan dileherNya dan sampai kinilah dapat kita lihat
simbolis Devi Laksmi berada di samping kaki Dewa Wisnu.

Dari cerita di atas dapat dikemukakan bahwa orang yang hanya


mengharapkan hasil dari kerjanya, akan menjadi kecewa dan putus asa bila hasil
itu belum datang dan menyebabkan kerjanya menjadi tidak maksimal, walaupun
sesungguhnya hasil itu pasti datang hanya saja waktunya bisa prarabda atau
kryamana. Tetapi bagi karma yogin walaupun ia berbuat sedikit, dilakukannya
dengan senang hati dan merupakan kewajiban, serta tanpa pamrih, ia akan
mendapatkan hasil yang tidak ternilai. Maka itu ajaran suci selalu menyarankan
kepada umatnya agar menjadi seorang karma yogi yang selalu mendambakan

12
pedoman rame inggawe sepi ing pamrih (Banyak bekerja tanpa mengharapkan
hasil).

Karma Marga Yoga menekankan kerja sebagai bentuk pengabdian dan


bentuk pengabdian dan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ajaran karma Yoga
merupakan etos kerja atau budaya kerja bagi umat Hindu di dalam usaha
mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin. Di dalam Landasan
filosofis ajaran karma, doa seorang karmayogin adalah untuk memohon kesehatan
dan kekuatan, badan yang sempurna dan umur panjang, kebaikan di dunia, serta
kekuatan untuk menghadapi segala bentuk kejahatan.

Salah satu contoh isi veda yang menjadi Landasan filosofis ajaran karma yaitu:

“udyanam te purusa navayanam, jivatum te daksatatim krnomi”


(Atharwaveda VIII.1.6.)

Artinya:

Oh manusia, giatlah bekerja untuk kemajuan, jangan mundur, Aku


anugerahkan kekuatan dan tenaga.

4. Raja marga yoga

Raja yoga adalah suatu jalan mistik (rohani) untuk mencapai kelepasan
atau moksa. Melalui raja marga yoga seseorang akan lebih cepat mencapai moksa,
tetapi tantangan yang dihadapinya pun lebih berat, orang yang mencapai moksa
dengan jalan ini diwajibkan mempunyai seorang guru kerohanian yang sempurna
untuk dapat menuntun dirinya ke arah tersebut. Adapun tiga jalan pelaksanaan
yang ditempuh oleh para raja yogin yaitu melakukan tapa, brata, yoga, Samadhi.
Tapa dan brata merupakan suatu latihan untuk mengendalikan emosi atau nafsu
yang ada dalam diri kita kearah yang positif sesuai dengan petunjuk ajaran kitab

13
suci. Sedangkan yoga dan Samadhi adalah latihan untuk dapat menyatukan atman
dengan Brahman dengan melakukan meditasi atau pemusatan pikiran.

Seorang raja yoga akan dapat menghubungkan dirinya dengan kekuatan


rohani melalui astangga yoga yaitu delapan tahapan yoga untuk mencapai moksa.
Astangga yoga diajarkan oleh Maharsi Patanjali dalam bukunya yang disebut
yoga sutra patanjali. Adapun bagian-bagian dari astangga yoga adalah sebagai
berikut :

4. Yama yaitu suatu bentuk larangan yang harus dilakukan oleh seseorang dari
segi jasmani yaitu :

a. Dilarang membunuh (ahimsa)

b. Dilarang berbohong (satya)

c. Pantang menginginkan sesuatu yang bukan miliknya (asteya)

d. Pantang melakukan hubungan seksual (brahmacari)

e. Tidak menerima pemberian dari orang lain (aparigraha)

5. Nyama yaitu pengendalian diri yang bersifat rohani yaitu:

a. Sauca (tetap suci lahir bhatin)

b. Santosa (selalu puas dengan apa yang datang)

c. Swadhyaya (mempelajari kitab-kitab keagamaan)

d. Iswara pranidhana (selalu bhakti kepada Tuhan)

e. Tapa (tahan uji)

6. Asana yaitu sikap duduk yang menyenangkan, teratur dan disiplin

7. Pranayama yaitu mengatur pernafasan sehingga menjadi sempurna melalui


tiga jalan yaitu :

14
a. Puraka (menarik nafas)

b. Kumbhaka (menahan nafas)

c. Recaka (mengeluarkan nafas)

8. Pratyahara yaitu mengontrol dan mengendalikan indriya dari ikatan obyeknya,


sehingga orang dapat melihat hal-hal suci

9. Dharana yaitu usaha-usaha untuk menyatukan pikiran dengan sasaran yang


diinginkan.

10. Dhyna yaitu pemusatan pikiran yang tenang, tidak tergoyahkan kepada suatu
obyek. Dhyna dapat dilakukan terhadap Ista Dewata

11. Samadhi yaitu penyatuan atman.

Bila seseorang melakukan latihan yoga dengan teratur dan sungguh-


sungguh ia akan dapat menerima getaran-getaran suci dan wahyu Tuhan. Keempat
jalan untuk pencapaian moksa itu sesungguhnya memiliki kekuatan yang sama
bila dilakukan dengan sungguh-sungguh. Setiap orang akan memilih
kecenderungan memilih jalan-jalan tersebut, maka itu setiap orang memiliki jalan
mencapai moksa bervariasi. Moksa sebagai tujuan hidup spiritual bukanlah
merupakan suatu janji yang hampa melainkan merupakan suatu keyakinan yang
berakhir dengan kenyataan. Kenyataan dalam dunia batin merupakan alam super
transcendental yang hanya dapat dibuktikan berdasarkan instuisi yang dalam.
Moksa merupakan suatu yang tidak dapat dibantah kebenarannya, karena
demikianlah yang dijelaskan oleh kitab suci.

2.2 Implementasi Ajaran Catur Marga

Penerapan catur marga oleh umat Hindu sesungguhnya telah diterapkan


secara rutin dalam kehidupannya sehari-hari, termasuk juga oleh umat Hindu yang
tinggal di Bali maupun oleh umat Hindu yang tinggal di luar Bali. Banyak cara
dan banyak pula jalan yang bisa ditempuh untuk dapat menerapkannya. Sesuai

15
dengan ajaran catur marga bahwa penerapannya disesuaikan dengan kondisi atau
keadaan setempat yang berdasarkan atas tradisi, sima, adat-istiadat, drsta, ataupun
yang lebih dikenal di Bali yakni desa kala patra atau desa mawa cara.

Inti dan penerapan dan Catur Marga adalah untuk memantapkan mengenai
hidup dan kehidupan umat manusia di alam semesta ini, terutama untuk
peningkatan, pencerahan, serta memantapkan keyakinan atau kepercayaan
(sraddha) dan pengabdian (bhakti) terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang
Hyang Widhi Wasa. Dengan memahami dan menerapkan ajaran catur marga,
maka diharapkan segenap umat Hindu dapat menjadi umat Hindu yang
berkualitas, bertanggung jawab, memiliki loyalitas, memiliki dedikasi, memiliki
jati diri yang mulia, menjadi umat yang pantas diteladani oleh umat manusia yang
lainnya, menjadi umat yang memiliki integritas tinggi terhadap kehidupan secara
lahir dan batin, dan harapan mulia lainnya guna tercapai kehidupan yang damai,
rukun, tenteram, sejahtera, bahagia, dan sebagainya. Jadi dengan penerapan dan
ajaran catur marga diharapkan agar kehidupan umat Hindu dan umat manusia
pada umumnya menjadi mantap dalam berke-sraddha-an dan berke-bhakti-an
kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, serta dapat diharmoniskan dengan kehidupan
nyata dengan sesama manusia, semua ciptaan Tuhan, dan lingkungan yang damai
dan serasi di sekitar kehidupan masing-masing.

Tidak ada orang yang menjalankan catur marga itu sendiri-sendiri atau
terpisah-pisah, karena satu sama lainnya berkaitan. Perincian menjadi empat itu
hanyalah untuk mengukur dan memilih ‘bobot’ jalan yang mana yang bisa
diutamakan, sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Misalnya seorang yang kurang pengetahuan agama-nya, mungkin dengan


mengutamakan bhakti marga dan karma marga saja, ditambah pengetahuan minim
(misalnya) rajin melakukan trisandya (termasuk jnyana marga) dan asana
(termasuk yoga marga). Bobotnya adalah bhakti marga.Tetapi seorang wiku tentu
bobotnya pada jnyana marga dan yoga marga, walaupun bhakti marga yang
menjadi dasar dan karma marga tidak juga ditinggalkan.

16
1. Bhakti Marga

Ajaran Hindu mengajarkan kita bahwa semua fenomena adalah Sanghyang


Acintya atau Brahman. Misalnya mahavakya :

"Sarvam khalvidam Brahman" [Chandogya Upanishad III.14.1]

atau "Brahman khalva idam vava sarvam" [Maitri Upanishad IV.6],

yang berarti: semua yang kita lihat di dunia ini adalah Brahman.

Untuk mengimplementasikan ajaran Bhakti Marga, perlu kita ketahui maupun


menerapkan hal-hal ini, yaitu

a. Dayadvham (Hati yang penuh belas kasih kepada semua mahluk)

Dayadvham atau hati yang penuh belas kasih kepada semua mahluk adalah
bhakti yoga yang tertinggi dan sempurna. Dalam bhakti yoga yang tertinggi dan
sempurna, yang ada hanya belas kasih dan kebaikan yang mendalam dan rasa
hormat yang tulus kepada semua mahluk. Baik ke Svah Loka [Brahman dan
DewaDewi], ke Bvah Loka [sesama mahluk dan alam semesta] dan ke Bhur Loka
[mahluk-mahluk alam bawah]. Karena Sanghyang Acintya adalah segala
keberadaan atau Om bhur bvah svah. Makna paling inti dari belas kasih dan
kebaikan itu adalah memahami beban pikiran dan perasaan orang lain, lalu
bergerak melakukan sesuatu atau membuatnya terbebas dari hal itu agar dia
bahagia. tersenyum ramah kepada orang lain, itu juga suatu bentuk kebaikan.
Kelihatannya sepele, tapi itu adalah bagian dari mendidik diri untuk penuh dengan
kebaikan.

b. Tanpa pamrih

Semua hal di dunia ini, baik-buruk, benar-salah, suci-kotor, bisa berujung


menjadi nektar madu kehidupan atau dia juga bisa menjadi racun kehidupan.
Belas kasih dan kebaikan juga sama, dia bisa menjadi awal kesucian atau dia juga
bisa menjadi racun kehidupan bila kita melakukannya dengan pamrih. Sehingga
secara mendasar ada dua jenis kebaikan berdasarkan motif:

17
1. Kebaikan dengan pamrih.

Tidak mengatakan kebaikan dengan pamrih itu salah. Tapi bagi yang ingin
"pergi jauh" di dalam perjalanan spiritual, tidak disarankan melakukan
kebaikan dengan pamrih, sebab kebaikan dengan pamrih bisa membuat
pikiran kita menjadi kotor dan mudah berguncang. Kalau pamrihnya tidak
kita dapatkan, ujung-ujungnya kita marah kecewa dan tidak puas.

2. Kebaikan tanpa pamrih.

Lakukan kebaikan, lalu lupakan, itulah kebaikan tanpa pamrih. Dan jenis
kebaikan ini bukan saja membuat orang lain bahagia, tapi juga sekaligus
menerangi pikiran kita sendiri. Selain itu di dalam melakukan kebaikan,
tidak harus ada orang yang tahu atau mengenalinya. Ketika kita melakukan
kebaikan dan tidak ada orang yang mengetahui atau mengenalinya nya ini
disebut “kebaikan tidak berwujud”. Dan sesungguhnya justru kebaikan
tidak berwujud ini memiliki daya angkat yang jauh lebih besar.

c. Membiasakan diri untuk tersenyum

Ini kemudian akan kita perdalam lagi dengan melatih diri untuk selalu
tersenyum. Senyuman memiliki nilai penting di dalam upaya untuk menyatukan
dualitas [advaitacitta]. Siapapun orang yang datang muncul dan apapun yang
terjadi dalam perjalanan kehidupan, tugas dharma kita adalah tersenyum. Nanti
sebagai hasilnya adalah keseimbangan pikiran [upeksha].

Coba rasakan beda antara kondisi pikiran kita sedang stress, depresi, sedih
atau marah dibandingkan dengan kondisi pikiran ketika kita tersenyum. Sangat
berbeda. Dalam kondisi pikiran kita sedang stress, depresi, sedih atau marah
semua ingatan akan dharma beserta keluhurannya lenyap, menghilang, terlupakan.
Dalam senyuman yang damai, tulus, penuh kerelaan dan rasa syukur, pikiran
cenderung damai, tenang-seimbang.

Banyak sekali manfaatnya kalau kita bisa mendidik diri untuk selalu
tersenyum dalam setiap keadaan, apapun yang terjadi. Punya uang disambut

18
dengan senyum damai, tidak punya uang juga disambut dengan senyum damai.
Lagi sehat disambut dengan senyum damai, lagi sakit juga disambut dengan
senyum damai. Dipuji orang disambut dengan senyum damai, difitnah dan dicaci
orang juga disambut dengan senyum damai. dll.

Adapun hal yang bisa di lakukan Mengenai penerapan bhakti marga oleh
umat Hindu seperti berikut ini :

a. Melaksanakan doa atau puja tri sandhya seçara rutin setiap hari;

b. Menghaturkan banten saiban atau jotan/ngejot atau yajnasesa;

c. Berbakti kehadapan Tuhan Yang Maha Esa beserta semua manifestasi-


Nya;

d. Berbakti kehadapan Leluhur;

e. Berbakti kehadapan para pahlawan pejuang bangsa;

f. Melaksanakan upacara dewa yajna (piodalan/puja wali, saraswati,


pagerwesi, galungan, kuningan, nyepi, siwaratri, purnama, tilem, tumpek
landep, tumpek wariga, tumpek krulut, tumpek wayang dan lain-lainnya);

g. Melaksanakan upacara manusia yajna (magedong-gedongan, dapetan,


kepus puser, macolongan, tigang sasihin, ngotonin, munggah deha,
mapandes, mawiwaha, mawinten, dan sebagainya);

h. Melaksanakan upacara bhuta yajna (masegeh, macaru, tawur, memelihara


lingkungan, memelihara hewan, melakukan penghijauan, melestarikan
binatang langka, dan sebagainya);

i. Melaksanakan upacara pitra yajna (bhakti kehadapan guru rupaka atau


rerama, ngaben, ngerorasin, maligia, mamukur, ngeluwer, berdana punya
kepada orang tua, membuat orang tua menjadi hidupnya bahagia dalam
kehidupan di alam nyata ini, dan sebagainya);

19
j. Melaksanakan upacara resi yajna (upacara pariksa, upacara diksa, upacara
ngelinggihang veda), berdana punya pada sulinggih atau pandita, berguru
pada orang suci, tirtha yatra ke tempat suci bersama sulinggih atau pandita,
berguru pada orang suci, sungkem (pranam) pada sulinggih sebagai guru
nabe, menerapkan ajaran tri rnam, dan sebagainya.

2. Jnana Marga Yoga

“Bhadram no api vataya mano daksam uta kratum, adha te sakhye andhaso
vi vo made ranam gavo na yavase vivaksase”. (Rg Veda X25. 1)

Terjemahannya adalah:

“Berikanlah kami pikiran yang baik dan bahagia, berikanlah kami keterampilan
dan pengetahuan. Maka semoga manusia dalam persahabatan-mu merasa bahagia,
ya Tuhan! seperti sapi di padang rumput. Engkau yang Maha Agung”.

Jalan jnana yaitu persem-bahan ilmu pengetahuan sangatlah utama, umat


hindu meyakini bahwa ilmu pengetahuan bersumber dari Hyang Widhi
menyebarkannya, berbagi dalam proses belajar mengajar, diskusi, ritual
keagamaan, memberikan pengetahuan pada sesama adalah yadnya utama.
Pengetahuan yang dimiliki tidak akan berarti dan berfungsi apabila tidak kita bagi.
Persembahan ilmu pengetahuan tentunya pengetahuan tentang kebenaran, bukan
pengetahuan yang membuat tersesat.

Srayan dravyamayad yajnajnanayajnah paramtapasarvam karma khilam


parthajnane perisamapyate. (Bhagawad Gita BAB IV Sloka 33)

Artinya: Persembahan berupa ilmu pengetahuan, paramtapa lebih bermutu dari


pada persembahan materi, dalam keseluruhannya semua kerja ini berpusat pada
ilmu pengetahuan).

a. Ajaran Brahmacari

20
Dalam ajaaran Catur Asrama jelas disebutkan bahwa langkah-langkah-
langkah pertama yang dilalui manusia adalah masa Brahmacari, yaitu
masa belajar pada usia 0-24 tahun. Kemudian Gryahasta usia 25 sampai
masuk masa pendiun. Kemudian Wanaprastra mulai dari masuk masa
pensiun, biasanya pada usia 55-60 tahun. Dan yang terakhir adalah
Biksuka yaitu masa setelah dwi jati atau 60 tahun ke atas. Dalam Jnana
Marga, tidak lepas dengan istilah Brahmacari, yaitu berbicara mengenai
masa menuntut ilmu dengan tulus ikhlas. Tugas pokok kita pada sebagian
masa ini adalah belajar. Belajar dalam arti luas, yakni dalam pengertian
bukan hanya membaca buku. Tetapi lebih mengacu pada ketulusikhlasan
dalam segala hal. Contohnya rela dan ikhlas jika dimarahi guru atau
orangtua. Guru dan orangtua, jika memarahi pasti demi kebaikan anak.

b. Ajaran Aguron-guron

Merupakan suatu ajaran mengenai proses hubungan guru dan murid.


Namun istilah dan proses ini telah lama dilupakan karena sangat susah
mendapatkan guru yang mempunyai kualifikasi tertentu dan juga sangat
sedikit orang menaruh perhatian dan minat terhadap hal ini.

c. Ajaran Catur Guru

Catur Guru Bhakti senantiasa relevan sepanjang masa, sesuai dengan sifat
agama Hindu yang Sanatana Dharma. Aktualisasi ajaran Guru Bhakti atau
rasa bhakti kepada Catur Guru dapat dikembangkan dalam situasi apa pun,
sebab hakikat dari ajaran ini adalah untuk pendidikan diri, utamanya
pendidikan disiplin, patuh dan taat kepada sang Catur Guru dalam arti
yang seluas-luasnya.

3. Karma Marga

Karma marga merupakan jalan dengan melakukan aktivitas kerja. Jalan


karma ini sebagai kesatuan pikiran, perkataan dan perbuatan. Dalam

21
Sarasmuscaya 73 disebut prawrttyaningkaya, wak, manah kengeta artinya
perbuatan yang timbul dari gerakan badan, perkataan dan pikiran itulah yang patut
diperhatikan. Ajaran karma yang terpenting adalah bagaimana kita bekerja tanpa
pamrih atau bekerja tanpa mengikatkan diri pada hasil. Seperti yang disebutkan
dalam Bhagawadgita II. 47:

Karmany eva dhikaras te, Ma phalesu kadacana, Ma karmaphalahetur


bhur, Ma te sango stv akarmani

Artinya: Hanya pada pelaksanaan, engkau mempunyai hak dan tidak sama
sekali pada hasilnya, janganlah hasil dari pekerjaan itu menjadi alasanmu, juga
jangan membiarkan dirimu untuk tidak melaksanakan suatu pekerjaan apapun.

Mengenai penerapan karma marga oleh umat Hindu seperti berikut ini:

a. Menerapkan filosofi ngayah dan matulungan

Ngayah merupakan suatu istilah yang ada di bali yang identik dengan
gotongroyong. Ngayah ini bisa dilakukan di pura-pura dalam hal upacara
keagamaan, sepertiodalan-odalan/karya. Sedangkan matatulungan ini bisa
dilakukan terhadap antar manuasia yang mengadakan upacara keagamaan pula,
seperti upacara pawiwahan,mecaru dan lain sebagainya. Sesuai dengan ajaran
karma yoga, maka hendaknya ngayahatau matatulungan ini dilakukan secara iklas
tanpa ada ikatan apapun. Sehingga apayang kita lakukan bisa memberikan suari
manfaat.

b. Menerapkan filosofi manyama braya dan berkama baik

Dalam dalam agama hindu ada slogan mengatakan “Rame ing gawe sepi
ing pamrih”,slogan itu begitu melekat pada diri kita sebagai orang Hindu.
Banyaklah berbuat baik tanpa pernah berpikir dan berharap suatu balasan. Niscaya
dengan begitu kita akan selalu mendapat karunia-Nya tanpa pernah terpikirkan
dan kita sadari. Untuk melaksanakan slogan itu dalam kehidupan sehari-hari,
tidaklah mudah untuk memulainya. Sebagai makhluk ciptaan Brahman,
sepantasnya kita menyadari bahwa sebagian dari hidup kita adalah untuk

22
melayani. Ber-karma baik itu adalah suatu pelayanan. Kita akan ikut berbahagia
bila bisa menyenangkan orang lain. Hal ini tentu dibatasi oleh perbuatan Dharma.
Slogan “Tat Twam Asi” adalah salah satu dasar untuk ber-Karma Baik. Engkau
adalah Aku, Itu adalah Kamu juga. Suatu slogan yang sangat sederhana untuk
diucapkan, tapi memiliki arti yang sangat mendalam, baik dalam arti pada
kehidupan sosial umat dan juga sebagai diri sendiri/individu yang memiliki
pertanggungjawaban karma langsung kepada Brahman.

c. Ajaran Karmaphala

Karmaphala memberi keyakinan kepada kita untuk mengarahkan segala


tingkah laku kita agar selalu berdasarkan etika dan cara yang baik guna mencapai
cita- cita yang luhur dan selalu menghindari jalan dan tujuan yang buruk.

4. Raja Marga

Raja Yoga adalah jalan yang membawa penyatuan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, melalui pengekangan diri dan pengendalian diri dan pengendalian
pikiran. Raja yoga mengajarkan bagaimana mengendalikan indra-indra dan vritti
mental atau gejolak pikiran yang muncul dari pikiran melalui tapa, brata, yoga dan
samadhi. Dalam penerapan yoga marga oleh umat Hindu, realitanya seperti
berikut :

a. Melaksanakan introspeksi atau pengendalian diri.

b. Menerapkan ajaran tapa, brata, yoga dan samadhi.

c. Menerapkan ajaran astangga yoga.

Merupakan delapan anggota dari raja yoga yang terdiri dari Yama,
Niyama, Asana, Pranayama, Pratyahara, Dharana, Dhyana, dan Samadhi adalah
delapananggota (anga) dari Rajayoga iyama membentuk disiplin etika yang
memurnikan hati.Yama terdiri atas, Ahimsa (tanpa kekerasan), Satya (kejujuran),
Brahmacarya (selibat),Asteya (tidak mencuri), dan Aparigraha (tidak menerima

23
pemberian kemewahan).Semua kebajikan berakar pada Ahimsa. Niyama adalah
kepatuhan, dan tersusun atas:Sauca (permurnian dalam dan luar), Santosa
(kepuasan jiwa), Tapas(kesederhanaan/pengendalian diri), Svadhyaya (belajar
kitab suci dan pengucaranmantra) dan Isvarapranidhana (berserah diri pada Tuhan
Yang Maha Esa)

d. Melakukan kerja sama atau relasi yang baik dan terpuji dengan sesama.

e. Menjalin hubungan kemitraan secara terhormat dengan rekanan,


lingkungan, dan semua ciptaan Tuhan di alam semesta ini.

f. Menerapkan filosofi mulat sarira.

g. Menerapkan filosofi ngedetin/ngeret indriya.

h. Menerapkan filosofi catur brata panyepian.

Catur Brata Penyepianyang datang pada hari raya nyepi Sesuai dengan
hakekat Hari Raya Nyepi di atas maka umat Hindu wajib melakukan tapa, yoga,
dan semadi. Brata tersebut didukung dengan Catur Brata Nyepi sebagai berikut :
(1). Amati Agni, tidak menyalakan api serta tidak mengobarkan hawa nafsu, (2).
Amati Karya, yaitu tidak melakukan kegiatan kerja jasmani, melainkan
meningkatkan kegiatan menyucikan rohani, (3). Amati Lelungan, yaitu tidak
berpergian melainkan mawas diri, (4). Amati Lelanguan, yaitu tidak mengobarkan
kesenangan melainkan melakukan pemusatan pikiran terhadap Ida Sang Hyang
Widhi. Brata inimulai dilakukan pada saat matahari “Prabata” yaitu fajar
menyingsing sampai fajar menyingsing kembali keesokan harinya (24) jam.

24
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Catur Marga berasal dari dua kata yaitu Catur dan Marga. Catur berarti
empat dan Marga berarti jalan/cara ataupun usaha. Jadi catur marga adalah empat
jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan menuju ke jalan Tuhan Yang
Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Bhakti Marga adalah proses atau cara
mempersatukan atman dengan Brahman dengan berlandaskan atas dasar cinta
kasih yang mendalam kepada Ida Sang Hyang Widhi. Jnana Marga Yoga adalah
jalan untuk mencapai persatuan Atman dan Brahman berdasarkan atas ilmu
pengetahuan atau kebijaksanaan filsafat kebenaran. Karma Marga Yoga adalah
jalan untuk mencapai kesatuan atman dan Brahman melalui kerja atau perbuatan
tanpa ikatan, tanpa pamrih, tulus dan ikhlas, penuh dengan amal kebajikan dan
pengorbanan. Raja Marga Yoga adalah jalan untuk mencapai kebebasan yang
sempurna berdasarkan pelaksanaan Tapa, Brata, Yoga dan Semadhi.
Bagian-bagian dari catur marga adalah harmoni bukan bagian terpisah,
cinta kasih (bhakti) sebagai pondasi melakukan karma, jnana dan yoga marga.
Dalam melakukan ritual landasannya adalah ketulusiklasan, cinta kasih baru bisa
melakukan karma majejahitan, nanding banten (dharma kriya), tentunya dengan
pengetahuan, petunjuk tradisi dan sastra yang benar serta dibutuhkan konsentrasi,
pengendalian diri yang benar.
“Dengan jalan bagaimanapun ditempuh oleh manusia ke arahku, semuanya
aku terima dan memenuhi keinginan mereka, melalui banyak jalan manusia
menuju jalanku, Oh Prtha” (Bhagawad Gita V-2).

3.2 Saran

Catur marga yoga ini merupakan salah satu cara atau jalan terbaik untuk
mendekatkan diri kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Oleh karena itu, kita
sebagai umat Hindu hendaknya melaksanakan ajaran Catur Marga Yoga dengan

25
hati yang iklas, sehingga kualitas kehidupan kita akan lebih meningkat dan
cenderung kea arah yang lebih baik untuk menuju jalan kebenaran.

26
DAFTAR PUSTAKA

Hindu Alukta. 2016. Pengertian Catur Marga Yoga dan Bagian-bagiannya.


Diakses pada 15 Mei 2019.
Pada: https://hindualukta.blogspot.com/2016/02/pengertian-catur-marga-yoga-
dan-bagian.html
Kurniawan, Nyoman. 2015. Empat Intisari Umat Sadhana Dharma.
Pendit, Nyoman. 2002. Bhagavadgita. Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama.
Praptini, dkk. 2004. Buku Pelajaran Agama Hindu. Surabaya: Paramita
Rahtoem. 2014. Catur Marga. Diakses pada 15 Mei 2019 pada https://rah-
toem.blogspot.com/2014/12/catur-marga-diktat-pembelajaran-1-agama.html
[…] Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Untuk SMA/SMK Kelas IX. 2015

Anda mungkin juga menyukai