Dosen Pengampu:
Drs. Jro Mangku Dania, M.Ag.
Oleh :
KELAS 2C
KELOMPOK 2
NI PUTU NOVI DIANTARI NIM. 1813011030
M. HARUM PRADNYANI W. NIM. 1813011031
MADE SUDARSANA NIM. 1813011036
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2019
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan karunianya-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Catur Magra Serta Implementasinya dalam Kehidupan Umat
Beragama” ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Makalah ini dibuat untuk
melengkapi tugas mata kuliah Agama Hindu. Dalam penyusunan makalah ini,
penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Drs. Jro Mangku Dania, M.Ag. selaku dosen pengampu mata kuliah
Agama Hindu.
2. Pihak pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Hal
tersebut dikarenakan kekurangan penulis baik dalam segi penulisan maupun
dalam segi materi. Karena itu, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, agar makalah ini
menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasan bagi seluruh pihak.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................1
1.4 Manfaat......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Catur Marga...............................................................................................3
2.1.1 Pengertian Catur Marga.....................................................................3
2.1.2 Bagian- Bagian Catur Marga.............................................................4
2.2 Implementasi Ajaran Catur Marga .........................................................13
BAB III PENUTUP..............................................................................................22
3.1 Kesimpulan..............................................................................................22
3.2 Saran........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
bagian dari Catur Marga Serta bagaimana implementasi dari ajaran
Catur Marga.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Penulis
Manfaat yang diperoleh penulis dari pembuatan makalah ini adalah
miningkatkan pemahaman mengenai ajaran Catur Marga serta agar
bisa mengimplentasikannya.
2. Bagi Pembaca
Makalah ini diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada
pembaca mengenai konsep ajaran Catur Marga. Sehingga
masyarakat pada umumnya dan tenaga pendidik pada khususnya
dapat memahami serta mengimplementasikannya dalam
kehidupan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
tentang cara atau jalan yoga atau meditasi (konsentrasi pikiran) untuk menuju
Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Bhakti Yoga adalah proses atau cara mempersatukan atman dengan Brahman
dengan berlandaskan atas dasar cinta kasih yang mendalam kepada Ida Sang
Hyang Widhi dan segala ciptaan-Nya. Kata bhakti berarti hormat, taat, sujud,
menyembah, mempersembahkan, cintah kasih penyerahan diri seutuhnya pada
Sang pencipta. Seorang Bhakta (orang yang menjalani Bhakti marga) dengan
sujud dan cinta, menyembah dan berdoa dengan pasrah mempersembahkan jiwa
raganya sebagai yadnya kepada Sang Hyang Widhi. Cinta kasih yang mendalam
adalah suatu cinta kasih yang bersifat umum dan mendalam yang disebut maitri.
Semangat tat twam asi sangat subur dalam hati sanubarinya.
Cinta bhaktinya kepada Hyang Widhi yang sangat mendalam, itu juga
dipancarkan kepada semua makhluk baik manusia binatang juga tumbuh-
tumbuhan. Dalam doanya selalu menggunakan pernyataan cinta dan kasih sayang
dan memohon kepada Hyang Widhi agar semua makhluk tanpa kecuali selalu
berbahagia dan selalu mendapat anugrah termulia dari Hyang Widhi. Jadi untuk
lebih jelasnya seorang bhakta akan selalu berusaha melenyapkan kebenciannya
kepada semua makhluk sebaliknya ia selalu berusaha memupuk dan
mengembangkan sifat-sifat maitri, karuna, mudita dan upeksa (catur paramita).
4
Di dalam kitab suci Veda kita jumpai beberapa mantra tentang Bhakti salah
satunya adalah:
Sikap yang paling sederhana dalam kehidupan beragama adalah cinta kasih
dan pengabdian yang tulus. Tuhan dipandang sebagai yang paling disayangi,
sebagai ibu, bapak, teman, saudara, sebagai tamu, dan sebagai seorang anak. Pada
umumnya kita mengenal dua bentuk bhakti yaitu bentuk Aparabhakti dan
parabhakti.
a. Apara bhakti artinya tidak utama; jadi apara bhakti artinya cara berbhakti
kepada Hyang Widhi yang tidak utama. Apara bhakti dilaksanakan oleh
bhakta yang tingkat inteligensi dan kesadaran rohaninya kurang atau sedang-
sedang saja. Aparabhakti, yaitu pemujaan atau persembahan dan kebaktian
dengan berbagai permohonan dan permohonan itu adalah wajar mengingat
keterbatasan pengetahuan kita tentang hakekat bhakti.
b. Para bhakti artinya utama; jadi para bhakti artinya cara berbhakti kepada
Hyang Widhi yang utama. Para bhakti dilaksanakan oleh bhakta yang tingkat
inteligensi dan kesadaran rohaninya tinggi. Parabhakti adalah bhakti berupa
penyerahan diri yang setulusnya. Penyerahan diri kepada- Nya bukanlah
dalam pengertian pasif tidak mau melakukan berbagai aktivitas, tetapi aktif
dan dengan keyakinan bahwa bila bekerja dengan baik dan tulus maka akan
memperoleh pahala yang baik pula. Kita tidak boleh mendoakan seseorang
untuk memperoleh kecelakaan dan sejenisnya.
Dalam meningkatkan kualitas bhakti kita kepada sang Hyang Widi ada
beberapa jenis bentuk bhakti yang disebut Bhavabhakti, sebagai berikut:
5
a. Santabhava, yaitu sikap bhakti seperti bhakti atau hormat seorang anak
terhadap ibu dan bapaknya.
c. Dasyabhava, yaitu bhakti atau pelayanan kepada Tuhan Yang Maha Esa
seperti sikap seorang hamba kepada majikannya.
f. Maduryabhava, yaitu bentuk bhakti sebagai cinta yang amat mendalam dan
tulus dari seorang bhakta kepada Tuhan Yang Maha Esa. Secara lahiriah
bentuk- bentuk di Indonesia sama halnya dengan di India, umat
mewujudkannya melalui pembangunan berbagai Pura (mandir),
mempersembahkan berbagai sesaji (naivedya), mempersembahkan kidung
(bhajan), gamelan, tari- tarian, dan sebagainya.
Tuhan senang bila engkau menolong dan melayani sesama manusia (pengabdian /
dharmabakti). Kitab-kitab suci telah menetapkan 9 jalan bhakti, yaitu :
1. Srawanam
6
2. Wedanam
3. Kirthanam
4. Smaranam
5. Padasewanam
6. Sukhyanam
Artinya menjalin persahabatan, dimana kita sebagai mahluk social tidak bisa
hidup sendiri, maka kita perlu menjalin persahabatan agar memiliki hidup
yang tenang dan damai.
7. Dhasyam
8. Arcanam
7
Artinya Bhakti kepada Hayng Widhi melalui symbol-simbol suci keagamaan,
contohnya menjaga kesucian pura.
9. Sevanam
1. Agama Pramana adalah suatu ukuran atau cara yang dipakai untuk mengetahui
dan meyakini sesuatu dengan mempercayai ucapan- ucapan kitab suci, karena
8
sering mendengar petuah- petuah dan ceritera para guru, Resi atau orang-
orang suci lainnya. Misalnya: Guru ilmu pengetahuan alam berceritera bahwa
di angkasa luar banyak planet- planet, sebagaimana juga bumi berbentuk bulat
dan berputar. Setiap murid percaya kepada apa yang diceriterakan gurunya,
oleh karena itu tentang planet dan bumi bulat serta berputar menjadi
pengetahuan yang diyakini kebenarannya, walaupun murid- murid tidak
pernah membuktikannya.
2. Anumana Pramana adalah cara atau ukuran untuk mengetahui dan meyakini
sesuatu dengan menggunakan perhitungan logis berdasarkan tanda- tanda atau
gejala- gejala yang dapat diamati. Dari tanda- tanda atau gejala- gejala itu
ditarik suatu kesimpulan tentang obyek yang diamati tadi. Contoh: Seorang
dokter dalam merawat pasiennya selalu mulai dengan menanyakan keluhan-
keluhan yang dirasakan si pasien sebagai gejala- gejala dari penyakit yang
diidapnya. Dengan menganalisa keluhan- keluhan tadi dokter dapat
menyimpulkan penyakit pasiennya, sehingga mudah melakukan pengobatan.
Demikian pula jika memperhatikan keadaan dunia ini, maka banyak sekali ada
gejala- gejala alam yang teratur. Hal itu menurut logika kita hanya mungkin
dapat terjadi apabila ada yang mengaturnya.
9
Jnana Marga berpangkal dari Agama Pramana, kemudian disempurnakan
melalui Pratyaksa, Upamana dan Anumana. Agama Pramana sering disebut
sebagai Tattwa atau filsafat ke-Tuhanan yang bersumber dari Weda.
Ada tiga hal yang penting dalam hal ini yaitu kebulatan pikiran,
pembatasan pada kehidupan sendiri dan keadaan jiwa yang seimbang atau tenang
maupun pandangan yang kokoh tentram damai. Ketiga hal tersebut di atas
merupakan dhyana yoga. Untuk tercapainya perlu dibantu dengan abhyasa yaitu
latihan-latihan dan vairagya yaitu keadaan tidak mengaktifkan diri. Adapun
kekuatan pikiran kita lakukan di dalam hal kita berbuat saja, pikiran harus kita
pusatkan kepadanya.
a. Pembedaan antara mana yang baik dan mana yang benar (viveka)
b. Ketidakterikatan (vairagya)
c. Kebajikan
1) Ketenangan (sama)
2) Pengekangan (dama)
3) Penolakan (uparati)
4) ketabahan (titiksa)
5) Keyakinan (sraddha)
6) Konsentrasi (samadhana)
10
2. Pencarian filosofis (vicarana)
6. Penglihatan spiritual(padarthabhawana)
Karma adalah perbuatan. Jadi Karma Marga Yoga adalah jalan untuk
mencapai kesatuan atman dan Brahman melalui kerja atau perbuatan tanpa ikatan,
tanpa pamrih, tulus dan ikhlas, penuh dengan amal kebajikan dan
pengorbanan.Dalam Karma Marga Yoga, perbuatan dan kerja merupakan suatu
pengembalian dengan melepaskan segala hasil atau buah dari segala perbuatan
dan segala yang dikerjakannya. Dengan melakukan amal kebajikan tanpa pamrih,
akan dapat mengembalikan emosi dan melepaskan atma dari ikatan
duniawi.Seorang Karmin dapat melepaskan diri dari ikatan karma wasana dan
karma phala nya, terbebas dari unsur-unsur maya, sehingga mencapai
kesempurnaan dan kebebasan tertinggi (moksa)“Bukan dengan jalan tiada bekerja,
orang dapat mencapai kebebasan dari perbuatan. Juga tidak hanya melepaskan diri
dari pekerjaan, orang akan mencapai kesempurnaannya." Dalam Bhagawadgita.
III.19 dinyatakan sebagai berikut :
Artinya:
11
Oleh karena itu, laksanakanlah segala kerja sebagai kewajiban tanpa
terikat pada hasilnya, sebab dengan melakukan kegiatan kerja yang bebas dari
keterikatan, orang itu sesungguhnya akan mencapai yang utama.
Artinya:
Bekerjalah seperti yang telah ditentukan sebab berbuat lebih baik daripada
tidak berbuat dan bahkan tubuhpun tidak akan berhasil terpelihara tanpa berkarya.
Pada suatu hari Devi Laksmi mengadakan sayembara, dimana beliau akan
memilih suami. Semua Dewa dan para Danawa datang berduyun-duyun dengan
harapan dapat terpilih. Devi Laksmi belum mengumumkan janjinya, kemudian
datanglah beliau dihadapan pelamarnya dan berkata demikian : saya akan
mengalungkan bunga kepada pria yang tidak menginginkan diri saya. Tetapi
mereka yang datang itu semua lobha, maka mulailah Devi Laksmi mencari Dewa
yang tiada berkeinginan, untuk dikalungi. Terlihatlah oleh Devi Laksmi wujudnya
Dewa Wisnu dengan tenangnya di atas ular Sesa yang sedang melingkar. Kalung
perkawinan kemudian diletakkan dileherNya dan sampai kinilah dapat kita lihat
simbolis Devi Laksmi berada di samping kaki Dewa Wisnu.
12
pedoman rame inggawe sepi ing pamrih (Banyak bekerja tanpa mengharapkan
hasil).
Salah satu contoh isi veda yang menjadi Landasan filosofis ajaran karma yaitu:
Artinya:
Raja yoga adalah suatu jalan mistik (rohani) untuk mencapai kelepasan
atau moksa. Melalui raja marga yoga seseorang akan lebih cepat mencapai moksa,
tetapi tantangan yang dihadapinya pun lebih berat, orang yang mencapai moksa
dengan jalan ini diwajibkan mempunyai seorang guru kerohanian yang sempurna
untuk dapat menuntun dirinya ke arah tersebut. Adapun tiga jalan pelaksanaan
yang ditempuh oleh para raja yogin yaitu melakukan tapa, brata, yoga, Samadhi.
Tapa dan brata merupakan suatu latihan untuk mengendalikan emosi atau nafsu
yang ada dalam diri kita kearah yang positif sesuai dengan petunjuk ajaran kitab
13
suci. Sedangkan yoga dan Samadhi adalah latihan untuk dapat menyatukan atman
dengan Brahman dengan melakukan meditasi atau pemusatan pikiran.
4. Yama yaitu suatu bentuk larangan yang harus dilakukan oleh seseorang dari
segi jasmani yaitu :
14
a. Puraka (menarik nafas)
10. Dhyna yaitu pemusatan pikiran yang tenang, tidak tergoyahkan kepada suatu
obyek. Dhyna dapat dilakukan terhadap Ista Dewata
15
dengan ajaran catur marga bahwa penerapannya disesuaikan dengan kondisi atau
keadaan setempat yang berdasarkan atas tradisi, sima, adat-istiadat, drsta, ataupun
yang lebih dikenal di Bali yakni desa kala patra atau desa mawa cara.
Inti dan penerapan dan Catur Marga adalah untuk memantapkan mengenai
hidup dan kehidupan umat manusia di alam semesta ini, terutama untuk
peningkatan, pencerahan, serta memantapkan keyakinan atau kepercayaan
(sraddha) dan pengabdian (bhakti) terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang
Hyang Widhi Wasa. Dengan memahami dan menerapkan ajaran catur marga,
maka diharapkan segenap umat Hindu dapat menjadi umat Hindu yang
berkualitas, bertanggung jawab, memiliki loyalitas, memiliki dedikasi, memiliki
jati diri yang mulia, menjadi umat yang pantas diteladani oleh umat manusia yang
lainnya, menjadi umat yang memiliki integritas tinggi terhadap kehidupan secara
lahir dan batin, dan harapan mulia lainnya guna tercapai kehidupan yang damai,
rukun, tenteram, sejahtera, bahagia, dan sebagainya. Jadi dengan penerapan dan
ajaran catur marga diharapkan agar kehidupan umat Hindu dan umat manusia
pada umumnya menjadi mantap dalam berke-sraddha-an dan berke-bhakti-an
kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, serta dapat diharmoniskan dengan kehidupan
nyata dengan sesama manusia, semua ciptaan Tuhan, dan lingkungan yang damai
dan serasi di sekitar kehidupan masing-masing.
Tidak ada orang yang menjalankan catur marga itu sendiri-sendiri atau
terpisah-pisah, karena satu sama lainnya berkaitan. Perincian menjadi empat itu
hanyalah untuk mengukur dan memilih ‘bobot’ jalan yang mana yang bisa
diutamakan, sesuai dengan kemampuan masing-masing.
16
1. Bhakti Marga
yang berarti: semua yang kita lihat di dunia ini adalah Brahman.
Dayadvham atau hati yang penuh belas kasih kepada semua mahluk adalah
bhakti yoga yang tertinggi dan sempurna. Dalam bhakti yoga yang tertinggi dan
sempurna, yang ada hanya belas kasih dan kebaikan yang mendalam dan rasa
hormat yang tulus kepada semua mahluk. Baik ke Svah Loka [Brahman dan
DewaDewi], ke Bvah Loka [sesama mahluk dan alam semesta] dan ke Bhur Loka
[mahluk-mahluk alam bawah]. Karena Sanghyang Acintya adalah segala
keberadaan atau Om bhur bvah svah. Makna paling inti dari belas kasih dan
kebaikan itu adalah memahami beban pikiran dan perasaan orang lain, lalu
bergerak melakukan sesuatu atau membuatnya terbebas dari hal itu agar dia
bahagia. tersenyum ramah kepada orang lain, itu juga suatu bentuk kebaikan.
Kelihatannya sepele, tapi itu adalah bagian dari mendidik diri untuk penuh dengan
kebaikan.
b. Tanpa pamrih
17
1. Kebaikan dengan pamrih.
Tidak mengatakan kebaikan dengan pamrih itu salah. Tapi bagi yang ingin
"pergi jauh" di dalam perjalanan spiritual, tidak disarankan melakukan
kebaikan dengan pamrih, sebab kebaikan dengan pamrih bisa membuat
pikiran kita menjadi kotor dan mudah berguncang. Kalau pamrihnya tidak
kita dapatkan, ujung-ujungnya kita marah kecewa dan tidak puas.
Lakukan kebaikan, lalu lupakan, itulah kebaikan tanpa pamrih. Dan jenis
kebaikan ini bukan saja membuat orang lain bahagia, tapi juga sekaligus
menerangi pikiran kita sendiri. Selain itu di dalam melakukan kebaikan,
tidak harus ada orang yang tahu atau mengenalinya. Ketika kita melakukan
kebaikan dan tidak ada orang yang mengetahui atau mengenalinya nya ini
disebut “kebaikan tidak berwujud”. Dan sesungguhnya justru kebaikan
tidak berwujud ini memiliki daya angkat yang jauh lebih besar.
Ini kemudian akan kita perdalam lagi dengan melatih diri untuk selalu
tersenyum. Senyuman memiliki nilai penting di dalam upaya untuk menyatukan
dualitas [advaitacitta]. Siapapun orang yang datang muncul dan apapun yang
terjadi dalam perjalanan kehidupan, tugas dharma kita adalah tersenyum. Nanti
sebagai hasilnya adalah keseimbangan pikiran [upeksha].
Coba rasakan beda antara kondisi pikiran kita sedang stress, depresi, sedih
atau marah dibandingkan dengan kondisi pikiran ketika kita tersenyum. Sangat
berbeda. Dalam kondisi pikiran kita sedang stress, depresi, sedih atau marah
semua ingatan akan dharma beserta keluhurannya lenyap, menghilang, terlupakan.
Dalam senyuman yang damai, tulus, penuh kerelaan dan rasa syukur, pikiran
cenderung damai, tenang-seimbang.
Banyak sekali manfaatnya kalau kita bisa mendidik diri untuk selalu
tersenyum dalam setiap keadaan, apapun yang terjadi. Punya uang disambut
18
dengan senyum damai, tidak punya uang juga disambut dengan senyum damai.
Lagi sehat disambut dengan senyum damai, lagi sakit juga disambut dengan
senyum damai. Dipuji orang disambut dengan senyum damai, difitnah dan dicaci
orang juga disambut dengan senyum damai. dll.
Adapun hal yang bisa di lakukan Mengenai penerapan bhakti marga oleh
umat Hindu seperti berikut ini :
a. Melaksanakan doa atau puja tri sandhya seçara rutin setiap hari;
19
j. Melaksanakan upacara resi yajna (upacara pariksa, upacara diksa, upacara
ngelinggihang veda), berdana punya pada sulinggih atau pandita, berguru
pada orang suci, tirtha yatra ke tempat suci bersama sulinggih atau pandita,
berguru pada orang suci, sungkem (pranam) pada sulinggih sebagai guru
nabe, menerapkan ajaran tri rnam, dan sebagainya.
“Bhadram no api vataya mano daksam uta kratum, adha te sakhye andhaso
vi vo made ranam gavo na yavase vivaksase”. (Rg Veda X25. 1)
Terjemahannya adalah:
“Berikanlah kami pikiran yang baik dan bahagia, berikanlah kami keterampilan
dan pengetahuan. Maka semoga manusia dalam persahabatan-mu merasa bahagia,
ya Tuhan! seperti sapi di padang rumput. Engkau yang Maha Agung”.
a. Ajaran Brahmacari
20
Dalam ajaaran Catur Asrama jelas disebutkan bahwa langkah-langkah-
langkah pertama yang dilalui manusia adalah masa Brahmacari, yaitu
masa belajar pada usia 0-24 tahun. Kemudian Gryahasta usia 25 sampai
masuk masa pendiun. Kemudian Wanaprastra mulai dari masuk masa
pensiun, biasanya pada usia 55-60 tahun. Dan yang terakhir adalah
Biksuka yaitu masa setelah dwi jati atau 60 tahun ke atas. Dalam Jnana
Marga, tidak lepas dengan istilah Brahmacari, yaitu berbicara mengenai
masa menuntut ilmu dengan tulus ikhlas. Tugas pokok kita pada sebagian
masa ini adalah belajar. Belajar dalam arti luas, yakni dalam pengertian
bukan hanya membaca buku. Tetapi lebih mengacu pada ketulusikhlasan
dalam segala hal. Contohnya rela dan ikhlas jika dimarahi guru atau
orangtua. Guru dan orangtua, jika memarahi pasti demi kebaikan anak.
b. Ajaran Aguron-guron
Catur Guru Bhakti senantiasa relevan sepanjang masa, sesuai dengan sifat
agama Hindu yang Sanatana Dharma. Aktualisasi ajaran Guru Bhakti atau
rasa bhakti kepada Catur Guru dapat dikembangkan dalam situasi apa pun,
sebab hakikat dari ajaran ini adalah untuk pendidikan diri, utamanya
pendidikan disiplin, patuh dan taat kepada sang Catur Guru dalam arti
yang seluas-luasnya.
3. Karma Marga
21
Sarasmuscaya 73 disebut prawrttyaningkaya, wak, manah kengeta artinya
perbuatan yang timbul dari gerakan badan, perkataan dan pikiran itulah yang patut
diperhatikan. Ajaran karma yang terpenting adalah bagaimana kita bekerja tanpa
pamrih atau bekerja tanpa mengikatkan diri pada hasil. Seperti yang disebutkan
dalam Bhagawadgita II. 47:
Artinya: Hanya pada pelaksanaan, engkau mempunyai hak dan tidak sama
sekali pada hasilnya, janganlah hasil dari pekerjaan itu menjadi alasanmu, juga
jangan membiarkan dirimu untuk tidak melaksanakan suatu pekerjaan apapun.
Mengenai penerapan karma marga oleh umat Hindu seperti berikut ini:
Ngayah merupakan suatu istilah yang ada di bali yang identik dengan
gotongroyong. Ngayah ini bisa dilakukan di pura-pura dalam hal upacara
keagamaan, sepertiodalan-odalan/karya. Sedangkan matatulungan ini bisa
dilakukan terhadap antar manuasia yang mengadakan upacara keagamaan pula,
seperti upacara pawiwahan,mecaru dan lain sebagainya. Sesuai dengan ajaran
karma yoga, maka hendaknya ngayahatau matatulungan ini dilakukan secara iklas
tanpa ada ikatan apapun. Sehingga apayang kita lakukan bisa memberikan suari
manfaat.
Dalam dalam agama hindu ada slogan mengatakan “Rame ing gawe sepi
ing pamrih”,slogan itu begitu melekat pada diri kita sebagai orang Hindu.
Banyaklah berbuat baik tanpa pernah berpikir dan berharap suatu balasan. Niscaya
dengan begitu kita akan selalu mendapat karunia-Nya tanpa pernah terpikirkan
dan kita sadari. Untuk melaksanakan slogan itu dalam kehidupan sehari-hari,
tidaklah mudah untuk memulainya. Sebagai makhluk ciptaan Brahman,
sepantasnya kita menyadari bahwa sebagian dari hidup kita adalah untuk
22
melayani. Ber-karma baik itu adalah suatu pelayanan. Kita akan ikut berbahagia
bila bisa menyenangkan orang lain. Hal ini tentu dibatasi oleh perbuatan Dharma.
Slogan “Tat Twam Asi” adalah salah satu dasar untuk ber-Karma Baik. Engkau
adalah Aku, Itu adalah Kamu juga. Suatu slogan yang sangat sederhana untuk
diucapkan, tapi memiliki arti yang sangat mendalam, baik dalam arti pada
kehidupan sosial umat dan juga sebagai diri sendiri/individu yang memiliki
pertanggungjawaban karma langsung kepada Brahman.
c. Ajaran Karmaphala
4. Raja Marga
Raja Yoga adalah jalan yang membawa penyatuan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, melalui pengekangan diri dan pengendalian diri dan pengendalian
pikiran. Raja yoga mengajarkan bagaimana mengendalikan indra-indra dan vritti
mental atau gejolak pikiran yang muncul dari pikiran melalui tapa, brata, yoga dan
samadhi. Dalam penerapan yoga marga oleh umat Hindu, realitanya seperti
berikut :
Merupakan delapan anggota dari raja yoga yang terdiri dari Yama,
Niyama, Asana, Pranayama, Pratyahara, Dharana, Dhyana, dan Samadhi adalah
delapananggota (anga) dari Rajayoga iyama membentuk disiplin etika yang
memurnikan hati.Yama terdiri atas, Ahimsa (tanpa kekerasan), Satya (kejujuran),
Brahmacarya (selibat),Asteya (tidak mencuri), dan Aparigraha (tidak menerima
23
pemberian kemewahan).Semua kebajikan berakar pada Ahimsa. Niyama adalah
kepatuhan, dan tersusun atas:Sauca (permurnian dalam dan luar), Santosa
(kepuasan jiwa), Tapas(kesederhanaan/pengendalian diri), Svadhyaya (belajar
kitab suci dan pengucaranmantra) dan Isvarapranidhana (berserah diri pada Tuhan
Yang Maha Esa)
d. Melakukan kerja sama atau relasi yang baik dan terpuji dengan sesama.
Catur Brata Penyepianyang datang pada hari raya nyepi Sesuai dengan
hakekat Hari Raya Nyepi di atas maka umat Hindu wajib melakukan tapa, yoga,
dan semadi. Brata tersebut didukung dengan Catur Brata Nyepi sebagai berikut :
(1). Amati Agni, tidak menyalakan api serta tidak mengobarkan hawa nafsu, (2).
Amati Karya, yaitu tidak melakukan kegiatan kerja jasmani, melainkan
meningkatkan kegiatan menyucikan rohani, (3). Amati Lelungan, yaitu tidak
berpergian melainkan mawas diri, (4). Amati Lelanguan, yaitu tidak mengobarkan
kesenangan melainkan melakukan pemusatan pikiran terhadap Ida Sang Hyang
Widhi. Brata inimulai dilakukan pada saat matahari “Prabata” yaitu fajar
menyingsing sampai fajar menyingsing kembali keesokan harinya (24) jam.
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Catur Marga berasal dari dua kata yaitu Catur dan Marga. Catur berarti
empat dan Marga berarti jalan/cara ataupun usaha. Jadi catur marga adalah empat
jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan menuju ke jalan Tuhan Yang
Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Bhakti Marga adalah proses atau cara
mempersatukan atman dengan Brahman dengan berlandaskan atas dasar cinta
kasih yang mendalam kepada Ida Sang Hyang Widhi. Jnana Marga Yoga adalah
jalan untuk mencapai persatuan Atman dan Brahman berdasarkan atas ilmu
pengetahuan atau kebijaksanaan filsafat kebenaran. Karma Marga Yoga adalah
jalan untuk mencapai kesatuan atman dan Brahman melalui kerja atau perbuatan
tanpa ikatan, tanpa pamrih, tulus dan ikhlas, penuh dengan amal kebajikan dan
pengorbanan. Raja Marga Yoga adalah jalan untuk mencapai kebebasan yang
sempurna berdasarkan pelaksanaan Tapa, Brata, Yoga dan Semadhi.
Bagian-bagian dari catur marga adalah harmoni bukan bagian terpisah,
cinta kasih (bhakti) sebagai pondasi melakukan karma, jnana dan yoga marga.
Dalam melakukan ritual landasannya adalah ketulusiklasan, cinta kasih baru bisa
melakukan karma majejahitan, nanding banten (dharma kriya), tentunya dengan
pengetahuan, petunjuk tradisi dan sastra yang benar serta dibutuhkan konsentrasi,
pengendalian diri yang benar.
“Dengan jalan bagaimanapun ditempuh oleh manusia ke arahku, semuanya
aku terima dan memenuhi keinginan mereka, melalui banyak jalan manusia
menuju jalanku, Oh Prtha” (Bhagawad Gita V-2).
3.2 Saran
Catur marga yoga ini merupakan salah satu cara atau jalan terbaik untuk
mendekatkan diri kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Oleh karena itu, kita
sebagai umat Hindu hendaknya melaksanakan ajaran Catur Marga Yoga dengan
25
hati yang iklas, sehingga kualitas kehidupan kita akan lebih meningkat dan
cenderung kea arah yang lebih baik untuk menuju jalan kebenaran.
26
DAFTAR PUSTAKA