Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KELOMPOK 3

AGAMA HINDU

Oleh:

1.Ni Made Nopi Narayani (120211425)


2. Ni Km Tri Monica Permata sari (120211458)
3.Ni Nyoman Shinta Damayanti (120211426)
4.Ni Komang Indah Yulia Putri (120211467)
5. Ni Kadek Citra Endita (120211470)
6.I Gusti Ngurah Raditya Hariatna Putra (120211435)
7.Pande Made Waja Krisna (120211473)

KELAS A
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL
2020
KATA PENGANTAR

                    Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena dengan pertolonganNya kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Weda sebagai sumber hukum hindu” Meskipun banyak rintangan dan
hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami berhasil
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
                    Kami menyadari, dalam penulisan makalah ini tentunya terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca untuk memperbaiki
kekurangan dalam makalah ini, sangat kami harapkan. Tak lupa kami
sampaikan terima kasih.
 Kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi
kita bersama.
DAFTAR ISI
Kata pengantar………………………………………………………………………….i
Daftar isi……………………………………………………………………………….ii
BAB I  PENDAHULUAN
. Latar Belakang………………………………………….…………………………….1
. Rumusan Masalah……………………………………………………………….……1
. Tujuan ………………………………………………………………………………..1
.Manfaat…………………………………………………….………………………….1
BAB II  PEMBAHASAN
. Pengertian weda……………………………………………........................................2
.  Bahasa dalam weda…………………..……………………........................................2
. Weda sebagai sumber hukum hindu dilihat dari sudut pandang …………………….2
. Sumber hukum hindu menurut kitab Manawa dharmasastra……..………………….3
BAB III   PENUTUP
. Kesimpulan …………………………………………………………………………9
. Saran ………………………………………………………………………………..9
. Daftar Pustaka……………………………………………………………………….9
                                                                                                
BAB I  PENDAHULUAN

Latar belakang
Hukum Hindu adalah sebuah tata aturan yang membahas aspek kehidupan
manusia secara menyeluruh yang menyangkut tata keagamaan, mengatur hak
dan kewajiban manusia baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial.
Sumber hukum bagi umat hindu adalah kitab suci Veda.
Rumusan Masalah:
. Apa pengertian weda?
.  Bahasa apa yang digunakan dalam weda?
.  Jelaskan weda sebagai sumber hukum hindu dilihat dari beberapa sudut
pandang!
. Apa sumber hukum hindu menurut kitab Manawa dharmasastra?
Tujuan : Untuk memahami tentang pengertian weda sebagai sumber
hukum hindu.
Manfaat : Dapat menjadi bahan pembelajaran pendidikan agama hindu
khususnya tentang weda sebagai sumber hukum hindu.

BAB II PEMBAHASAN
Pengertian
-- Veda berasal dari bahasa Sanskerta, berasal dari kata “Vid” yang artinya ilmu pengetahuan.
Bahasa yang dipergunakan dalam Weda disebut bahasa Sansekerta, Nama sansekerta
dipopulerkan oleh maharsi Panini, yaitu seorang penulis Tata Bahasa Sensekerta yang
berjudul Astadhyayi yang sampai kini masih menjadi buku pedoman pokok dalam
mempelajari Sansekerta.
Sebelum nama Sansekerta menjadi populer, maka bahasa yang dipergunakan dalam Weda
dikenal dengan nama Daiwi Wak (bahasa/sabda Dewata). Tokoh yang merintis penggunaan
tatabahasa Sansekerta ialah Rsi Panini. Kemudian dilanjutkan oleh Rsi Patanjali dengan
karyanya adalah kitab Bhasa. Jejak Patanjali diikuti pula oleh Rsi Wararuci.

Weda sumber hukum hindu dilihat dari beberapa sudut pandang

1.Weda sebagai sumber hukum dalam arti sejarah


Sumber hukum hindu dalam arti sejarah adalah sumber hukum hindu yang digunakan oleh
para ahli Hindulogi dalam peninjauan dan penulisannya mengenai pertumbuhan serta
kejadiannya. Menurut catatan sejarah perkembangan hukum Hindu, dibedakan menjadi:
a.Pada zaman Krta Yuga berlaku hukum Hindu (Manawa Dharmasastra) yang ditulis
oleh Manu
b.Pada zaman Treta Yuga berlaku hukum hindu (Manawa Dharmasastra) yang ditulis
oleh Gautama
c.Pada zaman Dwapara Yuga berlaku hukum hindu (Manawa Dharmasastra) yang
ditulis oleh Samkhalikhita
d.Pada zaman Kali Yuga berlaku hukum hindu (Manawa Dharmasastra) yang ditulis
oleh Parasara
Selanjutnya sejarah pertumbuhan hukum hindu lebih jauh ditandai oleh adanya madzab,
yaitu:
1.Aliran Yajnyawalkya oleh Yajnyawalkya
2.Aliran Mitaksara oleh Yajnaneswara
3.Dayabhaga oleh Jimutawahana

2.Weda sebagai sumber hukum dalam arti sosiologi


Masyarakat adalah kelompok manusia pada daerah tertentu yang telah mempunyai aturan
yang melembaga baik berdasarkan tradisi maupun pengaruh-pengaruh baru lainnya.
Pemikiran tentang berbagai kaidah hukum tidak terlepas dari pandangan-pandangan
masyarakat setempat
3. Weda sebagai sumber hukum dalam arti formal
Dapat kita lihat susunan sumber hukum dalam arti formal sebagai undang-undang, kebiasaan
dan adat, traktat, yurisprudensi, dan pendapat ahli hukum yang terkenal.
4.Weda sebagai sumber hukum dalam arti filsafat
Sumber hukum dalam arti filsafat merupakas aspek rasional dari agama dan merupakan satu
bagian yang tak terpisahkan atau integral dari agama. Filsafat adalah ilmu iker dan juga
merupakan pencairan rasional ke dalam sifat kebenaran yang juga memberikan pemecahan
yang jelas dalam mengemukakan permasalahan-permasalahan.

Sumber hukum hindu menurut kitab Manawa dharmasastra

1.Weda (Sruti).
Dalam ajaran agama Hindu, Weda termasuk dalam golongan Sruti.Weda diyakini sebagai
sastra tertua dalam peradaban manusia yang masih ada hingga saat ini. Setelah tulisan
ditemukan, para Rsi menuangkan ajaran-ajaran Weda ke dalam bentuk tulisan.
2.Smrti (Dharmasastra).
Smrti (Dharmasastra) adalah Weda juga, karena kedudukannya dipersamakan dengan Weda.
3.Sila (tingkah laku orang suci).

4.Acara (Sadacara).
Sadacara berasal dari bahasa Sansekerta, dari kata Sat dan Acara. Sat adalah Satya yang
berarti kebenaran Weda dan Acara artinya tradisi yang baik.
5.Atmatusti (Amanastuti).
Atmanastusti adalah tercapainya kepuasan diri dan kebahagiaan rohani baik dalam upacara
yadnya maupun dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Implementasi Atmanastusti dalam
kehidupan masyarakat Bali, misalnya dalam sebuah paruman desa adat.

WEDA SRUTI
Śruti (Devanagari श्रुति, "yang didengar") adalah kumpulan besar dari sastra
keagamaan Hindu. Dalam Śruti tidak ditentukan periode-periode tertentu, tetapi merupakan
keseluruhan sastra yang berupa wahyu dalam sejarah Hindu, dimulai dari sastra di awal
peradaban hingga beberapa Upanisad yang mendekati era modern. Śruti tidak memiliki
pengarang, dan diyakini merupakan wahyu dari Sang Pencipta, yang diterima oleh pada Rsi.
. Sumber Hukum menurut Veda
Dalam sloka II.6 kitab Manawadharmasastra ditegaskan bahwa, yang menjadi sumber hukum
umat sedharma “Hindu” berturut-turut sesuai urutan adalah sebagai berikut:
1) Sruti
Sruti sebagai sumber hukum Hindu pertama, sebagaimana kitab Manawadharmasastra II.10
menyatakan bahwa; sesungguhnya Sruti adalah Veda, Smrti itu Dharmasastra, keduanya
tidak boleh diragukan apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber
dari pada hukum. Selanjutnya mengenai Veda sebagai sumber hukum utama, sebagaimana
dinyatakan dalam kitab Manawadharmasastra II.6 bahwa; seluruh Veda sumber utama dari
pada hukum, kemudian barulah smrti dan sila, sadacara dan atmanastuti. Kitab-kitab yang
tergolong Sruti menurut tradisi Hindu adalah : Kitab Mantra, Brahmana dan Aranyaka. Kitab
Mantra terdiri dari : Rg Veda, Sama Veda, Yajur Veda dan Atharwa Veda.

Srutistu wedo wijneyo dharma


sastram tu wai smerth,
te sarrtheswamimamsye tab
hyam dharmohi nirbabhau. (M. Dh.11.1o).

Artinya:
Sesungguhnya Sruti adalah Weda, demikian pula Smrti itu adalah dharma sastra, keduanya
harus tidak boleh diragukan dalam hal apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang
menjadi sumber ajaran agama Hindu. (Dharma)

Weda khilo dharma mulam


smrti sile ca tad widam,
acarasca iwa sadhunam
atmanastustireqaca. (M. Dh. II.6).

Artinya:
Seluruh Weda merupakan sumber utama dari pada agama Hindu (Dharma), kemudian
barulah Smerti di samping Sila (kebiasaan- kebiasaan yang baik dari orang-orang yang
menghayati Weda). dan kemudian acara yaitu tradisi dari orang-orang suci serta akhirnya
Atmasturi (rasa puas diri sendiri).

Srutir wedah samakhyato


dharmasastram tu wai smrth,
te sarwatheswam imamsye
tabhyam dharmo winir bhrtah. (S.S.37).
Artinya:
Ketahuilah olehmu Sruti itu adalah Weda (dan) Smerti itu sesungguhnya adalah
dharmasastra; keduanya harus diyakini kebenarannya dan dijadikan jalan serta dituruti agar
sempurnalah dalam dharma itu.

-Berikut ini dapat disajikan beberapa sloka dari kitab suci yang menggariskan Veda sebagai
sumber hukum yang bersifat universal, antara lain sebagai berikut:
“Yaá pàvamànir adhyeti åûibhiá saý bhåaý rasam. sarvaý sa pùtam aúnati svaditaý
màtariúvanà” 

Terjemahan:
“Dia yang menyerap (memasukkan ke dalam pikiran) melalui pelajaran- pelajaran pemurnian
intisari mantra-mantra Veda yang diungkapkan kepada para rsi menikmati semua tujuan yang
sepenuhnya dimurnikan yang dibuat manis oleh Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi napas
hidup semesta alam (Ågveda IX.67.31).

“Pàvamànir yo adhyeti- åûibhiá saýbhåaý rasam tasmai sarasvati duhe


kûiraý sarpir madhùdakam”.

Terjemahan:
‘Siapapun juga yang mempelajari mantram-mantram veda yang suci yang berisi intisari
pengetahuan yang diperoleh para rsi, Devi pengetahuan (yakni Sang Hyang Saraswati)
menganugerahkan susu, mentega yang dijernihkan, madu dan minuman Soma (minuman para
Deva)’(Ågveda IX.67.32).
“Iyam te rad yantasi yamano dhruvo-asi dharunah.
kryai tva ksemaya tva rayyai tva posaya tva”. 

Terjemahan:
Wahai pemimpin, itu adalah negara mu, engkau pengawasnya. Engkau mawas diri, teguh hati
dan pendukung warga negara. Kami mendekat padamu demi perkembangan pertanian,
kesejahteraan manusia, kemakmuran yang melimpah” (Yajurveda IX.22) dalam (Mudana dan
Ngurah Dwaja, 2015:81).

WEDA SMRTI
Smerti (Dewanagari: स्मॄति; IAST: Smṛti; arti harfiah: "yang di ingat") merupakan satu
dari dua kelompok pembagian susastra Hindu. Smerti bukanlah wahyu sebagaimana hal-nya
Sruti, dan diposisikan setelah Śruti sebagai sastra utama.
Sila di sini berarti tingkah laku. Bila diberi awalan su maka menjadi susila yang berarti
tingkah laku orang-orang yang baik atau suci. Tingkah laku tersebut meliputi pikiran,
perkataan dan perbuatan yang suci. Pada umumnya tingkah laku para maharsi atau nabi
dijadikan standar penilaian yang patut ditauladani. Kaedah-kaedah tingkah laku yang baik
tersebut tidak tertulis di dalam Smerti, sehingga sila tidak dapat diartikan sebagai hukum
dalam pengertian yang sebenarnya, walaupun nilai-nilainya dijadikan sebagai dasar dalam
hukum positif.
Berikut sloka dari WEDA SMRTI :
“Teûu samyag vartta màno gacchatya maralokatàm, yathà samkalpitàýúceha sarwan
kaman samaúnute”

Terjemahan:
Ketahuilah bahwa ia yang selalu melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah
diatur dengan cara yang benar, mencapai tingkat kebebasan yang sempurna kelak dan
memperoleh semua keinginan yang ia mungkin inginkan (Manawa Dharmasastra, II.5) dalam
(Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015:82)
. Yo’ varnanyeta te mùle hetu úàstràúrayad dvijaá, sa sàdhubhir bahiûkàryo nàstiko
vedanindakaá”. 

Terjemahan:
Setiap dwijati yang menggantikan dengan lembaga dialektika dan dengan memandang rendah
kedua sumber hukum (Sruti dan Smrti) harus dijauhkan dari orang-orang bijak sebagai
seorang atheis dan yang menentang Veda (Manawa Dharmasastra, II.11).
“Pitådeva manuûyànàm Vedaú cakûuá sanàtanam, aúakyaý càprameyaý ca vedaúàstram
iti sthitiá”. 

Terjemahan:
Veda adalah mata yang abadi dari para leluhur, Deva-Deva, dan manusia; peraturan-
peraturan dalam Veda sukar dipahami manusia dan itu adalah kenyataan yang pasti (Manawa
Dharmasastra, XII.94).

“Ya veda vàhyà småtayo yàs ca kàs ca kudåûþayaá, sarvàsta niûphalàá pretya tamo
niûþhà hi tà småtàá” 

 Terjemahan:
Semua tradisi dan sistem kefilsafatan yang tidak bersumber pada Veda tidak akan memberi
pahala kelak sesudah mati karena dinyatakan bersumber dari kegelapan (Manawa
Dharmasastra, XII.95).
“Crutyuktad paramo dharmastatha smrti gato parah, cistacarah parah proktasrayo
dharmaa sanatanaa.
Kunang kengetakena, sasing kajar de sang hyang cruti dharma ngaranika, sakajar de
sang hyang smrti kuneng dharma ta ngaranika, cistacara kunang, acaranika sang cista,
dharma ngaranika, sista ngaran sang hyang satyawadi, sang apta, sang patisthan, sang
panadahan upa dega sangksepa ika katiga, dharma ngaranira.

Terjemahan:
Adapun yang patut untuk diingat-ingat, semua apa yang diajarkan oleh Gruti disebut dharma,
semua yang diajarkan oleh Smrti pun dharma namanya, demikian pula tingkah laku orang
cista disebut dharma, yang disebut cista adalah yang berkatakata benar, orang yang dapat
dipercaya, orang yang menjadi tempat pensucian, orang yang menjadi tempat menerima
ajaran kerohanian, singkatnya ketiganya itu, dharma namanya, (Sarasamuccaya, 40).

SILA
Sila di sini berarti tingkah laku. Bila diberi awalan su maka menjadi susila yang
berarti tingkah laku orang-orang yang baik atau suci. Tingkah laku tersebut meliputi pikiran,
perkataan dan perbuatan yang suci. Pada umumnya tingkah laku para maharsi atau nabi
dijadikan standar penilaian yang patut ditauladani. Kaedah-kaedah tingkah laku yang baik
tersebut tidak tertulis di dalam Smerti, sehingga sila tidak dapat diartikan sebagai hukum
dalam pengertian yang sebenarnya, walaupun nilai-nilainya dijadikan sebagai dasar dalam
hukum positif.
Sila ngaraning mangraksacara rahayu, yajna ngaraning manghanaken homa, tapa ngaraning
umatindrianya, tan wineh ring. wisayanya, dana ngaraning weweh, prawrajya ngaraning
wiku, anasaka bhiksu ngaraning diksita, yoga ngaraning magawe samadhi nahan pratyeka
ning dharma ngaranya

Artinya:
Sila artinya melakukan perbuatan yang baik. Yadnya artinya melaksanakan pemujaan api.
Tapa artinya mengendalikan indriya, tidak diberikan pada obyeknya. Dana artinya memberi
Prawrajya artinya menjadi biku yang melakukan tapa brata (anasaka?). Bhiksu artinya
seorang yang di-diksita. Yoga berarti melaku-kan meditasi.- itulah perincian Dharma.
(Wrhaspati tattwa, 22).
Berikut sloka SILA ;
"Sila, Yadnya, Tapa, Dhanam, Pawrejya bhiksu evaca, Yogasca pisama senah, Dharma ya
eko, winernayah “

Artinya:
Agama Hindu (Dharma) mempunyai tujuh bagian/ pilar utama yaitu : Sila (etika/ tri kaya
parisudha), Yadnya (korban suci), Tapa (Pengendalian diri termasuk yasa-kerti), Dhanam
(Arta dana = dana punia, widya dana= pengajaran pengetahuan, dharma dana = pengajaran
agama/ guru loka), Prawrejya (pensucian) , Bhiksu (sesana Pandita dan Pemangku) dan Yoga
(pemusatan pikiran, sabda, bayu dan idep kepada Tuhan melalui meditasi/ pemujaan).

ACARA
Acara adalah tradisi atau kebiasaan yang menjadi tingkah laku manusia baik
perseorangan maupun kelompok masyarakat yang di dasari oleh kaidah hukum yang ajeg dan
di laksanakan turun temurun, termasuk tradisi orang suci.
Salah satu bagian integral yang tak dapat dipisahkan dari ajaran agama Hindu secara
keseluruhan yang meliputi: Tattwa,
Susila dan Acara Agama. Ketiga aspek tersebut tidak dapat dipisakan antara yang
satu dengan yang lainnya. Dari ketiga aspek tersebut maka acara agama termasuk
ke dalam aspek ke tiga (3). Acara agama menyangkut suatu yang sangat kompleks
dan merupakan refleksi daripada ajaran agama Hindu itu sendiri yang dapat
dilaksanakan secara riil dalam kehidupan sehari-hari. Karena acara merupakan
refleksi dan praktek dari ajaran agma Hindu sehingga wajarlah nampak bahwa
yang mendominasi agama Hindu adalah upacara agama dan dilaksanakan penuh
semarak.
Berikut sloka dari acara:
Terkait dengan kedudukan daripada Acara Agama, dalam kitab
Manawadharma Sastra (II.6) disebutan :
Weda khilo dharma tulam smrti
Cila ca tad widam, acaracca iwa
Sadhunamat manastustirewaca

Artinya :
Seluruh Weda merupakan sumber utama daripada dharma (agama Hindu),
kemudian barulah Smrti, selanjutnya Sila (kebiasaan yang baik dari orang
yang menghayati Weda), kemudian Acara (tradisi-tradisi) dan akhirnya
atmanastusti (rasa puas diri).

-Atharwa Weda XXI.1.1 menyebutkan :


Satyambrihadh rtam ugram diksa tapo
Brahma yajna prithivim dharayanti

Artinya :
Kebenaran, hukum abadi yang agung dan penyucian diri pengendalian
diri, doa dan ritus (Yajna) inilah yang menegakkan bumi

ATMANASTUTI
Atmanastuti sebagai Sumber Hukum Hindu Kelima. Atmanastuti artinya rasa
puas pada diri sendiri. Perasaan ini dijadikan ukuran untuk suatu hukum, karena
sctiap keputusan atau tingkah laku seseorang mempunyai akibat. Atmanastuti
dinilai sangat relatif dan subyektif, oleh karena itu berdasarkan
Manwadhrmasastra109/115, bila memutuskan kaedah-kaedah hukum yang masih diragukan
kebenarannya, keputusan diserahkan kepada majelis yang terdiri

dari para ahli dalam bidang kitab suci dan logika agar keputusan yang dilakukan
dapat menjamin rasa keadilan dam kepuasan yang menerimanya.
Penegakan hukum yung adil dalam ajaran Hindu mempunyai konsep yang
jclas dijabarkan atau diaplikasikan dalam konsep sraddha atau keimanan Hindu di
bagian yang ketiga, yaitu Karma Phala. Karma Phala merupakan hukum universal
yang memberikan dalil atau rumusan yang pasti. Karma Phala berasal dari dua
kata yaitu ~karma" yang berasal duri urat atau akar kata dari bahasa sansekerta
yang berarti membuat yang berarti perbuatan, sedangkan phala yang berarti hasil,
Jadi dapat disimpulkan bahwa karma phala adalah sebuah perbuatan akan
mendatangkan hasil, juga bisa disebut hukum sebab akibat, yaitu segala sebab
berupa perbuatan akan membawa hasil dari perbuatan tersebut dimana hasil
tersebut dapat berupa baik maupun buruk.
SLOKA ATMANASTUTI :
"Karma Phala ngaran ika paraning gawe ala ayu (slokantara)"
Artinya :
Karma Phala adalah akibat dari perbuatan baik dan buruk

Dalam Sarasamuscaya sloka 17 disebutkan :


Segala orang baik golongan rendah,menengah atau tinggi selama kerja menjadi kesenangan
hatinya, niscaya tercapailah segala yang diusahakan akan memperolehnya."

Hukum Karma Phala adalah hukum sebab - akibat, Hukum aksi -reaksi. hukum
usuhan dan hasil atau nasib. Hukum ini berlaku untuk alam semesta. binatang,
tumbuh - tumbuhan dan manusia, Jika hukum itu ditunjukan kepada manusia
maka di sebut dengan hukum karma dan jika kepada alam semesta disebut hukum
Karma memberikan pahala yang pasti, apa yang kita nikmati dalam
kehidupan ini tidak semata-mata merupakan takdir dari Tuhan. Kehidupan ini
sendirilah yang menentukan. Kalau kita berbuat yang baik maka kita akan
memperoleh pahala yang baik pula, demikian pula sebaliknya kalau kita berbuat
yang tidak baik maka penderitaanlah yang kita nikmati. Namun, perlu diingat
bahwa penikmatan dari hasil itu sendiri dapat dirasakan dalam 3 (tiga)
kemungkinan, yaitu :
a) Prabda Karma Phala yaitu perbuatan yang dilakukan pada kehidupan
sekarang dan diterima dalam hidup sekarang juga.
Contoh: 1. Jika kita memakan cabe, maka mulut kita akan terasa pedas.
2. Jika kita mengambil api, maka tangan kita akan terbakar.
b) Kriyamana Karma Phala yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang di dunia ini
tetapi hasilnya akan diterima setelah mati di alam baka.
Contoh: Jika seseorang berbuat baik, suka menolong, dan jujur maka
setelah meninggal akan mendapatkan surga, begitu juga sebaliknya, jika
seseorang berbuat kurang baik, maka setelah meninggal akan mendapatkan
neraka.
c) Sancita Karma Phala yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang hasilnya akan di
peroleh pada kelahiran yang akan datang.
Contoh : Ada seseorang yang dalam kehidupan sekarang selalu berbuat
jahat namun dia tetap menikmati kebahagiaan. Itu berarti karma baik yang
terdahulu pada kehidupan sebelumnya dinikmati pada kehidupan sekarang.
Sifat- sifat Hukum Karma :
a) Hukum karma itu bersifat abadi : Maksudnya sudah ada sejak mulai penciptaan
alam semesta ini dan tetap berlaku sampai alam semesta ini mengalami pralaya
(kiamat).
b) Hukum karma bersifat universal : Artinya berlaku bukan untuk manusia tetapi
juga untuk mahluk - mahluk seisi alam semesta.
c) Hukum karma berlaku sejak jaman pertama penciptaan, jaman sekarang jaman
yang akan datang.
d) Hukum karma itu sangat sempurna, adil, tidak, ada yang dapat menghindarinya.
c) Hukum karma tidak ada pengecualian terhadap siapapun, bahkan bagi Sri Rama
yang sebagai titisan Wisnu tidak mau merubah adanya keberadaan hukum karma
BAB III  PENUTUP

KESIMPULAN
Hukum Hindu adalah sebuah tata aturan yang membahas aspek kehidupan
manusia secara menyeluruh dan menyangkut tata keagamaan ,mengatur hak dan keajiban
manusia baik sebagai individu ,sebagai makhluk social dan aturan manusia sebagai arga
Negara (Tata Negara).
Sumber Hukum Hindu berasal dari Veda Sruti dan Veda Smrti. Veda Sruti adalah Kitab suci
yang berasal dari Wahyu Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa.Veda Smrti
adalah Kitab Suci Hindu yang ditulis oleh para Maha Rsi berdasarkan ingatn yang bersumber
dari Wahyu Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa.

SARAN
Dalam melaksanakan Dharma agama, umat Hindu menjadikan kitab suci Weda
sebagai sumber ajaran/pedoman hidup. Orang yang yakin dengan ajaran ini akan berfikir
seribu kali untuk berbuat dosa karena takut akan hasil yang diterima. Mereka akan memegang
teguh Dharma sebagai pedoman hidup untuk dapat menciptakan kehidupan yang harmonis,
bahagia, lahir, dan batin.Upaya-upaya yang harus dilakukan umat Hindu untuk menegakkan
hukum adalah melaksanakan ajaran agamanya dengan baik, seperti melaksanakan Panca
Sradha, TriKaya Parisudha, Tri Hita Karana, dan ajaran etika lainnya. Hukum Hindu
merupakan bagian dari hukum nasional dan berlakunya bagi semua umat Hindu di Indonesia
sepanjang ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

DAFTAR PUSTAKA

https://kimjongin93.wordpress.com/tag/hukum-hindu/

http://novitamahayeni.blogspot.co.id/2016/08/weda-sumber-hukum-hindu.html#more

http://maretanakbali.blogspot.co.id/2014/08/weda-sebagai-sumber-dan-kitab-suci-hindu.html

https://www.scribd.com/doc/50623603/TUGAS-AGAMA-HINDU

https://www.mutiarahindu.com/2018/09/sloka-kitab-suci-veda-yang-menjelaskan.html

Anda mungkin juga menyukai