Anda di halaman 1dari 34

TUGAS KELOMPOK AGAMA HINDU

KITAB SUCI AGAMA HINDU

Disusun Oleh :

KELOMPOK 4

AGRIBISNIS C

 I Komang Agus Saskara 2106511127


 Ni Kadek Dita Savitri 2106511153
 Ni Komang Ayu Winda Prayoni 2106511160
 I Made Arya Wiratama 2106511174

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

TAHUN AJARAN GANJIL – 2021/2022


PETA KONSEP

KITAB SUCI AGAMA HINDU

WEDA

SRUTI SMRTI

MANTRA BRAHMANA UPANISAD


/KARMA & WEDANGGA UPAWEDA
SAMHITA
KANDA ARANYAKA

Itihasa
Siksa Purana
Reg Weda Wyakarana Artha Sastra
Aitareya Prashna
Sama Weda Chanda Ayur Weda
Kausitaki Mandukya
Yajur Weda Nirukta Gandharwa
Tandya Chandogya
Atharwa WEda Jyotisa Weda

Kalpa Kama Sastra

Agama
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Agama yang diyakini oleh Negara yaitu agama yang memiliki kitab suci
dan memiliki suatu kepercayaan dan keyakinan di dalam beragama. Agama Hindu
memiliki kitab suci yang bernama Veda dan ajaran yang ada di dalam dunia ini
semuanya datang dari kitab suci Veda.

Dalam berbagai kesempatan melalui ceramah agama Hindu, dharma


vacana, dharma tula, diskusi atau seminar, sebagian dari umat Hindu yang terpelajar
menanyakan tentang kitab suci Veda. Mereka meyakini kitab suci Veda sebagai
sumber ajaran agama Hindu, tetapi mereka belum pernah melihat bagaimana kitab
suci Veda itu.

Kini perkembangan dunia modern sangat pesat, media komunikasi seperti


televisi sangat bermanfaat bagi pengembangan atau penyampaian ajaran agama.
Umat Hindu merasakan keterlambatan, ketidaksiapan dan kekurangan dalam
memanfaatkan teknologi modern ini. Perkembangan dunia modern dalam era
globalisasi ini, umat Hindu khususnya dan masyarakat pada umumnya ingin
mengenal ajaran agamanya dan ajaran agama lain yang tidak dipeluknya lebih
mendalam lagi. Untuk mendalami ajaran agama Hindu, kita harus merujuk pada
kitab suci Veda.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa itu Veda?
2. Kodifikasi dan klasifikasi Veda
3. Apa kedudukan Lontar dalam Veda?
1.3. Tujuan dan Manfaat
1. Untuk mengetahui pengertian Weda
2. Untuk mengetahui arti kata Weda
3. Untuk mengetahui Kedudukan Kitab Suci Veda
BAB 2
PENJELASAN

A. Pengertian Veda

Kitab suci agama Hindu adalah weda, kitab ini berlaku sepanjang
zaman. Mulai dari zaman manusia prasejarah hingga zaman modern. Weda
memuat penjelasan tentang Tuhan dan alam semesta yang sesuai dengan
kemampuan akal manusia.

Sumber ajaran Agama Hindu adalah Kitab Suci Veda (Weda), yaitu
kitab yang berisikan ajaran kesucian yang diwahyukan oleh Hyang Widhi
Wasa melalui para Maha Rsi. Veda merupakan jiwa yang meresapi seluruh
ajaran Hindu, laksana sumber air yang mengalir terus melalui sungai-sungai
yang amat panjang dalam sepanjang abad. Weda adalah sabda suci atau
wahyu Tuhan Yang Maha Esa.

Weda secara ethimologinya berasal dari kata “Vid” (Bahasa


Sansekerta), yang artinya mengetahui atau pengetahuan. Veda adalah ilmu
pengetahuan suci yang maha sempurna, kekal abadi serta berasal dari Sang
Hyang Widhi Wasa.

Sebagai kitab suci agama Hindu maka ajaran Veda diyakini dan
dipedomani oleh umat Hindu sebagai satu-satunya sumber bimbingan dan
informasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari ataupun untuk
waktu-waktu tertentu. Diyakini sebagai kitab suci karena sifat isinya dan
yang menurunkan (mewahyukan) adalah Tuhan Yang Maha Esa yang Maha
Suci. Apapun yang diturunkan sebagai ajaran-Nya kepada umat manusia
adalah ajaran suci terlebih lagi bahwa isinya itu memberikan petunjuk atau
ajaran untuk hidup suci.
Ajaran Weda dikutip kembali dan memberikan vitalitas terhadap
kitab-kitab susastra Hindu pada masa berikutnya. Dari kitab Veda (Sruti)
mengalirlah ajaran Veda pada kitab-kitab Smrti, Itihasa, Purana, kitab-kitab
Agama, Tantra, Darsana dan Tattwa-tattwa yang kita warisi di Indonesia.
Swami Sivananda menyatakan : ”Veda adalah kitab tertua dari perpustakaan
umat manusia. Kebenaran yang terkandung dalam semua agama berasal dari
Veda dan akhirnya kembali pada Veda. Veda adalah sumber ajaran agama,
sumber tertinggi dari semua sastra agama berasal dari Tuhan Yang Maha
Esa. Veda diwahyukan pada permulaan adanya pengertia waktu”.

Veda mengandung ajaran yang memberikan keselamatan di dunia


ini dan di akhirat nanti. Veda menuntun tindakan umat manusia sejak lahir
sampai pada nafasnya yang terakhir. Veda tidak terbatas pada tuntunan
hidup individual, tetapi juga dalam hidup bermasyarakat. Bagaimana
hendaknya masyarakat bersikap dan bertindak, tugas-tugas aparatur
pemerintah melaksanakan tugasnya, bagaimana tingkah laku seorang ibu.
Segala tuntunan hidup ditunjukkan kepada kita terhimpun dalam kitab suci
Veda.

Para nabi yang menerima wahyu Veda jumlahnya sangat banyak,


namun yang terkenal hanya tujuh saja yang disebut Sapta Maharsi atau
Sapta Rsi. Ketujuh nabi tersebut yakni:

- Rsi Grtsamada
- Rsi Wasistha
- Rsi Atri
- Rsi Wiswamitra
- Rsi Wamadewa
- Rsi Bharadwaja
- Rsi Kanwa
Ayat-ayat yang diturunkan oleh Tuhan kepada nabi-nabi tersebut
tidak terjadi pada suatu zaman yang sama dan tidak diturunkan di wilayah
yang sama. Nabi yang menerima wahyu juga tidak hidup pada masa yang
sama dan tidak berada di wilayah yang sama dengan nabi lainnya, sehingga
ribuan ayat-ayat tersebut tersebar di seluruh wilayah India dari zaman ke
zaman, tidak pada suatu zaman saja.

Agar ayat-ayat tersebut dapat dipelajari oleh generasi seterusnya,


maka disusunlah ayat-ayat tersebut secara sistematis ke dalam sebuah buku.
Usaha penyusunan ayat-ayat tersebut dilakukan oleh Rsi Vyāsa atau
Krishna Dwaipayana Wyasa dengan dibantu oleh empat muridnya, yaitu:
Bagawan Pulaha, Bagawan Jaimini, Bagawan Wesampayana, dan Bagawan
Sumanta.

Veda adalah kitab suci yang mencakup berbagai aspek kehidupan


yang diperlukan oleh manusia. Berdasarkan materi, isi dan luas lingkupnya,
maka jenis buku weda itu banyak. Veda dibagi dalam dua kelompok besar,
yaitu Veda Sruti dan Veda Smrti. Pembagian ini juga dipergunakan untuk
menamakan semua jenis buku yang dikelompokkan sebagai kitab Weda,
baik yang telah berkembang dan tumbuh menurut tafsir sebagaimana
dilakukan secara turun temurun menurut tradisi maupun sebagai wahyu
yang berlaku secara institusional ilmiah. Kelompok Veda Sruti isinya hanya
memuat wahyu, sedangkan kelompok Smrti isinya bersumber dari Veda
Sruti, jadi merupakan manual, yakni buku pedoman yang sisinya tidak
bertentangan dengan Sruti. Baik Sruti maupun Smrti, keduanya adalah
sumber ajaran agama Hindu yang tidak boleh diragukan kebenarannya.
Sloka berikut ini dapat mempertegas pernyataan di atas.

Weda khilo dharma mulam


smrti sile ca tad widam,
acarasca iwa sadhunam
atmanastustireqaca. (M. Dh. II.6).
Artinya:
Seluruh Weda merupakan sumber utama dari pada agama Hindu
(Dharma), kemudian barulah Smerti di samping Sila (kebiasaan- kebiasaan
yang baik dari orang-orang yang menghayati Weda). dan kemudian acara
yaitu tradisi dari orang-orang suci serta akhirnya Atmasturi (rasa puas diri
sendiri).

Srutir wedah samakhyato


dharmasastram tu wai smrth,
te sarwatheswam imamsye
tabhyam dharmo winir bhrtah. (S.S.37).

Artinya:
Ketahuilah olehmu Sruti itu adalah Weda (dan) Smerti itu
sesungguhnya adalah dharmasastra; keduanya harus diyakini kebenarannya
dan dijadikan jalan serta dituruti agar sempurnalah dalam dharma itu.

Dari sloka-sloka diatas, maka tegaslah bahwa Sruti dan Smrti


merupakan dasar utama ajaran Hindu yang kebenarannya tidak boleh
dibantah. Sruti dan Smrti merupakan dasar yang harus dipegang teguh,
supaya dituruti ajarannya untuk setiap usaha.

Menurut tokoh spiritual Hindu Swami Vivekananda, agama Hindu


berdasarkan kepada himpunan pedoman spiritual yang ditemukan oleh
orang yang berbeda-beda pada zaman yang berbeda-beda. Selama berabad-
abad, pedoman itu diwariskan secara lisan dalam bentuk syair agar dapat
dihafalkan, sampai akhirnya dituliskan. Selama berabad-abad,
para resi menyaring ajaran tersebut dan memperluas dalil-dalilnya. Pada
masa setelah Periode Weda dan menurut keyakinan Hindu masa kini,
banyak pustaka Hindu tidak untuk ditafsirkan secara harfiah. Yang
diutamakan adalah etika dan makna metaforis yang terkandung di
dalamnya. Di antara pustaka suci tersebut, Weda merupakan yang paling
tua, yang diikuti dengan Upanishad sebagai susastra dasar yang sangat
penting dalam mempelajari filsafat Hindu. Sastra lainnya yang menjadi
landasan penting dalam ajaran Hindu adalah Tantra, Agama, Purana, serta
dua wiracarita, yaitu Ramayana dan Mahabharata. Bhagawadgita adalah
ajaran yang dimuat dalam Mahabharata, merupakan susastra yang dipelajari
secara luas, yang sering disebut sebagai intisari Weda. Banyak pustaka
Hindu yang ditulis dalam bahasa Sanskerta. Pustaka-pustaka tersebut
digolongkan menjadi dua kelas,yaitu Sruti dan Smerti.

B. Sifat-Sifat Weda

Sebagai sumber keyakinan dan kepercayaan, kitab suci Weda


memiliki beberapa sifat tertentu, antara lain adalah:

- Weda tidak berawal, sebab Weda merupakan sabda suci yang sudah ada
sebelum alam diciptakan oleh Tuhan.
- Weda tidak berakhir karena ajaran di dalamnya berlaku sepanjang
zaman.
- Weda bukan agama dan hasil ciptaan manusia.
- Weda tidak kaku, tidak memiliki inti, dan sifatnya fleksibel.

C. Nilai-Nilai Dalam Kitab Weda

Kitab Weda terbagi menjadi dua jenis, yakni Weda Sruti dan Weda
Smrthi. Weda Sruti mengandung wahyu, sedangkan Weda Smrthi memuat
penjelasan tentang Weda Sruti. Kitab Weda menyimpan nilai-nilai penting,
di antaranya:

- Kemuliaan
- Keharmonisan
- Kebenaran
- Kasih saying
- Sedekah
- Menghindari judi
- Kemurahan hati
- Keindahan
- Pengorbanan, keikhlasan
- Persatuan

D. Kodefikasi dan Klasifikasi Weda

1. SRUTI

Sruti adalah kitab wahyu yang diturunkan secara langsung oleh Tuhan
(Hyang Widhi Wasa) melalui para maha Rsi. Sruti adalah Weda yang
sebenarnya (originair) yang diterima melalui pendengaran, yang diturunkan
sesuai periodesasinya dalam empat kelompok atau himpunan. Oleh karena
itu Weda Sruti disebut juga Catur Weda atau Catur Weda Samhita (Samhita
artinya himpunan).
 Adapun kitab-kitab Catur Weda tersebut adalah:

a. Reg Weda Samhita


Reg Weda Samhita adalah wahyu yang paling pertama diturunkan
sehingga merupakan Weda yang tertua. Reg Weda berisikan
nyanyian-nyanyian pujaan, terdiri dari 10.552 mantra dan
seluruhnya terbagi dalam 10 mandala. Mandala II sampai dengan
VIII, disamping menguraikan tentang wahyu juga menyebutkan
Sapta Rsi sebagai penerima wahyu. Wahyu Reg Weda dikumpulkan
atau dihimpun oleh Rsi Pulaha.

b. Sama Weda Samhita


Sama Weda Samhita adalah Weda yang merupakan kumpulan
mantra dan memuat ajaran mengenai lagu lagu pujaan. Sama Weda
terdiri dari 1.875 mantra. Wahyu Sama Weda dihimpun oleh Rsi
Jaimini.

c. Yajur Weda Samhita


Yajur Weda Samhita adalah Weda yang terdiri atas mantra-mantra
dan sebagian besar berasal dari Reg Weda. Yajur Weda memuat
ajaran mengenai pokok-pokok yajus. Keseluruhan mantranya
berjumlah 1.975 mantra. Yajur Weda terdiri atas dua aliran, yaitu
Yayur Weda Putih dan Yayur Weda Hitam. Wahyu Yajur Weda
dihimpun oleh Rsi Waisampayana.

d. Atharwa Weda Samhita


Atharwa Weda Samhita adalah kumpulan mantra-mantra yang
memuat ajaran yang bersifat magis. Atharwa Weda terdiri dari 5.987
mantra, yang juga banyak berasal dari Reg Weda. Isinya adalah doa-
doa untuk kehidupan sehari-hari seperti mohon kesembuhan dan
lain-lain. Wahyu Atharwa Weda dihimpun oleh Rsi Sumantu.

Sebagaimana nama-nama tempat yang disebutkan dalam RgVeda


maka dapat diperkirakan bahwa wahyu RgVeda dikodifikasikan di daerah
Punjab. Sedangkan ketiga Weda yang lain (Sama, Yayur, dan Atharva
veda), dikodifikasikan di daerah Doab (daerah dua sungai yakni lembah
sungai Gangga dan Yamuna.Masing-masing bagian Catur Weda memiliki
kitab-kitab Brahmana yang isinya adalah penjelasan tentang bagaimana
mempergunakan mantra dalam rangkain upacara. Disamping kitab
Brahmana, Kitab-kitab Catur Weda juga memiliki Aranyaka dan Upanisad.
Kitab Aranyaka isinya adalah penjelasan-penjelasan terhadap bagian
mantra dan Brahmana. Sedangkan kitab Upanisad mengandung ajaran
filsafat, yang berisikan mengenai bagaimana cara melenyapkan awidya
(kebodohan), menguraikan tentang hubungan Atman dengan Brahman serta
mengupas tentang tabir rahasia alam semesta dengan segala isinya. Kitab-
kitab brahmana digolongkan ke dalam Karma Kandha sedangkan kitab-
kitab Upanishad digolonglan ke dalam Jnana Kanda.
 Brahmana
Bagian Kedua yang terpenting dari kitab Sruti adalah bagian
yang disebut ‘Brahmana’ atau ‘Karma Kanda’ . Himpunan buku –
buku ini disebut Brahmana. Tiap – tiap mantra (Rg. Weda, Sama
Weda, Yajur Weda, dan Atharwa Weda) memiliki Brahmana.
Brahmana berarti doa. Jadi, kitab Brahmana adalah kitab yang berisi
himpunan doa – doa yang dipergunakan untuk keperluan upacara
yadnya.

Kitab Rg. Weda memiliki Dua Jenis Buku Brahmana, Yaitu


Aitareya Brahmana dan Kausitaki Brahmana (Sankyana Brahmana).
Kitab Brahmana yang pertama terdiri dari 40 bab dan yang kedua
terdiri dari 30 bab. Kitab Yajur Weda memiliki beberapa kitab
‘Brahmana’ Yajur Weda Hitam (Krsna Yajur Weda) memiliki
Taittriya Brahmana. Yajur Weda Putih (Sukla Yajur Weda)
memiliki satapatha Brahmana. Nama ini disebut demikian karena
kitab ini terdiri dari 100 adhyana.

 Upanisad
Aranyaka atau Upanisad adalah himpunan mantra – mantra yang
membahas berbagai aspek teori mengenai keTuhanan. Di dalam
penelitian berbagai naskah suci Hindu, Dr. G. Sriniwasa Murti di
dalam introduksi kitab Saiwa Upanisad mengemukakan bahwa tiap
– tiap sakha (cabang ilmu) merupakan satu upanisad, antara lain :
- Rg. Weda terdiri dari 21 Sakha
- Sama Wedha terdiri dari 1000 sakha
- Yajur Wedha terdiri dari 109 Sakha
- Atharwa Wedha terdiri dari 50 sakha
Berdasarkan Jumlah sakha, yaitu 1.180 sakha maka jumlah
Uphanisad seyognyanya berjumlah 1.180 buah buku. Tetapi
berdasarkan catatan Muktikopanisad, jumlah uphanisad disebut secara
tegas adalah sebanyak 108 buah buku . Adapun perincian dari pada kitab
– kitab Upanisad itu adalah sebagai berikut :
- Upanisad yang tergolong jenis Rg. Weda yaitu Aitareya, Kausitaki, dll
- Uphanisad yang tergolong Sama Weda yaitu Kena, Chandogya, dll.
Uphanisad yang tergolong Yajur Weda, yaitu :
- Yajur Weda Hitam : Kathawali , Taittriyaka, dll
- Yajur Weda Putih : Isawasya, Subata, dll.
Upanisad yang tergolong Jenis Atharwa Weda , Yaitu :
- Prana, Munduka , dll.

2. SMRTI

Smrti adalah Weda yang disusun kembali berdasarkan ingatan.


Penyusunan ini didasarkan atas pengelompokan isi materi secara sistematis
menurut bidang profesi. Secara garis besarnya Smerti dapat digolongkan ke
dalam dua kelompok besar, yakni kelompok Wedangga (Sadangga), dan
kelompok Upaweda.

A. Wedangga
Kelompok ini disebut juga Sadangga. Wedangga terdiri dari enam
bidang Weda yaitu:

- Siksa (Phonetika). Isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang cara tepat


dalam pengucapan mantra serta rendah tekanan suara.

- Wyakarana (Tata Bahasa). Merupakan suplemen batang tubuh Weda


dan dianggap sangat penting serta menentukan, karena untuk mengerti
dan menghayati Weda Sruti, tidak mungkin tanpa bantuan pengertian
dan bahasa yang benar.
- Chanda (Lagu). Adalah cabang Weda yang khusus membahas aspek
ikatan bahasa yang disebut lagu. Sejak dari sejarah penulisan Weda,
peranan Chanda sangat penting. Karena dengan Chanda itu, semua ayat-
ayat itu dapat dipelihara turun temurun seperti nyanyian yang mudah
diingat.

- Nirukta. Memuat berbagai penafsiran otentik mengenai kata-kata yang


terdapat di dalam Weda.

- Jyotisa (Astronomi). Merupakan pelengkap Weda yang isinya memuat


pokok-pokok ajaran astronomi yang diperlukan untuk pedoman dalam
melakukan yadnya, isinya adalah membahas tata surya, bulan dan badan
angkasa lainnya yang dianggap mempunyai pengaruh di dalam
pelaksanaan yadnya.

- Kalpa. Merupakan kelompok Wedangga (Sadangga) yang terbesar dan


penting. Menurut jenis isinya, Kalpa terbagi atas beberapa bidang, yaitu
bidang Srauta, bidang Grhya, bidang Dharma, dan bidang Sulwa. Srauta
memuat berbagai ajaran mengenai tata cara melakukan yajna,
penebusan dosa dan lain-lain, terutama yang berhubungan dengan
upacara keagamaan. Sedangkan kitab Grhyasutra, memuat berbagai
ajaran mengenai peraturan pelaksanaan yajna yang harus dilakukan oleh
orang-orang yang berumah tangga. Lebih lanjut, bagian Dharmasutra
adalah membahas berbagai aspek tentang peraturan hidup
bermasyarakat dan bernegara. Dan Sulwasutra, adalah memuat
peraturan-peraturan mengenai tata cara membuat tempat peribadatan,
misalnya Pura, Candi dan bangunan-bangunan suci lainnya yang
berhubungan dengan ilmu arsitektur.
B. Upaweda
Kelompok Upaweda adalah kelompok kedua yang sama pentingnya
dengan Wedangga. Kelompok Upaweda terdiri dari beberapa jenis,
yaitu:

- Itihasa
Merupakan jenis epos yang terdiri dari dua macam yaitu Ramayana dan
Mahabharata. Kitan Ramayana ditulis oleh Rsi Walmiki. Seluruh isinya
dikelompokkan kedalam tujuh Kanda dan berbentuk syair. Jumlah
syairnya sekitar 24.000 syair. Adapun ketujuh kanda tersebut adalah
Ayodhya Kanda, Bala Kanda, Kiskinda Kanda, Sundara Kanda, Yudha
Kanda dan Utara Kanda. Tiap-tiap Kanda itu merupakan satu kejadian
yang menggambarkan ceritra yang menarik. Di Indonesia cerita
Ramayana sangat populer yang digubah ke dalam bentuk Kekawin dan
berbahasa Jawa Kuno. Kekawin ini merupakan kakawin tertua yang
disusun sekitar abad ke-8.

Disamping Ramayana, epos besar lainnya adalah Mahabharata. Kitab


ini disusun oleh maharsi Wyasa. Isinya adalah menceritakan kehidupan
keluarga Bharata dan menggambarkan pecahnya perang saudara
diantara bangsa Arya sendiri. Ditinjau dari arti Itihasa (berasal dari kata
“Iti”, “ha” dan “asa” artinya adalah “sesungguhnya kejadian itu
begitulah nyatanya”) maka Mahabharata itu gambaran sejarah, yang
memuat mengenai kehidupan keagamaan, sosial dan politik menurut
ajaran Hindu. Kitab Mahabharata meliputi 18 Parwa, yaitu Adiparwa,
Sabhaparwa, Wanaparwa, Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa,
Dronaparwa, Karnaparwa, Salyaparwa, Sauptikaparwa, Santiparwa,
Anusasanaparwa, Aswamedhikaparwa, Asramawasikaparwa,
Mausalaparwa, Mahaprastanikaparwa, dan Swargarohanaparwa.

Diantara parwa-parwa tersebut, terutama di dalam Bhismaparwa


terdapatlah kitab Bhagavad Gita, yang amat masyur isinya adalah
wejangan Sri Krsna kepada Arjuna tentang ajaran filsafat yang amat
tinggi.

- Purana
Merupakan kumpulan cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan
dunia dan silsilah para raja yang memerintah di dunia, juga mengenai
silsilah dewa-dewa dan bhatara, cerita mengenai silsilah keturunaan dan
perkembangan dinasti Suryawangsa dan Candrawangsa serta memuat
ceitra-ceritra yang menggambarkan pembuktian-pembuktian hukum
yang pernah di jalankan. Selain itu Kitab Purana juga memuat pokok-
pokok pemikiran yang menguraikan tentang ceritra kejadian alam
semesta, doa-doa dan mantra untuk sembahyang, cara melakukan puasa,
tatacara upacara keagamaan dan petunjuk-petunjuk mengenai cara
bertirtayatra atau berziarah ke tempat-tempat suci. Dan yang terpenting
dari kitab-kitab Purana adalah memuat pokok-pokok ajaran mengenai
Theisme (Ketuhanan) yang dianut menurut berbagai madzab Hindu.
Adapun kitab-kitab Purana itu terdiri dari 18 buah, yaitu Purana,
Bhawisya Purana, Wamana Purana, Brahma Purana, Wisnu Purana,
Narada Purana, Bhagawata Purana, Garuda Purana, Padma Purana,
Waraha Purana, Matsya Purana, Kurma Purana, Lingga Purana, Siwa
Purana, Skanda Purana dan Agni Purana.

- Arthasastra
Adalah jenis ilmu pemerintahan negara. Isinya merupakan pokok-pokok
pemikiran ilmu politik. Sebagai cabang ilmu, jenis ilmu ini disebut
Nitisastra atau Rajadharma atau pula Dandaniti. Ada beberapa buku
yang dikodifikasikan ke dalam jenis ini adalah kitab Usana, Nitisara,
Sukraniti dan Arthasastra. Ada beberapa Acarya terkenal di bidang
Nitisastra adalah Bhagawan Brhaspati, Bhagawan Usana, Bhagawan
Parasara dan Rsi Canakya.

- Ayur Weda
Adalah kitab yang menyangkut bidang kesehatan jasmani dan rohani
dengan berbagai sistem sifatnya. Ayur Weda adalah filsafat kehidupan,
baik etis maupun medis. Oleh karena demikian, maka luas lingkup
ajaran yang dikodifikasikan di dalam Ayur Weda meliputi bidang yang
amat luas dan merupakan hal-hal yang hidup. Menurut isinya, Ayur
Weda meliptui delapan bidang ilmu, yaitu ilmu bedah, ilmu penyakit,
ilmu obat-obatan, ilmu psikotherapy, ilmu pendiudikan anak-anak (ilmu
jiwa anak), ilmu toksikologi, ilmu mujizat dan ilmu jiwa remaja.

Disamping Ayur Weda, ada pula kitab Caraka Samhita yang ditulis oleh
Maharsi Punarwasu. Kitab inipun memuat delapan bidan ajaran (ilmu),
yakni Ilmu pengobatan, Ilmu mengenai berbagai jens penyakit yang
umum, ilmu pathologi, ilmu anatomi dan embriologi, ilmu diagnosis dan
pragnosis, pokok-pokok ilmu therapy, Kalpasthana dan Siddhistana.
Kitab yang sejenis pula dengan Ayurweda, adalah kitab Yogasara dan
Yogasastra. Kitab ini ditulis oleh Bhagawan Nagaryuna. isinya memuat
pokok-pokok ilmu yoga yang dirangkaikan dengan sistem anatomi yang
penting artinya dalam pembinaan kesehatan jasmani dan rohani.

- Gandharwa Weda
Adalah kitab yang membahas berbagai aspek cabang ilmu seni. Ada
beberapa buku penting yang termasuk Gandharwaweda ini adalah
Natyasastra (yang meliputi Natyawedagama dan Dewadasasahasri),
Rasarnawa, Rasaratnasamuscaya dan lain-lain.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa kelompok Weda Smerti
meliptui banyak buku dan kodifikasinya menurut jenis bidang-bidang
tertentu. Ditambah lagi kitab-kitab agama misalnya Saiwa Agama,
Vaisnawa Agama dan Sakta Agama dan kitab-kitab Darsana yaitu
Nyaya, Waisesika, Samkhya, Yoga, Mimamsa dan Wedanta. Kedua
terakhir ini termasuk golongan filsafat yang mengakui otoritas kitab
Weda dan mendasarkan ajarannya pada Upanisad.
E. Weda Sebagai Wahyu Dari Tuhan Yang Maha Esa

Dipakai nama Hindu Dharma sebagai nama agama Hindu


menunjukkan bahwa kata Dharma mempunyai pengertian yang jauh lebih
luas dibandingkan dengan pengertian kata agama dalam bahasa Indonesia.
Dalam kontek pembicaraan kita saat ini pengertian Dharma disamakan
dengan agama. Jadi agama Hindu sama dengan Hindu Dharma. Kata Hindu
sebenarnya adalah nama yang diberikan oleh orang-orang Persia yang
mengadakan komunikasi dengan penduduk di lembah sungai Sindhu dan
ketika orang-orang Yunani mengadakan kontak dengan masyarakat di
lembah sungai Sindhu mengucapkan Hindu dengan Indoi dan kemudian
orang-orang Barat yang datang kemudian menyebutnya dengan India. Pada
mulanya wilayah yang membentang dari lembah sungai Shindu sampai
yang kini bernama Srilanka, Pakistan, Bangladesh disebut dengan nama
Bhàratavarsa yang disebut juga Jambhudvìpa.

Kata Sanàtana Dharma berarti agama yang bersifat abadi dan akan
selalu dipedomani oleh umat manusia sepanjang Nama asli dari agama ini
masa, karena ajaran yang disampaikan adalah kebenaran yang bersifat
universal, merupakan santapan rohani dan pedoman hidup umat manusia
yang tentunya tidak terikat oleh kurun waktu tertentu. Kata Vaidika Dharma
berarti ajaran agama yang bersumber pada kitab suci Veda, yakni wahyu
Tuhan Yang Maha Esa (Mahadevan, 1984: 13).

Kitab suci Veda merupakan dasar atau sumber mengalirnya ajaran


agama Hindu. Para åûi atau mahàrûi yakni orang-orang suci dan bijaksana
di India jaman dahulu telah menyatakan pengalaman-pengalaman spiritual-
intuisi mereka (Aparokûa-Anubhuti) di dalam kitab-kitab Upaniûad,
pengalaman-pengalaman ini sifatnya langsung dan sempurna. Hindu
Dharma memandang pengalaman-pengalaman para mahàrûi di jaman
dahulu itu sebagai autoritasnya (sebagai wahyu-Nya). Kebenaran yang tidak
ternilai yang telah ditemukan oleh para mahàrûi dan orang-orang bijak sejak
ribuan tahun yang lalu, membentuk kemuliaan Hinduisme, oleh karena itu
Hindu Dharma merupakan wahyu Tuhan Yang Maha Esa (Sivananda, 1988:
4)

Kebenaran tentang Veda sebagai wahyu Tuhan Yang Maha Esa


ditegaskan oleh pernyataan yang terdapat dalam kitab Taittiriya Aranyaka
1.9.1 (Dayananda, 1974:LI) maupun maharsi Aupamanyu sebagai yang
dikutip oleh mahàrûi Yàûka (Yàskàcarya) di dalam kitab Nirukta II.11
(Loc.Cit). Bagi umat Hindu kebenaran Veda adalah mutlak, karena
merupakan sabda Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya Úrì
Chandrasekarendra Sarasvati, pimpinan tertinggi Úaýkara-math yakni
perguruan dari garis lurus Úrì Úaýkaràcarya menegaskan : Dengan
pengertian bahwa Veda merupakan sabda Tuhan Yang Maha Esa
(Apauruûeyam atau non human being) maka para maharsi penerima wahyu
disebut Mantradraûþaá (mantra draûþaá iti åûiá). Puruûeyaý artinya dari
manusia. Bila Veda merupakan karangan manusia maka para maharsi
disebut Mantrakarta (karangan/buatan manusia) dan hal ini tidaklah benar.
Para maharsi menerima wahyu dari Tuhan Yang Maha Esa (Apauruûeyam)
melalui kemekaran intuisi (kedalaman dan pengalaman rohani)nya,
merealisasikan kebenaran Veda, bukan dalam pengertian atau mengarang
Veda. Apakah artinya ketika seorang mengatakan bahwa Columbus
menemukan Amerika ? Bukankah Amerika telah ada ribuan tahun sebelum
Columbus lahir? Einstein, Newton atau Thomas Edison dan para penemu
lainnya menemukan hukum-hukum alam yang memang telah ada ketika
alam semesta diciptakan. Demikian pula para maharsi diakui sebagai
penemu atau penerima wahyu tuhan Yang Maha Esa yang memang telah
ada sebelumnya dan karena penemuannya itu mereka dikenal sebagai para
maharsi agung. Mantra-mantra Veda telah ada dan senantiasa ada, karena
bersifat Anadi-Ananta yakni kekal abadi mengatasi berbagai kurun waktu.
Oleh karena kemekaran intuisi yang dilandasi kesucian pribadi mereka, para
maharsi mampu menerima mantra Veda. Para mahàrûi penerima wahyu
Tuhan Yang Maha Esa dihubungkan dengan Sùkta (himpunan mantra),
Devatà (Manifestasi Tuhan Yang Maha Esa yang menurunkan wahyu) dan
Chanda (irama/syair dari mantra Veda). Untuk itu umat Hindu senantiasa
memanjatkan doa pemujaan dan penghormatan kepada para Devatà dan
maharsi yang menerima wahyu Veda ketika mulai membaca atau
merapalkan mantra-mantra Veda (Chandrasekharendra, 1988: 5).

Kitab suci Veda bukanlah sebuah buku sebagai halnya kitab suci
dari agama-agama yang lain, melainkan terdiri dari beberapa kitab yang
terdiri dari 4 kelompok yaitu kitab-kitab Mantra (Saýhità) yang dikenal
dengan Catur Veda (Ågveda, Yajurveda, Sàmaveda atau Atharvaveda).
Masing-masing kitab mantra ini memiliki kitab-kitab Bràhmaóa, Àraóyaka
dan Upaniûad) yang seluruhnya itu diyakini sebagai wahyu wahyu Tuhan
Yang Maha Esa yang didalam bahasa Sanskerta disebut Úruti. Kata Úruti
berarti sabda tuhan Yang Maha Esa yang didengar oleh para maharsi. Pada
mulanya wahyu itu direkam melalui kemampuan mengingat dari para
maharsi dan selalu disampaikan secara lisan kepada para murid dan
pengikutnya, lama kemudian setelah tulisan (huruf) dikenal selanjutnya
mantra-mantra Veda itu dituliskan kembali. Seorang maharsi Agung, yakni
Vyàsa yang disebut Kåûóadvaipàyaóa dibantu oleh para muridnya
menghimpun dan mengkompilasikan mantra-mantra Veda yang terpencar
pada berbagai Úàkha, Aúsrama, Gurukula atau Saýpradaya.

Didalam memahami ajaran agama Hindu, disamping kitab suci Veda


(Úruti) yakni wahyu Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber tertinggi,
dikenal pula hiarki sumber ajaran agama Hindu yang lain yang merupakan
sumber hukum Hindu adalah Småti (kitab-kitab Dharmaúàstra atau kitab-
kitab hukum Hindu), Úìla (yakni tauladan pada mahàrûi yang termuat dalam
berbagai kitab Itihàsa (sejarah) dan Puràóa (sejarah kuno), Àcàra (tradisi
yang hidup pada masa yang lalu yang juga dimuat dalam berbagai kitab
Itihasa (sejarah) dan Àtmanastuûþi, yakni kesepakatan bersama berdasarkan
pertimbangan yang matang dari para maharsi dan orang-orang bijak yang
dewasa ini diwakili oleh majelis tertinggi umat Hindu dan di Indonesia
disebut Parisada Hindu Dharma Indonesia. Majelis inilah yang berhak
mengeluarkan Bhisama (semacam fatwa) bilamana tidak ditemukan sumber
atau penjelasannya di dalam sumber-sumber ajaran Hindu yang
kedudukannya lebih tinggi.

F. Weda Sebagai Sumber Hukum Hindu

Sumber asal Hukum yaitu peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan


yang mengatur tingkah laku manusia baik sebagai perorangan maupun
sebagai kelompok agar tercipta suasana hidup yang serasi. berdaya guna dan
tertib Hukum ini ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis. Hukum inilah
yang merupakan undang-undang.

Manusia dalam pergaulan mereka, didalam menjalankan kehidupan


mereka diatur oleh UU yang dibuat oleh lembaga pembuat UU. dibikin oleh
manusia karena itu UU. adalah buatan manusia. Disamping UU. itu ada pula
UU. yang bersifat murni, yaitu UU. yang dibuat oleh Tuhan juga disebut
Wahyu Tuhan. Wahyu inilah yang dihimpun dan dikodifikasi menjadi
“KITAB SUCI”. Jadi kitab suci adalah semacam UU yang pembuatnya
adalah Tuhan, bukan manusia (apauruseya).

Didalam negara, UU. dari semua UU. disebut UUD. UUD. Itu mengatur
pokok-pokok yang menjadi sendi kehidupan bernegara dan dari UUD. itu
dibuat UU. Pokoknya. Seperti halnya dengan UUD. itu, dalam kehidupan
beragama, semua peraturan dan ketentuan-ketentuan selanjutnya
dirumuskan lebih terperinci dengan menafsirkan ketentuan-ketentuan yang
terdapat didalam kitab suci itu. Tingkah laku manusia baik yang menjadi
tujuan didalam pengaturan kehidupan ini disebut Dharmika adalah
perbuatan-perbuatan yang mengandung hakekat kebenaran yang
menyangga masyarakat (Dharma dharayate prajah). Untuk memperoleh
kepastian tentang kebenaran ini setiap tingkah laku harus mencerminkan
kebenaran hukum (Dharma), artinya tidak bertentangan dengan UU yang
menguasainya. Dalam hal ini bagi umat beragarna yang juga merupakan
warga Negara mereka harus tunduk pada dua kekuasaan hukum yaitu:

Hukum yang bersumber pada perundang-undangan Negara seperti


UUD, UUP, UU dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. Hukum yang
bersumber pada kitab suci, sesuai menurut agamanya. Bagi umat Hindu atau
kelompok masyarakat yang beragama Hindu maka kitab suci yang menjadi
sumber hukurn bagi mereka adalah Weda. Ketentuan mengenai Weda
sebagai sumber hukum dinyatakan dengan tegas didalam berbagai kitab
suci, antara lain:

Weda’khilo dharma mulam smrti sile ca tad widäm, acãrasca iwa


sadhunama atmanastustirewaca.

Manawadharmacastra II. 6.

Artinya :
Seluruh Weda merupakan sumber utama dan pada dharma 1) (Agama
Hindu) kemudian barulah Smrti disamping Sila (kebiasaan-kebiasaan yang
baik dan orang-orang yang menghayati Weda) dan kemudian acara tradisi-
tradisi dan orang-orang suci) serta akhirnya atmanastusti (rasa puas diri
sendiri).

Ketentuan-ketentuan yang menggariskan Weda sebagai sumber hukum,


bersifat memaksa dan mutlak karena didalam Manawadharmaastra
dinyatakan sehagai berikut :

Kămătmată na prasastă na cai wehăstya kamata, kãmyohi


wedădhigamah karmayogasca waidikah.

Manawadharmacastra a). M. Ds. II. 2


Artinya :
Berbuat hanya karena nafsu untuk memperoleh pahala tidaklah terpuji
namun berbuat tanpa keinginan akan pahala tidak dapat kita jumpai di dunia
ini karena keinginan-keinginan itu bersumber dan mempelajari Weda dan
karena itu setiap perbuatan diatur oleh Weda.
Dari pasal ini, kita mengenal sumber-sumber buku sesuai urut-
urutannya adalah seperti istilah berikut:1. Weda, 2. Smrti, 3. Sila, 4. Acara
(Sadacara) dan, 5. Atmanastusti.

Tesu samyang warttamăno gacchatya maralokatam, yathă


samkalpitămcceha sarwăn kámăn samasnute.

Manawadharmacastra b). M. Ds. II. 2


Artinya :
Berbuat hanya karena nafsu untuk memperoleh pahala tidaklah terpuji
namun berbuat tanpa keinginan akan pahala tidak dapat kita jumpai di dunia
ini karena keinginan-keinginan itu bersumber dan mempelajari Weda dan
karena itu setiap perbuatan diatur oleh Weda.

Masih beberapa pasal yang menekankan pentingnya Weda, baik sebagai


ilmu maupun sebagai alat didalam membina masyarakat. Oleh karena itu
berdasarkan ketentuan-ketentuan itu penghayatan Weda bersifat penting
karena bermanfaat bukan saja kepada orang itu tetapi juga kepada yang akan
dibinanya. Karena itu Weda bersifat obligator baik untuk dihayati,
diamalkan dan sebagai ilmu.

Dengan mengutip beberapa pasal yang relatif penting artinya dalam


menghayati Weda itu, kiranya akan jelas mengapa Weda, baik Sruti maupun
Smrti sangat penting sekali artinya. Kebajikan dan kebahagiaan adalah
karena Dharma berfungsi sebagaimana mestinya. Inilah yang menjadi
kakekat dan tujuan dari pada weda itu.

G. Kedudukan Lontar Dalam Sastra Weda


Istilah lontar mungkin berawal dari
penggunaan daun “ntal” atau “ental” (sejenis pohon palem) yang dalam
bahasa Sansekerta-nya pohon ini disebut sebagai pohon “tala”, dan dalam
bahasa kawi disebut “tal” sebagai media dalam menggoreskan tulisan-
tulisan.

Leluhur bangsa Indonesia pada jaman dahulu disamping terbiasa


menuliskan suatu catatan penting dalam batu yang selanjutnya disebut
prasasti dan media-media berbahan dasar logam, mereka juga telah terbiasa
menulis karya-karya sastra dan catatan penting di atas sebuah daun ental.
Hampir semua gubahan kitab-kitab terpenting peninggalan bangsa
Indonesia ditemukan dalam gulungan lontar yang tersimpan dalam suatu
peti yang di Bali disebut sebagai kropak. Kekawin Ramayana, Bharata
Yuddha, Bhomantaka, Arjuna Vivaha dan berbagai mantra-mantra
pemujaan yang bersifat rahasia adalah sebagian kecil contoh manuskrip
kuno yang tersurat dalam lontar dan diwarisi sampai saat ini terutama sekali
oleh penerus terah Majapahit di Bali. Lontar inilah sebenarnya dapat
dikatakan sebagai harta karun yang tidak ternilai harganya yang kita warisi
dan harus dipelihara dengan baik. Karena lewat lontar-lontar inilah sebagain
besar sejarah masa lampau leluhur kita dapat diungkap dengan baik.

Di Bali, lontar mendapat tempat terpenting dalam menjelaskan masa


lalu dan perkembangan sosial budaya dan dasar kepercayaan
masyarakatnya. Berbagai wisatawan mancanegara yang datang ke Bali
ternyata tidak semuanya semata-mata tertarik akan keindahan alam dan
eloknya seni budaya yang berkembang di pulau dewata ini, melainkan
sangat banyak wisatawan yang terpesona dengan misteri yang tersimpan di
dalam lontar-lontar. Lontar menyimpan segudang kearifan, cerita-cerita
bernilai spiritualitas tinggi, hal-hal yang mendasari budaya yang
berkembang dan juga berbagai macam ilmu-ilmu magic yang bersifat
rahasia. Menyadari keberadaan lontar adalah asset yang tidak ternilai,
banyak wisatawan asing dengan susah payah berburu lontar dan
membelinya dengan harga sangat tinggi. Namun sayang sekali, orang Bali
sebagai pewaris lontar yang sah malahan sering kali terlena dan melupakan
pentingnya warisan leluhur yang satu itu.

Meskipun lontar menduduki peranan yang sangat penting dalam


berbagai aspek, namun ternyata lontar memiliki suatu kelemahan dalam hal
keotentikan. Prof. Dr. P. J. Zoetmulder, seorang sarjana yang ahli di bidang
bahasa dan sastra Jawa Kuno secara terbuka mengakui bahwa teks yang
sampai ke tangan beliau adalah salinan yang telah mengalami riwayat
sangat panjang dengan berbagai macam perubahan dan penggubahan yang
menyertainya. Perubahan dan pengubahan ini bisa terjadi akibat penyalin
lontar yang asli belum menguasai betul bahasa lontar yang sedang disalin,
salah membaca, baris-baris yang tidak tersalin karena dilewati tanpa sadar,
penyalinan lontar yang sebagian sudah rusak dan sebagainya. Tentunya
validasi keotentikan suatu lontar tidaklah mudah, karena sebagian besar
lontar merupakan dokumen rahasia dan hanya diwariskan secara turun-
temurun oleh satu generasi. Jadi bukan merupakan pengetahuan publik yang
copy-annya dapat dimiliki oleh siapapun. Jika dirawat dengan baik, lontar
bisa bertahan sekitar 100 – 150 tahun. Tentunya waktu 150 tahun adalah
waktu yang relatif singkat jika dibandingkan dengan dokumen-dokumen
yang tertulis dalam lempengan batu, emas, tembaga, perak atau logam-
logam lainnya. Karena itu jugalah para arkeolog dan ahli sejarah akan lebih
mengedepankan bukti yang tersirat dalam batu atau lempengan logam dari
pada pada sebuah lontar.
Untuk mendapatkan lontar dengan isi yang otentik, penyeleksian
terhadap lontar dan isi-isinya sangatlah penting. Kita tidak bisa menerima
isi lontar begitu saja agar kita tidak terseret dan tersesat dalam kebingungan
mengingat kelemahan lontar sebagaimana sudah dikemukakan pada
paragraf di atas. Hal ini juga dibenarkan oleh Drs. Wayan Jendra dalam
bukunya “Pengantar Ringkasan Kesusastraan Jawa Kuno dan Linguistik
Sebagai Ilmu Bantu” yang mengatakan bahwa sikap kritis, selektif dan
kreatif terhadap unsur budaya lama, termasuk kesusastraan Jawa Kuno dan
kebudayaan asing sangat diperlukan untuk tidak menjadikan diri goyah dan
mabuk”. Oleh Karena itu terdapat tiga jenis standar yang harus diikuti dalam
memastikan keotentikan sebuah lontar, yaitu Guru, Sastra dan Sadhu.

Yang pertama, ajaran lontar yang kita terima harus sesuai dengan
petunjuk guru spiritual. Di Bali sendiri aguron-guron (proses belajar
mengajar dari seorang guru dan murid) sebenarnya sudah terpatri dalam
sistem banjar dimana sebuah banjar pasti memiliki sebuah “Surya” atau
junjungan orang suci yang bertempat di sebuah “Griya”. Pada Griya tersebut
harus terdapat orang suci yang khusus menekuni spiritual, sastra Veda dan
lontar yang selanjutnya dijadikan pegangan dalam pelaksanaan dan
penyampaian tattva, susila dan upakara kepada para warganya yang disebut
“Sisya”. Sistem pembelajaran yang baik dalam memahami kesusastraan
lontar di suatu Griya harus melalui pengawasan setidaknya satu orang guru
Nabe. Guru Nabe disini haruslah “jnaninas tattva darsinah (Bhagavad Gita
4.34). Jnani bearti ahli Veda, dan tattva darsinah berarti sudah melihat
kebenaran. Dan pada waktu yang sama Guru Nabe haruslah seorang
Acharya, yaitu beliau melaksanakan apa yang dijarkan dengan sempurna.
Sayangnya pada jaman sekarang, posisi sentral Griya yang begitu stategis
ini sering kali tidak mampu memerankan fungsinya. Griya yang harusnya
memberikan pelajaran tattva dan susila kepada Sisya-nya sudah kehilangan
pamor dan hanya tinggal sebagai media dalam muput upacara saja.
Kedepannya seharusnya para orang suci dan penerusnya yang ada di Griya
bisa melaksanakan kembali proses aguron-guron kepada Sisya-nya yang
sudah lama terkubur sehingga Griya bisa kembali menjadi media
penyebaran dan pembelajaran spiritual Veda yang efektif dan tempat
menjaga keotentikan ajaran leluhur yang adi luhur.

Kedua, isi lontar harus sesuai dengan ajaran para sadhu (orang-orang
suci) seperti ajaran Catur Kumara, Rsi Narada, Rsi Kapila, Manu, Bali
Maharaj dan lain sebagainya. Salinan lontar tidak boleh menyimpang dari
dasar-dasar ajaran yang mereka sampaikan. Jika terdapat penambahan-
penambahan tafsir/ulasan yang tidak jelas asal-usulnya, maka lontar
tersebut dapat kita tolak.

Dan yang terpenting, lontar harus sesuai dengan Sastra, yaitu Veda.
Lontar pada dasarnya disarikan dari sastra Veda, jadi apapun yang
merupakan penjabaran, ulasan atau perangkuman Veda yang tertuang dalam
lontar haruslah memiliki sifat mampu telusur (traceable) ke sumber aslinya.
Keberadaan sastra Veda sendiri sangat berbeda dibandingkan lontar. Sastra
Veda lebih terbuka dan copy-annya tersebar ke banyak orang dalam
berbagai garis perguruan, sehingga untuk memvalidasi suatu kitab suci
Veda, dapat dilakukan dengan membandingkan Veda yang terdapat dalam
suatu perguruan dengan perguruan lainnya. Sampai saat ini meskipun ada
banyak usaha menyimpangkan isi Veda terutama sekali setelah masuknya
kaum Indologis, namun Veda yang otentik tetap masih terpelihara pada
setiap garis perguruan Veda yang bona fide. Veda sendiri menyatakan
bahwa Veda diturunkan bersamaan dengan diciptakannya alam material ini.
Bagaikan tercipta dan dipublikasikannya suatu produk baru, maka idealnya
produk tersebut harus memiliki buku panduan yang memuat petunjuk-
petunjuk pengoperasian, cara kerja produk dan bagaimana perawatannya
agar dalam penggunaan produk bersangkutan tepat guna. Demikian juga
keberadaan Veda dengan alam semesta ini. Alam semesta yang diciptakan
sebagai sarana bagi sang atman/jiva melakukan pengembaraannya
menikmati kehidupan yang terpisah dari Tuhan Yang Maha Esa dilengkapi
dengan panduan berupa kitab suci Veda. Veda akan memberikan tuntunan
bagi Jiva-Jiva tersebut menikmati dunia materil ini dan/atau keluar dari
siklus kelahiran dan kematian (samsara) dan kembali ke dunia rohani. Untuk
memudahkan mempelajari Veda oleh orang awam yang tidak pengerti
bahasa sansekerta, pada jaman dahulu leluhur kita berusaha menjabarkan
ajaran-ajaran Veda kedalam bahasa yang lebih membumi ke dalam sebuah
lontar.

Wejangan tentang keberadaan lontar yang mengingatkan kita untuk


selalu berhati-hati dan kritis menerima keberadaannya telah tertuang dengan
sangat baik dalam pupuh sinom dalam lontar itu sendiri yang liriknya adalah
sebagai berikut:

Luih ortane ring lontar

Miwah maring buku sami

Tan puput jag mamarcaya

Tan jeg ngetelebang di hati

Reh bisa ortane sami

Nu madewek dadua pemuput

Bisa linyok lan pesaja

Sada lia

Cakepan gawen sang lobha


Artinya:
“Indah berbunga nasehat-nasehat di lontar atau buku-buku, bukanlah
orang yang menggunakan buddhi/kecerdasan jika langsung mempercayai,
langsung memasukkan ke dalam hati. Oleh karena segala nasehat-nasehat
itu bisa benar atau tidak benar/menipu, karena masih berbadan (bermuka)
dua, dan lebih-lebih karena Kali Yuga (jaman penuh pertengkaran), terlalu
banyak cakepan/lontar buatan orang loba”

Bak segelas susu yang sangat menyehatkan, tetapi jika susu tersebut
telah tersentuh oleh mulut ular, maka susu itupun akan menjadi berbahaya.
Demikian juga karya-karya yang digubah dari sastra suci Veda, jika
gubahan/penyalinan lontar tersebut dilakukan oleh orang yang diselimuti
oleh sifat kama, lobha dan krodha, maka ia akan mengacaukan isi lontar
tersebut. Jangan lupa bahwasanya orang gilapun bisa mengeluarkan tutur-
tutur/nasehat indah dan masuk akal, namun belum tentu nasehat tersebut
benar adanya.

Jadi dari penjabaran di atas, dapat kita lihat bahwasanya lontar


merupakan peninggalan leluhur kita yang sangat penting dan merupakan
penjabaran yang membumi dari ajaran Veda. Lontar dapat memudahkan
kita dalam mengerti esensi Veda, tetapi karena beberapa kelemahannya, kita
juga harus selektif dalam mempelajari lontar. Oleh karena itu dalam
menekuni spiritual dan agama Hindu, sudah seharusnyalah kita meletakkan
lontar sebagai penunjang, bukan sebaliknya, yaitu lebih mengedepankan
apa yang disampaikan lontar secara membabi buta tanpa mau memandang
dan memvalidasi hal-hal yang mungkin bertentangan dengan sumbernya,
Veda.

H. Weda Bukan Mitologi


Apa sebenarnya arti kata mitos atau mitologi? Kata mitologi,
diadaptasi dari bahasa Inggris “myth”. Dalam kamus Webster New World
College Dictionary 3rd Edition, kata “myth” diartikan sebagai : “1) any
fictitious story; or unscientific account, theory,belief,etc 2) any imaginary
persons or thing spoken as though existing”. Artinya : 1) sembarang kisah
atau cerita fiksi (tidak nyata/hayalan/dongeng); atau kejadian, teori dan
kepercayaan dan lain-lain yang tidak bersifat ilmiah. 2) sembarang orang
atau sesuatu yang dianggap seolah-olah benar-benar ada.

Jadi, menurut definisi di atas, kalau orang menyebut Mahabharata,


atau Ramayana, sebagai mitologi atau mitos, itu berarti bahwa kedua kisah
itu hanyalah sebuah dongeng, sebuah cerita fiksi, yang sebenarnya tidak
pernah benar-benar terjadi di alam nyata. Bukankah secara ilmiah, tidak ada
bukti-bukti kuat yang mendukung kebenaran kisah-kisah Purana itu?
Bukankah itu juga berard uraian tentang dasa awatara (sepuluh awatara
Wishnu) dalam Purana-Purana tidak lebih dari dongeng? Lantas, apakah
dapat disimpulkan bahwa umat Hindu memuja Tuhan dan para dewa yang
hanya ada dalam dongeng?

Dari uraian di atas, jelas menjadi sebuah tantangan bagi kita untuk
paling tidak meyakinkan diri kita sendiri, sebelum meyakinkan orang lain,
bahwa Weda khususnya Itihasa dan Purana, bukan sekedar mitologi.
Bagaimana caranya?

Pertama, berhubungan dengan bukti-bukti ilmiah yang sering


dianggap tidak memadai untuk mendukung kebenaran sejarah Weda. Dalam
Weda, disebutkan bahwa ada berbagai metode atau cara yang dapat kita
tempuh untuk mernperoleh pengetahuan. Salah satunya adalah pratyaksa,
yang berarti persepsi langsung dengan mengandalkan indera kita sebagai
alat utamanya. Metode kedua adalah anumana, yaitu pengambilan
kesimpulan (inferensi). Metode yang lain disebut sabdha, atau mendengar
dari sumber yang dibenarkan.
Dari ketiga metode itu, ilmu pengetahuan modern lebih didasarkan
pada dua metode yang pertama, yaitu pratyaksa dan anumana. Sebaliknya,
Weda lebih mendasarkan pada metode sabdha, mendengarkan dari
penguasa atau sumber rohani. Yang dimaksud penguasa disini bukanlah
sebuah rezim yang diktator atau pun seorang raja atau pemimpin yang
memiliki kekuasaan mutlak. Ambillah contoh sebuah buku, orang yang
paling paham dengan maksud yang ada dalam buku itu, adalah sang penulis
buku itu sendiri. Dalam hal. ini penulis itu disebut sebagai penguasa (author)
bagi buku itu.

Untuk mendapatkan pengetahuan rohani atau spiritual, Weda


menolak penggunaan metode pratyaksa dan anumana, Mengapa? Karena
pratyaksa pramana mengandalkan pada kemampuan indera kita dalam
menangkap atau memahami sesuatu. Sedangkan indera-indera kita jelas-
jelas memiliki banyak kelemahan. Kita tidak bisa melihat benda yang terlalu
dekat, atau benda yang terlalu jauh. Dalam ilmu fisika, banyak sekali
dipelajari tentang kelemahan mata, telinga, dan kulit kita. Meskipun
kemudian kita menciptakan alat-alat untuk membantu penglihatan dan
pendengaran kita, akan tetapi jangan lupa bahwa alat-alat itupun kita buat
dengan menggunakan indera yang tidak sempurna. Alat-alat itu digunakan
oleh manusia yang inderanya tidak sempurna, dan dianalisa oleh orang yang
inderanya tidak sempurna.

Setelah menyadari bahwa pratyaksa memiliki banyak kelemahan,


para ilmuwan sekarang mengandalkan metode anumana, yang kadang
mengarah pada spekulasi, interpolasi dan interpretasi untuk mengambil
kesimpulan mengenai hal-hal yang tidak dapat diamati secara langsung oleh
panca indera manusia.

Contoh nyata spekulasi itu adalah teori tentang penciptaan alam


semesta. Manusia adalah makhluk yang serba terbatas, dan hidup hanya di
satu planet bumi ini. Ada jutaan planet di alam semesta ini, dan mungkin
jutaan galaxy, yang kita tidak pernah mengetahuinya. Umur manusia
pendek, hanya ratusan tahun, dan ilmu pengetahuan modern juga baru
berkembang beberapa ratus tahun terakhir ini. Namun demikian, para
ilmuwan itu telah berani dengan lantang menyatakan kepada kita, apa yang
telah terjadi jutaan tahun yang lalu. Mereka menyimpulkan bahwa, alam
semesta tercipta karena adanya sebuah ledakan atau dentuman besar yang
disebut dengan Big Bang Theory. Bukankah tidak seorang ilmuwanpun
yang hadir dan menyaksikan pada saat alam semesta tercipta? Kalau ada
pihak-pihak yang meragukan atau mempertanyakan kebenaran teori itu,
maka akan dilabeli dengan sebutan dogmatis, tidak ilmiah dan rasional,
penganut agama yang fanatik, sentimentalis, dan sebagainya.
BAB 3
KESIMPULAN

Weda merupakan kitab suci yang didalamnya terdapat ajaran-ajaran


dan filsafat hidup yang termuat dalam sloka-sloka. Di dalam kitab Weda
juga diajarakan pengetahuan-pengetahuan yang sifatnya membimbing umat
Hindu ke jalan yang benar.

Agama hindu banyak memiliki kitab suci tapi yang pertama ialah
kitab suci weda dan ada beberapa kitab yang yang isinya di ambil dari kitab
suci weda, Weda merupakan himpunan wahyu- wahyu Tuhan. Kitab suci
weda berisikan tentang ajaran-ajaran agama hindu baik maupun buruk, dan
ajaran tentang yang ada di alam bhuana agung ini. purana merupakan suatu
ajaran yang menceritakan terciptanya alam semesta beserta isinya dan
mengenai ajaran-ajaran yang ada di dalam agama hindu seperti halnya cara
untuk memuja tuhan dan yang lainnya, di dalam kitb suci purana juga ada
kumpulan cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan dunia.
DAFTAR PUSTAKA

Mengenal Weda, Kitab Suci Agama Hindu yang Menjadi Pedoman Hidup
https://kumparan.com/berita-hari-ini/mengenal-weda-kitab-suci-agama-
hindu-yang-menjadi-pedoman-hidup-1vvD6mfuHTr

Weda Sebagai Sumber Ajaran Agama Hindu


https://www.komangputra.com/weda.html

Kodefikasi dan Klasifikasi Weda


https://www.google.com/amp/s/dharmavada.wordpress.com/2009/10/05/k
odefikasi-dan-klasifikasi-veda/amp/

Kedudukan Lontar Dalam Sastra Weda


https://www.narayanasmrti.com/2010/08/kedudukan-lontar-dalam-sastra-
veda/

Anda mungkin juga menyukai