Anda di halaman 1dari 14

SOSIOLOGI PERTANIAN

KEKUASAAN DAN WEWENANG

Minggu 10

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
1. PENDAHULUAN

Dalam ilmu sosiologi kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting


dalam kehidupan masyarakat, dimana pemimpin selalu ada dalam berbagai
kelompok. Dari sekelompok individu dipilih salah satu yang mempunyai
kelebihan diantara individu yang lain, dari hasil kesepakatan bersama, maka
munculah seorang pemimpin dan disebut sebagai pemimpin. Kepemimpinan
adalah perilaku seorang individu ketika dia mengarahkan aktivitas sebuah
kelompok menuju suatu tujuan bersama. Dari kepemimpinan itu, maka
munculah kekuasaan. Kekuasaan adalah kemungkinan seorang pelaku
mewujudkan keinginannya didalam suatu hubungan sosial yang ada
termasuk dengan kekuatan tanpa menghiraukan landasan yang menjadi
pijakan kemungkinan itu.

Seorang pemimpin mempunyai kekuasaan untuk mengatur dan


mengarahkan anggota-anggotanya. Selain itu, pemimpin juga mempunyai
wewenang untuk memerintah anggotanya. Wewenang merupakan hak
jabatan yang sah untuk memerintahkan orang lain bertindak dan memaksa
pelaksanaannya. Dengan wewenang, seseorang dapat mempengaruhi
aktivitas atau tingkah laku perorangan ataupun grup. Maka kepemimpinan
tidak akan pernah lepas dari kekuasaan dan kewenangan untuk
mempengaruhi anggota-anggotanya.

2.PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN KEKUASAAN DAN WEWENANG

Dalam setiap hubungan antara manusia secara individual maupun antara


kelompok sosial selalu tersimpan pengertian-pengertian kekuasaan dan
wewenang (Chinoy, 1961). Kekuasaan didefinisikan oleh para ahli sebagai
kemampuan untuk mempengaruhi perilaku pihak lain menurut kehendak
yang ada pada pemegang kekuasaan.
Kekuasaan dapat pula diartikan sebagai kemampuan seseorang atau
sesuatu pihak untuk mengawasi orang atau pihak lain agar orang atau pihak
yang memegang kekuasaan mendapat keuntungan. Sedangkan wewenang di-
artikan sebagai suatu hak yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok
orang yang telah ditetapkan dalam suatu tata tertib sosial, untuk menetapkan
kebijaksanaan, menentukan keputusan-keputusan mengenai masalah-
masalah yang penting dan untuk menyelesaikan pertentangan (Soekanto,
2010).
Terlepas dari aspek positif dan negatifnya atau baik dan buruknya, sosi-
ologi mengakui bahwa kekuasaan mempunyai peranan yang sangat penting
dalam kehidupan suatu masyarakat atau sistem sosial. Hampir dapat di-
pastikan, suatu sistem sosial tidak akan bisa berjalan sebagai suatu sistem
yang utuh tanpa adanya kekuasaan. Kekuasaan sifatnya netral, tetapi dapat
memberikan pengaruh positif atau negatif tergantung pada penggunaan
kekuasaan itu. Kekuasaan yang penggunaannya sesuai dengan tujuan
masyarakat dan disadari betul oleh masyarakat itu, akan memperoleh penila-
ian yang baik atau sebaliknya.
Kekuasaan cenderung bergantung pada hubungan antara yang berkuasa
dengan yang dikuasai, dengan kata lain antara pihak yang mempunyai ke-
mampuan untuk melancarkan pengaruh dengan pihak lain yang menerima
pengaruh itu, secara rela atau karena dipaksa (Soemaedjan dan Soemardi,
1964). Jika kekuasaan tersebut dijelmakan pada diri seseorang, maka bi-
asanya orang yang bersangkutan disebut pemimpin dan mereka yang mener-
ima pengaruhnya merupakan orang-orang yang dipimpin (pengikut-
pengikutnya).
Wewenang akan terjadi efektif hanya apabila didukung oleh kekuasaan
yang nyata. Tetapi acapkali terjadi bahwa wewenang yang diakui oleh
masyarakat dan kekuasaan yang nyata, tidak berada pada satu tangan. Pada
masyarakat kecil dan susunannya sederhana, umumnya kekuasaan yang
dipegang oleh seseorang atau sekelompok orang meliputi bermacam bidang,
sehingga terdapat gejala yang kuat bahwa kekuasaan itu lambat laun diiden-
tifikasikan dengan orang yang memegangnya.
Contoh yang demikian itu dalam masyarakat Indonesia terdapat pada
masyarakat-masyarakat hukum adat atau masyarakat desa yang terpencil
letaknya. Di sini semua kekuasaan pemerintah, ekonomi dan sosial diper-
cayakan kepada Kepala Desa masyarakat hukum adat tersebut. Keadaan se-
baliknya terdapat pada masyarakat yang besar dan kompleks. Pada
masyarakat seperti ini, terdapat beragam golongan yang sifat, tujuan hidup,
dan kepentingan mereka tidak selalu sesuai satu sama lain. Dengan demikian
kekuasaan biasanya terbagi pada beberapa golongan sehingga terdapat
perbedaan dan pemisahan teoritis yang nyata dari kekuasaan politik, militer,
ekonomi, agama dan sebagainya (Soekanto, 2010).

2.2 UNSUR-UNSUR KEKUASAAN


Dikemukakan oleh Soekanto (2010), bahwa kekuasaan yang dapat
dijumpai pada interaksi sosial, baik antara manusia dengan manusia, antara
manusia dengan kelompok, maupun antara kelompok denagn kelompok
memiliki beberapa unsur, yakni (1) rasa takut, (2) rasa cinta, (3)
kepercayaan, dan (4) pemujaan, dengan penjelasan sebagai berikut.
 Rasa takut
Perasaan takut seseorang kepada orang lain yang ditakuti (pemegang
kekuasaan) menimbulkan suatu kepatuhan terhadap keinginan dan tindakan
orang lain yang ditakuti itu. Karena adanya perasaan takut, kepatuhan itu
mungkin saja timbul karena terpaksa atau dipaksa. Kalau hal ini terjadi dapat
menimbulkan hal-hal yang kurang diharapkan. Umpama saja dalam gotong
royong perbaikan jalan usahatani, kadar aktivitas para pelaku gotong royong
itu tinggi, kalau diawasi secara langsung oleh pemegang kekuasaan
(pemimpin kelompok tani). Sebaliknya, jika pemegang kekuasaan tidak sem-
pat mengawasi gotong royong itu secara langsung, maka kadar aktivitas para
pelaku (anggota kelompok tani) berkurang.
Perasaan takut dan paksaan itu bermanfaat pada situasi tertentu. Misalnya
pada situasi kritis, yakni akibat terjadi erosi pada saluran irigasi, air irigasi
terbuang percuma ke sungai, sehingga tanaman padi mengalami kekurangan
air irigasi. Untuk menghindari bahaya yang mungkin terjadi, perlu segera di-
atasi atau diperbaiki secara gotong royong dengan mengerahkan segenap
anggota kelompok tani yang bersangkutan.
 Rasa cinta
Perasaan cinta seseorang atau sekelompok orang kepada pihak yang
berkuasa akan dapat menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan keinginan
pihak yang berkuasa itu. Seseorang atau sekelompok orang yang dikuasai
tersebut betindak dengan hati yang tulus tanpa adanya unsur paksaan. Perlu
diperhatikan, bahwa sistem kekuasaan akan terselenggara secara lebih baik,
apabila antara pihak yang dikuasai (anggota kelompok tani) dengan pihak
penguasa (pemimpin kelompok tani) saling mencintai. Dengan demikian
terbuka peluang untuk memperoleh hasil yang lebih efisien dan efektif.
 Kepercayaan
Pihak yang dikuasai (mungkin kelompok tani atau masyarakat agraris)
umumnya akan bertindak mengikuti pihak yang berkuasa, kalau pihak yang
dikuasai itu percaya terhadap pihak yang berkuasa. Karena tindakan itu di-
dasarkan atas kepercayaan, mungkin pihak yang dikuasai itu sama sekali
tidak mengetahui manfaat dari tindakannya. Akan tetapi, pihak yang dikuasai
itu melakukan hal-hal yang sesuai dengan kemauan pihak yang berkuasa
agar kepercayaan pihak yang berkuasa terhadap pihak mereka bertambah,
atau minimal dapat dipertahankan. Kepercayaan sangat penting, untuk ke-
langgengan suatu kekuasaan.
 Pemujaan
Adanya sikap pemujaan pada pihak yang dikuasai terhadap pihak pen-
guasa (pemimpin) mengakibatkan segala tindakan pihak yang dikuasai itu
sejalan dengan keinginan pihak penguasa. Semakin tinggi derajat sikap pe-
mujaan itu, semakin sesuai tindakan pihak yang dikuasai itu terhadap keingi-
nan pihak penguasa dan begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini segala tindakan
penguasa selalu dibenarkan atau dianggap benar, dengan demikian sikap pe-
mujaan tersebut kadang-kadang tidak rasional.
Umumnya unsur-unsur kekuasaan seperti telah diuraikan di atas, diman-
faatkan sebagai sarana oleh penguasa dalam menjalankan kekuasaannya.
Pada masyarakat yang sederhana (masyarakat petani di pedalaman)
kekuasaan lebih sering dijalankan secara langsung, melalui tatap muka.
Tetapi pada masyarakat yang kompleks (masyarakat petani di perkotaan),
hubungan antara penguasa dengan yang dikuasai lebih sering dilakukan se-
cara tidak langsung, yakni melalui perantara.

2.3 SALURAN-SALURAN KEKUASAAN


Apabila diamati dalam masyarakat (masyarakat petani) ternyata dalam
praktiknya kekuasaan dilaksanakan melalui saluran-saluran tertentu
meliputi saluran (1) militer, (2) ekonomi, (3) politik, (4) tradisi, (5) ideologi,
(6) saluran lainnya (Soekanto, 2010), dengan penjelasan sebagai berikut.
 Saluran militer
Kekuasan yang dijalankan melalui saluran ini, lebih banyak menggunakan
cara paksaan (coercion) dan kekuatan militer (military foce). Tujuan uta-
manya agar anggota masyarakat mempunyai rasa takut, sehingga mereka
tunduk kepada keinginan penguasa. Biasanya saluran ini digunakan oleh
para penguasa misalnya dalam keadaan perang, sering terjadi bahaya pencu-
rian yang banyak menelan korban pada suatu masyarakat, termasuk
masyarakat petani.
 Saluran ekonomi
Dalam pemanfaatan saluran di bidang ekonomi, penguasa berusaha mengua-
sai kehidupan masyarakat. Umpamanya dengan jalan menguasai perusahaan-
perusahaan besar yang menyangkut kehidupan masyarakat luas, menguasai
buruh-buruh dan lainnya. Dengan cara itu, penguasa akan dapat melak-
sanakan peraturan-peraturannya dan menyalurkan perintah-perintahnya
dengan segala sanksinya. Patron-klien (hubungan bapak-anak buah) meru-
pakan contoh hal tersebut. Dalam hal ini pemilik tanah luas (tuan tanah)
berusaha menguasai keidupan para petani pemilik tanah sempit atau para
petani tidak bertanah (buruh tani). Umpama saja dengan jalan memberikan
sebagian dari tanahnya untuk diusahakan oleh para petani tidak bertanah
(sistem sakap) dan perlakuan-perlakuan lain begitu rupa sehingga kehidu-
pan para petani yang tidak bertanah itu sangat tergantung kepada tuan
tanah. Sebaliknya, para petani tidak bertanah berusaha berbuat sebaik-
baiknya terhadap tuan tanah, agar mereka tidak kehilangan mata pencahar-
ian. Pada desa-desa yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian
di sektor pertanian dan kebanyakan penduduknya memiliki tanah pertanian,
maka umumnya mereka inilah yang lebih berkepentingan memelihara
hubungan baik dengan tuan tanah. Keadaan ini menyebabkan tuan tanah (se-
bagai penguasa) mudah memanfaatkan tenaga kerja para petani tidak
bertanah tersebut menurut keinginannya.
 Saluran politik
Dalam menerapkan saluran politik, penguasa atau pemerintah berusaha
menciptakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat. Dalam
kaitan ini, penguasa berusaha meyakinkan masyarakat untuk menaati
peraturan yang berwenang dan pelanggaran terhadap peraturan-peraturan
tersebut dikenakan sanksi. Kepatuhan terhadap peraturan tersebut,
menggambarkan peleksanaan kekuasaan dapat berjalan secara baik.
 Saluran tradisional
Pelaksana kekuasaan melalui saluran tradisional berarti pelaksana
kekuasaan harus sesuai dengan tradisi yang telah ada dalam masyarakat.
Karena tradisi itu telah mendarah daging di kalangan masyarakat, maka
pelaksanaan kekuasaan melalui saluran tradisional akan dapat berjalan lebih
lancar. Dalam upaya menanggulangi bahaya hama/ penyakit yang meluas
pada pertamanan padi sawah di pedesaan bali umpamanya, penyuluh
pertanian tidak saja berorientasi kepada metode-metode baru di bidang
pertanian, tapi juga berusaha memadukan metode-metode baru ini dengan
tradisi yang hidup dengan subur dalam masyarakat Hindu di Bali, yakni
dikenal dengan nangkluk merana seperti yang telah di uraikan di depan,
nangkluk merana dapar diartikan sebagai suatu upaya membatasi hama dan
penyakit tanaman dan segala macam perusak tanaman. Melalui saluran
tradisional tersebut pelaksanaan kekuasaan akan berjalan lebih lancar dan
kemungkinan hasil yang di peroleh lebih baik.
 Saluran ideologi
Dalam kaitan ini penguasa biasanya memberikan beragam ajaran atau
doktrin yang dapat menjelaskan dasar-dasar pelaksana kekuasaan. Hak itu di
laksanakannya supaya kekuasaan dapat menjelma menjadi wewenang (Dahl,
1965). Dalam pemanfaatan saluran ideologi maka untuk meyakinkan
masyarakat tentang segala ajaran atau doktrin yang diberikan, kekuasaan
menerapkan cara-cara pendidikan. Dengan pendidikan masyarakat
diharapkan lebih mampu mengenal dan memahami berbagai ajaran doktrin
penguasa sehingga mereka mau melaksanakan keinginan penguasa tanpa
paksaan.
 Saluran lainnya
Saluran lain selain yang telah diuraikan tersebut, penguasa dapat juga
menggunakan saluran berupa (a) alat-alat komunikasi massa seperti surat
kabar, majalah, brosur, televisi (b) rekreasi, seperti biasanya yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengisi waktu luang, sandiwara rakyat,
dan berbagai jenis kesenian daerah atau tradisional. Dalam upaya
menjalankan kekuasaan, umumnya penguasa tidak hanya memanfaatkan
salah satu saluran dari saluran-saluran sebagaimana dijelaskan diatas, tetapi
memanfaatkan secara terpadu dua atau lebih saluran tersebut tergantung
kepada struktur masyarakat yang bersangkutan.

2.4 BENTUK–BENTUK LAPISAN KEKUASAAN

Di dalam masyarakat terdapat berbagai bentuk kekuasaan, akan tetapi


biasanya ada suatu pola umum yang dijumpai dalam masyarakat. Apabila
diikuti dengan pemikiran Mac Iver (1954), dikenal ada tiga pola umum yaitu
(1) bentuk kasta, (2) bentuk oligarkis, dan bentuk demokratis. Ketiga pola
itu dapat dijelaskan sebagai berikut.
 Bentuk kasta
Pada bentuk kasta, sistem lapisan kekuasaan memiliki garis pemisah yang
tegas sehingga hampir tidak terjadi gerak sosial vertikal. Pada bentuk ini
penguasa tertinggi ada di tangan raja, yang didukung oleh kaum bangsawan,
tentara dan pendeta yang merupakan lapisan tertinggi dari petani dan buruh
tani. Bentuk seperti ini umumnya dijumpai pada masyarakat yang berkasta,
seperti misalnya India. Disini kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang diper-
oleh berdasarkan kelahiran. Umpamanya, orang yang dilahirkan dari ketu-
runan bangsawan, akan memiliki kekuasaan yang lebih tinggi dari pada
orang yang dilahirkan dari keturunan petani.
 Bentuk Oligarkis
Pada bentuk semacam ini, sistem lapisan kekuasaan itu ditentukan oleh ke-
budayaan masyarakat yang bersangkutan, terutama dalam hal membuka
peluang bagi setiap warganya untuk meraih kekuasaan tertentu. Disini ke-
dudukan orang-orang yang memiliki kekuasaan masih didasarkan atas ke-
lahiran, tetapi setiap orang mempunyai peluang untuk naik kelapisan yang
lebih tinggi. Bentuk oligarkis umumnya dijumpai pada masyarakat feodal
yang telah berkembang seperti masyarakat Soviet Rusia.
 Bentuk Demokrasi
Pada bentuk demokrasi garis pemisah antara lapisan kekuasaan bersifat san-
gat mobile, sebagai ciri bahwa gerak sosial vertikal betul-betul terbuka lebar.
Kedudukan orang-orang yang memegang perusahaan didasarkan atas ke-
mampuannya, sehingga faktor kelahiran tidak memiliki arti. Bentuk lapisan
kekuasaan seperti ini merupakan bentuk ideal, yang didalam kenyataan dan
perwujudan sering mengalami penyimpangan. Kedaan ini disebabkan oleh
setiap masyarakat mengalami perubahan sosial budaya. Setiap perubahan
sosial budaya menuntut suatu perubahan dalam kekuasaan, dalam upaya
memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat sesuai dengan perkembangan
yang dialami oleh mereka.

2.5 BENTUK-BENTUK WEWENANG


Para ahli membedakan wewenang menjadi empat bentuk yaitu: (1)
wewenang kharismatis, (2) wewenang resmi dan tidak resmi, (3) wewenang
pribadi dan teritorial, dan (4) wewenang terbatas dan menyeluruh. Berikut
ini penjelasan dari wewenang diatas.
 Wewenang kharismatis, tradisional dan rasional
Perbedaan antar wewenang kharismatis, tradisional dan rasional, didasarkan
atas hubungan antara tindakan-tindakan dengan dasar hukum yang berlaku.
Dijelaskan oleh Weber (1964) ketiga bentuk wewenang itu sebagai berikut.
Wewenang kharismatis adalah wewenang yang didasarkan atas kharisma,
kharisma diartikan sebagai suatu kemampuan khusus (unik) yang melekat
pada diri seseorang berkat anugerah Tuhan. Wewenang kharismatis ini
memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a) Adanya kemampuan khusus pada diri seseorang yang pernah terbukti


bermanfaat bagi masyarakat.
b) Masyarakat mengakui kemampuan khusus itu diatas dasar
kepercayaan dan pemujaan.
c) Wewenang ini dapat bertahan selama dapat dibuktikan keampuhan-
nya bagi masyarakat.
d) Dasar dari wewenang ini bukanlah terletak pada suatu peraturan atau
hukum, melainkan bersumber pada diri seseorang.
e) Tidak diatur oleh kaidah-kaidah baik tradisional maupun rasional, se-
hingga cenderung bersifat irasional.
f) Wewenang kharismatis dapat berkurang dan bahkan hilang. Hal ini
disebabkan oleh jika orang yang memilikinya berbuat kesalahan yang
merugikan masyarakat, sehingga kepercayaan masyarakat terha-
padanya menjadi pudar. Disamping itu, dapat pula disebabkan oleh
masyarakat sendiri yang berubah dan memiliki paham yang berbeda
berkat adanya kemajuan tertentu.

Wewenang tradisional dapat dimiliki baik seseorang maupun kelompok,


karena seseorang atau kelompok memiliki kekuasaan dan wewenang yang
telah melembaga (institutionalized) dan bahkan telah mendarah daging
(internalized) dalam masyarakat. Jika wewenang tradisional ini dimliki oleh
kelompok, maka wewenang itu dimiliki oleh orang-orang yang menjadi
anggota kelompok tersebut. Disebutkan oleh weber (1964) ada tiga ciri
utama dari wewenang tradisional, sebagai berikut:

a) Baik pengusaha yang memiliki wewenang maupun warga masyarakat


yang lain diikat oleh ketentuan-ketentuan tradisional.
b) Adanya wewenang yang lebih tinggi dari pada kedudukan seseo-
rang.
c) Orang-orang dapat bertindak secara bebas, selama tidak ada per-
tentangan dengan ketentuan-ketentuan tradisional.

Seperti halnya wewenang kharismatis, wewenang tradisional juga dapat


berkurang dan bahkan hilang. Hal ini diantaranya disebabkan oleh pemegang
wewenang itu tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat. Dengan
demikian, wewenang yang berorientasi pada tradisi seyogyanya
menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat, walaupun diakui
bahwa masyarakat yang menyandarkan diri pada tradisi perkembangannya
relatif lambat.

Wewenang rasional (legal) adalah wewenang yang didasarkan atas sistem


hukum yang berlaku dalam masyarakat. Dalam hal ini sistem hukum
diartikan sebagai kaidah-kaidah yang telah diakui dan ditaati oleh
masyarakat, bahkan telah dikuatkan oleh Negara. Dalam hubungan ada dua
hal penting yang perlu diperhatikan yaitu:

a) Agar kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan tenang dan ten-


tram, maka sistem hukum yang melandasi wewenang itu harus
sesuai dengan sistem kebudayaan masyarakat itu.
b) Orang-orang yang memegang kekuasaan diberi kedudukan dalam
jangka waktu tertentu, supaya orang-orang tersebut dapat menye-
lenggarakannya sesuai dengan kepentingan masyarakat. Namun
pada masyarakat tradisional misalnya, tidak jarang dijumpai bahwa
orang-orang tertentu memegang kekuasaan terus-menerus dalam
jangka waktu yang lama, sehingga terbuka kemungkinan dapat
menghambat keinginan dan pemenuhan berbagai kebutuhan
masyarakat.

 Wewenang resmi dan tidak resmi


Apabila diamati, ternyata pada setiap masyarakat dapat banyak
kelompok. Di antara kelompok-kelompok itu ada yang tergolong kelompok
kecil (small group) dan ada juga yang tergolong kelompok besar (large
group). Dalam kelompok kecil, anggota-anggotanya saling mengenal secara
pribadi, sedangkan dalam kelompok besar, dalam hal ini hubungan antara
anggota-anggotanya lebih banyak didasarkan atas kepentingan yang bersifat
rasional.

Wewenang resmi umumnya terdapat pada kelompok-kelompok besar


yang memerlukan aturan-aturan tata tertib yang bersifat tegas dan tetap.
Karena dalam kelompok besar itu jumlah anggotanya relatif banyak, maka
ditentukan dengan tegas: kedudukan dan peranan anggota, hak dan
kewajiban anggota, siapa-siapa yang menetapkan kebijaksanaan dan
pelaksanaan-pelaksanaannya. Wewenang resmi bersifat sistematis dan
rasional. Pengurus KUD merupakan contoh wewenang resmi. Sedangkan
wewenang tidak resmi umumnya dijumpai pada kelompok-kelompok kecil.
Wewenang ini biasanya timbul dalam hubungan-hubungan antar pribadi
yang sifatnya situasional, sifatnya sangat ditentukan oleh kepribadian pihak-
pihak yang bersangkutan dan penerapannya tidak sistematis. Seorang ayah
dalam status dan fungsinya sebagai kepala rumah tangga petani (pada
masyarakat patrilineal), merupakan contoh yang dapat menggambarakan
wewenang tidak resmi.

 Wewenang pribadi dan teritorial

Wewenang pribadi dan territorial timbul dari sifat dasar kelompok-


kelompok tertentu.Kelompok-kelompok itu mungkin timbul karena faktor
ikatan darah, faktor ikatan tempat tinggal (territorial) dan gabungan dari
kedua faktor tersebut. Wewenang pribadi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a) Unsur kebersamaan atau solidaritas diantara anggota kelompok-


memegang peranan yang sangat penting.
b) Para imdividu dianggap lebih banyak mempunyai kewajiban dari pada
hak.
c) Strukrur wewenang bersifat konsentris, artinya dari satu titik pusat
kemudian menyebar melalui lingkaran-lingkaran wewenang tertentu.
d) Setiap lingkaran wewenang dianggap memiliki kekuasaan penuh di-
wilayah masing-masing.
e) Wewenang pribadi lebih didasari pada tradisi jika dibandingkan den-
gan peraturan dan mungkin juga didasari pada kharisma seseorang.

Sedangkan wewenang territorial mempunyai ciri-ciri yaitu:

a) Wilayah tempat tinggal memegang peranan yang sangat penting.


b) Unsur kebersaman pada wewenang ini lebih lemah dari pada unsur
kebersamaan pada wewenang pribadi.
c) Terdapat kecenderungan untuk mengadakan sentralisasi wewenang
yang memungkinkan terciptanya hubungan langsung dengan anggota
kelompok.

Kenyataan membuktikan bahwa antara wewenang pribadi dengan


wewenang territorial dalam praktiknya ada bersifat murni, dan ada juga
hidup secara berdampingan. Di pedesaan jawa umpamanya, wewenang
territorial lebih dominan peranannya tetapi terdapat kecenderungan untuk
mengakui wewenang dari golongan pemilik tanah pertanian ( kuli kenceng)
yang sifatnya turun temurun dan didasarkan pada ikatan darah

 Wewenang terbatas dan menyeluruh

Wewenang terbatas dan menyeluruh merupakan bentuk lain selain ketiga


bentuk wewenang yang diuraikan diatas. Wewenang terbatas adalah
wewenang yang tidak mencakup semua bidang kehidupan, tetapi terbatas
hanya pada salah satu bidang kehidupan.Umpama saja, kepala dusun tidak
mempunyai wewenang untuk mencampuri urusan-urusan yang menjadi
wewenang pakaseh (pemimpin subak) dan demikian juga sebaliknya.
Wewenang menyeluruh diartikan sebagai wewenang yang tidak dibatasi oleh
bidang-bidang kehidupan tertentu.Sebagai contoh, setiap Negara memilki
wewenang menyeluruh (mutlak) untuk mempertahankan kedaulatan
wilayahnya.Setiap kepala desa memiliki wewenang menyeluruh dalam upaya
membangun desa yang dipimpinnya.

Dalam hubungan ini perlu diperhatikan, apakah suatu wewenang bersifat


terbatas atau menyeluruh, bergantung pada susdut pandang orang-orang
yang ingin menyorotinya. Kenyataan menunjukkan , kedua macam
wewenang tersebut dapat berproses secara berdampingan dan pada situasi
tertentu wewenang yang satu lebih menonjol dari pada wewenang yang
lainnya.

3. PENUTUP

Kekuasaan dan wewenang merupakan hal yang tidak bias dipisahkan dan
sangat penting dalam kehidupan social di masyarakat. Kekuasaan adalah
kemungkinan seorang pelaku mewujudkan keinginannya didalam suatu
hubungan social yang ada termasuk dengan kekuatan tanpa menghiraukan
landasan yang menjadi pijakan kemungkinan itu. Wewenang merupakan hak
jabatan yang sah untuk memerintahkan orang lain bertindak dan untuk
memaksa pelaksanaannya. Dengan wewenang seseorang dapat
mempengaruhi aktifitas atau tingkah laku perorangan dan kelompok.

Sumber kekuasaan terdiri dari harta benda,status, wewenang legal,


charisma dan pendidikan. Selain itu unsur kekuasaan juga sangat
berpengaruh yaitu meliputi: rasa taut, rasa cinta, kepercayaan dan pemujaan.
Saluran-saluran kekuasaan meliputi saluran militer, saluran ekonomi,
saluran politik, saluran tradisional, saluran ideology dan saluran lainnya.
Bentuk-bentuk wewenang terdiri dari:
1. Wewenang kharismatis, tradisional dan rasional
2. Wewenang resmi dan tidak resmi
3. Wewenang pribadi dan territorial
4. Wewenang terbatas dan menyeluruh

Anda mungkin juga menyukai