Oleh :
GILBERT S. G. KOTE PA
Nim :
19210039
Kelas/Semester :
IV/A
Penulis
Pandangan Tradisional : surat ini ditulis oleh Paulus dan tidak ada yang membantahnya
kecuali hymne yang terdapat dalam Filipi 2:5-11, yang dipandang sebagaisuatu nyanyian
pujian yang telah disusun sebelumnya oleh jemaat mula-mula. Hymne dan dipergunakan
dalam menasehati jemaat.1
Pandangan modern : surat ini disangsikan keasliannya. dengan rajin dicari alasan untuk
menyangkal Paulus sebagai pengarang, tetapi sesudah memeriksa yang lebih teliti, alasan
itu nyata terlalu kecil, dan Paulus masih diyakini sebagai penulis tetap.2
Kesimpulannya adalah bahwa Paulus masih tetap menjadi penulisan surat Filipi.
Konteks penerima
Penerimanya adalah semua orang kudus dalam Kristus Yesus di Filipi, dengan para penilik
jemaat dan diaken. Perlu kita catat bahwa di sinilah pertama kali penilik jemaat (uskup)
disebutkan di dalam gereja, dan juga pertama kalinya kita menemukan para penilik jemaat
disebutkan bersama-sama dengan para diaken. Di sini kita hanya menemukan gagasan-
gagasannya, dan tak ada petunjuk tentang fungsi mereka. 3 Surat ini merupakan ucapan terima
kasih kepada Jemaat di Filipi karena mereka telah mengirimkan uang kepada Paulus dan
1
Samuel B. Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar, Pokok-Pokok Teologisnya, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2019, hlm. 184
2
M. E. Duyvermen, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017, hlm.
128.
3
Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016, hlm. 60
2
menghibur hatinya. Paulus seorang tawanan, tetapi ia menyuruh semua sahabatnya supaya
bersukacita sebagai orang Kristen.4
Sering dikatakan bahwa Surat Filipi tidak berisi teguran-teguran dan memuat lebih
banyak pujian daripada semua surat Rasul Paulus yang lain. Ia menyatakan kepada kita bahwa
jemaat di Filipi teguh dalam iman walaupun mereka dianiaya dan disiksa. Mereka juga
dengan rela hati memberi lebih banyak sumbangan kepada Rasul Paulus daripada jemaat-
jemaat yang lain. di dalam jemaat itu tidak ada ajaran-ajaran sesat seperti dalam jemaat-
jemaat yang lain. Juga tidak ada golongan Yahudi yang berpegang teguh kepada Taurat.
Walaupun begitu, Rasul Paulus memperingatkan mereka supaya berjaga-jaga.5
Tema-tema utama
Kristus setara dengan Allah dan itu merupakan sebuah kesaksian penting mengenai
keilahian Kristus. Keberadaan yang sudah ada sebelum segala sesuatu ada merupakan
pelengkap yang perlu untuk hal keilahian. Jika kesetaraan yang ada dimengerti dalam arti
ketidakbergantungan pada Allah, maka maknanya ialah bahwa Kristus tidak merebut
kedaulatan sebagai tindakan mengutamakan diri walaupun Ia memiliki „rupa Allah‟. Syair
pujian ini memperlihatkan suatu pengagungan yang dengan cara tertentu melebihi keberadaan
yang sudah ada sebelum segala sesuatu ada, maka hal ini merupakan pengakuan universal
akan kedaulatan-Nya.
Inkarnasi
Inkarnasi berpusat pada dua unsure penting, yakni tindakan inkarnasi dan kehidupan
inkarnasi. Ada pendapat yang menyatakan bahwa seluruh syair pujian dalam surat Filipi
berasal dari mitos gnostik tentang seorang penyelamat, berpendapat bahwa Kristus
menempatkan diriNya di bawah kekuasaan roh-roh jahat dalam dunia ini. Mereka
menekankan sifat sukarela dari tindakan-tindakan Kristus dan menyangkal bahwa tema dari
syair pujian itu ialah tentang hubungan di dalam Allah. Kehidupan Kristus dimaksudkan
sebagai hidup kemanusiaan yang sejati (menjadi sama dengan manusia).
4
Frances, Blankenbaker, Inti Alkitab Untuk Para Pemula, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017, hlm. 278
5
J. Wesley Brill, Tafsiran Surat Filipi, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2003, hlm. 15
3
Pengagungan
Dalam Filipi 2:1-6 mengenai pengagungan yang meliputi tindakan ilahi (“Allah sangat
meninggikan Dia”), penganugerahan nama yang unik, penghormatan dari semua manusia dan
pengakuan secara universal akan kedaulatan Yesus Kristus. Kedaulatan Kristus yang
ditinggikan dilanjutkan dengan nubuat mengenai penghormatana universal yang akan
diberikan kepada-Nya. Di dalam-Nya terkandung pengakuan akan keilahianNya (bnd. Yes.
45:23), karena penghormatan yang sama yang diberikan kepada Allah demikian juga
diberikan kepada Kristus. 6
Jemaat ini terlahir di tengah penganiayaan karena iman mereka. Lukas melaporkan
dalam Kisah Para Rasul 16:16-40 bahwa Paulus dan Silas ditangkap dan dipenjarakan.
Penganiayaan itu terus berlanjut dengan maksud untuk mencegah pemberitaan injil dan
menghambat pertumbuhan gereja.
Dengan mengungkap pengalaman hidupnya itu, Paulus ingin jemaat melihat bahwa di
dalam suatu lingkungan yang sulit sekalipun mereka harus tetap bersukacita jika Injil
mengalami kemajuan. Untuk lebih menguatkan iman jemaat, Paulus juga menggambarkan
6
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Bari 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018, hlm. 392-397
7
Samuel B. Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar, Pokok-Pokok Teologisnya, op.cit..., hlm. 189.
4
Kristus, Timotius, dan Epafroditus sebagai figure yang patut ditiru di tengah penderitaan
karena taat kepada kehendak Allah dan Allah meninggikan Dia. Ini adalah pola yang harus
ditiru oleh jemaat di Filipi. Timotius juga tidak mengingat diri sendiri, tetapi karena Kristus,
ia telah menjadi pelayanan untuk memberitakan Injil. Yang menjadi tujuan utama dari Paulus
adalah untuk selalu membawa kemuliaan bagi Yesus. Paulus mengatakan bahwa menderita
demi injil bukanlah tanda kekalahan, melainkan tanda kemenangan.
Paulus juga meminta agar jemaat di Filipi berdoa kepada Tuhan atas penderitaan yang
mereka alami. Lebih dari itu, mereka harus tetap berdiri teguh dalam satu roh, sehati sejiwa
dan tetap berjuang untuk iman yang timbul dari berita Injil.
Ancaman perpecahan itu terutama berasal dari dua orang, yaitu Eoudia dan Sintikhe.
Mereka sangat rewel padahal keduanya adalah diaken dan termasuk dalam kepemimpinan
jemaat. Mereka terlibat dalam perselisihan serius, sehingga dapat mengancam persekutuan
jemaat Filipi. Paulus meminta kepada seseorang dalam jemaat itu untuk menolong kedua
perempuan tersebut agar dapat mengakhiri perselisihan tersebut karena dengan perselisihan
tersebut bukan hanya menghambat kemajuan injil, tetapi juga menghalangi pertumbuhan
jemaat dalam iman mereka.
Paulus memperoleh informasi tersebut tentang keadaan jemaat itu dari Epafroditus.
Laporan itu juga menyangkut ancaman perpecahan dalam jemaat. Dari laporan itu, Paulus
berpendapat bahwa munculnya ancaman perpecahan itu disebabkan oleh kurangnya
kerendahan hati dan semangat persekutuan dalam jemaat, terutama di antara kedua
perempuan tersebut. Menghadapi masalah itu, Paulus menyapa mereka sebagai “saudara-
saudara”. Sapaan yang sama ia ulang lagi dalam Filipi 4:1. Di situ, ia menambahkan sapaan
lain yang menyapa mereka sebagai “mahkotaku”. Jelas nasihat yang Paulus berikan ini
ditujukan kepada seluruh jemaat.
Paulus meminta kepada Eoudia dan Sintikhe agar saling merendahkan diri. Ia juga
meminta agar semua pihak yang terlibat dalam persoalan tersebut mengakhiri perselisihan
tersebut. Untuk memperkuat nasihatnya itu, Paulus mengangkat nyanyian perendahan diri
Kristus sebagai pola, di mana mereka dapat meniru contoh yang Yesus telah lakukan, dan
dengan rela saling merendahkan diri satu kepada yang lain, seperti Kristus sendiri yang rela
merendahkan diri dan taat sampai mati di salib.
5
Jemaat Filipi, khususnya kedua perempuan itu, dinasehati agar mengikuti teladan
Kristus ini yaitu dimana Yesus menyerahkan segala-galanya ketika Ia menjadi manusia.
Sebab, hanya dengan demikian, mereka dapat mempertahankan persekutuan jemaat dan
mereka akan bercahaya seperti bintang-bintang di dunia (Flp. 2:15).
Implikasi
Dalam konteks saat ini, perpecahan dalam gereja disebabkan oleh berbagai macam masalah.
Masalah yang sering di jumpai pertikaian antara pendeta dan jemaat atau bahkan jemaat dan
jemaat. Masalah ini seringkali dilihat sebagai masalah yang mampu di atasi. Namun masalah-
masalah ini dapat menyebabkan perpecahan didalam Gereja.
Salah satu contoh yang sering terjadi adalah bedanya pemahaman atau perbedaan
pikiran. Perbedaan ini dilihat sebagai hal yang sepele namun beresiko yang tinggi. Jemaat
yang berbeda pemikiran akan dengan mudah saling tersinggung, merasa tidak dihargai, dan
sebagainya. Dari masalah-masalah seperti ini akan berpotensi perpecahan dalam persekutuan.
Oleh sebab itu membutuhkan pengelolaan dengan baikagar terhindar dari perpecahan.
8
John Drane, Memahami Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009, hlm. 190-193.
6
Dalam menanggapi konteks ini, inti teologi yang digunakan adalah “ancaman
perpecahan dalam persekutuan jemaat”. Dalam surat Paulus kepada jemaat di Filipi, ancaman
perpecahan berasal dari dua orang diaken yang termasuk dalam kepemimpinan jemaat.
Mereka terlibat perselisihan yang serius, sehingga dapat mengancam persekutuan jemaat
Filipi. Paulus memperoleh informasi tersebut dan berupaya untuk menyelesaikan. Menurut
Paulus ancaman perpecahan disebabkan oleh Kurangnya rendah hati dan semangat
persekutuan dalam jemaat. Dalam menasihati mereka Paulus meniru contoh yang telah Yesus
lakukan, dan dengan rela saling merendahkan diri satu kepada yang lain, seperti Kristus
sendiri yang merendahkan diri dan taat sampai mati.
Oleh karena itu, jemaat masa kini dituntut untuk mengikuti teladani dari Yesus
sebagai pedoman kehidupan sehari-hari. Jemaat dituntut untuk memiliki kerendahan hati dan
sikap taat kepada satu dengan yang lain agar kehidupan mereka yang baik, iman jemaat juga
bertumbuh dan tidak terjadi perpecahan di dalam persekutuan gereja. Teologi surat paulus
kepada jemaat di Filipi mengajarkan kepada jemaat masa kini agar senantiasa berkaca dari
teladan Yesus tentang kerendahan hati dan sikap taat satu dengan yang lain.