Anda di halaman 1dari 2

Pendahuluan Tesis Lynn White atau yang biasa dikenal dengan The Historical Roots of Our Ecologic Crisis,

(1967).Pada Tesis ini, White menjelaskan bahwa sains dan teknologi modern yang telah menimbulkan berbagai patologi sosial dan krisis ekologi, sebenarnya berakar dari tradisi Yahudi-Kristen Hal ini didasari pada kisah Penciptaan. Fokus White dalam hal ini adalah Kejadian 1:28 yang berbunyi Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukan itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi. Menurut White, kata taklukanlah dan berkuasalah menjadi doktrin sentral yang mendorong sikap ekploitatif manusia atas alam. Bagi White, secara paradigmatik doktrin tersebut menjadi pemicu lahirnya pemikiran dualistik yang memutus relasi eksistensial Tuhan dan alam serta manusia dan alam. Oleh karena itu agama Kristen harus bertanggung jawab atas segala kerusakan alam yang ditimbulkan oleh aplikasi sains dan teknologi modern. White sendiri memberikan solusi alternatif untuk menyikapi krisis ekologis ini, yaitu dengan meneladani sikap Fransiskus Asisi (patron saint for ecologist) yang menjadikan alam sebagai mitra hidup, bukan objek ketamakan manusia. Pesan penting yang tersirat dari pemikiran White adalah penangulangan krisis ekologi yang ditimbulkan oleh aplikasi sains dan teknologi modern harus diawali dari perubahan pandangan hidup (world view) masyarakat modern, bukan semata dengan rekayasa teknologis baru yang dapat mencegah efek negatif teknologi. Rekayasa teknologi baru tidak bisa sepenuhnya menanggulangi kerusakan alam, dan lahirnya inovasi teknologis baru tersebut merupakan respon atas efek negatif teknologi, bukan fokus untuk pemeliharaan alam. Dampak Tesis White Ketika krisis lingkungan menjadi salah satu dari lima isu global yang bergema di paruh kedua abad ke-20 hingga abad ke-21. Isu ini menjadi salah satu khazanah akademik popular yang melibatkan tokoh-tokoh lintas disiplin dan agama. Isu ini berkembang bersamaan dengan peningkatan kepunahan ekosistem bumi yang diakibatkan oleh benang kusut permasalah manusia yang kompleks, diantaranya: 1. Ledakan penduduk, perkembangan sains dan teknologi yang salah arah, 2. ekploitasi sumber daya alam, 3. militerisme, 4. perkembangan ekonomi, 5. industrialisasi, 6. konsumerisme 7. distribusi kekayaan yang tidak merata. Dari intensitas perbincangan akademis tersebut, para tokoh lintas disiplin dan agama sepakat akan perlunya pandangan hidup baru dalam menyikapi alam dan

perumusan etika ekologis sebagai solusi alternatif yang dapat meredam kerusakan ekologis. Bron Taylor, guru besar agama dari Departement of Religion University of Florida dalam konferensi inagurasi University of Florida bertajuk: Religion and Nature Conference, mengundang pakar lingkungan dan agama di seluruh dunia untuk mengemukakan pendapat mengenai perkembangan dan prospek untuk "menghijaukan agama" yang sering sekali digembar gemborkan sebagai prasyarat bagi masyarakat dengan lingkungan berkelanjutan. Taylor mensinyalir bahwa gerakan kembali melihat agama sebagai prasyarat untuk memelihara lingkungan dan bumi merupakan salah satu kekuatan yang dapat membuahkan hasil disamping adanya etika biosentris yang mempengaruhi sub kultur serta budaya pop sebagaimana yang disuguhkan dalam banyak kegiatan atraksi budaya dan lingkungan. Tentu saja ada harapan besar, agar para pemimpin agama untuk ikut terjun memikirkan kembali posisi agama dalam melihat ciptaan Tuhan. Kini kita melihat adanya kepunahan makhluk hidup dan ketergusuran ekosistem mereka akibat kerakusan manusia.

Anda mungkin juga menyukai