Anda di halaman 1dari 4

Rangkuman Bab I dan Bab II Buku Etika Jawa Franz Magnis-Suseno

BAB I Pendahuluan

1. Menggali Etika Jawa


Kebudayaan Jawa menemukan diri dan berkembang kekhasannya dalam pencernaan
berbagai masukan kultural dari budaya luar. Ada dua alasan yang mendasari diadakannya
penelitian etika Jawa. Pertama, adanya bahaya keterasingan masyarakat Jawa terhadap nilai-
nilai budayanya sendiri. Hampir seluruh pembelajaran di pendidikan formal diberikan dalam
bukan bahasa ibu. Bahkan, isi dan struktur formalnya dikuasai oleh pemikiran Barat. Alasan
kedua lebih teoritis, yaitu etika masa kini hamper secara eksklusif dikembangkan pada latar
belakang penghayatan moral di Eropa dan Amerika Utara.
2. Dua Pembatasan
Penelitian ini terbatas dari dua segi. Pertama, penulis bukan seorang antropolog dan tidak
berusaha untuk menyaingi mereka. Tugas dari penulis adalah memilih data, interpretasi data
itu dari segi etika, menjadikannya sebagai suatu hal yang mudah dipahami, dan menganalisis
data dengan peralatan etika filsafati. Pembatasan kedua menyangkut pengertian orang Jawa,
masyarakat Jawa, dan etika Jawa.
3. Pengertian Orang Jawa
Orang Jawa adalah masyarakat Jawa yang memiliki pola dan ciri-ciri khusus dalam
kepribadian moralnya yang disebut dengan etika Jawa. Namun, orang Jawa tersebut tetap
berbeda satu sama lain, semua memiliki individualitasnya yang kuat, tidak ada yang khas tipe
Jawa.
4. Pengertian Etika
Kata etika dalam arti yang sebenarnya adalah filsafat mengenai bidang moral. Secara luas,
etika adalah ilmu atau refleksi sistematis mengenai pendapat-pendapat, norma-norma, dan
istilah-istilah moral. Jadi etika Jawa adalah keseluruhan norma dan penilaian yang
dipergunkan oleh masyarakat Jawa untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya mereka
menemukkan jawaban atas pertanyaan.
5. Sususna Buku “Etika Jawa”
Pada bab II penulis berusaha menguraikan latar belakang etika Jawa berupa susunan
masyarakat dan sejarah Jawa. Bab III berupa analisis dua kaidah normatif utama kehidupan
bersama masyarakat Jawa. Bab IV berupa dasar paham-paham Jawa mengenai hakikat realitas
alam semesta. Bab V berupa sikap-sikap moral dasar masyarakat Jawa. Bab VI membahas
masalah khusus dari segi etika Jawa. Bab VII membahas etika Jawa dari segi struktur
teoritisnya.

BAB II Pengantar Ke Dalam Masyarakat Jawa

1. Pulau Jawa
Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi sering disebut Kepulauan Sunda Besar yang
menjadi sebagian dari kepulauan Indonesia. Pulau Jawa kurang lebih sepanjang 1.100 km
dengan rata-rata selebar 120 km dan terletak antara derajat garis lintang selatan ke-5 dan ke-8.
Jawa memuat kurang dari tujuh persen dari tanah seluruh Indonesia. Jawa menjadi wilayah
yang paling padat penduduknya di dunia, meskipun kepadatannya tidak merata karena daerah
yang subur juga tidak merata. Jawa juga memiliki kota-kota besar yang menjadi penting bagi
negara.
2. Masyarakat Jawa
Orang Jawa adalah penduduk asli bagian tengah dan timur Pulau Jawa yang berbahasa
Jawa. Orang Jawa dibedakan dari kelompok-kelompok etnis lain di Indonesia oleh latar
belakang sejarah yang berbeda, oleh bahasa dan kebudayaan mereka. Orang Jawa
membedakan golongan sosial menjadi dua, yaitu wong cilik (orang kecil) dan kaum priyayi.
Selain itu ada kaum santri yang pandangan dasar mereka adalah pendapat bahwa tatanan alam
dan masyarakat sudah ditentukan dalam segala seginya.
Beberapa kebudayaan dalam masyarakat Jawa Kejawen adalah sebagai berikut.
Keagamaan orang Jawa Kejawen adalah percaya pada roh yang ritual religiusnya melalui
slametan. Sistem kekerabatan Jawa keturunan dari ibu dan ayah dianggap sama haknya dan
warisan anak perempuan sama dengan warisan anak laki-laki. Tatanan sosial tradisonal
terpenting di atas keluarga adalah desa yang didasari oleh sistem gotong royong. Desa Jawa
memiliki masalah terbesar, yaitu pertumbuhan penduduk yang besar.
3. Ringkasan Sejarah Jawa
a. Prasejarah
Orang Jawa dianggap keturunan dari orang-orang Melayu pada gelombang pertama
imigran. Desa diketuai oleh kepala desa. Keagamaan orang-orang ditentukan oleh
kepercayaan pada sesuatu yang berhayat dan berjiwa. Sumber sejarah mengenai Indonesia
purba terdiri dari potongan tulisan pada batu dan logam (prasasti) dari abad V Masehi,
laporan-laporan Cina dari abad VII, dan data geografis.
b. Kerajaan-kerajaan Jawa Tengah Pertama
Terdapat perubahan besar dalam struktur politik yang dirangsang oleh hubungan
religius dan perdagangan dengan daerah Benggala. Agama Budha masuk dengan bukti
didirikannya stupa Budha terbesar di dunia, yaitu candi Borobudur. Pada
perkembangannya, Jawa Tengah kembali menganut agama Siwa pada abad IX dan Jawa
Tengah mendadak hilang dari peta politik pada abad X. Ada dua perkembangan khas bagi
tahap Jawa Tengah, yaitu semakin menonjolnya unsur-unsur Jawa dan berdamainya
kepercayaan yang satu di samping yang lain.
c. Kerajaan-kerajaan Jawa Timur Pertama
Seluruh Jawa Timur dipersatukan oleh Raja Airlangga sesudah seribu tahun. Jawa
Timur diolah secara intensif dan semakin padat penduduknya. Jayabaya menjadi raja
Kediri yang termasyur dalam memerintah kerajaan. Namun, kegagalan dari raja Kediri
dalam suatu usaha mnejadikan dinasti Jawa Timur baru yang berkedudukan di Singasari
menjadi berkuasa. Hingga terjadi pertumpahan darah antara Kertanegara, raja terakhir
dinasti Jawa Timur baru dengan pangeran Kediri.
d. Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit adalah kerajaaan yang paling berkuasa dalam sejarah Jawa.
Keagamaan di Jawa berkembang terus dan ide Jawa asli semakin muncul melalui bentuk-
bentuk India. Unsur Indonesia kuno juga semakin muncul pada arsitektur candi dan
ukiran-ukiran batu. Jawa mencapai kekuasaan yang paling luas ketika ada patih Gajah
Mada. Perkembangan Hindu-Jawa pada masa ini menghasilkan suatu pembagian
masyarakat Jawa ke dalam rakyat di desa-desa di satu pihak dan keraton di lain pihak.
Agama-agama impor tersebut diresapi oleh kebudayaan Jawa sampai menjadi ungkapan
identitas Jawa sendiri. Kerajaan Majapahit runtuh dan terpecah akibat perang saudara
pada tahun 1401.
e. Kedatangan Agama Islam dan Perkembangan Selanjutnya
Agama Islam masuk melalui kota pesisir seperti Perlak dan Malaka. Agama Islam tanpa
kegoncangan-kegoncangan besar dapat diterima dan diintegrasikan ke dalam pola budaya,
sosial, dan politik yang sudah ada. Dengan diterimanya agama Islam, muncullah
kesultanan-kesultanan di daerah pesisir utara, seperti Demak. Pada akhir abad XVIII
hampir seluruh Pulau Jawa secara resmi beragama Islam, meskipun dengan intensitas
yang berbeda-beda.
Kontak yang semakin banyak dengan negara-negara Timur Tengah mengakibatkan
gerakan pembaharuan dalam agam Islam di Indonesia sendiri. Perkembangan pertama
berusaha untuk melaksanakan ajaran murni agama Islam, namun kaum priyayi dan rakyat
Jawa lain semakin menyadari kekhasan kejawaan mereka. Perbedaan anatarkelompok
yang berpedoman Jawa dan Islam dalam masyarakat Jawa tersebut dipertajam lagi oleh
politisasi masyarakat sehingga mencul berbagai partai politik atas dasar agama.

Anda mungkin juga menyukai