NIM : 19205244022
Kelas : PBD B 2019
PENDAHULUAN
1. Menggali Etika Jawa : Untuk Apa?
Ciri khas kebudayaan Jawa terletak dalam kemampuan luar biasa untuk membiarkan
diri dibanjiri dengan gelombang kebudayaan dari luar dan harus mempertahankan
keasliannya. Namun pada saat ini kebudayaan Jawa seakan akan mau tenggelam
dalam serangan ombak modernisasi., maka kita hanya dapat berspekulasi apakah
artinya ‘’kejawan’’ tidak akan tetap jaya.
Kebudayaan Jawa sudah lama menjadi objek penelitian para ahli sejak lama, baik dari
dalam maupun luar negeri walaupun sebenarnya orang Jawa sendiri merasa tidak
nyaman dijadikan sebagai objek penelitian. Adakah ‘’benang merah’’ yang mendasari
penilaian dan norma yang menjadi pedoman hidup orang Jawa? Apa yang mendasari
pandangan Jawa tentang kewajiban dan tanggungjawab ; mengapa sikap rukun dinilai
sebagai positif dan keras kepala negatif? Diantara sekian banyak tulisan mengenai
masyarakat Jawa belum ada yang secara khusus menyajikan ‘’etikanya’’.
Ada dua alasan lain mengapa suatu penelitian mengenai etika Jawa barangkali
bermanfaat. Pertama, seperti dibanyak masyarakat zaman sekarang, saya melihat
suatu bahaya keterasingan masyarakat Jawa terhadap nilai-nilainya sendiri.
Alasan kedua lebih bersifat teoritis. Etika falsafi masa kini hampir secara eksklusif
dikembangkan pada latar belakang penghayatan moral di Eropa dan Amerika Utara.
2. Dua Pembatasan
Penelitian ini terbatas dalam dua segi yaitu yang pertama penulis bukanlah seorang
antropolog dan tidak berusaha untuk menyaingi mereka. Ia tidak melakukan
penelitian sendiri melainkan memperoleh semua data tentang masyarakat Jawa dan
bahkan berbagai interpretasi dari perpustakaan antropolog, sosiolog, dan ilmuan lain
yang ia temukan. Yang kedua tulisan ini menyangkut apa yang dimaksud dengan
‘’orang Jawa’’,’’masyarakat Jawa’’, dan ‘’etika Jawa’’. Ini perlu diperhatikan untuk
mencegah berbagai kesimpulan yang tidak tepat.
Dalam tulisan ini penulis tidak bermaksud untuk merumuskan suatu saringan deduktif
dari paham-paham dan sikap-sikap moral dalam masyarakat Jawa dewasa ini atau 30
tahun lalu atau di Jawa pra-modern untuk kemudian menamakannya ‘’etika Jawa’’.
Dari data yang penulis temukan dari berbagai sumber yang mempunyai bobot dan
jangkauan bicara yang cukup berbeda-beda serta berdasarkan gambaran intuitif,
penulis mengkontruksikan suatu sistem etika, yaitu ‘’etika Jawa’’. Maka begitu pula
‘’orang Jawa’’ dan ‘’masyarakat Jawa’’ merupakan konstruksi teoritis penulis.
Kerugian menggunakan metode ini terletak dalam bahaya bahwa kaitannya dengan
realitas sosial-empiris dapat semakin menipis, bahkan hilang. Untuk mengimbangi
bahaya itu, konstruksi ‘’etika Jawa’’ menggunakan data-data ilmu sosial empiris
tentang masyarakat Jawa yang nyata. Namun hal itu tidak mengubah kenyataan
bahwa bagaimanapun juga’’etika Jawa’’,’’orang Jawa’’ dan ‘’masyarakat Jawa’’
dalam buku ini tidak langsung menujuk pada msyarakat Jawa yang nyata ada atau
untuk sebagian ada. Begitu ‘’etika Jawa’’ bukanlah cerminan dari ciri moral
masyarakat Jawa yang nyata, melainkan diharapkan merupakan salah satu kasa-acuan
untuk memahami masyarakat Jawa itu.
2. Masyarakat Jawa
Bahasa Jawa dalam arti sebenarnya dijumpai di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Yang
disebut orang Jawa ialah orang yang bahasa ibunya adalah bahasa Jawa yang
sebenarnya. Jadi orang Jawa adalah penduduk asli bagian tengah dan timur Pulau
Jawa yang berbahasa Jawa.
Orang Jawa sendiri dibagi menjadi dua golongan sosial yaitu wong cilik yang terdiri
dari sebagian besar massa petani dan mereka yang berpendapatan rendah di kota dan
kaum priyayi dimana termasuk kaum pegawai dan orang-orang intelektual. Dan ada
kelompok ke 3 yang kecil tetapi tetap mempunyai prstise yang cukup tinggi, yaitu
kaum ningrat (ndara), namun disini penulis tidak membahas secara khusus karena
gaya hidup dan pandangan mereka sangat berbeda dengan kaum priyayi.
Masyarakat Jawa masing dibagi menjadi dua kelompok atas dasar keagamaan.
Keduanya secara nominal adalah agama Islam tetapi golongan pertama dalam
kesadaran dan cara hidupnya lebih ditentukan oleh tradisi Jawa pra-Islam atau disebut
dengan Kejawen atau ‘’abangan’’, sedangkan golongan kedua memahami diri sebagai
orang Islam dan berusaha untuk hidup menurut ajaran Islam mereka sering disebut
‘’santri’’.
3. Ringkasan Sejarah Jawa
- Prasejarah
Kurang lebih tiga ribu tahun sebelum Masehi gelombang pertama imigran Melayu
yang berasal dari Cina Selatan mulai membanjiri Asia Tenggara, disusul oleh
beberapa gelombang lagi selama dua ribu tahun berikut dan Orang Jawa dianggap
keturunan dari orang-orang Melayu gelombang tersebut.Sumber sejarah dalam arti
yang sebenarnya mengenai Indonesia purba terdiri dari beberapa potongan tulisan
pada batu dan logam (prasasti), dari abad V masehi, begitu pula dari laporan Cina
mulai dari abad VII, namun data geografisnya tidak mudah untuk diartikan.
Pada abad ke IX penguasa menamakan diri Raja Mataram dan bangunan terbesar
pada saat itu ialah kompleks candi Larajoggrang di Prambanan yang terdiri dari
tiga candi utama yang diperuntukkan bagi dewa Brahma, Siwa dan Wisnu yang
berhadapan dengan tiga candi yang lebih kecil. Keseluruhannya dikelilingi oleh
244 candi kecil. Ukirannya diambil dari kisah Ramayana.
Pada abad ke X Jawa Tengah secara mendadak hilang dari peta politik. Titik berat
poitik berpindah ke Timur, ke lembah sungai Brantas. Alasannya tidak diketahui
secara jelas yang diketahui secara pasti ialah Sindok, raja Jawa Timur yang
pertama tetap memakai gelar Raja Mataram.
- Kerajaan Majapahit
Kerajaan yang paling berkuasa dalam sejarah Jawa. Pangeran Wijaya anak mantu
Kertanegara berhasil memperoleh bantuan Mongol untuk melawan Kediri. Setelah
tentara Mongol merusak kota Kediri, Pangeran Wijaya menjauhkan diri dari
mereka dan melibatkan mereka dalam suatu perang gerilya sehingga mereka
selamanya meninggalkan pulau Jawa. Sebagai pembebas dari kaum Mongol,
Pangeran Wijaya mendirikan dinasti Majapahit pada tahun 1293.