NIM : 1403619021
Jati diri suatu bangsa, dalam berbagai kemungkinan skala adalah sesuatu yang sekaligus
ditentukan oleh dua hal, yaitu (a) warisan budaya yang berupa hasil-hasil penciptaan di masa
lalu; dan (b) hasil-hasil daya cipta di masa kini yang didorong, dipacu ataupun dimungkinkan
oleh tantangan dan kondisi actual dari zaman sekarang. Bagian yang berupa warisan masa lalu
itulah yang antara lain merupakan bahan-bahan kajian Arkeologi, Filologi dan Kajian Sejarah
dalam berbagai aspeknya.
A. SKALA KEBANGSAAN
Di Indonesia terdapat banyak satuan etnik (sekitar 500 dalam daftar M.J.
Melalatoa) yang secara kasar dapat dikelompokkan ke dalam “skala besar” dan “skala
kecil”. Perbedaan antara keduanya pada dasarnya dilihat dari jumlah orang yang
merupakan warganya, yang sering kali terkait pula dengan kesederhanaan atau kerumitan
struktur sosialnya. Satuan-satuan etnik itu pada dasarnya adalah suatu satuan kebangsaan
jika dipahami bahwa suatu bangsa ditandai oleh kebudayaannya
B. KEARIFAN ‘LOKAL’
Label “kearifan lokal” hendaknya diartikan sebagai “kearifan dalam kebudayaan
tradisional”, dengan catatan bahwa yang dimaksud dalam hal ini adalah kebudayaan
tradisional suku-suku bangsa. Kata “kearifan” hendaknya dimengerti dalam arti luasnya,
yaitu tidak hanya berupa norma-norma dan nilai-nilai budaya, melainkan juga segala
unsur gagasan, termasuk yang berimplikasi pada teknologi, penanganan Kesehatan dan
estetika. Dengan pengertian tersebut, maka yang termasuk sebagai penjabaran “kearifan
lokal” adalah berbagai pola tindakan dan hasil budaya materialnya.
C. RELEVASI KAJIAN ARKEOLOGI BAGI PERMASALAHAN MASA KINI
Kajian-kajian arkeologi secara berangsur diharapkan dapat mengungkapkan
pencapaian-pencapaian suatu bangsa di masa lalunya. Pencapaian-pencapaian yang
secara langsung dapat dimunculkan dalam analisis artefak adalah yang bersifat
teknologis. Namun, dengan berbagai cara analisis, baik dengan pendampingan sumber
tertulis, sastra lisan maupun analogi etnografik, dapat pula didekati apa-apa yang ada di
balik artefak tersebut, seperti fungsi, makna simbolik dan lain-lain.
Dalam wacana politik di Indonesia belakangan ini, yaitu mulai kira-kira pertengahan
masa kepemimpinan Presiden Suharto sampai dengan sekarang ini, sering dilontarkan
pernyataan tentang adanya “Jawanisasi”, sejalan dilontarkan pernyataan tentang adanya
“dominasi Jawa” atau variannya “dominasi pusat”. Namun, tak jarang pula sejumlah fakta
aksidental seperti itu diekstrapolasi sehingga terlihat sebagai suatu kesengajaan untuk
mendominasi dalam rangka kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Kata “masa Jawa Kuno” dipakai untuk mengacu kepada suatu zaman, khususnya di Jawa
dan Bali ketika Bahasa Jawa Kuno dipakai sebagai bahasa resmi dalam sastra dan dokumen-
dokumen kenegaraan. Masa itu, yang paling kurang merentang antara abad ke-7 dan abad ke-16
Masehi, telah memperlihatkan perkembangan kebudayaan yang amat banyak menyerap unsur-
unsur India, khususnya yang terbawa serta bersama agama-agama Hindu dan Buddha.
Apabila kita hendak mengembangkan kajian mengenai kebudayaan masa Jawa Kuno,
daerah-daerah kajian yang dapat dipilah adalah sebagai berikut.
Pertanyaan :