Anda di halaman 1dari 10

Tugas: 3

Kajian Budaya dan Kearifan Lokal

“Budaya Matrial Masyarakat Sulawesi Tenggara”

OLEH

YUNINGSIH

A1N1 17 112

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH PEMINATAN PENDIDIKAN SOSIOLGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
1.1. Latar Belakang
Indonesia terdiri atas beberapa pulau-pulau yang tersebar di belahan Nusantara. Dalam
setiap daerah di dalam pulau-pulau tersebut tersimpan beberapa kekayaan nusantara seperti
beragam suku, ras, agama, dan adat. Dan masing-masing hal tersebut menghasilkan kebudayaan
yang berbeda. Karena kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan,
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia
dengan belajar. Masyarakat Sulawesi Tenggara memiliki kebudayaan atau adat-istiadat tersendiri
yang pula tidak sama secara tepat dengan suku bangsa lainnya di Indonesia. Budaya yang hidup
di dalam masyarakat Sulawesi Tenggara merupakan unsur terpenting sebagai akar identitasnya.
Jika kita menggunakan pengertian kebudayaan. Maka kebudayaan Sulawesi Tenggara adalah
seluruh sistem gagasan, tindakan dan hasil karya dalam rangka kehidupannya yang digunakan
sepenuhnya untuk berkembang. Ini berarti bahwa kebudayaan dan adat-istiadat yang sudah
berurat berakar dalam kehidupan masyarakat Sulawesi Tenggara kepemilikannya tidak melalui
warisan secara biologis, melainkan diperoleh melalui proses belajar yang diwariskan secara
turun-temurun. Maka dalam kebudayaan Sulawesi Tenggara juga dapat ditemukan dua kebudaya
yang meliputi: Pertama, kebudayan material dan kebudayaan non material.
Kebudaya material masyarakat Sulawesi Tenggara mengacu pada makna artefak fisik
yang diciptakan oleh suatu budaya. Budaya material mengacu pada makna artefak fisik yang
diciptakan oleh suatu budaya. Budaya material merupakan bagian penting dari sejarah banyak
peradaban, karena budaya material mencakup segala sesuatu yang berdampak pada
perkembangan suatu budaya, dan bagaimana aspek-aspek kebudayaan non-material akan
bersama mereka. Namun, kebudayaan material masih aka nada sampai mereka hancur.
1.2. Materi Budya Material Sulawesi Tenggara
Sulawesi Tenggara adalah sebagai istilah geografis telah dikenal sejak abad XIX. A.
Ligtvoet dalam bukunya Beschrijving en Gesch iedenis van Boeton (1877) menyebutkan Jazirah
Sulawesi tenggara tidak meliputi pulau-pulau sekitarnya utamanya pulau-pulau besar di sebelah
selatan, yaitu buton, muna, dan kabaena. Sulawesi Tenggara menjadi istilah politik
(pemerintahan) sejak 1951 ketika Afdeeling Buton dan Laiwu di rubah menjadi daerah Sulawesi
Tenggara dengan ibu kota BauBau. Dalam pengertian pemerintah Sulawesi Tenggara meliputi
pulau-pulau disekitarnya, sehingga geografis Sulawesi Tenggara dapat dibedakan antara daratan
(Kabupaten Kendari dan Kolaka) dan kepulauan (Kabupaten Buton dan Muna).
Kehidupan kebudaya masyarakat Sulawesi Tenggara pada akhir abad ke 19 merupakan
kelanjutan budaya dari pada masa-masa sebelumnya. Tarian-tarian rakyat yang diadakan dalam
berbagai peristiwa yang diadakan menurut tradasi masing-masing tetap berlangsung seperti masa
sebelumnya. Jika terjadi perkembangan bukanlah suatu kreasi tetapi akibat dari perubahan situasi
dan dari selera kelompok masyarakatnya. Penyebab utama dari perubahan situasi dan selera ini
adalah talah meratanya dan mendalamnya pengetahuan tentang agama islam kesenian pada
masa-masa itu bukan semata-mata sebagai hibu tetapi yang pokok merupakan sarana ekspresi
kelompok masyarakat dalam menghayati peristiwa terentu yang di haruskan oleh tradisinya
masing-masing. Penghayatan akan agama islam yang membawa pengaruh besar akan kehidupan
sosial tentunya membentuk pula akan situasi dan selera dalam menghayati seni budaya yang di
warisakan secara tradisional.
Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan, perilaku, dan hasil karya manusia dan/atau
kelompok manusia baik bersifat fisik maupun non fisik yang diperoleh melalui proses belajar
dan adaptasi terhadap lingkungannya. Kebudayaan tidak lepas dari kehidupan masyarakat.
Kebudayaan memiliki beragam keunikan, dalam kehidupan masyarakat, keanekaragaman
tersebut berfungsi sebagai kepentingan ritual, hiburan, dan tontonan. Seni pertunjukan di
Indonesia berasal berbagai lingkungan etnis (suku bangsa) yang bersemboyankan Bhineka
Tunggal Ika. Dalam lingkungan etnis suku tersebut adat atau kesepakatan yang turun-temurun
yang mengenai perilaku, dan mempunyai kewenangan.
Kebudayaan juga merupakan unsur penting dalam kehiduapan manusia, karna budaya
memberikan berbagai implikasi dalam kehidupan suatu masyarakat. Budaya mengajarkan orang
bagaimana cara menghadapi kehidupan dan beradaptasi dengan lingkukangannya sehingga
masyarakat dapat berperan dalam lingkungannya. Jadi, budaya berperan untuk mengatur dan
mengarahkan perilaku individu. Menurut Bertha Sri Eko dan ddk (2020: 1) mengatakan bahwa
budaya adalah suatu pola makna yang terejawatahkan dalam simbol-simbol yang secara historis
distransmisikan, sebuah sistem gagasan yang diwariskan yang ternyatakan dalam bentuk-bentuk
simbol yang lewatkan masyarakat dapat mengomunikasikan, melanggengkan dan
mengembangkan gugus pengetahuan dan sikap tentang kehidupan.
Kebudayaan matrial di Sulawesi Tenggara telah ada sejak terbentuknya masyarakat
Sulawesi Tenggara kebudayaan material terus berlanjut dan berkembang sampai hari ini dan
masa yang akan datang. Salah satu keragaman budaya di Sulawesi Tenggara khususnya pada
masyarakat Sulawesi Tenggara yaitu wujud kebudayaan dibedakan menjadi dua yaitu budaya
material atau artefak (karya-karya yang dihasilkan) dan budaya non-material. Menurut Indra
Tjhayadi dan ddk (2019: 5) mengatakan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta
masyarakat. Dalam arti bahwa karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan
kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk
menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan
masyarakat.
Budaya material (material culture) adalah semua objek material yang dibuat, dihasilkan,
dan dipakai oleh manusia, mulai dari material atau benda-benda yang sederhana (seperti alat-alat
ruamah tangga, pakaian, adan makanan), hingga kedesain arsitektur, teknologi computer dan
kapal terbang, manusia menciptakan objek material itu karena hasilnya menunjang kehidupan
mereka. Oleh karena itu, aktivitas penciptaan selalu dipandang sebagai pusat kebudayaan
manusia. Namun manusia dan objek material yang diciptakan tidak berkembang jika ia hanya
menciptakan dan memakainnya sendiri pengembangan budaya material hanya akan terjadi
melalui jaringan sosial yang dibentuk manusia. Manusia menghasilkan sejumlah objek material
tidak hanya untuk memuaskan diri sendiri atau orang lain, tetapi dia ingin mewujudkan
kebebasan dan kesadaran aktivitas “manusia untuk menciptakan, dan menunjukkan bahwa
manusia ada dalam kehidupan produktif sehingga dia benar-benar menjadi manusia baik secara
individual maupun sosial.
Selanjutnya Menurut Alo Liliweri (2002: 8-9) mengatakan bahwa kebudayaan dapat
berarti simpanan akumulatif dari pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna,
hirarki, agama, pilihan waktu, peranan, relasi ruang, konsep yang luas, dan objek material atau
kepemiliki yang dimiliki dan dipertahankan dan kelompok masyarakat atau suatu generasi.
Demikian pula kebudayaan bisa berarti sistem pengetahuan yang di pertukarkan oleh sejumlah
masyarakat dalam sebuah kelompok yang besar.
Nilai-nilai budaya aksitektur tradisioanl Buton dapat dilihat dalam seluruh rangkaian
kegiatan membangunan rumah tradisional, alat musik tradisional, dan pakain adat. Perwujudan
akan adanya kekuatan atau kekuasaan di luar dari manusia nampak pada setiap akan melakukan
satu bagian kegiatan yang selalu di awali dan diakhiri dengan suatu upacara. Demikian pula
adanya pemilihan waktu yang baik untuk melakukan suatu kegiatan tersebut. Penentuan arah
bagunan pun mempunyai nilai-nilai tertentu dalam pengetahuan dan kepercayaan masyarakat
Buton. Bagian-bagian bagunan dan begitu pula ragam hiasnya, selain mempunyai nilai seni dan
keindah juga mempunyai makna tertentu yang berkaitan erat dengan kehidupan manusia.
1.3. Budaya material atau karya-karya yang dihasilkan oleh masyarakat Sulawesi
Tenggara
Budaya material yang dapat dijadikan sebagai salah satu cakar budaya yang akan
diwariskan oleh masyarakat Sulawesi Tenggara kepada generasi-genearsi berikut, budaya yang
dijadikan sebagai cakar budaya yaitu:
1. Rumah Adat Sulawesi Tenggara
a. Rumah Adat Mekongga
Rumah Adat Mekongga merupakan rumah adat yang berasal dari suku Raha (mekongga).
Raha atau yang lebih dikenal dengan Mekongga mempunyai makna arti seperti Poiaha. Ukuran
bangunan ini luas, besar, dan berbentuk segi empat yang terbuat dari kayu dan diberi atap berdiri
diatas tiang- tiang besar dan tingginya kira-kira mencapai 20 kaki dari atas tanah. Bangunan ini
digunakan Sebagai tempat bagi raja untuk menyelenggarakan acara-acara yang bersifat
seremonial atau upacara adat. Pada masa silam rumah adat ini terletak disebuah tempat yang
terbuka dalam hutan yang dikelilingi oleh rumput alang-alang. Dulu bangunan ini tingginya
sekitar 60-70 kaki. Struktur Rumah adat Mekongga ini terdiri dari 12 (dua belas) tiang peyangga
yang bermakna 12 orang pemimpin yang berpengaruh 30 (tiga puluh) anak tangga yang
bermakna 30 helai bulu dari sayap burung Kongga 4 (empat) ruang/bilik.
b. Rumah Adat Laikas (Malige)
Rumah adat Laikas ini merupakan rumah adat yang berasal dari suku Tolaki yang tinggal
sekitar kota Kendari, Kabupaten Konawe. Bentuk Rumah adat Laikas (Malige) ini berbentuk
rumah panggung seperti kebanyakan rumah adat pada umumnya. Rumah ini bisa terdiri dari 3 –
4 lantai. Bagian kolong berfungsi untuk menyimpan binatang ternak seperti ayam atau babi.
Lantai pertama dan kedua berfungsi untuk tempat tinggal oleh raja dan permaisuri. Lantai ketiga
berfungsi untuk penyimpanan benda pusaka, Lantai keempat berfungsi untuk semedi atau
beribadah. Ada ruangan khusus pada bagian kiri dan kanan lantai kedua yaitu terdapat ruangan
yang gunakan untuk menenun pakaian atau kain tradisional yang disebut bone. Terdapat hal yang
unik dari rumah adat Laikas atau Malige ini yaitu tidak menggunakan bahan logam seperti paku,
rumah ini menggunakan bahan 100% dari alam yaitu kayu. Bagian atap terbuat dari rumbai
alang-alang/nipah, tiang terbuat dari Balok kayu, dinding atau badan rumah dari papan. Dan
untuk menyatukan semua bahan bangunan digunakan pasak kayu atau serat kayu.
c. Rumah Adat Banua Tada
Rumah adat Banua Tana hampir sama dengan Rumah adat Laikas yaitu bahan material
utamanya ialah kayu tanpa menggunakan paku. Nama rumah adat ini di ambil dari kata Banua
Tada terdiri dari dua kata, yang berarti Banua rumah dan Tada artinya siku. Secara harfiah,
Banua Tada yaitu rumah siku.
Rumah adat Banua Tada ini terbagi dalam 3 jenis, yaitu
Kamali atau malige: yaitu rumah atau istana tempat tinggal bagi raja berserta
keluarganya, Banua tada tare pata pale: yaitu rumah siku bertiang empat tenpat tinggal
dengan pejabat dan pegawai istana.
Banua tada tare talu pale: yaitu rumah siku bertiang tiga tempat tinggal bagi orang biasa.
2. Pakaian Adat Sulawesi Tenggara
a. Pakaian Adat Suku Muna
Suku Muna ini mendiami Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Pakaian kaum pria suku
Muna ini adalah baju bhadu yaitu bajunya berlengan pendek seperti baju model sekarang, dan
warnanya putih, dipadukan dengan sarung (bheta), celana (sala), dan kopiah (songko) atau ikat
kepala (kampurui). Ikat kepalanya berupa kain bercorak batik dan Ikat pinggang yang dipakai
terbuat dari logam dan berfungsi untuk penguat sarung dan menyelipkan senjata tajam. Pakaian
untuk kaum perempuan suku Muna biasanya mengenakan bhadu bheta yaitu berupa baju
berlengan pendek dan berlengan panjang. Baju ini biasanya terbuat dari kain satin dipadukan
dengan ikat pinggang yang disebut simpulan kagogo. Wanita Muna mengenakan baju berlengan
pendek yang disebut kuta kutango untuk pakaian sehari-hari dan memakai sarung, tambahan
aksesoris berupa kalung bulat yang terbuat dari logam, dan gelang yang terbuat dari emas
sedangkan gelang yang terbuat dari logam warna putih atau kuning untuk kaki.
b. Pakaian Adat Suku Tolaki
Pada masa silam, pakaian semacam ini hanya dikenakan oleh golongan bangsawan atau
yang memiliki jabatan tertentu di masyarakat. Namun, sekarang masyarakat Tolaki bisa
memakai pakaian ini untuk pengantin, acara adat, atau acara-acara resmi lainnya. Pakaian lelaki
terdiri atas babu ngginasamani yaitu baju yang sudah diberi hiasan berupa sulaman, dengan
paduan celana yang disebut saluaro mendoa, ikat pinggang (sul epe) yang terbuat dari logam,
serta daster (pabele).
c. Pakaian Adat Sulaweai tenggara
Masyarakat pada kebanyakan memakai pakaian biru-biru yang terdiri dari sarung dan
ikat kepala tanpa pakaian. Agar sarung terlihat kuat, dililitkan kain ikat pinggang yang diberi
aksesoris jambul atau rumbai yang disebut kabokena tanga. Ikat kepala dililitkan di tengah
kepala sehingga membentuk lipatan-lipatan yang meninggi di sebelah kanan kepala, yang
dikenal dengan biru-biru. Sedangkan untuk Pakaian perempuan sehari-hari dikenal dengan
sebutan baju kombowa. Pakaian ini terdiri dari unsur baju dan kain sarung bermotif kotak-kotak
kecil yang disebut bia-bia itanu. Bentuk baju ini yaitu berlengan pendek dan tidak berkancing.
Terdapat dua sarung yang dikenakan. Sarung yang di dalam dililitkan di bagian pinggang dan
lebih panjang dari pada sarung yang di luar. Selain itu, kaum wanita juga menambahkan gelang,
cincin, dan anting dari emas. Masyarakat Buton juga memiliki pakaian khusus upacara adat,
memingit gadis yang dikenal dengan posuo. Upacara posuo untuk memingit gadis yang telah
menginjak dewasa. Gadis yang dipingit harus memakai pakaian kalambe. Ada juga pakaian
khusus untuk anak yang akan disunat. Anak ini memakai pakaian adat yang bernama ajo tandaki.
Tandaki merupakan mahkota. dan yang boleh memakainya adalah anak dari golongan
bangsawan (kaomu). Pakaian perempuannya disebut babu ngginasamani, sarung nya bernama
sawu, sulepe, dilengkapi dengan aksesoris seperti Tusuk konde dan hiasan sanggul berupa
kembang-kembang yang dibuat dari logam Andi-andi (anting-anting), Eno-eno (kalung leher),
Bolosu (gelang tangan), dan Kakinya beralaskan solop (selop).
3. Alat musik tradisional Sulawesi Tenggara (Kendari) memiliki banyak ciri khas dan keunikan
tersendiri, ciri khas ini tentunya memperkaya kesenian Indonesia yang semakin beragam. Alat
musik tradisional Sulawesi Tenggara yaitu:
a. Lado-Lado Lado-Lado ini termasuk alat musik tradisional yang dimainkan dengan cara
digesek. Alat musik ini terbuat dari kayu atau bambu, kemudian dibentuk seperti gitar,
bentuknya juga menyerupai Gambus.
b. Gambus Gambus adalah sejenis alat musik petik tradisional seperti mandolin yang berasal
dari timur tengah dan mengalami perkembangan di Sulawesi Tenggara. alat musik yang mirip
gitar ini hanya memiliki senar yang hanya tiga senar paling banyak.
c. Dimba Nggowuna Dimba Nggowuna merupakan alat musik tradisional yang terbuat dari
bambu juga rotan. Pada zaman dahulu, alat musik ini dimainkan oleh para kaum wanita disaat
mereka bekerja dirumah menenun kain.
d. Seruling Bambu Seruling Bambu juga merupakan salah satu alat musik tradisional yang
terdapat di Sulawesi Tenggara. Banyak sekali jenis dari seruling bambu yang ada di Sulawesi
Tenggara, ada yang ukurannya sedang, kecil, dan bahkan besar sampai menggunakan dua ruas
bambu berukuran cukup besar.
e. Baasi Baasi ini termasuk kedalam alat musik tradisional Sulawesi Tenggara. Alat musik ini
terdiri dari seperangkat alat musik bambu (10 buah). Dimainkan untuk mengiringi lagu daerah
dan nusantara pada waktu pertunjukkan.
f. Ore-Ore Nggae Ore-Ore Nggae adalah alat musik tradisional yang terbuat dari bambu dan
rotan. Bentuk dari Ore-Ore Nggae ini seperti Gendang yang berukuran mini.
g. Kanda Wuta Kanda Wuta ini terbuat dari kayu, tanah liat, rotan dan pelepah sagu. Lazimnya
alat musik ini dimainkan selama tiga malam berturut-turut.
h. Kecapi Kecapi merupakan salah satu alat musik musik instrument tradisional yang bentuknya
menyerupai bentuk perahu dan terdiri dari dua senar.
i. Ore-Ore Mbondu Ore-Ore Mbondu adalah alat musik yang terbuat dari tembaga atau tulang
yang telah dilubangi, kemudian diberi tali. Bentuknya mirip seruling dimainkan dengan cara
ditiup.
4. Tempat Sejarah Sulawesi Tenggara
Ada beberapa tempat bersejarah yang terdapat di Sulawesi Tenggara ini seperti:
a. Benteng Keraton Buton yang merupakan benteng terluas di dunia.
b. Istana Malige di Kota Baubau, Benteng kerajaan Kabaena di Pulau Kabaena, Kabupaten
Bombana
c. Benteng Liya yang berada di Desa Liya Togo, Kecamatan Wangi-Wangi Selatan, Kabupaten
Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Tempat-tempat tersebut menjadi saksi keberadaan sebuah
kebudayaan pada masa lampau yang tidak lepas dari alat yang disebut sebagai senjata. Baik
senjata untuk berperang, mempertahankan diri maupun senjata dan peralatan tradisional untuk
bercocok tanam, berburu dan mengambil hasil pertanian.
5. Senjata Tradisional yang ada di Sulawesi Tenggara
a. Keris Pusaka Emas. Keris pusaka emas ini merupakan senjata pusaka dari raja – raja di
kerajaan Buton.
b. Keris & Tombak Meantu’u Tiworo Liya Keris dan Tombak merupakan senjata tradisional
yang sudah digunakan oleh masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu kala tak terkecuali
masyarakat Sulawesi Tenggara. Dan senjata ini merupakan peninggalan kerajaan Liya di desa
Liya Togo.
c. Parang Taawu. Parang Taawu merupakan pusaka bertuah masyarakat suku Mekongga
kabupaten Kolaka. dahulu dipergunakan untuk peperangan tetapi pada masa kini hanya
sebagai alat bantu untuk mata pencaharian petani.
1.4. Penutup
Indonesia terdiri atas beberapa pulau-pulau yang tersebar di belahan Nusantara. Dalam
setiap daerah di dalam pulau-pulau tersebut tersimpan beberapa kekayaan nusantara seperti
beragam suku, ras, agama, dan adat. Dan masing-masing hal tersebut menghasilkan kebudayaan
yang berbeda. Kebudayaan juga merupakan unsur penting dalam kehiduapan manusia, karna
budaya memberikan berbagai implikasi dalam kehidupan suatu masyarakat. Kebudayaan di
Sulawesi Tenggara telah ada sejak terbentuknya masyarakat Sulawesi Tenggara kebudayaan
terus berlanjut dan berkembang sampai hari ini dan masa yang akan datang. Salah satu
keragaman budaya di Sulawesi Tenggara khususnya pada masyarakat Sulawesi Tenggara yaitu
wujud kebudayaan material atau artefak (karya-karya yang dihasilkan) oleh masyarakat Sulawesi
Tenggara sebagai cakar budaya yang diwariskan kepada generasi-generasi bangsa berikutnya.
Adapun budaya matrial yang diwariskan oleh masyarakat Sulawesi Tenggara atar lain: Rumah
Adat Sulawesi Tenggara, Pakaian Adat Sulawesi Tenggara, Kesenian Tradisional Sulawesi
Tenggara, Alat Musik Daerah Sulawesi Tenggara, Tempat Sejarah Sulawesi Tenggara, dan
Senjata Tradisional yang ada di Sulawesi Tenggara.
DAFTAR PUSTAKA

Eko, Sri Bertha dan ddk. 2020. Mengembangkan Kompetensi Komunikasi Antar Budaya
Berbasis Kearifan Lokal Untuk Membangan Keharmonisan Relasi Antar Etnis
dan Agama. Wade Group.
Liliweri Alo. 2002. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: LKIS
Printing Cemerlang.
Tjahyadi Indra dan ddk. 2019. Kajian Budaya Lokal. Lamongan: Pagan Press.

Anda mungkin juga menyukai