Anda di halaman 1dari 22

“PERHATIAN PEMERINTAH KALURAHAN TERHADAP KELOMPOK

SENI DI KALURAHAN WONOKERTO”


“ Susi Susanti, Ilmu Pemerintahan FISIP UMSi”

A. Latar Belakang

Penelitian ini akan membahas mengenai kebudayaan yang ada di


kalurahan Wonokerto. Yang secara spesifik akan membahas mengenai
perhatian pemerintah Kalurahan terhadap kelompok seni di Kalurahan
Wonokerto. Dimana di Kalurahan Wonokerto ini selain terkenal dengan salak
pondoh, juga terkenal dengan desa wisatanya yang juga didukung oleh
kebudayaanya. Dimana Kebudayaan yanga ada di Kalurahan Wonokerto ini
dilestarikan / dikembangkan oleh kelompok- kelompok – kelompok kesenian.
Maka dari itu, kita bisa melihat bagaimana perhatian Pemerintah Kalurahan
terhadap kelompok – kelompok tersebut.
Kalurahan Wonokerto adalah sebuah desa yang terletak di kacamatan
Turi, kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Indonesia.
Kalurahan Wonokerto yang terletak di kaki Gunung Merapi. Kalurahan
Wonokerto merupakan wilayah yang terdiri dari 4 (empat) Kelurahan yakni:
Kelurahan Garongan, Ledok Lempong, Tunggul, dan Dadapan yang kemudian
dibentuk menjadi Padukuhan. Wilayah Desa Wonokerto memiliki batas
wilayah. Dimana sebelah utara berbatasan dengan desa Girikerto, kecamatan
Turi. Sebelah timur berbatasan dengan desa Girikerto, kecamatan Turi.
Sebelah selatan berbatasan dengan desa Wonokerto kecamatan Turi,
sedangkan di sebelah Barat berbatasan dengan desa Srumbung, kabupaten
Magelang, jawa Tengah.
Desa Wonokerto terdiri dari 13 padukuhan yang terdiri dari 63 RT, 29 RW
dan 36 Kampung. Dengan kondisi sosial masyarakat Desa Wonokerto yang
penuh kebersamaan, kegotong-royongan hingga saat ini masih terpelihara
dengan baik. Nilai-nilai kekeluargaan masih dijunjung tinggi, sehingga setiap
ada persoalan yang muncul selalu diselesaikan dengan jalan kekeluargaan dan
melalui musyawarah melalui mufakat.
Selain terkenal dengan Buah salak Pondoh dan desa wisatanya, kalurahan
Wonokerto juga terkenal dengan Budaya yang berkembang di Desa
Wonokerto adalah budaya masyarakat agraris, salah satunya adalah sifat
gotong royong dan kekeluargaan masyarakatnya masih tinggi. Keberadaan
kesenian di Desa Wonokerto sangat beragam yang bernuansa adat jawa seperti
kesenian jathilan, Kubro Siswo, Dayakan, Badwi, Wayang Orang sampai
yang bernuansa Islami seperti Hadroh. Semua berkembang dengan baik dan
selaras dikarenakan masyarakat Desa Wonokerto selain agamis juga
mempunyai budaya kearifan lokal yang tinggi terhadap anggota masyarakat
sekitar.
Adapun beberapa kebudayaan yang ada di kalurahan Wonokerto
ada cerita rakyat / tradisi lisan, upacara adat, upacara adat tradisi, dan
beberapa kesenian. Berikut adalah daftar/ jenis kebudayaan yang ada di
Kalurahan Wonokerto:
1) Cerita rakyat / tradisi lisan
NO CERITA DESKRIPSI PENDEK LOKASI
LOKAL
1. Menceritakan tentang asal
muasal perpindahan dusun lama
Kyi Tunggul ke dusun yang baru yang menjadi Tunggularum, Wonokerto,
Wulung cikal bakal Dusun Tunggularum Turi, Sleman
serta kehabatan spiritualnya.
2. Cerita bantu yang dipercayai Tunggularum, Wonokerto,
Watu masyarakat apabila dapat Turi, Sleman
Tunggang membentangkan tangan dapat
melampui besaran batu
impiannya dapat tercapai.
3. Nyai. Pulesari Cikal bakal Dusun yang Pulesari, Wonokerto, Turi,
dipercayai awal mula sebelum Sleman
erupsi merapi berapa tahun
silam, mampu mengalahkan batu
gilang yang membuat keonaran
didusun pulesari
4. Kyi. Tokariyo Tokoh pemberi nama dusun Pulesari, Wonokerto, Turi,
dengan bentuk ritual topo Sleman
pendem selama 40 hari 40 malam
untuk dapat memberi nama
Dusun Pulesari, dan untuk
memperingati hal tersebut
sampai saat adanya kegiatan
upacara adat.
2) Upacara Adat
N NAMA UPACARA LOKASI
O ADAT
1. Merti Desa Balai Desa Wonokerto, Turi, Sleman
Wonokerto/ merti
bumi
2. Merti Dusun Tunggul Tunggularum, Wonokerto, Turi, Sleman
Wulung
3. Merti Dusun Toyo Manggungsari, Wonokerto, Turi, Sleman
Panggesangan
4. Merti Dusun Ledok Ledok lempong, Wonokerto, Turi, Sleman
Lempong
5. Merti Dusun Nganggrung, Wonokerto, Turi, Sleman
Nganggrung
6. Merti Dusun Pager Pulesari, Wonokerto, Turi, Sleman
Bumi
7. Merti Dusun Kembul Tlatar, Wonokerto, Turi, Sleman
Bujono
3) Upacara Adat Tradisi
N UPACARA ADAT DESKRIPSI
O TRADISI
A. TRADISI
MASYRAKAT
1. Gotong Royong Kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama
dan bersifat suka rela agaer kegiatan yang
dikerjakan dapat berjalan dengan lancer, mudah
dan ringan. Contoh kegiatan yang dapat dilakukan
secara bergotong royong antara lain pembangunan
fasilitas umum dan membersihkan lingkungan
sekitar. Istilah ini diturunkan dari budaya
masyarakat desa yang saling menolong ketika
membangun dan memindahkan rumah,
menggotongnya bahu-membahu dengan tandu dari
batang royong (ruyung), tumbuhan tinggi sejenis
kelapa.

2. Kenduri Sebuah tradisi yang sudah berjalan sekian puluh


tahun, mungkin malah sudah ratusan tahun.
Tradisi ini masih banyak berlangsung terutama di
desa-desa. Hakekatnya sama, hanya istilahnya saja
yang mungkin berbeda. Pada intinya kenduri
merupakan mekanisme sosial untuk merawat dan
menjga kebersamaan sehingga cita-cita yang sejak
semua dibuat diteguhkan kembali. Kenduri juga
menjadi alat kontrol sosial untuk menjaga gerak
dan arah dari cita-cita yang telah diperjuangkan
bersama itu. Dalam kerangka mekanisme sosial
itulah, kenduri menampung dan mepresentasikan
banyak kepentingan. Dari sekian banyak
kepentingan itu, semua dilebur menjadi satu
tujuan. Kenduri mampu mempersatukan, bahkan
semakin mempererat kesatuan itu. Bukan hanya
kesatuan kepentingan, kesatuan cita-cita, namun
juga kesatuan masing-masing individu yang
terlibat didalamnya. Dalam kenduri akan terlihat
jelas bagaimana kebersamaan dan keutuhan
tercipta: suasana penuh kerukunan, sendau gurau
antar sesama, bagi-bagi berkat dari nasi tumpeng
yang baru didoakan, atau ketika bersalam-salaman
dengan tulus.

3. Nyadran Salah satu prosesi adat jawa dalam bentuk


kegiatan tahunan di bulan ruwah (sya’ban), dari
mulai bersih-bersih makam leluhur, masak
makanan tertentu, seperti apem, bagi-bagi
makanan, dan acara selamatan atau disebut
kenduri. Nama nyadran sendiri berasal dari kata
Sradha – nyradha – nyradhan, kemudian menjadi
nyadran. Ini dilakukan kegiatan kumpul bersama
dan Doa serta tahlil, mendoakan para ahli kubur
yang sudah mendahului. Serta memohonkan
ampunan disamping itu juga merupakan tradisi
sudah turun temurun dilaksanakan, dengan kata
mikul duwur mendem jero terhadap orang tua.

4. Wiwitan Ritual persembahan tradisional masyarakat Jawa


sebelum panen padi dilakukan. Ritual itu
dilakukan sebagai wujud terima kasih dan rasa
syukur kepada bumi sebagai sedulur sikep, dan
Dewi Sri ( Dewi Padi) yang mereka percaya
menumbuhkan padi sebelum panen. Disebut
sebagai ‘wiwitan’ karena arti ‘wiwit’ adalah
‘mulai’, memotong padi sebelum panen
diselenggarakan. Yang disebut bumi adalah
sedulur sikep bagi orang Jawa karena bumi
dianggap sebagai saudara manusia yang harus
dihormati dan dijaga dilestarikannya untuk
kehidupan.

5. Suran Tradisi Suran yang masih hidup di tengah


masyarakat Jawa adalah tradisi menyambut
kedatangan bulan Suro, tepatnya pada tengah
malam pukul 00.00 tanggal 1 Suro.
B. DAUR HIDUP
MANUSIA
1. Mantenan Dalam Prosesi mantenan atau pernikahan meliputi
1. Siraman
Sebelum memulai upacara pernikahan, pengantin
melakukan siraman dari kata siram (mandi). Hal
ini dimaksudkan untuk membersihkan diri kedua
pengantin sebelum menjalankan upacara yang
sakral. Ada tujuh orang yang akan menyiramkan
air kepada calon pengantin. Tujuh di sini dalam
Bahasa Jawa adalah "pitu" yaitu pitulungan
(pertolongan) kepada calon pengantin.

2. Midodareni
Malam sebelum akad nikah, yaitu malam melepas
masa lajang bagi kedua calon pengantin. Acara ini
dilakukan di rumah calon pengantin perempuan.
Dalam acara ini ada acara nyantrik untuk
memastikan calon pengantin laki-laki akan hadir
dalam akad nikah dan sebagai bukti bahwa
keluarga calon pengantin perempuan benar-benar
siap melakukan prosesi pernikahan di hari
berikutnya.

3. Paes
Paes Calon Pengantin Perempuan Paes sendiri
merupakan tata rias yang biasa digunakan untuk
pengantin wanita. Ada makna dan doa yang
berbeda dari setiap goresan paes.

4. Balangan Gantal
Kedua mempelai akan saling melemparkan
balangan atau sirih, yang diikat dengan benang
putih. Pengantin pria melemparkan gantal ke dada
pengantin wanita, sebagai tanda bahwa ia telah
mengambil hati sang kekasih, dan pengantin
wanita akan menujukan gantal ke lutut sang pria,
sebagai simbol tanda bakti kepada suami.

5. Ngidak Tangan
Ngidak tagan merupakan ritual memijak telur
ayam mentah yang dilakukan mempelai pria,
sebagai harapan, bahwa ia akan mendapatkan
keturunan karena keduanya telah bersatu.
Kemudian, sang istri akan membasuh kaki
suaminya sebagai tanda kasih sayang.

6. Sinkep Sindur
Sikepan Sindur dilakukan setelah injak telur yaitu
membentangkan kain atau sindur kepada kedua
mempelai oleh ibu untuk kemudian berjalan
menuju ke pelaminan. Bagian ini melambangkan
harapan dari orang tua agar kedua mempelai selalu
erat karena telah dipersatukan. Ayah akan
menuntun kedua mempelai dengan berjalan
memegang sindur tersebut.

7. Pangkuan
Kedua mempelai duduk di pangkuan sang ayah
mempelai wanita. Pengantin wanita duduk di
sebelah paha kiri ayah dan laki-laki disebelah
kanan paha ayah. Bagian upacara ini menunjukkan
bahwa kelak kedua mempelai akan memiliki
keturunan dan diharapkan dapat berbagi kasih
sayang yang adil seperti sang ayah. Bagian ini
juga bermakna menimbang yang dimaksud tidak
ada perbedaan kasih sayang untuk anak dan
menantu.

8. Kacar kacur
Ritual kacar kacur dilakukan dengan mengucurkan
uang logam beserta kebutuhan pokok, seperti
beras dan biji-bijian kepada sang istri, sebagai
simbol bahwa ia akan bertanggung jawab dalam
memberikan nafkah kepada keluarga.

9. Dulangan
Dulangan dilakukan sebagai simbol kedua
pasangan akan selalu menolong satu sama lain,
dan memadu kasih hingga hari tua. Dulangan
biasanya dilakukan dengan suap-suapan nasi
tumpeng.

10. Sungkem
Prosesi upacara dalam adat Jawa akan diakhiri
dengan sungkeman, berlutut di depan kedua orang
tua masing-masing mempelai, sebagai bentuk
penghormatan karena telah membesarkan mereka
hingga akhirnya dapat menjalani kehidupan baru
bersama pasangan.

11. Janur Kuning


Dimana janur kuning merupakan gerbang untuk
memasuki resepsi pernikahan. Janur "Jalarane
Nur" yang maknanya agar pernikahan tersebut
mendapatkan cahaya atau pencerahan untuk
rumah tangga yang baru. Janur Kuning juga
dimaksudkan untuk menandai adanya acara dan
menyingkirkan hal-hal yang tidak diinginkan
terjadi.

12. Kembar Mayang


Rangkaian janur, daun dan ornamen-ornamen
lainnya dan memiliki makna-makna yang berbeda.
Terdapat ornamen janur yang dibentuk keris
bermakna pengantin harus pandai dan berhati-hati
serta bijaksana dalam menjalani kehidupan.
Terdapat juga ornamen burung yang
melambangkan motivasi yang tinggi dalam
menjalani hidup.

13. Tarub
Tanda untuk menunjukkan bahwa keluarga sedang
mengadakan acara dan keluarga yang memiliki
hajatan tersebut akan memiliki hak-haknya.
Biasanya, keluarga tersebut akan diberikan jalan,
tarub berisi berbagai macam tumbuhan yang
masing-masing memiliki makna. Tarub sendiri
mempunyai lambang kemakmuran dan harapan
bagi keluarga baru.

2. Ngapati Masa kehamilan 4 bulan (120 hari) adalah saat


yang sangat istimewa. Saat itulah, Allah Swt
meniupkan ruh dan –menurut beberapa
keterangan- Allah menentukan beberapa ketentuan
tentang kehidupannya kelak di dunia sampai di
akhiratnya. Allah menentukan rezekinya, ajalnya,
langkah-langkah perilakunya, dan sebagai orang
yang celaka atau orang yang beruntung.
Sebagai orang tua, tentu kita menginginkan untuk
anak-anak kita sesuatu yang terbaik. Kita
menginginkan kehidupan dunia yang baik dan
kehidupan akhirat yang baik. Mendambakan
kesejahteraan di dunia dan kesejahteraan di
akhirat. Mengharapkan kebahagiaan dunia dan
akhirat. Untuk menyongsong masa emas itulah
kita memohon kepada Allah, Yang Maha
Memberi, Yang Maha Menentukan, Yang
Menguasai segala sesuatu. Kita memohon yang
baik-baik untuk anak kita.

3. Nglimani Nglimani salah satu upacara adat jawa untuk


kehamilan bayi diwaktu ibu mengandung di usia 5
bulan. kata “Nglimani” berasal dari bahasa
lima(5). yang berarti angka lima. upacara adat
ini sama dengan upacara ngupatan yaitu upacara
untuk keselamatan calon bayi dan ibu yang
bersifat menjauhkan dari bahaya yang akan datang
“tolak bala”. upacara adat nglimani kurang dikenal
di daerah daerah tertentu, beda dengan adat mitoni
yang umum dikenal di masyarakat jawa dan
nusantara.
Acara ini (Tentatif) dan dilaksanakan hanya
parsial saja.
4. Mitoni Acara Mitoni dilaksanakan oleh ibu hamil di saat
usia kandungannya menginjak tujuh bulan
(Tentatif) dan dilaksanakan oleh parsial saja.

5. Brokohan Brokohan itu sendiri termasuk dalam rangkaian


upacara kehamilan. Tujuan dari ritual adat ini
adalah untuk mensyukuri rahmat dari Tuhan Yang
Maha Esa karena bayi sudah lahir dengan sehat
dan selamat. Selain itu upacara ini juga
merupakan upacara selamatan atau memohon agar
bayi diberi keselamatan dan kelak dapat menjadi
anak yang baik
Dalam ritual ini, ada beberapa perlengkapan sesaji
yang harus disediakan. Sesaji untuk bayi laki –
laki dan bayi perempuan tidak sama. Untuk bayi
laki – laki sesaji yang digunakan adalah ayam
betina yang belum pernah kawin. Sedangkan
untuk bayi perempuan sesajinya adalah ayam
jantan yang belum pernah kawin. Sesajian lain
baik untuk bayi laki – laki dan bayi perempuan
adalah jenang baro – baro, bunga raken, jenang
putih, dan jenang merah putih.

6. Selapanan Acara Selapanan dilaksanakan oleh ibu hamil di


saat usia kandungannya menginjak delapan bulan
(Tentatif) dan dilaksanakan oleh parsial saja.

7. Sepasaran (Manten Acara Sepasaran dilaksanakan oleh manten dan


dan Bayi) bayi di saat usia pernikan dan kelahiran bayi
masuk lima hari (Tentatif) dan dilaksanakan oleh
parsial saja.

8. Sunatan Ajaran Islam yang begitu akrab dengan kehidupan


masyarakat Indonesia, utamanya kaum lelaki.
Begitu sakralnya sunat ini, seakan-akan pelakunya
dianggap telah “menyempurnakan keislamannya.”

9. Tetesan Upacara sunatan bagi anak perempuan di Jawa.


Upacara Tradisi Tetesan ini diselenggarakan untuk
menandai bahwa seorang anak perempuan sudah
menginjak dewasa. Salah satu ciri seorang anak
perempuan menginjak dewasa.beberapa prosesi
yang harus dilalui.
Sebelum prosesi dimulai, biasanya diadakan
selamatan lebih dahulu. Dalam selamatan ini ada
beberapa uba rampe yang harus disiapkan.
Diantaranya adalah jenang merah, jenang putih,
jenang boro-boro, tumpeng robyong, tumpeng
gundul, gula kelapa setangkep, kelapa setandan
(setundhun).
Selain itu disediakan pula beras, kemiri, menyan,
lawe, lampu minyak kelapa “dlupak”, kendi, ayam
betina yang masih hidup seekor, pisang ayu
“pisang raja dengan kualitas bagus” dan sirih ayu,
jambe dengan tangkainya, dan uang senilai
perempatan “misalnya Rp 250,00 atau Rp 2.500″.

10. Nelung Dina Acara Nelung Dina diselenggarakan berupa


membacakan doa selama tiga hari berturut – turut
setelah meninggalnya seseorang dan dilaksanakan
kadang – kadang (Tentatif), secara parsial saja.

11. Pitung Dina Acara Pitung Dina diselenggarakan berupa


membacakan doa selama tujuh hari berturut –
turut setelah meninggalnya seseorang dan
dilaksanakan kadang – kadang (Tentatif), secara
parsial saja.

12. Patang Puluh Dina Acara Patang Puluh Dina diselenggarakan berupa
membacakan doa selama empat puluh hari
berturut – turut setelah meninggalnya seseorang
dan dilaksanakan kadang – kadang (Tentatif),
secara parsial saja.

13. Nyatus Dina Acara Nyatus Dina diselenggarakan setelah


seratus hari meninggalnya seseorang berupa
membacakan doa – doa dan dilaksanakan secara
tentatif dan parsial.

14. Nyetahun Acara Nyetahun diselenggarakan setelah setahun


meninggalnya seseorang berupa membacakan doa
– doa dan dilaksanakan secara tentatif dan parsial.

15. Rong Tahun Acara Rong Tahun diselenggarakan setelah dua


tahun meninggalnya seseorang berupa
membacakan doa – doa dan dilaksanakan secara
tentatif dan parsial.

16. Nyewu Acara Nyewu diselenggarakan setelah seribu hari


meninggalnya seseorang berupa membacakan doa
– doa dan dilaksanakan secara tentatif dan parsial.

Organisasi yang tertua adalah Wono Budoyo, alamatnya di Jambutan Desa


Wonokerto, berdiri pada tahun 1972. Selain Upacara adat, ada juga beberapa
kesenian yang sering kali diikutkan Event-event seperti Karawitan, Ketoprak,
gemelang, wayang orang, badui, topeng ireng, tari dan masih banyak lagi. Pada
tahun 2016, Masyarakat Desa Wonokerto memperingati Merti Bumi dengan
menyelenggarakan Wonokerto Expo di balai Kalurahan Wonokerto dan Desa
Tunggularum. Wonokerto Expo diadakan sebagai wujud rasa peduli pada
kenyataan bahwa di zaman modern ini banyak acara ritual yang sering dilupakan
oleh modernisasi sehingga secara tidak langsung membuat orang menjadi
individualis serta mengaburkan potensi kesenian dan kebudayaan. Warga Desa
Wonokerto berharap bahwa Desa Wonokerto dapat menjadi salah satu desa
budaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Desa budaya merupakan suatu media dan menjadi benteng pelestarian seni
budaya. Keberadaan desa budaya dipandang strategis untuk menyelenggarakan
pelestarian, pembinaan dan pengembangan seni budaya. Desa budaya dianggap
mampu memberikan ruang ekspresi kepada masyarakat untuk dapat menampilkan
potensi-potensi unggulan yang ada di setiap dusun, berfungsi pula sebagai sarana
promosi mengenalkan potensi unggulan lebih dikenal oleh masyarakat. Adapun
kegiatan yang dilakukan meliputi Parade Pentas Seni dan Budaya Lokal, Pameran
Produk olahan kuliner, kerajinan Desa Wonokerto, Karnaval dengan membawa
hasil sumber bumi, Tari Persembahan, dan Prosesi Upacara Adat Bumi Merti.
Desa budaya sekarang menuju desa mandiri budaya melalui
pendampingan dari dinas kebudayaan. Selain itu, ada juga 4 aspek pendukung
menuju desa mandiri budaya yaitu:
a) Kebudayaan;
b) UMKM;
c) Lembaga Kemasyarakatan; dan
d) Kerajinan
Penelitian ini penting dalam rangka untuk melihat perhatian pemerintah
kalurahan terhadap kelompok seni di Kalurahan Wonokerto sebagaimana Menurut
UU Desa nomor 6 tahun 2014 pasal 4 poin ayat (3), yang menjelaskan
kewajiaban melestarikan, dan memajukan adat, tradisi, dan kebudayaan
masyarakat. Namun, sampai saat ini belum ada relasi antara pelaku dengan
Pemerintah Kalurahan. Padahal dalam melestarikan budaya lokal Pemerintah
tidak hanya memberikan dukungan tetapi pemerintah juga perlu memperhatikan
bantuan yang betul-betul dibutuhkan oleh masyarakat kelompok seni. Oleh karena
itu, dalam melestarikan budaya lokal harus diperhatikan pula peran pemerintah
desa dalam melestarikan budaya lokal. Permasalahan yang terjadi bahwa adanya
faktor pendukung dan penghambat dalam peran pemerintah desa sebagai
fasilitator, komunikasi dan katalisator, ini menyebabkan adanya permasalahan di
dalam melestarikan budaya lokal.

B. Pembahasan
Pemerintah Kalurahan Wonokerto sangat mendukung para kelompok
kesenian yang mengembangkan / melestarikan kebudaayaan. Adapun bentuk
dukungan Pemerintah Kalurahan dalam mengembangkan kebudayaan dapat
dilihat bahwa pada saat ini lagi pengurusan izin pengadaan Balai kebudayaan
yang akan dibangun pada tahun 2022. Hal ini disampaikan sendiri oleh Septiefi
Dwi Praseiyo (PLT Sekretaris Desa Wonokerto) pada saat diwawancarai di
kediaman beliau “Kami dari Pemerintah Kalurahan sangat mendukung kelompok
– kelompok untuk mengembangkan kebudayaaan baik itu berupa kesenian yang
ada di Kalurahan Wonokerto maupun kebudayaan yang dimiliki oleh Kelurahan
Wonokerto, adapun beberapa bentuk dukungan Kami yaitu seperti saat ini Kami
dari Pemerintah Desa Dalam proses pengurusan izin pengadaan balai
Kebudayaan”.
Hal ini dibenarkan oleh salah satu yang tergabung dalam kelompok Wono
Budoyo sekaligus pelatih seni musik dan tari, Budi dalam kediamaannya saaat
diwawancarai mengatakan bahwa “ Wonoketo, selain terkenal dengan salak
pondohnya, juga sebagai desa Wisata. Melalui itu juga Masyarakat Kalurahan
Wonokerto sangat bersemangat dalam mengembangkan / melestarikan
kebudayaaan yang ada di daerah Kalurahan Wonokerto, dan Pemerintah juga
sangat mendukung para masyarakat mulai dari anak – anak hingga dewasa yang
memiliki jiwa untuk melestarikan kebudayaan dengan mengusahakan tempat yang
dapat digunakan untuk latihan, karena selama ini kelompok kesenian latihan 2
kali dalam 1 minggu dengan memanfaatkan salah satu rumah/ kediaman yang
tergabung dalam kelompok. Saat ini dalam proses menunggu izin Gubernur untuk
membangun tempat latihan yang luas, selain untuk latihan tempat itu juga akan
digunakan sebagai tempat berkumpulnya kelompok- kelompok kebudayaan yang
ada di Kalurahan Wonokerto yang disebut Balai Kebudayaan”.
Selain daripada itu, Kelompok – kelompok kesenian yang ada di Wonokerto
biasanya mengadakan event – event budaya yang dapat menghabiskan anggran
sampai dengan 150 Juta hal ini dikatakan oleh Didi (selaku pemerhati seni
kelompok kesenian Wono Budoyo sekaligus pengelolah desa wisata pulesari) saat
diwawancarai di Sekretariat Desa Wisata Pule Sari “ Pemerintah dalam rangka
memajukan Kalurahan Wonokerto sebagai desa Wisata juga sangat mendukung
dalam hal pengembangan Budaya yang ada di Kalurahan Wonokerto, seperti
dengan adanya pendampingan dari Dinas Kebuyaan, pemberian fasilitas seperti
alat musik, dan mengikutkan kelompok kesenian yang ada di Kalurahan
Wonokerto dalam event- event Kebudayaan”. Pendampingan dan pemberian
Fasilitas ini diberikan dari Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam hal
pelestarian kebudayaa, tradisi dan adat kepada kelompok.
Kalurahan Wonokerto terdapat 37 kelompok yang memiliki keinginan yang
tinggi dengan jenis kegiatan yang berbeda – beda untuk melestarikan kebudayaan
yang ada di kalurahan Wonokerto, seperti yang dikatakan oleh Didi (selaku
pemerhati seni kelompok kesenian wono Budoyo sekaligus pengelolah desa
wisata pulesari) “Di Kalurahan Wonokerto terdapat 37 kelompok / organisasi
kesenian yang masih melestariakan dan mengembangkan kesenian Wonokerto”.
Adapun nama – nama kelompok / organisasi kesenian yang ada di Kaluruhan
Wonokerto sebagai berikut;
N NAMA KETU ALAMAT KATEG JENI SUB. JENIS
O ORGANIS A ORI S KEGIATAN
ASI KESENI
AN
1. Arum Kristant Tunggularum, Tradisio Teater Wayang
Budoyo o Wonokerto, nal Orang
Turi
2. Bregada Dwi Tunggularum, Tradisio Brego Replika
Prajurit Purwan Wonokerto, nal do Prajurit
Tunggul tari Turi
Wulung
3. Dinowo Rujito Tunggularum, Tradisio Tari Jathilan
Manunggal Wonokerto, nal
Turi
4. Ibnu Jabal Wakidi Tunggularum, Tradisio Sastra Hadroh
Wonokerto, nal
Turi
5. Putro Santri Adi Jito Tunggularum, Tradisio Tari Kubro Siswo
Wonokerto, nal
Turi
6. Kudho Suhari Gondoarum, Tradisio Tari Jathilan
Pangarso Wonokerto, nal
Turi
7. Ngeti Ngaton Gondoarum, Tradisio Teater Kethoprak
Budoyo o Wonokerto, nal
Turi
8. Risna Aditya Tlatar, Sempu, Tradisio Sastra Hadroh
Fathura Wonokerto, nal
hman Turi
9. Warok Setyo Tlatar, Sempu, Tradisio Tari Jathilan
Tlatar Prayitn Wonokerto, nal
Kandangan o Turi
10. Bale Laras Purwan Balerante, , Tradisio Sastra Sholawatan
ta Wonokerto, nal
Turi
11. Bale Mudo Supardi Balerante, Tradisio Tari Kubro Siswo
Wonokerto, nal
Turi
12. Sinar Rhoma Sempu, Sempu Tradisio Tari Badui
Remaja d Wonokerto, nal
Turi
13. Simo Isharya Banjarsari Tradisio Tari Dayakan
Merapi nto Wonokerto, nal
Turi
14. Putro Siswo Nur Ledok Tradisio Tari Kubro Siswo
Ikhsan Lempong nal
Wonokerto,
Turi
15. Turonggo Parjana Mangggungsar Tradisio Tari Jathilan
Jati i Wonokerto, nal
Turi
16. Turonggo Mangu Imorejo, Tradisio Tari Jathilan
Krido n Imorejo, nal
Budoyo Wonokerto,
Turi
17. Al Azka Sunnu Imorejo, Tradisio Sastra Hadroh
Imorejo, nal
Wonokerto,
Turi
18. Taruno Sokima Sidosari, Tradisio Tari Jathilan
Kridho n Wonokerto, nal
Turonggo Turi
19. Sinar Purwan Gondorejo Lor Tradisio Tari Kubro Siswo
Mudho to Wonokerto, nal
Turi
20. Gobyok Subardi Pulesari, Tradisio Sastra Sholawat
Sari Becici, nal Jawa &
Wonokerto, Larasmadyo
Turi
21. Klentingsari Kukuh Pulesari, Tradisio Sastra Sholawat
Waluyo Becici, nal Jawa
Wonokerto,
Turi
22. Putro Sarjana Pulesari, Tradisio Tari Kubro Siswo
Mudho Becici, nal
Wonokerto,
Turi
23. Bregodo Agus Pulesari, Tradisio Brego Replika
Pager Bumi Suryant Becici, nal do Prajuri
o Wonokerto,
Turi
24. Seni Tarik A. Pulesari, Tradisio Tari Koreo Tari
Salak Latiffu Becici, nal
Lereng din Wonokerto,
Merapi Turi
25. Syayidul Anshori Pulesari, Tradisio Sastra Hadroh
Anam Becici, nal
Wonokerto,
Turi
26. Sanggar Didik Pulesari, Tradisio Tari Sanggar Tari
Dewi Pule Irwanto Becici, nal
Wonokerto,
Turi
27. Manunggali Maryon Pulesari, Tradisio Satra Macapat
ng Rasa o Becici, nal
Wonokerto,
Turi
28. Putri Utami Widodo Kopen, Becici Tradisio Tari Angguk
Wonokerto, nal
Turi
29. Satria Tama Ngatrio Kopen, Becici Tradisio Tari Badui
no Wonokerto, nal
Turi
30. Zamzam Harjito Kopen, Becici Tradisio Sastra Hadroh
Musyafi Wonokerto, nal
Turi
31. Sedyo Laras Supriya Projayan, Tradisio Sastra Gejuk
di Pojok nal Lesung
Wonokerto,
Turi
32. Al Amin Wawan Kenteng, Tradisio Sastra Hadroh
Hari Wonokerto. nal
Setiawa Turi
n
33. Tunas Daryant Sangurejo, Tradisio Tari Badui
Mudho o Wonokerto, nal
Turi
34. Satrio Suryadi Sangurejo, Tradisio Olahr Pencak Silat
Tomo Wonokerto, nal aga
Turi
35. Satrio Suryadi Sangurejo, Tradison Olahr Jemparingan
Tomo Wonokerto, al aga Mataram
Turi
36. Sunan Haryon Lunggohrejo, Tradisio Sastra Hadroh
Kalijogo o Wonokerto, nal
Turi
37. Wono Jumadi Desa Tradisio Sastra Kethoprak
Budoyo A,Md Wonokerto, nal Karawitan
Turi Sleman
Diantara 37 Kelompok / Organisasi diatas yang aktif dalam
mengembangkan Kebudayaan yang ada di Kalurahan Wonokerto hanya
ada beberapa kelompok yang sering di ikutkan dalam berbagi event baik
tingkat kecamatan, kota maupun tingkat Nasional; seperti kelompok Seni
Tari Salak Lereng Merapi, Gobyok Sari yang terletak didesa Pulesari,
Becici, Wonokerto, Turi, yang sering kali diikutkan event – event baik
tingkat Kalurahan, Kacamatan, maupun tingkat Nasional. Hal ini
disampaikan oleh Budi ( salah satu yang tergabung dalam kelompok
Wono budayo) “ Kelompok yang sering kali diikutkan dalam berbagai
event adalah kelompok dari desa Pule sari dengan tarian salaknya yang
merupakan ciri dari Kalurahan wonokerta, Turi, Sleman”. Sama halnya
yang disampaikan oleh Didi ( pelaku seni sekaligus pengelolah desa
wisata Pulesari) “ kelompok yang sering di undang untuk mengikuti event
– event adalah kelompok seni tari salak lereng merapi, yang menapilkan
tarian salak, dan kelompok yang ada di Tunggularum dengan wayang
oraknya”.
Hal ini membuat salah satu kelompok kesenian yang ada di
Tunggularum baru merasa Pemerintah kalurahan tidak memperhatikan
semua kelompok budaya yang ada di Kalurahan Wonokerto. Seperti
halnya dengan kelompok sanggar Puspa Maya yang menurut M.
Zainuddin (selaku pelatih sanggar Puspa Maya), saat diwawanarai di
kediamannya “ kebudayaan yang ada di Wonokerto ini banyak, hampir
setiap padukuhan di Kalurahan Wonokerto melestarikan kebudayaan.
Khusus untuk di padukuhan Tunggularum yang baru ini sendiri
mengembangkan kesenian gamelang dan tari garadapan, yang mana
kelompok puspa maya ini sudah berkomunikasi dengan pemerintahan
kalurahan untuk membangun relasi anatara kelompok puspa maya dengan
pemerintah kalurahan. Namun, pemerintah kalurahan tidak merespon
dengan baik. Bisa saya katakan bahwa pemerintah kalurahan pilih kasih
seperti halnya dalam mengikuti event- event, hanya kelompok yang dekat
dengan kalurahan, yang sering diikutkan berbagai event, seperti kelompok
yang ada di desa pule sari, dan juga kelompok yang ada di Tunggularum
lama”.
Maka dari itu, kelompok puspa maya ini mulai menjalin
komunikasi dengan dinas kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY), yang dimulai dengan pemberian alat musik seperti gamelang, dan
pementasan gamelang dan tari garadapan yang kemudian akan di sharee di
youtube. “kami saat ini sedang melakukan komunikasi dengan dinas
Kebudayaan aerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan pemberian
gamelang yang saat ini dipake oleh pemuda yang ingin belajar, dan
beberapa hari yang lalu kami diundang untuk melakukan pementasan
yang saat ini video sementara dalam proses editing kemudian akan di
sharee di Youtube”.
Dengan proses yang dilakukan oleh sanggar puspa maya ini,
semoga kedepannya pemerintah Kalurahan dapat menjamin relasi yang
baik dengan Sabngggar Puspa maya.
C. Kesimpulan
Dari penelitaian yang telah di lakukan oleh peneliti mengenai
peran pemerintah Kalurahan terhadap kelompok seni yang ada di
kalurahan Wonokerto, Peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa peran
pemerintah dalam mengembangkan / melestarikan kebudayaan yang ada di
kalurahan Wonokerto masih belum stabil, dikarenakan adanya
diskriminasi terhadap kelompok sanggar seni puspa Maya. Dan semoga
melalui penelitian ini Kalurahan Wonokerto kedepannya dapat
membangun relasi dengan semua kelompok seni.
Lampiran penelitian
DOKUMENTASI

Wawancara dengan Septefi (PLT Sekretaris Desa Wonokerto) Wawancara dengan Budi
(salah satu pelatih dan pelaku seni yang tergabung
dalam Wono Budoyo

Wawancara dengan Didi( salah satu pelaku Wawancara dengab M. Zainuddin


seni yang masuk di kelompok Wono Budoyo (pelatih kelompok sanggar puspa maya)
sekaligus Pengelolah desa wisata pule sari)

Anda mungkin juga menyukai