Anda di halaman 1dari 11

TUGAS I

MATAKULIAH BUDAYA NUSANTARA


7 UNSUR KEBUDAYAAN MASYARAKAT
YOGYAKARTA (JAWA)

Dosen:
Teuku Zulkarnain Muttaqin, M.Sn S.Sn

Oleh:
R Anggoro Adi Wijaya - 1602204010

Kelas:
DP-44-03

PROGRAM STUDI DESAIN PRODUK


FAKULTAS INDUSTRI KREATIF
UNIVERSITAS TELKOM
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan dalam
menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, penulis tidak
akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam
tercurahkan kepada Nabi agung Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nantikan
kelak.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
sehingga makalah “7 Unsur Kebudayaan Masyarakat Jawa (Yogyakarta)” dapat
diselesaikan. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Budaya
Nusantara. Penulis berharap makalah ini dapat memperdalam pengetahuan dan
pemahaman yang dimiliki oleh pembaca tentang kebudayaan yang dimiliki masyarakat
Indonesia khususnya masyarakat Jawa.

Penulis menyadari makalah bertema budaya ini masih perlu banyak penyempurnaan
karena kesalahan dan kekurangan. Penulis terbuka terhadap kritik dan saran pembaca
agar makalah ini dapat lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini,
baik terkait penulisan maupun konten, penulis memohon maaf.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Cilacap, 17 Maret 2021

R Anggoro Adi Wijaya


A. ARTI DAN DEFINISI KEBUDAYAAN DAN 7 UNSUR KEBUDAYAAN
MENURUT KOENTJARANINGRAT
Dalam kebudayaan ini, Koentjaraningrat(1984:181) mengatakan,
kebudayaan dengan kata dasar budaya berasal dari bahasa sansakerta
”buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau“akal”.
Jadi Koentjaraningrat mendefinisikan budaya sebagai “daya budi” yang berupa
cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan
rasa itu.
Koentjaraningrat menerangkan bahwa pada dasarnya banyak yang
membedakan antara budaya dan kebudayaan, dimana budaya merupakan
perkembangan majemuk budi daya, yang berarti daya dari budi. Pada kajian
Antropologi, budaya dianggap merupakan singkatan dari kebudayaan yang
tidak ada perbedaan dari definsi. Jadi kebudayaan atau disingkat budaya,
menurut Koentjaraningrat merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar.
Kebudayaan sendiri memiliki 7 unsur yang terdiri dari bahasa, agama dan
kepercayaan, sistem pengetahuan, sistem kemasyarakatan, sistem peralatan
hidup atau teknologi, sistem ekonomi, dan kesenian.
Koentjaraningrat juga membedakan adanya tiga wujud dari kebudayaan
yaitu: (1) Wujud kebudayaan sebagai sebuah kompleks dari ide-ide, gagasan,
nilai- nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. (2) Wujud kebudayaan
sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam
suatu masyrakat. (3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya
manusia.
B. MASYARAKAT YOGYAKARTA

Gambar I
Peta Lokasi Yogyakarta
Tahun – Sumber:
2015 - https://petatematikindo.wordpress.com/2013/03/24/administrasi-
provinsi-di-yogyakarta/

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Daerah Istimewa setingkat provinsi di


Indonesia yang merupakan peleburan Negara Kesultanan Yogyakarta dan
Negara Kadipaten Paku Alaman. Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di
bagian selatan Pulau Jawa, dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan
Samudera Hindia. Daerah Istimewa yang memiliki luas 3.185,80 km2 ini terdiri
atas satu kota, dan empat kabupaten, yang terbagi lagi menjadi 78
kapanewon/kemantren, dan 438 kalurahan/kelurahan. Menurut sensus
penduduk 2010 memiliki populasi 3.452.390 jiwa dengan proporsi 1.705.404
laki-laki, dan 1.746.986 perempuan, serta memiliki kepadatan penduduk
sebesar 1.084 jiwa per km2. Yogyakarta juga didukung dengan kondisi geologis
dengan memiliki beberapa daerah yang berupa pegunungan yang dimanfaatkan
dalam berbagai kegiatan dan kondisi, seperti gunung Merapi, pegunungan
Sewu, pegunungan Kulon Progo. Selain daerah pegunungan ada pula daerah
yang berada di dataran rendah, seperti mulai dari Kulon Progo sampai Bantul
yang berbatasan dengan Pegunungan Seribu.
Dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), DIY mempunyai peranan yang penting.
Terbukti pada tanggal 4 Januari 1946 sampai dengan tanggal 27 Desember 1949
pernah dijadikan sebagai Ibu kota Negara Republik Indonesia. Tanggal 4
Januari inilah yang kemudian ditetapkan menjadi hari Yogyakarta Kota
Republik pada tahun 2010. Pada saat ini Kasultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwana X dan Kadipaten
Pakualaman dipimpin oleh Sri Paku Alam X yang sekaligus menjabat sebagai
Gubernur, dan Wakil Gubernur DIY. Keduanya memainkan peran yang
menentukan dalam memelihara nilai-nilai budaya, dan adat istiadat Jawa dan
merupakan pemersatu masyarakat Yogyakarta.
Berikut adalah contoh untuk gambar dan table:

Gambar II :
Upacara Adat Sekaten
Tahun – Sumber :
2019 - www.brilio.net

Upacara Sekaten merupakan rangkaian dari upacara Gerebek Maulud.


Tradisi adat yang satu ini merupakan upacara Keraton Jogja yang kental dengan
nuansa religius (Islam). Sekaten merupakan penghormatan kepada hari lahirnya
Nabi Muhammad SAW dan rutin diadakan setiap 5 sampai 11 Rabiul Awal.
Para abdi dalem akan berkumpul di alun-alun Jogja dan Solo. Mereka
mengarak tumpeng dan satu set gamelan Kyai Nogowilongo dan Kyai
Gunturmadu. Para abdi dalem berbaris dengan pakaian prajurit lengkap.
Sultan juga akan hadir ke Masjid Gedhe Kauman untuk mengikuti acara. Ia
akan melakukan “udhik-udhik” atau menyebarkan uang receh. Setelah
pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW, bunga cempaka akan disematkan
pada daun telinga kanan Sri Sultan.
C. 7 SISTEM KEBUDAYAAN MASYARAKAT JAWA
1. Sistem Bahasa
Bahasa yang digunakan masyarakat Jawa adalah bahasa jawa dengan
dialek Yogya-Solo yang digunakan secara informal atau sehari hari dan bisa
disebut sebagai bahasa asli. Sedangkan untuk bahasa formal atau bahasa
resmi instansi Yogyakarta adalah bahasa Indonesia. Bahasa jawa sendiri
memiliki huruf huruf tersendiri yang berbeda dari huruf latin.

Gambar III :
Aksara Jawa dengna pasangannya
Sumber :
www.pinterpandai.com
Bahasa Jawa juga memiliki tingkatan menurut kepada siapa kita
berbicara dan kondisi saat kita berbicara, hal ini ditentukan oleh usia, status,
dan hal hal lainnya.
Dalam bahasa Jawa, pada dasarnya terdiri dari 3 kasta atau tingkatan
bahasa, yaitu:
• Ngoko (kasar)
• Madya (biasa)
• Krama (halus)

2. Agama dan Kepercayaan


Agama yang dianut Penduduk DIY mayoritas beragama Islam yaitu
sebesar 92,62%, selebihnya beragama Katolik 4,50%, kemudian Kristen
Protestan 2,68%, Hindu 0,09%, Budha 0,09% dan lainnya 0,02%. Sarana
rumah ibadah terus mengalami perkembangan, pada tahun 2007 terdiri dari
6214 masjid, 3413 langgar, 1877 musholla, 218 gereja, 139 kapel, 25
kuil/pura dan 24 vihara/klenteng.
Penduduk yogyakarta juga memiliki 4 upacara adat yang terkenal dan
diadakan setiap tahunnya, yaitu
1. Grebeg Maulud
Kata “grebeg” berasal dari peristiwa Sultan saat keluar istana untuk
memberikan gunungan kepada rakyatnya. Peristiwa ini diibaratkan
seperti bunyi embusan angin yang sangat keras, sehingga mengeluarkan
suara grebeg. Grebeg Maulud diadakan setiap 12 Rabiul Awal. Acara ini
ditandai dengan kirab gunungan yang terdiri dari beras ketan, sayur,
lauk, dan buah-buahan. Gunungan ini diarak dari Istana Kemandungan
ke Masjid Gedhe Kauman. Kirab dikawal 10 kompi prajurit Keraton.
2. Sekaten
Upacara Sekaten merupakan rangkaian dari upacara Gerebek
Maulud. Tradisi adat yang satu ini merupakan upacara Keraton Jogja
yang kental dengan nuansa religius (Islam). Sekaten merupakan
penghormatan kepada hari lahirnya Nabi Muhammad SAW dan rutin
diadakan setiap 5 sampai 11 Rabiul Awal. Para abdi dalem akan
berkumpul di alun-alun Jogja dan Solo. Mereka mengarak tumpeng dan
satu set gamelan Kyai Nogowilongo dan Kyai Gunturmadu. Para abdi
dalem berbaris dengan pakaian prajurit lengkap. Sultan juga akan hadir
ke Masjid Gedhe Kauman untuk mengikuti acara. Ia akan melakukan
“udhik-udhik” atau menyebarkan uang receh. Setelah pembacaan
riwayat Nabi Muhammad SAW, bunga cempaka akan disematkan pada
daun telinga kanan Sri Sultan.
3. Labuhan Parangkusumo
Upacara Labuhan Parangkusumo merupakan bagian dari rangkaian
tradisi Hajad Dalem Tingalan Jumenengan atau upacara adat penobatan
tahta Sultan Jogja. Ini merupakan upacara puncak yang bertujuan
meminta keselamatan kesejahteraan pada Tuhan Yang Maha Esa. Acara
ini dilakukan di empat tempat yang berbeda. Lokasi pertama yaitu Pantai
Parangkusumo, tempat melarung berbagai sesaji ke laut. Pantai ini
dipilih bukan tanpa alasan. Pantai Parangkusumo dipercaya sebagai
tempat Panembahan Senopati bertapa dan bertemu Nyai Roro Kidul
yang berjanji membangun kerajaan besar dan kemudian berdirilah
Kerajaan Mataram. Lokasi kedua yaitu Gunung Merapi. Gunung ini
dipercaya membantu Kerajaan Mataram saat berkonflik dengan
Kerajaan Pajang tahun 1586. Saat itu, gunung meletus dan
menghancurkan base camp pasukan Pajang. Mereka juga mundur dari
wilayah Kerajaan Mataram. Gunung Lawu menjadi lokasi ketiga. Di
gunung ini terdapat petilasan raja kelima Kerajaan Majapahit. Upacara
labuhan di sini merupakan bentuk penghormatan kepada Raja Brawijaya
V karena telah membantu Kerajaan Mataram. Lokasi terakhir adalah
Dlepih Kayangan Wonogiri. Tempat ini merupakan tempat para Raja
Mataram bertapa dan memanjatkan doa kepada Tuhan.
4. Siraman Pusaka
Setiap kerajaan pasti memiliki benda pusaka, termasuk Keraton
Jogja. Setiap tahun, keraton melakukan upacara Siraman Pusaka untuk
merawat benda-benda pusaka tersebut. Upacara ini dilaksanakan pada
bulan Sura, tepatnya di Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon. Upacara
dilakukan selama dua hari dan bersifat tertutup. Benda-benda pusaka
milik Keraton Jogja adalah Keris KK Ageng Sengkelat, Kereta Kuda
Nyai Jimat, Tombak KK Ageng Plered. Benda-benda tersebut
dibersihkan oleh pangeran, wayah dalem, dan bupati. Selain dicuci,
benda-benda pusaka diperlakukan dengan istimewa karena dipercaya
bersifat sakral dan memiliki kekuatan surpanatural. Semuanya disimpan
di tempat yang khusus dan tidak dipakai secara sembarangan. Ini juga
berguna untuk menjaga kelestarian benda dari kerusakan.

3. Ilmu Pengetahuan
Bentuk ilmu pengetahuan yang diajarakan pada masa dahulu adalah
berupa pemahaman tentang agama dan kebudayaan berupa pakaian adat,
upacara adat, tata cara berkomunikasi, pembagian peran wanita dan pria,
serta masih banyak hal lainnya. Hal hal tersebut masih sering dijalankan
oleh masyarakat jogja pada masa kini, namun disesuaikan dengan kondisi
yang terjadi pada saat ini, seperti pemerataan peran wanita dan pria, tata
cara komunikasi yang tidak menggunakan bahasa daerah, dan masih banyak
lagi.

4. Organisasi Sosial
Didaerah Yogyakarta terdapat Kraton Ngayogyakarta yang memiliki
sejarah sejarah yang berhubungan dengan kota Yogyakarta sendiri. Banyak
kegiatan-kegiatan adat yang dilaksanakan di dalam daerah tersebut. Keraton
ini memiliki sistem yang disegani masyarakat dimulai dari terdapatnya raja
atau sultan dimulai dari Sultan Hamengkubuwono I hingga Sultan
Hamengkubuwono X yang menjabat sebagai raja Kasultanan Yogyakarta
hingga saat ini.
Selain terdapatnya keraton Ngayogyakarta, sistem lainnya juga
diterapkan pada daerah yang terdapat di Yogyakarta sendiri, seperti tidak
adanya sistem marga keluarga, namun hal ini tidak berlaku bagi keturunan
Sultan-Sultan keraton Yogyakarta sendiri, keturunan tersebut biasanya
berimbuhan Raden (laki laki) atau Raden Rara (perempuan) pada depan
namanya tergantung pada jenis kelamin anak tersebut. Selain sistem marga,
terdapat juga sistem kedudukan menurut status sosial atau keturunan, seperti
Priyayi(para adik, yaitu pegawai negeri sipil dan orang terpelajar), Ningrat
atau Bendara (tingkat tertinggi, biasanya merupakan anggota/keluarga
keraton), Santri dan Wong Cilik(kasta terendah, yaitu rakat biasa).

5. Sistem Ekonomi
Pada zaman Jawa kuno, orang Jawa unggul dalam menjelajahi lautan
dan berdagang. Ini karena tidak semua komoditas dan barang kebutuhan
dapat ditemukan di Pulau Jawa, dan perdagangan diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Para pedagang dan pelaut Jawa sudah sering
melakukan pelayaran di lautan antara India dan Tiongkok pada awal abad.
Selain kegiatan berdagang, terdapat kegiatan bercocok tanam, berternak,
melaut, dan membuat kerajinan kerajinan tertentu yang dilakukan oleh
penduduk Yogyakarta.

6. Sistem Teknologi
Masyarakat jawa memiliki beberapa teknologi hidup dalam berbagai
peralatan, bangunan, dan alat transportasi. Peralatan masyarakat jawa
berupa peralatan tempur pada zaman dahulu seperti keris yang dianggap
sabagai benda sakral pada masa kini, tombak, dan lainnya. Selain peralatan
tempur ada pula alat musik yang digunakan pada upacara-upacara adat
seperti gamelan, bonang, gong, suling, dan lain lainnya. Bangunan yang
dimiliki oleh masyarakat jawa beragam yaitu terdapat yang berbentuk
rumah limasan (biasanya dimiliki oleh golongan rakyat jelata), rumah joglo
( untuk kaum bangsawan), dan rumah serotong, rumah rumah yang dimiliki
oleh masyarakat asli suku Jawa biasanya memiliki tanah yang lebih luas dari
rumahnya dan menghadap ke salah satu arah mata angin diantaranya adalah
arah selatan dan utara. Sedangkan untuk alat transportasi terdapat delman,
dan becak

Gambar IV : Gambar V :
Rumah Joglo Alat Transportasi Becak
Sumber : Sumber :
http://greatnesia.id www.suara.com

7. Kesenian
Kesenian yang terdapat di Yogyakarta beragam, dimulai dari acara
pertunjukan Kethoprak, sendratari Ramayana, wayang wayangan dimulai
dari wayang kulit, wayang golek, dan wayang wong/orang, serta masih
banyak lagi kesenian yang terdapat di daerah Yogyakarta.

Gambar VI :
Sendratari Ramayana
Sumber : https://radarjogja.jawapos.com/ (2017)
D. KESIMPULAN
Suku jawa atau masyarakat jawa merupakan suku yang terbesar yang
berada di Indonesia tersebar dengan pusat pada provinsi Jawa tengah, Daerah
Istimewa Yogyakarta, dan lainnya. Suku jawa juga termasuk suku yang masih
mempertahankan kebudayaan yang dimiliki seperti upacara adat, kesenian dan
lainnya. Sehingga hal ini dapat menjadi faktor untuk mempertahankan
kebudayaan tersebut hingga generasi mendatang demi melestarikan kebudayaan
sebagai kekayaan bangsa dan negara yang dapat dijadikan jati diri bangsa
Indonesia.

E. DAFTAR PUSTAKA
Daftar referensi dari buku
1. Koentjadiningrat. 1984. Kebudayaan Jawa.Penerbit : Balai Pustaka

Daftar referensi dari Internet


1. Ibnudin, 8 Oktober 2017, 7 Unsur Kebudayaan Universal Menurut
Koentjaraningrat, waktu mengakses 7 Maret 2021, dari
https://ibnudin.net/pengertian-ciri-unsur-kebudayaan/
2. Wikipedia, diedit pada 13 Maret 2021, Daerah Istimewa Yogyakarta, waktu
mengakses 17 Maret 2021, dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Istimewa_Yogyakarta
3. Brilio, 27 Agustus 2019, Upacara Adat di Jogja, waktu mengakses 17 Maret
2021, dari https://www.brilio.net/jalan-jalan/4-upacara-adat-terkenal-di-jogja-
yang-wajib-diketahui-1908271.html#
4. Pesona Indonesia, 8 Juli 2020 , Kesenian Yogyakarta, waktu mengakses 17
Maret 2021, dari https://pesona-indonesia.info/kesenian-yogyakarta/

Daftar gambar dari Internet


1. Brilio, 27 Agustus 2019, Upacara Adat di Jogja, waktu mengakses 17 Maret
2021, dari https://www.brilio.net/jalan-jalan/4-upacara-adat-terkenal-di-jogja-
yang-wajib-diketahui-1908271.html#
2. Petatematikindo, 24 Maret 2013, Administrasi Provinsi DI Yogyakarta,
waktu mengakses 14 Maret 2021, dari
https://petatematikindo.wordpress.com/2013/03/24/administrasi-provinsi-di-
yogyakarta/
3. Pinterpandai, 29 Desember 2018, Aksara Jawa Hanacaraka dan Contoh,
waktu mengakses 17 Maret 2021, dari
https://www.pinterpandai.com/aksara-jawa-hanacaraka-contoh/
4. Greatnesia, 16 November 2016, Lebih Dekat dengan Rumah Adat Joglo
dan Filosofinya, waktu mengakses 17 Maret 2021, dari
https://greatnesia.id/lebih-dekat-dengan-rumah-adat-joglo-dan-filosofi-yang-
tersembunyi/
5. Suara, 25 April 2020, Tukang Becak, waktu mengakses 17 Maret 2021, dari
https://www.suara.com/news/2020/04/25/092343/miris-tukang-becak-
pingsan-diduga-kena-corona-ternyata-karena-kelaparan
6. Radar Jogja, 24 Juli 2017, Pentas Kolaborasi Sendratari Ramayana dan The
Ramakien dari Thailand, waktu mengakses 17 maret 2021, dari
https://radarjogja.jawapos.com/boks/2017/07/24/pentas-kolaborasi-
sendratari-ramayana-dan-the-ramakien-dari-thailand/

Anda mungkin juga menyukai