Oleh:
ZahrinaZatadini
15/389742/PMU/08701
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS GAJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
TRADISI RITUAL ORANG JAWA
Salah satu sifat yang dimiliki orang Jawa adalah hidup damai,
selaras, serasi dan seimbang sehingga dalam menjalani laku
kehidupan, orang Jawa cenderung tidak mau mengganggu dan tidak
mau diganggu. Itulah makanya meski orang Jawa percaya sepenuhnya
kepada Tuhan Yang Maha Esa, mereka masih tetap melakukan ritual
yang berhubungan dengan hal-hal gaib dengan pertimbangan agar
kehidupan tetap seimbang dan selaras. Orang Jawa percaya bahwa
hal-hal gaib seperti penunggu pada suatu teritori tertentu memiliki
sifat-sifat yang sama seperti manusia seperti amarah, iri, dengki,
senang, sedih dan sebagainya. Maka dari itu orang jawa berinteraksi
dengan hal-hal gaib tersebut untuk menjaga keharmonisan,
keseimbangan dan keselamatan. Hal yang perlu digaris bawahi adalah
bahwa orang Jawa melakukan interaksi tersebut bukan semata-mata
untuk meminta keberkahan pada penunggu daerah tersebut,
melainkan untuk meminta keselamatan dan terbebas dari godaan agar
mendapat kekhusyukan ketika beribadah pada Tuhan Yang Maha Esa.
1
Wahyana Giri MC, Sajen & Ritual Orang Jawa, Penerbit Narasi, Yogyakarta, 2010, hlm. 4.
religi. Seluruh sistem upacara itu terdiri dari aneka macam upacara
yang bersifat harian, musiman atau kadangkala.2
TUGU SOEHARTO
Terdapat mitos yang berkembang dimasyarakat Semarang
tentang sebuah tugu yang dikeramatkan yaitu Tugu Soeharto. Tugu
Soeharto terletak di Kelurahan Bendan Duwur, Kecamatan
Gajahmungkur, Kota Semarang. Di tempat ini ditandai dengan
monumen setinggi sekitar 8 meter ini merupakan pertemuan antara
Kaligarang dan Kali Kreo. Nama Tugu Suharto konon bermula saat
Presiden RI ke-dua Soeharto yang kala itu berpangkat mayor bertugas
di Semarang dalam perang melawan Belanda. Saat itu beliau lari ke
arah selatan kota yang saat itu masih berupa hutan, beliau melompat
ke sungai yang merupakan pertemuan dua arus sungai, dan kemudian
menancapkan tongkat dan berendam di sana. Di titik inilah kemudian
dibangun monumen yang bernama Tugu Soeharto dan masyarakat
2
Budiono Herusatoto, Simbolisme Dalam Budaya Jawa, PT. Hanindita Graha Widya, Yogyakarta, 1987,
hlm. 27
yang ikut percaya pada aliran kejawen Soeharto ikut melanjutkan
tradisi berendam atau kungkum tersebut.
3
Febrina Damayanti, “Ritual Kungkum Malam Satu Syuro di Tugu Soeharto Semarang”,
http://febrinadamayanti53.blogspot.co.id/2013/11/ritual-kungkum-malam-satu-syuro-di-tugu.html,
diakses 16 Februari 2016 pukul 21.00 WIB.
Banyaknya warga yang datang ke Tugu Soeharto untuk kungkum
mengundang banyak pedagang disekitar tugu dan jembatan. bahkan
saat ini ritual tersebut menjadi sarana wisata bagi warga sekitar dan
luar kota sekedar untuk menonton para warga yang sedang melakukan
ritual. Kekhawatiran warga juga semakin berkurang dengan adanya tim
SAR yang lengkap dengan peralatan untuk medan di air yang berjaga di
sekitar area sungai. Dan warga sekitar pun menyediakan air bersih
bagi para peritual yang selesai kungkum.
Dari orangtua hingga anak-anak melakukan tradisi ini. Ritual
biasanya dimulai dari waktu petang hingga malam hari, namun waktu
yang paling efektif adalah pada waktu tengah malam hingga pukul 3
pagi. Ritual dilakukan dengan berdoa sembari merendam badan
sampai ke leher, membawa bunga sajen yang di balurkan pada tubuh
dan dilarungkan ke sungai. Para peritual memanjatkan doa dalam
bahasa Jawa dan Arab. Beberapa orang membakar dupa dan
memanjatkan doa sebelum kungkum disungai.
PENUTUP
Tugu memiliki nilai keindahan, sejarah dan hasil karya yang
benilai kekal yang dilestarikan sebagai tanda terimakasih dan
pengingat tradisi ritual kungkum yang dilakukan pada malam satu
suro. Bentuk Tugu Soeharto merupakan transformasi dari tongkat yang
ditancapkan pada sungai juga merupakan simbol pengingat dan
penanda akan kejadian sejarah dan mistis pada sungai tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Giri MC, Wahyana. 2010. Sajen & Ritual Orang Jawa. Yogyakarta: Penerbit
Narasi.
4
Wahyana Giri MC, Sajen & Ritual Orang Jawa, Penerbit Narasi, Yogyakarta, 2010, hlm. 14