Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Malam satu suro merupakan salah satu ritus tahunan yang hampir setiap tahun dirayakan oleh
sebagian masyarakat Jawa, khususnya pada masyarakat Jawa yang berada di daerah Yogyakarta,
Surakarta, dan Solo. Malam satu suro merupakan suatu pergantian tahun pada penanggalan Kalender
Jawa. Sama halnya dengan tahun baru pada umat Islam yang dimulai dengan tanggal 1 Muharram
tahun Hijriah atau sama halnya dengan tahun baru Masehi yang dimulai pada tanggal 1 Januari Tahun
Masehi. Malam 1 Suro sangat berarti bagi orang Jawa, karena tidak saja memiliki dimensi fisik,
perubahan tahun tetapi juga mempunyai dimensi spiritual. Orang Jawa yakin bahwa perubahan tahun
Jawa bertepatan dengan tahun Hijriyah, menandakan babak baru dalam tata kehidupan kosmis. Pada
dasarnya Orang-orang Jawa menjalani ritual malem 1 Suro dengan berbagai maksud, yang utama
adalah mengharapkan perubahan hidup yang lebih baik di tahun akan datang yang akan dijalaninya.

B. Tujuan

1) Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan budaya malam satu syuro
2) Untuk mengetahui apa arti penting dari malam satu syuro
3) Untuk menjelaskan seperti apa saja ritual malam satu syuro tersebut

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Suro, Asyura Dan Tradisi

Satu Suro adalah hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Sura atau Suro di mana
bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender hijriyah, karena Kalender jawa yang
diterbitkan Sultan Agung mengacu penanggalan Hijriyah (Islam). Satu suro biasanya
diperingati pada malam hari setelah magrib pada hari sebelum tangal satu biasanya disebut
malam satu suro, hal ini karena pergantian hari Jawa dimulai pada saat matahari terbenam
dari hari sebelumnya, bukan pada tengah malam.

Satu Suro memiliki banyak pandangan dalam masyarakat Jawa, hari ini dianggap
kramat terlebih bila jatuh pada jumat legi. Untuk sebagian masyarakat pada malam satu suro
dilarang untuk ke mana-mana kecuali untuk berdoa ataupun melakukan ibadah lain. Latar
belakang dijadikannya 1 Muharam sebagai awal penanggalan Islam oleh Khalifah Umar bin
Khathab, seorang khalifah Islam di zaman setelah Nabi Muhammad wafat. Awal dari afiliasi
ini, konon untuk memperkenalkan kalender Islam di kalangan masyarakat Jawa. Maka tahun
931 H atau 1443 tahun Jawa baru, yaitu pada zaman pemerintahan kerajaan Demak, Sunan
Giri II telah membuat penyesuaian antara sistem kalender Hirjiyah dengan sistem kalender
Jawa pada waktu itu.

Waktu itu, Sultan Agung menginginkan persatuan rakyatnya untuk menggempur


Belanda di Batavia, termasuk ingin “menyatukan Pulau Jawa.” Oleh karena itu, dia ingin
rakyatnya tidak terbelah, apalagi disebabkan keyakinan agama. Sultan Agung
Hanyokrokusumo ingin menyatukan kelompok santri dan abangan. Pada setiap hari Jumat
legi, dilakukan laporan pemerintahan setempat sambil dilakukan pengajian yang dilakukan
oleh para penghulu kabupaten, sekaligus dilakukan ziarah kubur dan haul ke makam
Ngampel dan Giri. Akibatnya, 1 Muharram (1 Suro Jawa) yang dimulai pada hari Jumat legi
ikut-ikut dikeramatkan pula, bahkan dianggap sial kalau ada orang yang memanfaatkan hari
tersebut diluar kepentingan mengaji, ziarah, dan haul.

1 Syura adalah awal tahun Muharam, tahun Islam yang telah ditranskulturisasi dengan
tradisi ritual Jawa kuno. Karaton Mataram menerima dan mengembangkan ide transkulturasi
terutama sejak Sultan Agung dari Karaton Yogyakarta. 1 Syuro menjadi bagian penting dari

2
sebuah siklus kehidupan manusia. Bagi masyarakat Jawa, bulan Suro sebagai awal tahun
Jawa juga dianggap sebagai bulan yang sakral atau suci, bulan yang tepat untuk melakukan
renungan, tafakur, dan introspeksi untuk mendekatkan dengan Yang Maha Kuasa. Cara yang
biasa digunakan masyarakat Jawa untuk berinstrospeksi adalah dengan lelaku, yaitu
mengendalikan hawa nafsu. Lelaku malam 1 Suro, tepat pada pukul 24.00 saat pergantian
tahun Jawa, diadakan secara serempak di Kraton Ngayogyakarta dan Surakarta Hadiningrat
sebagai pusat kebudayaan Jawa. Tradisi saat malam satu suro bermacam-macam tergantung
dari daerah mana memandang hal ini, sebagai contoh Tapa Bisu, atau mengunci mulut yaitu
tidak mengeluarkan kata-kata selama ritual ini. Yang dapat dimaknai sebagai upacara untuk
mawas diri, berkaca pada diri atas apa yang dilakoninya selama setahun penuh, menghadapi
tahun baru di esok paginya.

Tradisi lainnya adalah Kungkum atau berendam di sungai besar, sendang atau sumber
mata air tertentu, Yang paling mudah ditemui di Jawa khususnya di seputaran Yogyakarta
adalah Tirakatan (tidak tidur semalam suntuk) dengan tuguran (perenungan diri sambil
berdoa) dan Pagelaran Wayang Kulit. Di antara tradisi tersebut ada juga sebagian masyarakat
yang menggunakan malam satu suro sebagai saat yang tepat untuk melakukan ruwatan.

Selain itu juga, bagi masyarakat Jawa, bulan Suro sebagai awal tahun Jawa juga
dianggap sebagai bulan yang sakral atau suci, bulan yang tepat untuk melakukan renungan,
tafakur, dan introspeksi untuk mendekatkan dengan Yang Maha Kuasa. Cara yang biasa
digunakan masyarakat Jawa untuk berinstrospeksi adalah dengan lelaku, yaitu mengendalikan
hawa nafsu. Lelaku malam 1 Suro, tepat pada pukul 24.00 saat pergantian tahun Jawa,
diadakan secara serempak di Kraton Ngayogyakarta dan Surakarta Hadiningrat sebagai pusat
kebudayaan Jawa.

3
Di Kraton Surakarta Hadiningrat kirab malam 1 Suro dipimpin oleh Kebo Bule Kyai
Slamet sebagai Cucuking Lampah. Kebo Bule merupakan hewan kesayangan Susuhunan
yang dianggap keramat. Di belakang Kebo Bule barisan berikutnya adalah para putra Sentana
Dalem (kerabat keraton) yang membawa pusaka, kemudian diikuti masyarakat Solo dan
sekitarnya seperti Karanganyar, Boyolali, Sragen dan Wonogiri.
Sementara itu di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat memperingati Malam 1 Suro
dengan cara mengarak benda pusaka mengelilingi benteng kraton yang diikuti oleh ribuan
warga Yogyakarta dan sekitarnya. Selama melakukan ritual mubeng beteng tidak
diperkenankan untuk berbicara seperti halnya orang sedang bertapa. Inilah yang dikenal
dengan istilah tapa mbisu mubeng beteng.
Dari sekian acara yang tentu saja berlangsung di tiap pelosok Yogyakarta, Kawasan
pantai Parangtrisits, khususnya Parangkusumo, memiliki daya tarik tersendiri di malam satu
Suro. Labuhan, menjadi ritual yang tidak asing di telinga masyarakat Jawa. Ritual ini menjadi
ritual tahunan Kraton Ngayogyokarto Hadiningrat. Parangkusumo memang biasa menjadi
tempat berlangsungya prosesi ini.

Wayang dan Nyekar di Cepuri Parangkusumo, menjadi dua kegiatan utama pada
malam itu. Meski begitu, pengunjung dan masyarakat yang datang tidak hanya disuguhi
keramaian pagelaran wayang dan keheningan suasana Cepuri yang mistis.

4
Selain di Kraton, ritual 1 Suro juga diadakan oleh kelompok-kelompok penganut aliran
kepercayaan Kejawen yang masih banyak dijumpai di pedesaan. Mereka menyambut
datangnya tahun baru Jawa dengan tirakatan atau selamatan. Sepanjang bulan Suro
masyarakat Jawa meyakini untuk terus bersikap eling (ingat) dan waspada. Eling artinya
manusia harus tetap ingat siapa dirinya dan dimana kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan.

Wayang Kulit Semalam Suntuk


Tradisi dan warisan budaya jawa ini tak pernah lepas dari tiap momen penting,
khususnya adat, di Yogyakarta. Apalagi malam satu Suro di kawasan pantai selatan dengan
segala macam pernak-pernik mistisnya.

Cepuri Parangkusumo

Merupakan area tempat bersandingnya dua batu yang dikeramatkan. Batu Kyai
Panembahan Senopati yang lebih besar terletak di sebelah selatan batu Kanjeng Ratu Kidul,
yang keduanya dipagar mengeliling dengan satu pintu/gapura masuk.

Kirab Pusaka Kraton

Setiap malam 1 muharam atau terkenal malam satu Suro , maka kraton Solo akan
menggelar ritual Jamas dan Kirab Pusaka Kraton, ikut serta juga dalam acara kirab tersebut
beberapa ekor kebo bule ( Kerbau ) yang di juluki Kebo Kyai Slamet . Acara kirab pusaka ini
berangkat dari kraton Solo tepat pada jam 12 malam dan mengelilingi beberapa jalan
protokol di kota Solo dengan di iringi oleh punggawa istana dan para pasukan istana. Upacara
ini di gelar untuk menghormati dan sekaligus memperingati Bulan Suro ( Muharam ) .
Kegiatan Kirab ini hingga sekarang selalu menjadi salah satu momentum yang paling meriah
di kota Solo , dan selalu menarik minat masyarakat kota Solo pada khususnya untuk melihat
dan mengikuti prosesi ini . Banyak juga masyarakat di sekitar kota solo , bahkan dari luar
kota dan para turis asing sangat antusias mengikuti acara tradisional tersebut .
Apabila upacara kirab yang di ikutkan di dalamnya Kebo kyai slamet tersebut benar benar
sangat di tunggu oleh masyarakat . Acara yang sudah menjadi kegiatan rutin Kraton solo
tersebut , selainkan menampilkan mitos dan legenda kebo kyai slamet , juga bermacam
macam keris dan tosan aji istan lainnya yang di arak keliling dengan sebuah prosesi upacara
spiritual dan kental sekali dengan budaya Jawa .

5
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ritual satu suro tahunan merupakan ritual yang dilakukan setiap satu tahun sekali. Dan
pada umumnya setiap peringatannya dirayakan dengan meriah. Begitu juga halnya dengan
ritual malam satu suro merupakan ritus tahunan masyarakat Jawa yang dianggap sebagai
tahun baru kalender Jawa atau secara tidak langsung merupakan tahun baru masyarakat Jawa.
Pada umumna dilakukan ritual – ritual seperti kirab pusaka, tapa bisu, kungkum, tirakatan
atau pagelaran wayang kulit, nyekar di Cepuri Parangkusumo, Kethoprak Lesung Tamba
Lara, ruwatan, jamasan atau memandikan benda pusaka, dan selamatan. Semua ritual
bertujuan untuk bersyukur dan mengahrapakan keadaan yang lebih baik lagi d tahun yang
baru. Peringatan 1 suro bertepatan dengan 1 muharam pada kalender umat islam yakni
kalender Hijriah.

B. Saran
Suatu bangsa atau negara akan menjadi kuat jika mampu menjaga dan melestarikan
kebudayaan dan tidak melupakan sejarah berdirinya negara tersebut. Maka dengan demikian
sebagai generasi muda, kita hendaknya tetap menjaga nilai-nilai budaya yang telah ada
karena budaya merupakan jati diri suatu bangsa.
Adapun beberapa ritual, kepercayaan, itu adalah hak setiap masyarakat didaerah
tersebut untuk terus menjalankan apa yang diyakininya tanpa membuat perpecahan antar
sesama.

6
DAFTAR PUSTAKA

http://www.netralnews.com/news/singkapsejarah/read/103097/inilah.sejarah.malam.keramat.
1.suro.dala
http://aryoramangan.blogspot.co.id/2014/04/tradisi-malam-satu-suro-a.html

Anda mungkin juga menyukai