Tumpeng ungkur-ungkuran
Tumpeng merupakan sarana yang sangat penting dalam perayaan maupun dalam
berbagai upacara pada masyarakat Jawa. Mulai acara perayaan kelahiran sampai pada
peringatan hari kematian seseorang. Semuanya menggunakan tumpeng sebagai salah satu
sarana utamanya. Bahkan dalam upacara-upacara yang bersifat komunal seperti garebeg juga
Jika melihat bentuknya yang khas, berupa kerucut meruncing ke atas, hal ini
mengingatkan kita pada bentuk gunung. Berdasarkan berbagai sumber, asal mula bentuk
tumpeng dari mitologi Hindu, di epos Mahabarata1. Gunung dalam kepercayaan masyarakat
Hindu dipercaya sebagai awal kehidupan. Di dalam kisah Mahabarata, terkenal dengan Gunung
Mandara yang di bawahnya mengalir air kehidupan atau amerta. Barang siapa yang
meminumnya maka akan mendapatkan keselamatan. Di samping itu gunung juga sering
disebut sebagai Mahameru yang berarti representasi dari sistem kosmos. Meru sering dikaitkan
dengan puncak gunung. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya tumpeng merupakan sebuah
media bagi para manusia untuk menunjukkan rasa syukur kepada Tuhan, sebagai wujud
Selain dari sisi bentuknya, tumpeng yang digunakan acara selamatanpun biasanya hanya
memiliki dua warna. Yaitu warna putih dan kuning. Warna putih melambangkan kesucian dan
1
Hal ini tidak bisa kita lepaskan dengan latar belakang masyarakat Jawa dahulu sangat dipengaruhi oleh
kepercayaan Hindu.
Ada berbagai macam jenis tumpeng di Jawa, misalnya Tumpeng Dlupak yang puncak
tumpengnya dibuat cekung (biasanya untuk menyambut kehadiran anak), Tumpeng Kendhit
(memohon jalan keluar dari kesulitan hidup), Tumpeng Robyong (tumpeng cinta kasih),
Selain tumpeng-tumpeng tersebut masih ada lagi sebuah tumpeng yang khusus
masyarakat menyebutnya sebagai Tumpeng Pungkur. Dilihat dari sisi namanya saja sudah
menunjukkan jenis tertentu. Ungkur-ungkuran dalam arti kata berarti saling membelakangi.
Secara kontekstual tumpeng ini adalah sebuah tumpeng yang dibuat dengan cara dibelah dari
ujung sampai ke pangkal tumpeng kemudian diposisikan saling membelakangi. Tumpeng ini
disajikan pada saat peringatan kematian mulai hari ke 3, 7, 40, sampai dengan seribu hari.
Selain tumpeng biasanya juga disertakan ubarampe (perlengkapan) lainnya. Seperti: Sayur-
sayuran yang direbus dengan bumbu gudhangan (urap), misalnya : kangkung, kacang panjang,
bayem, kubis, kecambah, wortel, buncis,dll.3; Telor ayam rebus; Kembang setaman; Cobek
masyarakat mengatakan bahwa tumpeng ini sengaja diposisikan saling membelakangi dengan
maksud sebagai simbol perpisahan antara arwah dengan kerabatnya. Disamping itu juga
sebagai simbol keikhlasan masyarakat Jawa terhadap kerabatnya yang sudah meninggal.
Membelakangi sebagai bukti bahwa mereka tidak akan lagi melihat atau menangisi
2
http://www.facebook.com/notes/persaudaraan-setia-hati-terate-ranting-kampak/mengupas-makna-yang-
terkandung-dalam-simbolisme-nasi-tumpeng/204413946240199
3
Perlengkapan berupa sayur-sayuran ini merupakan simbol kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat. Selain itu, saya lebih setuju, jika perlengkapan tersebut lebih sebagai sebuah simbol bahwa
masyarakat Jawa merupakan masyarakat agraris. Sehingga setiap sesaji yang diberikan selalu berkaitan
dengan apa yang paling mudah dan tersedia di sekitar mereka.
2
untuk memperingati kematian para wanita atau pria yang masih lajang. Sehingga mereka yang
Pelepasan merpati
Pada upacara nyewu selalu dilakukan pula pelepasan burung merpati oleh pihak keluarga
arwah yang meninggal. Sebelum dilepas sepasang burung merpati ini dimandikan, diberi
rangkaian bunga di lehernya. Pada kaki burung merpati ini ditalikan selembar uang kertas yang
nominalnya bervariasi. Pada saat pelepasan ini juga disertakan uang udik-udik, yaitu berupa
sejumlah uang koin. Uang koin tersebut dicampur dengan beras, kunir yang diiris kecil-kecil dan
diletakkan pada sebuah piring. Setelah melepaskan burung merpati maka secara bertahap
uang udik-udik ini juga dilempar-lemparkan. Pada saat pelemparan uang udi-udik inilah
merupakan saat yang ditunggu-tunggu oleh anak-anak. Karena mereka akan berebutan uang
Pemilihan burung Merpati ini tidak terlepas dari posisinya yang terhormat pada
masyarakat Jawa. Buktinya merpati menjadi burung terpilih untuk melengkapai upacara
peringatan kematian yang terpenting dan terbesar pada masyarakat Jawa, yaitu nyewu.
Pelepasan merpati menyimbolkan pelepasan keluarga terhadap arwah saudara mereka yang
telah meninggal. Dipilih burung merpati karena burung merpati ini adalah lambang kesetiaan.
Sehingga orang Jawa menyimbolkan merpati sebagai bentuk kesetiaan arwah (manusia)
kepada penciptanya. Sebagai bukti kesetiaan tersebut kemudian merpati akan terbang dan
tidak akan kembali lagi. Sehingga masyarakat Jawa biasanya memilih merpati yang masih liar,
Dua hal tersebut merupakan bentuk dari tindakan simbolis masyarakat Jawa sebagai alat
komunikasi dengan pihak lain dalam waktu yang panjang, meskipun hanya dilakukan pada saat
3
Jawa ini nanti ujung-ujungnya selalu pada, meminjam istilah Suhardi (2009), menuju jalan
Referensi
Suhardi, 2009. Ritual: Pencarian Jalan Keselamatan Tataran Agama dan Masyarakat Perspektif
Antropologi, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Antropologi Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Tidak dipublikasikan
http://www.facebook.com/notes/persaudaraan-setia-hati-terate-ranting-kampak/mengupas-
makna-yang-terkandung-dalam-simbolisme-nasi-tumpeng/204413946240199 (diakses
tanggal 5 Juli 2012)