Anda di halaman 1dari 15

UPACARA ADAT “LUWARAN”

Disusun oleh

Anfazha Larashinta D. 16210141001


Alfi Zarfan 16210141007
Noviana Yudhit Yunara 16210141013
Ernita Herawati 16210141019
Nofi Andriani 16210141023
Puspito 16210141037

Program Studi Sastra Indonesia A

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri yogyakarta

2019
A. PENDAHULUAN

Upacara adat merupakan salah satu aset budaya bangsa yang harus
dilestarikan karena didalamnya mengandung nilai-nilai kearifan lokal. Setiap
tahapan dalam melaksanakan upacara mengandung ajaran yang pada intinya
mengajarkan manusia agar selalu berbuat baik kepada sesama, dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bagi masyarakat Jawa, upacara adat sangat
bermanfaat bagi kehidupan. Walaupun sekarang sudah jaman modern, namun
upacara adat bagi masyarakat Jawa masih dilaksanakan. Di dalam kebudayaan
Jawa, setiap Anugerah dan Karunia-Nya kepada masyarakat dan ucapan seseorang
untuk melunasi utang nazar yang pernah terucap akan ada upacaranya. Salah satu
upacara adat yang dilaksanakan ketika wujud rasa syukur dan bernadzar adalah
Luwaran.

Luwaran adalah suatu acara dari masyarakat yang juga disebut nazar,
yakni ketika seseorang yang mempunyai nazar (janji pada diri sendiri) yang sudah
dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa akan melakukan upacara adat Luwaran.
Upacara ini dilaksanakan oleh masyarakat pedukuhan Taruban, salah satu rintisan
desa budaya Desa Tuksono, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Orang
yang melakukan upacara ini tidak hanya dari pedukuhan Taruban melainkan dari
berbagai daerah di Yogyakarta, hanya saja upacara ini dilaksanakan di pedukuhan
Taruban, Sentolo.

Upacara ini dilakasanakan secara rutin setahun sekali. Tujuannya untuk


berkumpul bersama-sama melunasi utang nazar dan melestarikan kekayaan
budaya yang ada di pedukuhan Taruban. Di dalam pelaksanaan upacara Luwaran
terdapat deretan acara yang cukup panjang. Setiap dereatan upacara tersebut
memiliki makna terhadap kehidupan yang telah dijalani. Pelaksanaan deretan
acara tersebut dilakukan di tempat yang dipercayai keramat oleh masyarakat
disana. Tempat-tempat tersebut pun memiliki cerita sejarah tersendiri bagi
masyarakat pedukuhan Taruban. Tempet-tempat tersebut seperti sendang (mata
air) dan makam Jaka Tarub.
Sehingga, dalam makalah ini akan dibahas sejarah awal munculnya Luwaran,
deretan upacara adat Luwaran, dan lokasi dimana upacara adat Luwaran
dilaksanakan. Maka kita akan tahu bagaimana sejarah munculnya upacara
Luwaran, apa saja deretan upacara Luwaran, dan dimana saja lokasi diadakannya
upacara Luwaran. Tujuannya bagi kita agar dapat menambah wawasan,
menghargai setiap kebudayaan di daerah yang kita tinggali, dan berusaha
melestarikan kebudayaan yang sudah ada meski jaman sudah berjalan, modern.
Maka, dapat diambil judul makalah ini Upacara Adat Luwaran Desa Taruban,
Sentolo, Yogyakarta.

B. KERANGKA TEORI

Manifestasi Rasa Syukur Masyarakat Desa


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring edisi V, kata sykur
memiliki dua arti. Pertama, kata tersebut berarti rasa terima kasih kepada Allah.
Kedua, kata tersebut berarti untunglah (pernyataan lega, senang, dan sebagainya.).
Kata sykur itu sendiri merupakan kata yang diserap dari bahasa Arab, yakni
syakara. yang memiliki arti berterima kasih (Rahman & Mufid, 2010: 479).

Darinya, dpat diambil kesimpulan bahwa kata syukur dalam bahasa Indonesia
merupakan kata yang merujuk pada perwujudan atau perasaan terima kasih atas
suatu nikmat yang didapat. Singkatnya, ketika seseorang, atau suatu kelompok,
mendapatkan suatu hal yang baik lalu menyatakan perasaan bahagia atasnya
melalui berbagai bentuk, itulah yang dinamakan syukur.

Meski demikian, yang terlintas pertama kali ketika mendengar kata syukur
adalah perwujudannya dalam perkataan. Tentu, tidaklah jarang ditemui orang-
orang yang berkata, “Alhamdulillah” atau “Puji Tuhan” ketika mereka mendapat
nikmat. Namun begitu, perwujudan rasa sykur kepada Yang Memberi Nikmat
tentu tidak terbatas seladar pada ucapan.
Rasa syukur tersebut dapat diwujudkan dalam berbagai cara, salah satunya
dengan mengadakan syukuran. Syukuran itu sendiri sering ditemui di pedesaan-
pedesaan di Indonesia. Di Jawa, syukuran tersebut dapat dijumpai dengan
berbagai istilah, seperti gendhuren dan lain sebagainya. Di Desa … Kecamatan …
Kabupaten …, syukuran tersebut diwujudkan masyarakat setempat dengan
mengadakan acara kirab Luwaran.

Tinjauan Mengenai Luwaran


Luwaran yang akan dipaparkan di sini bersumber pada wawancara dengan
Bapak … pada tanggal 13 April 2019. Dari hasil wawancara tersebut, di bawah ini
akan dipaparkan sedikit mengenai tradisi Luwaran sebagai salah satu wujud rasa
syukur masyarakat Kulon Progo, khususnya di ….

Luwaran merupakan tradisi yang diadakan di Desa … Kecamatan …


Kabupaten Kulon Progo. Inti dari Luwaran itu sendiri adalah perwujudan syukur
masyarakat. Biasanya, Luwaran diadakan untuk mensyukuri hasil panen yang
baik. Tentu, karena inti dari Luwaran adalah syukuran, acara pertama adalah
tahlilan, yakni memanjatkan doa pada Tuhan Yang Kuasa.

Walakin, Luwaran sendiri tidak sekadar wujud rasa syukur semata, tapi juga
merupakan usaha untuk melestarikan budaya. Hal tersebut tampak pada acara
setelah tahlilan diadakan, yakni dengan mengadakan arak-arakan yang terdiri dari
gunungan, ogoh-ogoh, bergodo, dan berbagai jenis kesenian tradisional lainnya.

Menariknya, meski Luwaran merupakan wujud rasa syukur yang dipadukan


dengan usaha melestarikan warisan budaya, Luwaran sendiri diadakan dengan
tetap mengikuti perkembangan zaman. Hal tersebut tampak pada adanya undian
yang nantinya, bagi yang beruntung, mendapatkan berbagai hadiah, seperti sepeda
motor, kulkas, kipas angin, televisi, dan sebagainya.

Lebih jauh lagi, acara Luwaran yang bisa dihadiri mencapai lima ribu orang
ini bisa saja beruntung mendapatkan pulsa secara gratis. Namun demikian, tentu
pulsa yang dibagikan secara gratis ini tidak untuk semua yang hadir, melainkan
terbatas pada sekitar seribu orang saja. Hal tersebut menandakan bahwa Luwaran
merupakan perwujudan rasa syukur masyarakat Desa … sekaligus usaha
melestarikan warisan budaya yang terus mengikuti perkembangan zaman.

Tinjauan tentang Karakteristik Masyarakat Pedesaan


Desa merupakan kumpulan suatu komunitas yang penghuninya memiliki
ikatan dengan wilayah yang didiaminya (Koentjaraningrat, 2008: 46). hal tersebut
tentu menyiratkan bahwa desa tidaklah terbatas pada pertanian atau perkebunan
semata, melainkan mencakup batasan yang lebih luas.

Dalam pembahasan mengenai desa, besarnya peranan kelompok; faktor


geografis; dan populasi menjadi hal yang juga perlu diperhatikan (Roucek &
Warren, 2004: 40). hal tersebut dikarenakan dalam suatu wilayah, penduduk yang
mendiami, yang kemudian menjadi populasi, memaikan peran dalam menentukan
keadaannya. Ketiganya tidak dapt berdiri sendiri, melainkan saling terkait.

Dalam ensiklopedi Kebudayaan Jawa, disebutkan beberapa karakteristik yang


menjadi ciri masyarakat desa. Karakteristik-karakteristik tersebut adalah (1)
menjunjung kebersamaan, (2) suka kemitraan, (3) mementingkan kesopanan, (4)
ahli membaca pertanda musim, (5) religius, (7) hormat pada pemimpin, (8) hidup
pasrah, (9) cinta seni, dan (10) dekat dengan alam (Purwadi, 2010: 73).

Di atas merupakan pemaparan singkat mengenai beberapa karakteristik yang


menjadi ciri masyarakat desa. Dari kesemuaannya, tampaklah bahwa Luwaran
merupakan tradisi budaya yang memenuhi ciri tersebut. Jika dicermati, Luwaran
memenuhi karakteristik di atas, yakni religiusitas, cinta seni, dan dekat dengan
alam. Namun, jika dicermati sekali lagi, akan tampaklah bahwa sebagian besar
karakteristik tersebut ada dalam tradisi Luwaran, seperti gotong-royong, suka
kemitraan, hormat pada pemimpin, khususnya pada saat arak-arakan.

Tinjauan Mengenai Perubahan Sosial


Waktu selalu berjalan dan keadaan akan selalu berubah, begitu juga di
dalam hubungan sosial. Untuk itu, lebih baik kita mengerti tentang konsep
perubahan-perubahan dalam hubungan sosial. Menurut Wilbert Moore, perubahan
sosial adalah perubahan sosial sebagai “perubahan penting dari struktur sosial”,
dan yang dimaksud dengan struktur sosial adalah “pola-pola perilaku interaksi
sosial". Moore memasukkan ke dalam definisi perubahan sosial berbagai ekspresi
mengenai struktur seperti nilai, norma, dan fenomena kultural. Perubahan sosial
didefinisikan sebagai variasi atau modifikasi dalam setiap aspek proses sosial,
pola sosial, dan bentuk-bentuk sosial, serta setiap modifikasi pola antar hubungan
yang mapan dan standar perilaku. Adapun juga menurut MacIver, perubahan
sosial sebagai perubahan-perubahan dalam hubungan sosial.

Jadi, perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi di dalam


hubungan sosial. Konsep dasar perubahan sosial mencakup tiga gagasan:
perbedaan, pada waktu yang berbeda, di antara keadaan sistem sosial yang
sama.Bentuk perubahan dapat dibedakan menjadi ke dalam beberapa bentuk,
antara lain:

a. Perubahan-perubahan yang terjadi secara lambat dan secara cepat.

b. Perubahan-perubahan yang pengaruhnya kecil dan perubahan-perubahan yang


berpengaruh besar.

c. Perubahan yang dikehendaki atau perubahan yang direncanakan dan perubahan


yang yang tidak dikehendaki atau perubahan yang tidak direncanakan.

Sebab-sebab perubahan sosial sumbernya mungkin ada yang terletak pada


masyarakat itu sendiri (berkurang atau bertambahnya penduduk, penemuan-
penemuan baru, revolusi, pertentangan dalam masyarakat). Ada pula sebab-sebab
perubahan sosial dan kebudayaan yang letaknya di luar masyarakat lain atau dari
alam sekitarnya; antara lain meliputi: bencana alam, peperangan, dan pengaruh
dari kebudayaan lain.Mekanisme perubahan sosial harus memperhatikan tiga
perspektif penting, yaitu: perspektif materialis, perspektif idealis, dan perspektif
mekanisme interaksional. Perspektif materialis menempatkan budaya material
(teknologi) sebagai pendorong utama mekanisme perubahan; perspektif kedua,
menempatkan ide (ideologi) dalam mekanisme perubahan; dan perspektif ketiga
meyakini bahwa mekanisme perubahan oleh kekuatan material dan ideologi,
tetapi bersumber dalam proses sosial itu sendiri. Pergeseran tradisi “luwaran”
merupakan pergeseran suatu tradisi dalam masyarakat perdesaan, yang akan
berpengaruh pula terhadap proses-proses sosial dalam masyarakat perdesaan.

Perubahan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis seperti berikut:

a. Unsur-unsur pokok (misalnya: jumlah dan jenis individu, serta tindakan


mereka)

b. Hubungan antar unsur (misalnya: ikatan sosial, loyalitas, ketergantungan,


hubungan antar individu, integrasi)

c. Berfungsinya unsur-unsur di dalam sistem (misalnya: peran pekerjaan yang


dimainkan oleh individu atau diperlukannya tindakan tertentu untuk melestarikan
ketertiban sosial)

d. Pemeliharaan batas (misalnya: kriteria untuk menentukan siapa saja yang


termasuk anggota sistem, syarat penerimaan individu dalam kelompok, prinsip
rekruitmen dalam organisasi, dan sebagainya)

e. Subsistem (misalnya: jumlah dan jenis seksi, segmen, atau divisi khusus yang
dapat dibedakan)

f. Lingkungan (misalnya: keadaan alam atau lokasi geopolitik).

F. Teori Interaksionisme Simbolik Blumer

Blumer memiliki tiga premis pada interaksionisme-simbolis. Berikut premis-


premis menurut Blumer:

a. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada


sesuatu itu bagi mereka.
b. Makna tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain.

c. Makna-makana tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial


berlangsung.

Manusia merupakan aktor yang sadar dan refleksif yang menyatukan


obyek-obyek yang diketahuinya melalui apa yang disebut Blumer sebagai proses
self-indication. Self-indication adalah “proses komunikasi yang sedang berjalan
dimana individu mengetahui sesuatu, menilainya, memberinya makna, dan
memutuskan untuk bertindak berdasarkan makna itu”. Sebagian besar tindakan
bersama berulang-ulang dan stabil, melahirkan apa yang disebut “kebudayaan”
dan “aturan sosial”.

Perubahan-perubahan di dalam tradisi “luwaran” dipengaruhi oleh


tindakan serta sikap yang dipilih oleh individu berdasarkan tindakan yang
dimaknainya melalui interaksinya di dalam masyarakat. Makna “luwaran” yang
dipahami dan diinternalisasi masyarakat Dusun Taruban Wetan dan Dusun
Taruban Kulon akan mempengaruhi tindakan individu untuk melakukan tindakan
sosial tertentu: tetap menjaga eksistensinya, atau sebaliknya.

Teori Pilihan Rasional Coleman

Coleman berargumen bahwa sosiologi seharusnya memusatkan perhatian


pada sistem sosial, namun fenomena makro tersebut harus dijelaskan oleh faktor
yang ada di dalamnya, dengan individu sebagai prototipenya. Coleman lebih suka
bekerja pada level ini karena beberapa alasan, termasuk fakta bahwa biasanya data
dikumpulkan pada level individu dan selanjutnya dikumpulkan atau disusun agar
berkembang pada level sistem. Alasan memilih fokus pada level individu adalah
bahwa individulah tempat “interversi” pada awalnya untuk melakukan perubahan
sosial.

Orientasi pilihan rasional Coleman jelas pada gagasan dasarnya bahwa


“orang bertindak secara sengaja untuk mencapai suatu tujuan, dengan tujuan (dan
tindakan) yang dibangun oleh nilai atau preferensi”.
Coleman berargumen bahwa untuk sebagian besar tujuan teoritis, ia akan
memerlukan konseptualisasi yang lebih tepat tentang aktor rasional yang berasal
dari ilmu ekonomi, konsep yang melihat aktor memilih tindakantindakan yang
akan memaksimalkan keuntungan, atau pemuasan kebutuhan dan keinginannya.
Pergeseran tradisi “luwaran” yang terjadi, menurut Coleman berawal dari pilihan-
pilihan rasional individu (mikro), selanjutnya meluas dan menimbulkan
pergeseran dalam masyarakat. Perubahan dalam tradisi "luwaran" dihubungkan
melalui aktor individual, karenanya variabel-variabel mikro (individu)
mempengaruhi motif dan pilihan individual dan bagaimana cara pilihan individual
ini selanjutnya mengubah variabel makro.

C. METODE

Pendekatan Penelitian

Peneliti menggunakan bentuk yang relevan untuk tradisi “luwaran”, yaitu


pendekatan kualitatif deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif
adalah sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata baik tertulis maupun lisan dari orang-orang serta perilaku yang diamati.

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di Dusun Taruban Kulonprogo. Alasan


peneliti memilih lokasi ini sebab peneliti menemukan bahwa ada indikasi
pergeseraan tradisi Luwaran yang semakin kompleks dengan kegiatan-kegiatan
tambahan dibandingkan dengan yang dulu. Selain itu peneliti juga tertarik
dikarenakan tradisi Luwaran ini secara khusus hanya ada di Taruban Kulonprogo
yang secara turun-temurun masih dilestarikan. Lokasi yang masih termasuk
pedesaaan ini juga menjadi daya magis tersendiri bagi peneliti. Sebab secara
keseluruhan dapat menyatu antara alam dengan budaya.

Instrumen Penelitian
Untuk mendapatkan data yang maksimal maka peneliti dengan siap
menggunakan berbagai alat bantu dalam pengumpulannya. Instrumen yang
dipakai dalam penelitian ini di antaranya yaitu catatan atau list daftar pertanyaan,
buku catatan, dan tiga alat perekam suara berupa telepon seluler.

Sumber Data

Sumber data primer yang diperoleh peneliti langsung pada subjek


penelitian dengan cara menggali informasi secara langsung melalui responden.
Data diperoleh melalui wawancara dan observasi secara langsung di lapangan
tempat di adakannya Luwaran.

Sumber data primer didapat dari dua sumber, yaitu Kepala Dukuh Taruban
yang bernama Bapak Paridi dan ketua desa budaya, Bapak Ambardi. Selain itu
Peneliti juga menambahkan dua tambahan narasumber bernama Bapak Kawit dan
Mas Wahyu yang merupakan warga aktif pegiat tradisi Luwaran di sana.
Disamping sumber primer tadi, peneliti juga memiliki sumber data sekunder yang
secara tidak langsung akan memperkuat hasil dari penelitian ini. sumber data
sekudner diperoleh melalui studi kepustakaan dengan bantuan berupa media
elektronik, dan dokumentasi.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data bertujuan untuk mempermudah dalam


pengumpulan data informasi yang lengkap dan relevan, baik secara lisan, maupun
tertulis. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data berupa pengamatan
(observasi), wawancara, dokumentasi, dan transkrip.

Validitas Data

Validitas atau kebenaran data informasi dalam penelitian ini ditentukan


dengan menggunakan metode triangulasi. Triangulasi yaitu teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu di luar data untuk penguat dan
pembanding terhadap data. Ada empat jenis triangulasi yang umu yaitu
pemanfaatan sumber, metode, penelitian serta teori. Triangulasi sumber dilakukan
dengan bertanya kepada responden yang berbeda dan dengan dokumentasi.

Teknik Analisis Data

Teknik yang digunakan peneliti adalah kualitatif interaktif yang terdiri dari
empat pokok, yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan (verifikasi).

D. PEMBAHASAN

Tradisi “ Luwaran” merupakan sebuah tradisi yang berkembang di Desa


Tuksono, Sentolo, Kulon Progo, Yogyakarta, khususnya Dusun Taruban. Dusun
Taruban dibagi menjadi dua, yakni Taruban Kulon dan Taruban Wetan. Tradisi
“ Luwaran” tersebut dilaksanakan setiap tahunnya secara bergantian antara
Taruban Kulon dan Taruban Wetan. “ Luwaran” tersebut diaksanakan setelah
panen “ rendengan” .Panen “ rendengan” sama artinya dengan panen musim
pertama.
Awalnya, tradisi “ Luwaran” di Dusun Taruban diawali dengan tradisi
tayub, kemudian kenduri, dan dilanjutkan dengan pagelaran wayang kulit.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, sebelum tradisi “ Luwaran”
tersebut dilaksanakan, terlebih dahulu diadakan kegiatan bersih-bersih sendang,
makam, dan jalan. Hari berikutnya, warga menggelar mujahadah dan kenduri,
yaitu acara doa bersama. Setelah itu, diadakan pertunjukan seni tayub dan
luwaran, kemudian pada siang harinya dilaksanakan “ Kirab Gunungan” .
Gunungan tersebut terbuat dari hasil panen pertanian warga Taruban. Hal ini
dimaksudkan sebagai wujud syukur atas hasil panen musim tersebut.
Makna “ Luwaran” bagi warga Dusun Taruban adalah sebagai kegiatan
untuk ngluwari nadar. Ngluwari nadar artinya, menetapi nadar. “ Luwaran”
menjadi perantara bagi warga Dusun Taruban untuk ngluwari nadar. Pada
dasarnya, tradisi “ Luwaran” hampir sama dengan tradisi “ Bersih Desa” yang
berkembang dalam masyarakat Jawa. Namun, tradisi “ Luwaran” memiliki
kekhasan tersendiri.
Kekhasan dari tradisi “ Luwaran” alias “ Bersih Desa” di Dusun
Taruban terletak pada sendangdan makam. Di Dusun Taruban, terdapat Sendang
Kamulyan, yang diyakini masyarakat sebagai sumber kemuliaan bagi Dusun
Taruban. Hal ini dikarenakan sumber air di Sendang Kamulyan tidak pernah
habis, bahkan saat musim panas sekalipun.
Di sana, juga terdapat makam Joko Tarub, yang kemudian diabadikan
menjadi nama Dusun Taruban. Namun, Joko Tarub yang dipercaya warga Dusun
Taruban bukanlah Joko Tarub yang kita kenal di cerita “ Nawang Wulan” .
Makam tersebut merupakan milik Mbah Kertoyudo, leluhur (nenek moyang)
Dusun Taruban. Makam tersebut dikeramatkan karena memiliki makam tersebut
memiliki banyak sejarah. Salah satunya, makam tersebut juga dipercaya memiliki
jejak Baru Klinthing.
Di dua tempat tersebut, para warga memanjatkan doa untuk para leluhur,
khususnya Mbah Kertoyudo. Di tempat itu, para warga juga memanjatkan doa
sebagai wujud syukuratas segala berkah panen yang melimpah. Sebelum
melanjutkan ke makam, para warga mengambil air suci yang berada di sendang.
Berikut ini komponen kegiatan “ Luwaran” beserta maknanya,

1. Bersih desa
Bersih desa adalah serangkaian acara yang pertama yaitu ngluari nadir atau
nadar (perkataan) yang sudah terucap dari diri seseorang, maka nadar
(perkataan) tersebut wajib dilaksanakan dengan sebagaimana mestinya
dalam peraturan di desa Taruban.

2. Bersih sendang kamulyan


Bersih sendang kamulyan (mata air) adalah serangkaian acara kegiatan yang
harus dilaksanakan dengan kegiatan membersihkan sendang yang bernama
sendang kamulyan yanf sudah ada sejak zaman para wali sebagai napak tilas,
agar sendang tersebut tetap terjaga dari kesuciannya, dan dilaksanakan
sebelum diadakannya doa disekitar lingkup tersebut.

3. Bersih makam Jaka Tarub


Bersih makam Jaka Tarub adalah serangkaian acara yang selanjutnya,
kegiatan ini adalah kegiatan dengan membersihkan makam Joko Tarub yang
menurut sejarahnya napak tilas jaka tarub ada dimana-mana dan tidak
diketahui makam aslinya sebelum diadakannya doa di sekitar lingkup
makam, dari situlah dinamakan Taruban sebagai penggambaran dari legenda
Jaka Tarub.

4. Seni tradisi tayub


Seni tradisi tayub atau ledek yaitu tarian berpasangan yang diekspresikan
dengan hubungan romantis antara perempuan dan laki-laki. Acara ini
biasanya dilaksanakan pada hari sabtu malam atau malam minggu. Kesenian
ini ditampilkan sebagai sarana ritual di lingkungan desa, selain itu juga untuk
memanjatkan rasa syukur atas diberikannya kesuburan tanah. Seni tradisi tari
tayub ini dilaksanakan untuk melestarikan tradisi atau budaya yang telah
dilaksanakan untuk generasi muda. Tradisi tari tayub sendiri harus
dilaksanakan karena tarian tersebut adalah peninggalan nenek moyang yang
harus dilestarikan.

5. Kenduri
Kenduri sendiri adalah serangkaian kegiatan yang merupakan wujud rasa
syukur kepada Allah SWT karena telah diberi panen yang cukup untuk
kebutuhan keluarga dan masyarakat.

6. Mujahadahan
Mujahadahan adalah acara pengajian yang diselenggarakan dengan tujuan
untuk mendoakan keluarga ahli waris yang dimakamkan di makam Jaka
Tarub.
7. Kirab gunungan
Kirab gunungan adalah wujud rasa syukur kepada Allah SWT karena diberi
hasil panen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan di
masyarakat. kirab gunungan yang diikuti oleh 22 grup kesenian tradisi dan
religius, seperti jathilan klasik dan hadroh. Kirab yang dipimpin oleh
bregodo tersebut berjalan melewati dua desa, Taruban Wetan dan Kulon,
menuju sendang kamulyan dan makam Jaka Tarub. Dalam kirab tersebut ada
patung ogoh-ogoh yang pada akhirnya dibakar sebagai wujud penyampaian
doa-doa yang dikirimkan. Gunungan yang berisi hasil panen tersebut
diperebutkan masyarakat di halaman pendapa.

8. Pagelaran wayang kulit


Pagelaran wayang kulit dilaksanakan pada malam hari dan rangkaian acara
ini adalah sebagai acara penutup.
Daftar Pustaka:

Kaserun AS & Nur Mufid. 2010. Kamus Al-Kamal. Surabaya: Pustaka Progressif.

Roucek dan Warren. 2004. Dalam Raharjo, Pengantar Sosiologi Perdesaan dan
Pertanian. Yogyakarta: UGM Press.

Perlu diketahui pula, bahwa kegiatan “ Luwaran” berlaku secara umum.


Artinya, tidak hanya berlaku untuk warga Dusun Taruban saja. Namun, setiap
orang yangtelah mempunyai nadar, dan ingin menetapinya dapat mengikuti
kegiatan “ Luwaran” tersebut. Biasanya, anggota atau peserta “ Luwaran”
memakai pakaian adat Jawa.
Panitia “ Luwaran” biasanya diambil dari warga desa dan warga dusun.
Tidak ada panitia paten, sehingga perlu membentuk panitia baru setiap tahunnya.
Untuk perihal dana, diambil dari warga masyarakat serta donatur. Banyak pihak
yang berupa instansi maupun non-instansi yang ikut serta memberikan donatur.

Anda mungkin juga menyukai